Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutjahyo Endarto
"Kesehatan adalah bagian dari investasi modal manusia (human capital investment) yang bersperpektif jangka panjang. Balita sehat sangat diperlukan untuk mencctak kader generasi penerus yang kuat dan menjadi sumber daya manusia yang handal. Sehingga sangat diperlukan adanya investasi kesehatan selain pendidikan yang lebih baik dan berkualitas. Pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan siklus kehidupan manusia (IW-cycle approach) penting untuk diperhatikan dalam rangka menjamin kualitas SDM pada masa mendatang. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan balita di DIY, karakteristik demograii, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan balita di Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2007. Metode analisis menggunakan analisis dcslcriptif dengan tabel silang, odds ratio (OR), dan uji chi square. Analisis Iain adalah dengan menerapkan model regresi logistik biner untuk menguji hipotcsis. Berdasarkan faktor demografi, balita laki-laki mempunyai keluhan sakit lebih tinggi daripada balita perempuan. Balita pada kelompok umur S 6 bulan mempunyai kcluhan sakit yang paling rendah diantara kelompok umur balita lainnya, hal ini disebabkan pemberian ASI eksklusii Balita yang ibunya berumur < 30 tahun mempunyai keluhan sakit lebih tinggi dari balita yang ibunya berumur 2 30 tahun Falctor sosial ekonomi, balita yang berada di mmah tangga miskin, mempunyai keluhan sakit lebih rendah daripada balita di rumah tangga tidak miskin. Pada balita yang ibunya bekeija, persentase yang mempunyai keluhan sakit pada rumah tangga miskin lcbih tinggi daripada rumah tangga tidak Faktor lingkungan dan daerah tempat tinggal, balita yang tinggal dalam rumah tangga yang memiliki kualitas jamban sehat mempunyai keluhan kesehatan lebih rendah daripada yang tidak memiliki kualitas jamban schat. Balita di kota mempunyai keluhan kesehatan lebih rendah daiipada di desa. Balita yang diberi imunisasi lengkap dan berada dalam rumah tangga yang merniliki kualitas jamban sehat memptmyai keluhan kcsehatan lebih rendah daripada yang tidak memiliki kualitas jamban schat. Jadi studi ini mencmukan faktor lingkungan, pelayanan kesehatan dan faktor demograii berpcngaruh terhadap status kesehatan balita di Provinsi D.I. Yogyakarta. Oleh karena studi ini menyamnkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, dalam hal ini dengan jambanisasi sehat, dan meningkatkan pelayanan pelayanan kesehatan.
Health is a part of the human capital investment on a long term perspective, whereas under-5 years children is a candidate of human resources in the future, who will substitute previous generation in order to achieve a better level of welfare. Healthy under~5 children is necessary to mind the strong rising generation and will be mainstay human resources. So that, a better and high-grade investment on health besides education was very needed. Health development through in life-cycle approach is important in ensuring of quality human resources in the future. The objective of this study is find out under-5 years children health condition in DIY Province, demography, socio economy, behavior, environment and health services characteristic, and the influence factors on health status under-5 years children in DIY Province in 2007. Descriptive analysis with bivariate analysis was conducted using chi square test, cross tabulation and odds ratio (OR). The other analysis is binary logistic model in order to testing the hypothesis. The result according to demographic factor, under-5 years children male had health complaint higher than female. Under-5 years children at group age S 6 month had health complaint is the lowest, because of exclusive breast milk. Under-5 years children whose mother age < 30 year had health complaint higher than under-5 years children whose mother age Z 30 year. Socio economy factor, under-5 years children at poor household, had health complaint lower than under-5 years children at wealthy household. At employed mother condition, percentage of under-5 years children had health complaint in poor household is lower than wealthy household. Environment and residence factor, under-5 years children who have health toilet had health status higher than no have health toilet. Under-5 years children in urban had health complaint lower than in the rural.Under-5 years children who get complete immunization and who have health toilet had health complaint lower than under-5 years children who not have health toilet. So, this study find that environment, healtl1 services and demography had an affect on health status under-5 years children in DIY Province. This study suggest to increase quality of environment, healthy toilet and to increase health services."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34241
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gupte, Suraj
Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2004
613.043 2 GUP p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Yatim
Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2005
613.043 FAI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Citraningtyas
"Pendahuluan: Tenaga kesehatan mental di Indonesia perlu mendapat bekal tambahan untuk dapat menangani anak dan remaja di daerah bencana. Untuk itu, Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Hospital, Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, bekerja sama dengan Institute for Mental Health Singapura, telah menyusun modul pelatihan berjudul ?Peningkatan Kapasitas Kesehatan Mental Anak dan Remaja di Daerah Bencana? (Child and Adolescent Mental Health in Disaster areas - CAMHD).
Tujuan: Untuk mengetahui manfaat pelatihan dengan modul tersebut dalam meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan mental (psikiater, dokter, psikolog, pekerja sosial, dan perawat) serta pandangan peserta tentang modul dan pelatihan.
Metode: Penelitian tindakan (action research) dilakukan dengan metode campuran kuantitatif dan kualitatif. Data dikumpulkan dari peserta penelitian dalam bentuk tes sebelum dengan sesudah pelatihan (one group pre and post-test), kuesioner data demografi, kuesioner evaluasi pelatihan, serta diskusi kelompok terarah (Focus group Discussion - FGD).
Hasil: Semua subjek (n=16) mengalami peningkatan pengetahuan, dengan perbedaan rata-rata (mean) skor pretest dan posttest yang bermakna secara statistik (p=0,001). Hal-hal penting yang diperoleh dari pelatihan mencakup antara lain pemahaman dasar, identifikasi kebutuhan, identifikasi sumber daya dan persiapan, serta alur berpikir kesehatan mental anak dan remaja di daerah bencana, deteksi dini terutama menggunakan Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ), formulasi kasus, dan penanganan secara komprehensif, termasuk Psychological First Aid (PFA) serta intervensi krisis. Subjek penelitian terutama menghargai pembelajaran aktif seperti studi kasus, bermain peran, diskusi, serta bertukar pengalaman antar peserta pelatihan. Pada kuesioner umpan balik, seluruh subjek penelitian menyatakan kualitas pelatihan sangat baik atau cukup. Masukan dari subjek penelitian antara lain mencakup kebutuhan untuk penyederhanaan bahasa modul, konsistensi fasilitasi, penyempurnaan bahan tayangan pelatihan, perlunya pegangan praktis untuk digunakan di lapangan, bentuk modul berjenjang menurut profesi, contoh-contoh kasus nyata, serta pelatihan yang berkelanjutan.
Simpulan: Pelatihan menggunakan modul ?Peningkatan Kapasitas Kesehatan Mental Anak dan Remaja di Daerah Bencana? dapat meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan mental. Terkumpul masukan untuk perbaikan dan pengembangan modul dan pelatihan selanjutnya.

Introduction: Mental health workers need to be better equipped with more knowledge to deal with children and adolescents in disaster areas. For this reason, the Department of Psychiatry of Cipto Mangunkusumo Hospital, Division of Child and Adolescent Psychiatry, in collaboration with the Institute for Mental Health Singapore, developed the module ?Capacity Building for Child and Adolescent Mental Health in Disaster areas (CAMHD).
Objectives: To ascertain the benefits of training using the module in increasing the knowledge of mental health workers (psychiatrists, doctors, psychologists, social workers, and nurses) and the participants? views on the module and training. Methods: Action research was conducted using mixed (quantitative and qualitative) methods. Data was collected from the training participants in the form of one group pre and post tests, and questionnaires demographic data, training evaluation forms, and focus group discussions.
Results: All subjects (n=16) increased in knowledge, with a statistically significant mean difference of pretest and posttest scores (p=0.001). Important points gained through the training include basic understanding, needs assessment, resource identification and preparation, as well as thinking process in dealing with children and adolescents in disaster areas, early detection especially using Strength and Difficulties Questionnaires (SDQ), case formulation, and comprehensive management, including Psychological First Aid (PFA) and crisis intervention. In terms of training process, research subjects especially appreciated active learning processes such as case studies, role plays, discussions, and sharing of experiences among training participants. On the feedback forms, all research subjects stated the quality of training was excellent or satisfactory. Input from research subjects included the need for simplification of the language of the module, consistency of facilitation, enhancement of training presentation materials, the need for practical guides to use in the field, profession-based stepped modules, examples from actual cases, and further training.
Conclusion: Training using this ?Capacity Building for Child and Adolescent Mental Health in Disaster areas? module can increase the knowledge of mental health workers. Input was collectedto enhance and develop further modules and training.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isbandi Rukminto Adi
Jakarta: Pusat Studi Jepang UI, 2005
362.1 ISB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Isbandi Rukminto Adi
Jakarta: JICA, 2006
618 ISB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widhodho Titiet Karyomanggolo
"

Pada kesempatan ini saya memilih judul Pencitraan Diagnostik Pediatri dan Arah Perkembangannya dengan harapan dan keyakinan bahwa melalui uraian ini kedudukan Pencitraan Diagnostik Pediatri mendapat tempat yang lebih kokoh diantara subspesialisasi Ilmu Kesehatan Anak yang lain.

Pemilihan judul pidato saya ini berlandaskan pengaruh dari tugas akademik dan profesional saya selama ini di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ( Bagian IKA FKUI-RSCM) di Jakarta. Judul ini merupakan salah satu pokok bahasan panting yang berkaitan dengan upaya bangsa Indonesia mempersiapkan generasi penerus, dalam rangka melanjutkan Pembangunan Nasional. Pada judul tersebut tersirat makna Pencitraan Diagnostik Pediatri, yaitu secara prospektif dapat meningkatkan ketahanan hidup yang andal dari seorang anak agar ia dapat tumbuh kembang secara optimal dengan harapan akan menjadi manusia yang produktif.

Dipilihnya istilah Pediatri (Ilmu Penyakit Anak), dan bukan ilmu Kesehatan Anak (Child Health), karena yang ditelaah adalah diagnosis penyakit penyebab gangguan tumbuh-kembang pada anak (Sutedjo 1963). Sedangkan istilah Ilmu Kesehatan Anak, mempunyai pengertian yang lebih luas lagi yaitu Pediatri Klinik, Pediatri Sosial dan Pediatri Pencegahan ( Sutedjo, 1963; Mulyono, 1981). Istilah pencitraan (imaging) dipilih karena dewasa ini teknik pengungkapan dalam bentuk gambar (image) dari morfologi, faal organ dan proses penyakitnya diperoleh melalui bermacam teknik seperti radiologi kovensional, ultrasonografi, tomografi komputer, pencitraan resonansi magnetik dan kedokteran nuklir.

Dalam sejarah kedokteran, berbagai peristiwa seperti kemajuan dalam bidang medik, sosioekonomi, pelayanan kesehatan dan teknologi kedokteran (Luce, 1979), merupakan picu pembentukan suatu bidangprofesi baru atau spesialisasi. Rosen (1944) dalam monografnya yang berjudul Specialization in Medicine menyebutkan adanya dua macam proses terjadinya suatu bidang baru. Pertama ialah akibat proses segmentasi, dalam hal ini suatu bidang spesialisi yang telah mantap membagi diri dan yang kedua karena proses penambahan, dalam hal ini dua bidang melakukan penggabungan (merger). Biasanya kedua proses ini terjadi secara simultan. Pencitraan Pediatri merupakan penggabungan (merger) Pediatri dengan Ilmu Fisika Radiologi, Teknik dan Pengelolaan Pencitraan dengan tujuan mendiagnosis penyakit penyebab gangguan tumbuh-kembang pada anak dari sejak konsepsi sampai akil balik.

Dalam pidato ini akan disampaikan sejarah perkembangan Pencitraan Diagnostik Pediatri, ruang lingkupnya, cara penguasaan dan tujuannya dan bahasan mengenai arah perkembangannya.

Pada waktu Rontgen menemukan sinar - X pada bulan Januari 1896, Pediatri di Amerika Serikat (AS) masih merupakan Ilmu yang diragukan eksistensinya. Pada permulaan abad ke-20 ini AS hanya memiliki 50 dokter yang berminat pada pediatri dan mereka berada di kota-kota besar saja. Baru pada tahun 1912 suatu klinik khusus untuk anak telah dibuka dalam Rumah Sakit Johns Hopkins. Klinik khusus ini terbukti berguna terutama dalam bidang pelayanan kesehatan, penelitian dan pendidikan dalam Pediatri. Berdasarkan alasan ini kemudian secara bertahap dibuka sejumlah Rumah Sakit Khusus Pediatri dan Klinik Pediatri dalam Rumah Sakit Umum di sejumlah tempat di AS. Dalam Rumah Sakit Khusus Pediatri dan Klinik Pediatri ini tidak terhindarkan lagi terjadinya konsentrasi dokter anak. Mereka dengan mudah bertemu baik formal maupun informal sehingga terjadiah tukar menukar informasi, baik mengenai ilmu maupun teknik baru untuk menjawab berbagai tantangan yang belum dapat terpecahkan. Kemudian mereka sadar bahwa seorang anak bukanlah sekedar wujud seorang dewasa yang kecil.Seorang anak mempunyai suatu ciri khas, yaitu kemampuan untuk tumbuh-kembang. Sifat inilah yang membedakan seorang anak dengan orang dewasa. Karena itu anak mempunyai masalah medik dan sosial yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga keduanya memerlukan penanganan yang juga berbeda.;Pada kesempatan ini saya memilih judul Pencitraan Diagnostik Pediatri dan Arah Perkembangannya dengan harapan dan keyakinan bahwa melalui uraian ini kedudukan Pencitraan Diagnostik Pediatri mendapat tempat yang lebih kokoh diantara subspesialisasi Ilmu Kesehatan Anak yang lain.

Pemilihan judul pidato saya ini berlandaskan pengaruh dari tugas akademik dan profesional saya selama ini di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ( Bagian IKA FKUI-RSCM) di Jakarta. Judul ini merupakan salah satu pokok bahasan panting yang berkaitan dengan upaya bangsa Indonesia mempersiapkan generasi penerus, dalam rangka melanjutkan Pembangunan Nasional. Pada judul tersebut tersirat makna Pencitraan Diagnostik Pediatri, yaitu secara prospektif dapat meningkatkan ketahanan hidup yang andal dari seorang anak agar ia dapat tumbuh kembang secara optimal dengan harapan akan menjadi manusia yang produktif.

Dipilihnya istilah Pediatri (Ilmu Penyakit Anak), dan bukan ilmu Kesehatan Anak (Child Health), karena yang ditelaah adalah diagnosis penyakit penyebab gangguan tumbuh-kembang pada anak (Sutedjo 1963). Sedangkan istilah Ilmu Kesehatan Anak, mempunyai pengertian yang lebih luas lagi yaitu Pediatri Klinik, Pediatri Sosial dan Pediatri Pencegahan ( Sutedjo, 1963; Mulyono, 1981). Istilah pencitraan (imaging) dipilih karena dewasa ini teknik pengungkapan dalam bentuk gambar (image) dari morfologi, faal organ dan proses penyakitnya diperoleh melalui bermacam teknik seperti radiologi kovensional, ultrasonografi, tomografi komputer, pencitraan resonansi magnetik dan kedokteran nuklir.

Dalam sejarah kedokteran, berbagai peristiwa seperti kemajuan dalam bidang medik, sosioekonomi, pelayanan kesehatan dan teknologi kedokteran (Luce, 1979), merupakan picu pembentukan suatu bidangprofesi baru atau spesialisasi. Rosen (1944) dalam monografnya yang berjudul Specialization in Medicine menyebutkan adanya dua macam proses terjadinya suatu bidang baru. Pertama ialah akibat proses segmentasi, dalam hal ini suatu bidang spesialisi yang telah mantap membagi diri dan yang kedua karena proses penambahan, dalam hal ini dua bidang melakukan penggabungan (merger). Biasanya kedua proses ini terjadi secara simultan. Pencitraan Pediatri merupakan penggabungan (merger) Pediatri dengan Ilmu Fisika Radiologi, Teknik dan Pengelolaan Pencitraan dengan tujuan mendiagnosis penyakit penyebab gangguan tumbuh-kembang pada anak dari sejak konsepsi sampai akil balik.

Dalam pidato ini akan disampaikan sejarah perkembangan Pencitraan Diagnostik Pediatri, ruang lingkupnya, cara penguasaan dan tujuannya dan bahasan mengenai arah perkembangannya.

Pada waktu Rontgen menemukan sinar - X pada bulan Januari 1896, Pediatri di Amerika Serikat (AS) masih merupakan Ilmu yang diragukan eksistensinya. Pada permulaan abad ke-20 ini AS hanya memiliki 50 dokter yang berminat pada pediatri dan mereka berada di kota-kota besar saja. Baru pada tahun 1912 suatu klinik khusus untuk anak telah dibuka dalam Rumah Sakit Johns Hopkins. Klinik khusus ini terbukti berguna terutama dalam bidang pelayanan kesehatan, penelitian dan pendidikan dalam Pediatri. Berdasarkan alasan ini kemudian secara bertahap dibuka sejumlah Rumah Sakit Khusus Pediatri dan Klinik Pediatri dalam Rumah Sakit Umum di sejumlah tempat di AS. Dalam Rumah Sakit Khusus Pediatri dan Klinik Pediatri ini tidak terhindarkan lagi terjadinya konsentrasi dokter anak. Mereka dengan mudah bertemu baik formal maupun informal sehingga terjadiah tukar menukar informasi, baik mengenai ilmu maupun teknik baru untuk menjawab berbagai tantangan yang belum dapat terpecahkan. Kemudian mereka sadar bahwa seorang anak bukanlah sekedar wujud seorang dewasa yang kecil.Seorang anak mempunyai suatu ciri khas, yaitu kemampuan untuk tumbuh-kembang. Sifat inilah yang membedakan seorang anak dengan orang dewasa. Karena itu anak mempunyai masalah medik dan sosial yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga keduanya memerlukan penanganan yang juga berbeda.

"
Jakarta: UI-Press, 1991
PGB 0105
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Taralan
"Untuk memahami profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik ada baiknya ditelusuri lebih jauh tentang profesionalisme kedokteran secara umum. Kita sudah lama mengenal istilah medicine is a science and art. Sadar akan perkembangan ilmu pengetahuan, para pakar kedokteran kemudian memahami bahwa medicine is an ever-changing science. Dalam buku teks Cecil Textbook of Medicine edisi ke 21 karangan Goldman (2000) pada bagian I pasal 1 dengan judul: Medicine as a learned and humane profession tertulis batasan ilmu kedokteran sebagai berikut: Medicine is not a science, but a profession that encompasses medical sciences as well as personal, humanistic, and professional attributes. Lebih jauh ditekankan bahwa profesionalisme dalam bidang kedokteran mencakup:
  • Komitmen atau tanggung jawab dalam praktik kedokteran dengan standar tertinggi dan dalam pengembangan dan peningkatan pengetahuan kedokteran
  • Komitmen dalam sikap dan perilaku yang dapat menopang kepentingan dan kesejahteraan pasien
  • Komitmen dalam aspek kebutuhan kesehatan di dalam masyarakat.
Profesionalisme kedokteran menginginkan altruisme, akuntabilitas, keunggulan, tugas, pelayanan, kehormatan, integritas serta rasa saling menghargai. Dalam pengertian profesionalisme seperti di atas inilah kita memaknai arti profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik.
Pengembangan kemampuan profesional yang sekarang dikenal sebagai continuing professional development (CPD) mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan continuing medical education (CME) karena selain pengembangan ilmu kedokteran, juga aspek profesional lainnya yakni kompetensi (termasuk penalaran klinis dan keterampilan klinis), akuntabilitas, altruisme, kolegalitas serta etika turut ditingkatkan dan dikembangkan. Semua komponen profesialisme tersebut di atas terkait pula dengan aspek penanganan dan pengobatan penyakit. Peningkatan profesionalisme, khususnya peningkatan dalam penanganan dan pengobatan pasien sekaligus bertujuan agar seorang dokter, terutama klinikus, mempersiapkan diri terhadap rencana Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang mengusulkan dimasukkannya audit medik dalam hukum kedokteran. Audit medik perlu dilakukan sebagai upaya mengejawantahkan etika kedokteran dan melindungi pasien. Audit medik merupakan jalan menuju pelayanan kedokteran yang lebih rasional, dengan kata lain agar dokter lebih arif dan rasional dalam menuliskan resep bagi pasiennya.
Dalam elemen utama penataan klinis (clinical governance), audit klinis dan efektivitas klinis merupakan dua unsur utama yang terkait erat dengan pengobatan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan penataan klinis di suatu rumah sakit, unsur terapi perlu dikuasai dan dijalani dalam kaitannya dengan audit klinis dan efektivitas pengobatan."
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0221
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Matodang, Corry Siahaan
Jakarta: UI-Press, 1992
PGB 0236
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>