Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Trissa Diva Rusniko
Abstrak :
Tulisan ini membahas mengenai ujaran kebencian yang terjadi pada salah satu grup chat di dalam aplikasi Telegram. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode netnografi dalam pengumpulan dan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan melalui lima tahapan, yakni collating, coding, combining, counting, dan charting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi praktik dan jenis ujaran kebencian di dalam grup chat Telegram serta mengategorisasikan tipe partisipan dan kode wicara yang berlaku di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujaran kebencian muncul di dalam grup chat Telegram dalam berbagai bentuk dan tema. Secara signifikan, ujaran-ujaran kebencian tersebut dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia luring. Melalui konten-konten ujaran kebencian tersebut pula, kita dapat melihat bahwa terdapat kode-kode wicara khas yang dapat ditelaah melalui 6 proposisi speech code theory milik Philipsen.
This paper discusses about hate speech that occurs in one of the chat group in the Telegram application. This research is a qualitative study using netnographic methods in data collection and processing. Data processing is carried out through five stages; collating, coding, combining, counting, and charting. The purpose of this study is to identify practices and types of hate speech in Telegram chat group and categorize the type of participants and the speech codes that prevail in the group. The results showed that hate speech appeared in Telegram chat group with various forms and themes. Significantly, hate speech that occurs within the group is influenced by events that occur in the offline world. Through the hate speech content, we can also see unique speech codes that can be analyzed through Philipsen's 6 propositions of speech code theory.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiharyani
Abstrak :
Penyebaran konten ujaran kebencian berpotensi memunculkan kekerasan fisik dan konflik sosial. Terlepas dari meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak yang merugikan akibat ujaran kebencian di media sosial, hanya sedikit konsensus yang memusatkan perhatian pada pendekatan untuk menguranginya. Disertasi ini bertujuan merumuskan model pengendalian sosial melalui analisis pola dan efektivitas penanganan ujaran kebencian secara daring di media sosial dengan menggunakan parameter efektivitas regulasi dari Evan (1990). Berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu, terutama di negara Barat yang fokus pada hak kebebasan berpendapat, penelitian ini mengedepankan pendekatan toleransi dalam menganalisis pengendalian terhadap ujaran kebencian secara daring di Indonesia. Melalui pendekatan kualitatif, pertanyaan penelitian dijawab dengan beberapa teknik analisis, termasuk teknik Delphi yang merumuskan konsensus dari para ahli untuk model pengendalian sosial yang efektif. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini, antara lain; terdapat pola berbeda dalam tindakan ujaran kebencian secara daring yang dilakukan oleh individu dengan kelompok, regulasi dan penanganan kasus penyebaran ujaran kebencian secara daring selama ini tidak efektif, tidak adanya kolaborasi institusi formal dan informal dalam pengendalian ujaran kebencian, dan fokus program belum menyentuh akar masalah munculnya ujaran kebencian. Akhirnya, penelitian ini berkontribusi memberikan kebaruan terhadap model efektif dalam pengendalian sosial terhadap ujaran kebencian secara daring yang fokus pada peningkatan sosialisasi, edukasi, dan fasilitasi. ......Hate speech content dissemination can lead to physical violence and social conflict. Despite heightened awareness of the deleterious impact of online hate speech, particularly on social media platforms, there is little consensus on an approach to control it. This dissertation aims to construct a model of social control through online hate speech patterns and regulation evaluation using regulatory effectiveness parameters from Evan (1990). Unlike previous studies, especially research about online hate speech in western countries that focus on the right to freedom of speech, this research promotes a tolerance-based approach in analyzing social control against online hate speech in Indonesia. Through a qualitative approach, research questions were answered by several techniques, including the Delphi method outlining the consensus from experts for an effective model of social control against online hate speech. The findings of this study are: there are differences in patterns in online hate speech carried out by individuals and groups, existing regulation and the handling of online hate speech cases has been ineffective, there is no collaboration between formal or informal institutions in controlling hate speech, and yet the focus of program has not touched the root of hate speech. Finally, this research contributes to the novelty of an effective model of social control against online hate speech, which focuses on socialization, education, and facilitation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martono Kalapadang
Abstrak :
Kasus ujaran kebencian di media sosial Indonesia tidak sedikit. Penelitian ini akan mengkaji salah satu kasus ujaran kebencian yang terjadi di tahun 2022, yaitu kasus yang menimpa EM. Pada saat karya ilmiah ini ditulis, kasus ini sudah naik ke tahap persidangan di pengadilan. EM didakwa menyatakan ujaran kebencian terhadap masyarakat yang ada di Kalimantan dengan frasa "tempat jin buang anak". Jenis kajian penelitian adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini bersumber dari YouTube yang dikelola oleh EM sendiri. Penelitian ini untuk mengungkapkan apakah ujaran EM “tempat jin buang anak” dapat dikategorikan sebagai ujaran kebencian atau tidak berdasarkan Pasal 156 KUHP dan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Peneliti menggunakan teori tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana untuk membuktikan ujaran EM tersebut. Berdasarkan analisis tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana, EM dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 156 KUHP karena memenuhi semua unsur yang dipaparkan dalam undang-undang tersebut. Namun, EM tidak dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE karena salah satu unsur wajib tidak memenuhi. Unsur yang tidak memenuhi tersebut adalah semua pernyataan EM tidak ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian kepada masyarakat Kalimantan. Selain itu, pernyataan EM juga tidak ditujukan untuk menimbulkan permusuhan kepada masyarakat Kalimantan. ......There are many cases of hate speech on Indonesian social media. This study will examine one of the cases of hate speech that occurred in 2022, namely the case that befell EM. At the time this scientific paper was written, this case had already reached the stage of trial in court. EM was charged with expressing hatred towards the people in Kalimantan with the phrase "tempat jin buang anak". The type of research study is descriptive qualitative. The object of this research is sourced from YouTube which is managed by EM himself. This research is to reveal whether the EM utterance “tempat jin buang anak” can be categorized as hate speech or not based on Pasal and Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. The researcher uses speech act theory, context of speech, and discourse analysis to prove the EM utterances. Based on the analysis of speech acts, context of speech, and analysis of discourse, EM can be declared to have committed hate speech in Pasal 156 KUHP because it fulfills all the elements described in the 2 law. However, EM cannot be declared to have committed hate speech on Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE because one of the mandatory elements does not fulfill. The element that does not fulfill this is that all of EM's statements are not intended to cause hatred for the people of Kalimantan. In addition, all of EM's statements are also not intended to cause hostility to the people of Kalimantan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Esthi Maharani
Abstrak :
Ujaran kebencian (hate speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan seorang individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, atau hinaan terhadap individu atau kelompok lain terkait berbagai aspek, di antaranya yaitu warna kulit, etnis, gender, orientasi seksual, agama atau lainnya. Di Indonesia, ujaran kebencian semakin masif terjadi terutama di tahun 2017 yang disebut sebagai tahun ujaran kebencian. Di tahun yang sama, aparat pemerintah pun semakin serius untuk menangani ujaran kebencian, terutama di media sosial Facebook yang menjadikan Presiden Joko Widodo sebagai sasaran utama. Oleh karena itu, penelitian ini fokus pada penanganan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo di Facebook pada 2017 berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan publik Merilee S Grindle yang menekankan bahwa keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasi (context of implementations). Dengan metode kualitatif, penelitian ini fokus pada sepak terjang kelompok Saracen yakni kelompok yang merupakan sindikat penyebar ujaran kebencian dan hoaks. Ada tiga kasus ujaran kebencian terkait kelompok Saracen yang diteliti. Ketiga kasus tersebut menggambarkan implementasi UU 19/2016 tentang ITE lewat regulasi turunan yang dibuat oleh Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dari penelitian ini dapat diketahui adanya persoalan teknis dalam penanganan ujaran kebencian di 2017. Selain itu, penelitian ini memperlihatkan adanya pesan politis lebih besar yakni memberikan peringatan sekaligus rasa takut pada para pengunggah ujaran kebencian tetapi disaat yang sama justru memunculkan ancaman terhadap hak kebebasan berpendapat. 
Hate speech is speech which attacks others on grounds of their race, nationally, religious identity, gender, sexual orientation or other group membership, where this group membership is a morally arbitrary distinguishing characteristic. In Indonesia, hate speech is increasingly massive occurring especially in 2017. The year even referred to as the year of hate speech. In the same year, government officials become more serious to tackle hate speech. Especially in social media such as Facebook who targeting President Joko Widodo. Thus, this study focuses on the managing of hate speech against Joko Widodo on Facebook in 2017 under Law No. 19 of 2016 on Electronic Information and Transactions (UU ITE). With qualitative methods, this study focuses on Saracens group who had known as a syndicate of hate speech and hoax in Indonesia. There are three cases of hate speech related to the Saracen group being researched with politic of policy implementations theory. It described how Law 19/2016 of the ITE is implemented through derivative regulations created by the National Police and the Ministry of Communication and Informatics. This study also described technical issues about how government officials mistreated hate speech in 2017. Moreover, it showed bigger political messages about how government officials can be threatening freedom of expression.                                                                                                         
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T55266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Ester Josephin Pratiwi
Abstrak :
Ujaran kebencian merupakan perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan, diskriminasi, permusuhan atas dasar suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap fenomena ujaran kebencian yaitu terletak pada pengaturan mengenai ujaran kebencian itu sendiri, dimana terdapat ketidakjelasan parameter dalam pengaturannya. Akibat dari ketidakjelasan parameter tersebut, maka kepastian hukum terkait ujaran kebencian akan sulit dicapai selain itu akan semakin besar kemungkinan terjadinya kesewenangwenangan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah sejarah peraturan tentang ujaran kebencian di Indonesia, apa yang menjadi parameter suatu perbuatan termasuk sebagai ujaran kebencian (hate speech) serta praktik penegakan hukum terhadap tindak pidana ujaran kebencian (hate speech) di Indonesia. Melalui penelitian Yuridis-Normatif dengan pendekatan sejarah, undang-undang dan konseptual, maka penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan yaitu: 1. Sejarah peraturan tindak pidana ujaran kebencian (hate speech) di Indonesia sesungguhnya berasal dari British Indian Penal Code yang saat itu berlaku di India yang dijajah oleh Inggris. Berdasarkan Traktat London, semua jajahan Perancis diserahkan ke tangan Inggris. Belanda yang merupakan jajahan Perancis kemudian jatuh ke tangan Inggris, maka Inggrislah yang membawa pasal tersebut ke Belanda, kemudian Belanda menerapkan pasal tersebut ke Indonesia karena dianggap memiliki kesamaan dengan India yang memiliki ragam kultur dan agama. 2. Parameter ujaran kebencian yaitu perbuatan yang dilakukan di muka umum; bersifat permusuhan, penghinaan atau merendahkan, dan kebencian; dilakukan dengan sengaja baik langsung maupun tidak langsung; menimbulkan terjadinya kerusuhan yang menyebabkan terjadinya kerugian materiil, immateriil dan jiwa. 3. Penegakan hukum terhadap tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan analisis dari tujuh putusan ialah bahwa hakim kurang memberikan tafsiran dan argumen terhadap unsur pasal yang tidak jelas tersebut dan ada hakim yang memperluas makna golongan menjadi tidak sesempit pada suku, agama dan ras saja.
Hate speech is a word, behavior, writing, or show that is prohibited because it can trigger acts of violence, discrimination, animosity on the basis of ethnicity, religion, race and intergroup (SARA). One factor that is weak law enforcement against the phenomenon of hate speech is located in the regulation of the hate speech itself, where there are unclear parameters in the regulation. As a result of the unclear parameters, the legal certainty related to hate speech will be difficult to achieve other than that the greater the possibility of arbitrariness. This research is intended to find out and understand how the history of regulations regarding hate speech in Indonesia, what is the parameter of an act including hate speech and law enforcement practices against hate speech in Indonesia. Through juridical-normative research with historical, legal and conceptual approaches, this research resulted in three conclusions, namely: 1. The history of hate speech regulations in Indonesia actually originated from the British Indian Penal Code which was then in force in India which was colonized by the British. Based on the London Treaty, all French colonies were handed over to the British. The Netherlands which was a French colony then fell into the hands of the British, then it was England who brought the article to the Netherlands, then the Dutch applied the article to Indonesia because it was considered to have similarities with India which had a variety of cultures and religions. 2. Parameters of hate speech, namely acts committed in public; hostility, humiliation or humiliation, and hatred; done intentionally both directly and indirectly; lead to riots that cause material, immaterial and life losses. 3. law enforcement against hate speech based on an analysis of the seven decisions is that the judge does not provide interpretations and arguments about the unclear elements of the article and there are judges who expand the meaning of groups to be not as narrow as ethnic, religious and racial only.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library