Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dita Elfa Safitri
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai penerapan hacktivism sebagai bentuk aktivisme digital yang dilakukan oleh IT Army dalam melawan invasi Rusia terhadap Ukraina pada tahun 2022. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mendorong legitimasi dari hacktivism yang dilakukan oleh IT Army tersebut. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja etis untuk operasi peretasan sebagai kerangka analisisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hacktivism yang dilakukan oleh IT Army dalam melawan invasi Rusia terhadap Ukraina dapat dibenarkan karena adanya ancaman terhadap hak hidup masyarakat Ukraina yang dilakukan oleh Rusia. Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh penyerangan jaringan digital yang dilakukan oleh IT Army kepada Rusia juga sebanding dengan apa yang dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina. Namun, terdapat implikasi negatif yang tidak dapat dihindari dari hacktivism yang dilakukan oleh IT Army di mana pihak-pihak yang tidak terlibat dalam invasi yang dilancarkan oleh Rusia turut merasakan kerugian dari bentuk aktivisme digital tersebut, khususnya kerugian atas pelanggaran hak privasi yang menjadi bagian dari HAM. ......This research discusses the implementation of hacktivism as a form of digital activism conducted by the IT Army against the Russian invasion of Ukraine in 2022. The purpose of this research is to analyze the factors that can encourage the legitimacy of hacktivism conducted by the IT Army. This research uses an ethical framework for hacking operations as its analytical framework. The results of this research indicate that the hacktivism conducted by the IT Army can be justified because of the threat against the right to life of the Ukrainian people conducted by Russia. The losses caused by the digital network attack conducted by the IT Army against Russia are also comparable to what Russia did to Ukraine. However, there are unavoidable negative implications of hacktivism carried out by the IT Army where parties who were not involved in the Russian invasion also feel the loss from this form of digital activism, especially the loss for violations of privacy rights which are part of human rights.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedrian Purdianto
Abstrak :
Rawls mendefinisikan pembangkangan sipil sebagai pelanggaran hukum yang dianggap publik, non kekerasan dan conscientious yang berusaha membawa perubahan dalam hukum serta kebijakan pemerintahan. Seiring perkembangan zaman, pembangkangan sipil tidak hanya secara ekslusif dilakukan dalam ruang fisik saja, melainkan juga ruang siber. Bentuk pembangkangan sipil dalam ruang siber terutama dilakukan melalui peretasan, yang dinamakan sebagai hacktivism atau electronic civil disobedience (ECD). Dalam perkembangan hacktivisme, muncul berbagai macam pro dan kontra terutama dalam permasalahan justifikasi dan generalisasi aksi yang dilakukan. Hacktivisme sendiri sangatlah beragam, dari serangan DDoS dan defacing hingga whistleblowing. Dari variasi aksi hacktivisme sendiri, diperlukannya analisis secara matang dengan mengkategorisasikan serangan ke dalam serangan yang dapat dianggap sebagai pembangkangan sipil dan juga serangan yang hanya berbentuk resistensi biasa yang cenderung justru menghasilkan kerugian tanpa menghasilkan manfaat apapun terhadap misi yang dilakukan. Pembahasan aksi DDoS dan defacing menggunakan berbagai contoh kasus yang terjadi di Indonesia, dengan maraknya penggunaan teknik ini sebagai bentuk perlawanan. Metode yang lebih terarah seperti whistleblowing dan leaking seperti yang dilakukan Aaron Swartz dan Snowden dijadikan contoh dalam mengkomparasi berbagai bentuk hacktivisme serta resistensi digital. ......Rawls defines civil disobedience as a violation of the law that is considered public, non-violent, and conscientious that seeks to bring about changes in laws and government policies. Along with the times, civil disobedience is not only carried out exclusively in the physical space, but also in cyberspace. Forms of civil disobedience in cyberspace are mainly carried out through hacking, which is known as hacktivism or electronic civil disobedience (ECD). In the development of hacktivism, various pros and cons emerged, especially in the issue of justification and generalization of the actions taken. Hacktivism itself is very diverse, from DDoS attacks and defacing to whistleblowing. From the variety of hacktivism actions themselves, careful analysis is needed by categorizing attacks into attacks that can be considered civil disobedience and also attacks that are only in the form of ordinary resistance 2 which tends to produce losses without producing any benefits for the mission carried out. The discussion of DDoS and defacing actions uses various examples of cases in the world, with the widespread use of this technique as a form of resistance. More targeted methods such as whistleblowing and leaking such as Aaron Swartz’s and Snowden’s are used as examples in comparing various forms of hacktivism and digital resistance.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library