Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erlin Listiyaningsih
Abstrak :
Epidemi HIV di negara-negara Asia terjadi lebih Lambat bila dibandingkan dengan negara-negara belahan dunia yang lain. Sejak mulai ditemukan kasusnya yang pertama (tahun 1987), epidemi HIV di Indonesia relatif stabil. Namun, sejak kurang lebih empat (4) tahun yang lalu (tahun 1998) menurut laporan Ditjen P2MPLP DepKes RI telah terjadi lonjakan insiden kasus HIV positif per tahun secara mengkhawatirkan terutama pada kelompok resiko tertular secara kontak seksual. Beberapa hasil penelitian akhir-akhir ini mengatakan adanya kondisi `emerging epidemic' HIV pada kelompok resiko heteroseksual. Untuk lebih dapat meningkatkan upaya pencegahan penularan dan penatalaksanaan penderita, serta memperkirakan kelanjutan epidemi yang akan terjadi, perlu dilakukan karakterisasi epidemi HIV yang sedang berlangsung di Indonesia pada beberapa periode terakhir terutama dalam hubungannya dengan terjadinya kenaikan tajam kasus-kasus yang telah dilaporkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode Case-Series, berlangsung selama tujuh tahun mulai tahun 1993 hingga 2000, dengan populasi sampel adalah individu-individu yang telah terinfeksi HIV dari daerah epidemi Jakarta, Papua, Bali, dan beberapa kasus dari daerah epidemi lain. Kasus-kasus HIV positif tersebut sebagian besar (66 %) berasal dari suku Jawa, 13 % dari suku Papua asli, dan 11 % dari suku Bali, dan hampir semua berada pada usia reproduktif yang tertular HIV dengan cara kontak seksual (98 %), dengan proporsi kasus laki-laki (56 %) sedikit lebih tinggi dari pada proporsi kasus perempuan (44 %). Hasil pemeriksaan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan RT-PCR (Reverse Transcryption Polymerase Chain Reaction) diketahui bahwa di Indonesia, dalam masa penelitian terjadi pergeseran corak subtipe. Pada awal penelitian hanya ditemukan subtipe B, kemudian berkembang dengan ditemukannya subtipe E maupun subtipe BIB dengan proporsi yang terus meningkat. Analisa keserupaan genetik dengan menggunakan teknik Heteroduplex Mobility Assay (HMA) menunjukkan bahwa HIV-1 di Indonesia mempunyai keserupaan genetik dengan strain referensi HIV-1 dari Thailand, USA, Central African Republic, Brazil, dan India. Untuk melihat hubungan antara subtipe HIV-1 dengan variabel-variabel penelitian dilakukan analisa statistik bivariat dan multivariat. Subtipe HIV-1 pada populasi kasus HIV positif pada penelitian ini berhubungan statistik bermakna dengan lokasi penemuan kasus, tetapi tidak dengan suku, umur maupun jenis kelamin. Populasi kasus HIV positif dari lokasi Papua berpeluang 6,4 kali (95% CI = 1,52 - 26,98) untuk memiliki subtipe E HIV-1, tetapi 0,05 kali peluangnya untuk memiliki subtipe B HIV-I, bila dibandingkan dengan populasi kasus HIV positif dari lokasi Bali. Populasi kasus HIV positif bersuku Papua mempunyai kemungkinan 3,06 kali lebih tinggi (95 % CI = 0,823 --11,375) memiliki subtipe E HIV-1, dan 0,24 kali lebih rendah (95 % CI 0,02 - 1,24) memiliki subtipe B HIV-1 dari pada populasi HIV positif bersuku bukan Papua. Peluang untuk mencapai status AIDS pada kasus HN positif dengan subtipe E lebih rendah 0,21 kali (95% CI = 0,046 -- 0,959) bila dibandingkan dengan peluang kasus HIV positif dengan subtipe B. Progresifitas kearah AIDS pada kasus-kasus HIV pada penelitian ini memiliki hubungan statistik yang bermakna dengan subtipe HIV-I, tetapi tidak dengan lokasi penemuan, suku, umur, maupun jenis kelamin kasus. Daftar bacaan : 109 (1987-2002)
Subtype Variability of Human Immunodeficiency Virus Type-1 and Their Relationship to the Demographic Characterictic of Indonesian HIV Cases, from 1993 to 2000HIV epidemic in Asia arrived relatively late, and HIV infection is still confined largely to population known to be at high risk (MU, sex workers, and men who have sex with men). However there is dramatic increase of the HIV infection incidence rate among high-risk population in several Asian Countries since past few years, Indonesia is the one example. While HIV-1 subtype E is the most prevalent strain than other subtype circulating in Southeast Asia, little is known about genetic subtype of HIV-1 responsible for the fulminating epidemic in Indonesia. Here we gp4l env RT-PCR and gp120 env HMA subtyped the isolates of a case-series of 255 HIV cases identified in high prevalence regions of Indonesia between 1993 and 2000, and then investigated the correlation between genetic subtype to multiple demographic characteristics and disease progression using bivariate and multivariate analysis. Most (98%) of the cases resulted from sexual contact, and 2% from vertical transmission; 56% are male and 44% are female. The ethnicity of the cases is Javan (66%), Balinese (11%) and Papuan (13%). 67% of the female cases and 14% percent of the male cases were commercial sex workers. 14% of the male cases were military and 8 % of the female cases were housewives. In 1993/94 only subtype-B viruses were observed, but by 1996 subtype-E had become, and remains, the major circulating subtype. It is suggested that HIV-1 subtype circulates in Indonesia has shifted from HIV-1 subtype B to HIV-1 subtype-E, indicate that HIV-1 subtype-E is the most transmissible and prevalent HIV-I subtype through heterosexual contact in Indonesia. However, subtype-B virus remains the most prevalent in Bali. HMA analysis identified isolates having homology to subtype-B isolates BR20 (Brazil), TH14 (Thailand) and SF162 (USA) during 1993/94, then broadening to include subtype-E isolates TH22 (Thailand), TH06 (Thailand) and CAR7 (Central African Republic). In 2000, two isolates homologous to IN868 (India) were identified in Papuan samples. No correlation was observed between gp4l-established subtype and age, gender, or ethnicity, but location. The probability of having HIV-1 subtype-E among HIV infected people in Papua was measured to be 6.4 times greater (95% CI = 1,52 - 26,98) than in Bali, whereas the probability of having HIV subtype-B among HIV infected people in Bali is 20 times greater than in Papua and 4.7 times greater than Jakarta. Papuans were observed to have 3.06 times greater probability (95% CI = 0.823 - 11.375) of having a subtype-E infection than non-Papuan, and smaller probability (OR = 0.24 ; 95% CI = 0.054 - 1.769) of having a subtype-B infection than non-Papuans.. HIV cases with subtype-E HIV-1 were observed to have 0,21 times probability to progress to AIDS (95% CI = 0.046 - 0.959) than probability of HIV cases with subtype B HIV-1 in Indonesia. Disease progression was observed to correlate to HIV-1 subtype, but not age, gender, ethnicity, nor location Reference : 109 (1987-2002)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T4037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Safriady
Abstrak :
Perilaku resiko tinggi terinfeksi HIV pada narapidana pria terdiri dari perilaku seksual dan perilaku penggunaan jarum tidak steril bergantian. Untuk memperoleh model yang dapat menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku resiko sangat tinggi terinfeksi HIV, yaitu perilaku seksual, perilaku penggunaan NAZA-IV dan perilaku pembuatan tattoo maka dilakukan penelitian dengan rancangan Cross Sectional dengan metode kuantitatif dan kualitatif pada narapidana dan petugas selama bulan November dan Desember 2002 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang. Dari 100 responden narapidana didapatkan 100 % berperilaku seksual resiko tinggi, 55 % berperilaku membuat tattoo dengan jarum tidak steril bergantian, 3 % menggunakan NAZA-IV bergantian. 55 % narapidana berada pada kelompok resiko sangat tinggi terinfeksi HIV, usia 30 tahun atau kurang 71 %, pendidikan SLP atau ke bawah 53 %, belum menikah 61 %, jenis pelanggaran hukum NAZA dan pemerkosaan 67 %, lama menghuni lapas di atas setahun 44 %, usia hubungan seks pertama di bawah atau 20 tahun 71 %, pernah mengalami PMS setahun terakhir 52 %, pengetahuan buruk 64 %. Hasil analisa bivariat, terdapat delapan variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku resiko sangat tinggi terinfeksi HIV yaitu usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, jenis pelanggaran hukum, lama di dalam lapas, usia hubungan seks pertama, pernah alami PMS setahun terakhir dan pengetahuan responden. Analisis multivariat diantara delapan variabel yang menjadi model, ternyata terdapat lima variabel yang berhubungan secara bermakna, yaitu umur, lama di dalam lapas, jenis pelanggaran hukum, usia hubungan seks pertama, pengetahuan narapidana, tanpa adanya interaksi. Penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku seks yang dilakukan narapidana di lapas adalah homoseks baik secara sukarela ataupun dipaksa, tanpa menggunakan kondom. Seluruh responden merasa tidak senang hidup terpisah dari wanita. Berdasarkan penelitian ternyata NAZA dapat melewati sistem Lapas Cipinang, dan narapidana dapat melanjutkan perilaku IDU di dalam lapas. Perilaku pembuatan tattoo banyak dilakukan oleh narapidana dengan menggunakan jarum dan tinta tidak steril bergantian. Jumlah penghuni overkapasitas. Studi ini memperlihatkan bahwa sistem pemasyarakatan menempatkan narapidana dalam kelompok resiko sangat tinggi terinfeksi HIV, hampir seluruh responden menyadari mereka dapat terinfeksi HIV selama tinggal di lapas. Pengkajian terhadap sumber daya (dana, tenaga, dan sarana) belum maksimal, masih menunggu atau tidak pro aktif. Pengetahuan kepala dan petugas lapas masih kurang tentang infeksi HIV. Sebagai saran untuk mengantisipasi dan mencegah penularan infeksi HIV , jangka pendek : meningkatkan penyuluhan tentang cara penularan dan pencegahan infeksi HIV, pelatihan kepada kepala dan petugas lapas, diusahakan penyediaan kondom di lapas, disediakan ruangan khusus di lapas untuk melakukan hubungan seks narapidana yang memiliki istri yang syah dan berkumpul dengan anaknya, disediakan disinfekstan untuk mensterilkan jarum, perlu dibuat lapas khusus NAZA, dipersiapkan program harm reduction, perlu dianggarkan dana operasional RS lapas, perlu dibuat RS khusus untuk narapidana HIV + di lapas besar seperti di Cipinang, serta UU Republik Indonesia No. 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan perlu direvisi. Jangka panjang ditingkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam penanganan narapidana sebagai salah satu sumber daya manusia Indonesia.
The Very High Risk Behavior Infected of Human Immunodeficiency Virus (HIV) on The Male Prisoners at the Cipinang Prison Class 1 In 2002The high risk behavior of HIV infected for man prisoner are consist of sex behavior and user of unsterile hypodermic needle by turns. For getting model to explain factors of high risk behavior of HIV infected, that sex behavior, intravenous drug user behavior and tattoo making behavior, so we do the research by cross sectional structure with quantitative and qualitative method to prisoner and the official in charge for November and December 2002 in the class I prison in Cipinang. From 100 respondents of prisoners get 100 % high risk sex behavior, 55 % tattoo making by unsterile needle by turns, 3 % IDU by turns. Prisoner with very high risk infected HIV 55%, 30 years or less 71%, secondary school or under 53%, single 61%, drug offenses and rapes 67%, having punishment above one year 44%, sex relations under or 20 years 71%, having STD experience one last year 52%, bad experience 64%. Based on the analyze of bi-variances has been founded eight variables of meaningful relationship between very high risk behavior namely with ages, education level, marital status, the kind of offenses, the staying duration in prison, the first sex relations, experiencing STD, the knowledge. The analysis multi-variance among eight variances becoming a model was founded five variables meaningfully related, namely; age, duration of staying in the prison, kind of offense, age of first sexual relations, prisoner's knowledge without having interactions. The research showed that the sex behavior conducted by prisoners in the prison is homosexual either being voluntarily or forced without condom. All respondents did not feel comfortable separated from woman, Based on the research was appeared that drug could pass (across) the Cipinang Prison System, and prisoners could follow the IDU behavior in the prison. The prisoners often make tattoo by using the unsterile injection and ink in turn. Overcapacity inmate. This study shows that Sistem Pemasyarakatan to place the prisoners are in very high risk infected HIV, almost all respondents realize that they may be infected HIV during living in the Prison. The study about resources (funds, power, and facilities) is not maximal yet, it is still waiting not proactive. Headmaster's and official free lance's acknowledge are still minim about HIV infection. In order to anticipate and prevent the HIV infection could be suggested, in the short-term, to provide enough information about the infection and how to prevent HIV infection, it need training for headmaster and official freelances, to prepare condom in the prison, to prepare the special room in the prison for whom have a legal wife and children, to prepare the disinfectant to sterilize the needle, then it is necessary to prepare a special prison for drug, to prepare harm reduction program. Furthermore, it is necessary to plan a budget in operating prison hospital and preparing a special hospital for HIV prisoners + big prison like Cipinang Prison, it is necessary to revise UU Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. In the long-term, it is necessary to create a collaboration inter-program and inter-sectors in handling the prisoners as one of human resources. Bibliography: 54 (1978-2003)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Yan Prima Zani
Abstrak :
Peningkatan jumlah kasus baru HIV dari pengguna NAPZA suntik cukup mengkhawatirkan. Prevalensi HIV pada kelompok ini meningkat tajam antara 40 - 80% sejak tahun 2001. Tingginya prevalensi HIV pada kelompok pengguna NAPZA suntik akibat perilaku penyuntikan berkelompok termasuk penggunaan jarum suntik dan semprit bekas. Infeksi HIV pada kelompok ini dikhawatirkan menyebar ke masyarakat umum melalui hubungan seksual berisiko. Penelitian ini ingin menilai besaran potensi penularan HIV dari pengguna NAPZA suntik ke masyarakat umum melalui hubungan seks berisiko. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil Survei Surveilans Perilaku di Jakarta tahun 2000 yang dilaksanakan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. Hasil penelitian mendapatkan (1) pengguna NAPZA suntik sebagian besar pria berusia antara 17 - 29 tahun dan belum menikah, (2) zat yang biasa digunakan adalah heroin (3) lebih dari 50% responden melakukan perilaku penyuntikan berisiko termasuk penyuntikan berkelompok dan menggunakan jarum suntik dan semprit bekas, (4) satu dari tiga responden masih berhubungan seks dalam 12 bulan terakhir dan hampir seluruhnya tidak menggunakan kondom ketika berhubungan seks. Dari hasil simulasi diprediksikan jumlah kasus HIV baru yang ditularkan pada pasangan pengguna NAPZA suntik melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom antara 319 - 1036 orang per 10.000 pengguna napza suntik. Potensi penyebaran HIV dari pengguna NAPZA suntik ke masyarakat umum cukup besar, dan perlu diwaspadai jejaring penyebaran HIV dari pasangan seks komersil pengguna NAPZA suntik ke pelanggan-pelanggannya. Untuk meminimalisasi potensi penyebaran HIV perlu dilaksanakan : strategi harm reduction untuk menurunkan perilaku penyuntikan berisiko tinggi, strategi demand reduction lebih diperluas jangkauannya termasuk pendidikan tentang dampak buruk NAPZA dan epidemi HIV/AIDS pada seluruh anggota masyarakat, strategi supply reduction lebih ditingkatkan, peran aktif masyarakat dalam pemberantasan NAPZA dan menerima bekas pengguna NAPZA sebagai bagian dari anggota masyarakat. Daftar bacaan : 53 ( 1995 - 2004)
The Potential of HIV Spread from Injection Drug User to Public in Jakarta Year 2000Increasing number of new HIV cases among injection drug users is worrying. Prevalence rate was increased within 40-80% since 2001. This high prevalence related to group injection including the utilization of used needles/syringes. HIV infection among this group could be spread to the public through risky sexual intercourse. This study aimed at evaluating the magnitude of potential of HIV spread from injection drug user to public through risky sexual relation. This study analyzed secondary data from Behavior Surveillance Survey in Jakarta year 2000 conducted by Center for Health Research, University of Indonesia. The study found that (1) injection drug user is mainly consisted of unmarried man aged 17-29 years old, (2) drug that was frequently used was heroin, (3) more than 50% of respondents had risky injection behavior, such as group injection and application of used syringes, (4) one out of three respondents was sexually active in the last 12 months and almost never used condom. The simulation result predicted that the number of new HIV cases spread from injection drug user to public was between 319-1036 persons per 10000 of injection drug users. This meant high potential of HIV spreading and special attention should be paid to prevent the spreading sourced from the commercial sex workers who experienced sexual relation with injection drug user and might spread it to their regular/public customer. To minimize this potential, it is suggested to adopt harm reduction strategy as to decrease high-risk behavior, to extend demand reduction including education on negative effects of drugs and on HIVIAIDS targeted to the public, and to improve supply reduction by empowering community to eradicate drugs, and to accept ex-drug user who has been recovered. References: 53 (1995-2004).
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Khaulah
Abstrak :
Sejak 5 tahun terakhir terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yang sangat cepat di kalangan pengguna NAPZA suntik. Infeksi HIV di Indonesia cenderung akan tetap meningkat pada masa 5 tahun mendatang. Hal ini berhubungan dengan bertambah banyaknya penularan virus HIV melalui jarum suntik yang tercemar pada pengguna NAPZA suntik akibat praktek penggunaan jarum suntik secara bersama/bergantian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik di Kampung Bali, Jakarta tahun 2004. Dalam menilai praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik ini, aspek penting yang menjadi perhatian meliputi adanya praktek splitting dan loading, yakni berbagi NAPZA yang telah dicampur pada satu semprit untuk dibagi dengan sesama teman pemakai, penggunaan jasa juru suntik illegal, pemakaian jarum suntik maupun peralatan secara bergantian, dan cara membersihkan jarum dan semprit. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, pengumpulan data primer dilakukan di wilayah Kampung Bali, Jakarta pada bulan Juni 2004, dengan jumlah sampel sebanyak 111 responden. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian ini menyimpulkan, proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek mencegah yang baik terhadap penularan HIV/AIDS sebesar 23,4%, sedangkan yang buruk sebesar 76,6%. Proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek penggunaan jarum secara bersama/bergantian masih cukup tinggi yakni sebesar 82,9%. Hasil uji bivariat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik di wilayah Kampung Bali, Jakarta adalah: pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan kelompok sebaya, dan dukungan keluarga. Dari hasil uji analisis multivariat terdapat 2 variabel yang berhubungan bermakna dengan praktek mencegah penularan HTV/AIDS yaitu sikap (OR=4,67), dan dukungan kelompok sebaya (OR=4,91). Dari kedua variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling dominan adalah dukungan kelompok sebaya. Mengingat masih besar proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek mencegah yang buruk terhadap penularan HIV/AIDS, maka disarankan perlunya penerapan dan pengembangan program lain yang lebih efektif seperti program methadone untuk mengurangi praktek berbagi jarum di kalangan pengguna NAPZA suntik. Selain itu, perlunya membangun sikap positif pengguna NAPZA suntik dengan melibatkan peran pendidik kelompok sebaya maupun petugas kesehatan/lapangan. Daftar bacaan : 55 (1990 - 2004).
Factors Related to Prevent HIV/AIDS Infections Practice Among Injecting Drug Users in Kampung Bali, Jakarta, Year of 2004In last five years has occurred a new phenomenon of HIV/AIDS transmission which happens so fast among injecting drug users. HIV infection in Indonesia trends to increase for next five years. This is related to the increasing of using sharing injection needle. This study objective is to find out description ang factors which related to prevent HIV/AIDS infection practice among Injecting Drug Users in Kampung Bali, Jakarta, year of 2004. In assessing this practice, the important aspects which paying attention are splitting practice and loading practice, which are sharing NAPZA which has been mixed in one container and then shared to fellow user, illegal medical aide service for injection, injection needles or tools usage by turns, and method of cleansing injection and container. Design if this study is cross sectional, primary data collecting carried out in Kampung Bali region in June 2004, with number of sample is 111 respondents. Data has been analyzed using univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis. Result of this study concluding, injecting drug users proportion who done good preventing to HIV/AIDS infection practice is 23,4%, while those who practice bad preventing in 76,6%. Injecting drug users who practice sharing injection needle still high which is 82,9%. Result from bivariate analysis shows factors which related significantly to HIV/AIDS infection preventing practice among injecting drug users which are, education, knowledge, attitude, peer group support, and family support. There are two variables in multivariate analysis which significantly related to HIV/AIDS infection preventing practice among injecting drug users, which are attitude (OR=4,67) and peer group support (OR=4,91). Among these variables, peer group support is the most dominant factor. Consider there is still high proportion of injecting drug users who does bad prevention practice to the infection of HIV/AIDS, it is recommend the need of development and implementation effective program as methadone program to decrease needle sharing among injecting drug users. Also need to develop positive attitude of injecting drug users by involving peer group educator or health workers. References : 55 (1990-2004)
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iva Novita Sah Bandar
Abstrak :
Latar Belakang : Masalah pada penderita infeksi HIV/AIDS umumnya dimulai pada saat terjadi penurunan hitung CD4, yaitu salah satunya infeksi oleh Candida spp. Penurunan hitung CD4 menyebabkan terjadinya kerusakan keseimbangan ekologi Candida, sehingga menimbulkan peningkatan kolonisasi, yang merupakan awal dari suatu kandidosis. Korelasi antara hitung CD4 dengan peningkatan intensitas kolonisasi Candida pada rongga orofaring penderita infeksi HIV/AIDS belum pernah diteliti sebelumnya. Tujuan : Mengetahui korelasi antara hitung CD4 dengan intensitas kolonisasi Candida pada rongga orofaring penderita infeksi HIV/AIDS, mendapatkan angka proporsi kandidosis orofaring serta mengetahui gambaran spesies Candida yang menyebabkan kandidosis orofaring pada penderita infeksi HIV/AIDS. Metodologi : Studi potong lintang dilakukan pada penderita infeksi HIV/AIDS yang datang dan dirawat di poliklinik dan bangsal perawatan Perjan RSCM, untuk dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, hitung CD4 dan pemeriksaan biakan sekaligus identifikasi spesies Candida dengan media CHROMagar®. Dilakukan pengolahan data untuk mencari proporsi kandidosis orofaring serta mengetahui gambaran spesies Candida yang menyebabkan kandidosis orofaring pada subyek serta uji korelasi sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil : Selama periode September 2004-Januari 2005 terkumpul 60 penderita infeksi H1V/AIDS yang terdiri dari 52 laki-laki (86,7%) dan delapan perempuan (13,3%), dengan kelompok usia terbanyak 20-30 tahun (51 orang, 85%). Transmisi virus HIV terbanyak ditemukan pada pengguna narkoba intavena (45 orang, 75%), diikuti hubungan seksual (11 subyek, 18,3%). Nilai tengah hitung CD4 subyek adalah 100 sel/µl, dengan rentang antara 2-842 sel/µl. Proporsi kandidosis orofaring pada penelitian ini adalah 63,3% (IK 95% = 51,1 - 75,5). Nilai tengah jumlah koloni Candida dari satu sampel kumur adalah 159,5 koloni/100µl dengan rentang 0-900 koloni/100/µl. Dan 59 isolat Candida pada penelitian ini ditemukan 74,58% diantaranya adalah C. albicans. Spesies Candida non C albicans yang ditemukan antara lain C. krusei, C. parapsilosis dan C. tropicalis. Didapatkan korelasi yang bermakna antara hitting CD4 yang rendah dengan jumlah koloni Candida yang tinggi pada rongga orofaring subyek (r = -0,756). Kesimpulan. Terdapat korelasi negatip yang cukup kuat (r = -0,756) antara hitung CD4 dengan intensitas kolonisasi Candida pada rongga orofaring penderita infeksi HIV/AIDS. Proporsi kandidosis orofaring pada penelitian ini adalah sebesar 63,3%, dengan spesies terbanyak yang ditemukan pada rongga orofaring subyek adalah C. albicans. ......Backgrounds: Problems for HIV-infected/AIDS patients usually start at the time when CD4 decreases. One of the problems is Candida spp. infection. The decreasing of CD4 count causes imbalance of Candida ecology and it increases colonization, which is the starting point of candidacies. Correlations between CD4 count and intensity of Candida colonization?s in the oropharynx of HIV-infected/AIDS patients has never been studied before. Objectives: To know the correlations between CD4 count and intensity of Candida colonization?s in the oropharynx of HIV-infected/AIDS patients, to get the proportion of oropharyngeal candidacies (OPC), and to know what kind of Candida species that causes oropharynx candidacies of HIV-infected/AIDS patients. Methods: Cross-sectional study was conducted to HIV-infected Aids patients who came as outpatients and inpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital. The patients were interviewed, physically examined, their CD4 counts were checked, and their mouth rinse samples were taken to be cultured. Candida species was identified in CHROMagar® media. Data were processed to find proportion of OPC and to know the Candida species that causes OPC in the subjects of this study. Correlation test were also performed. Results: From September 2004 until January 2005, 60 HIV-infectedlAIDS patients were included in this study. There were 52 males (86.7%) and eight females (13.3%). Majority of the patients were from 20-30 years age group (51 subjects, 85%). The most frequent transmission was among drug users (45 subjects, 75%) followed by sexual contact (11 subjects, 18.3%). The median of CD4 counts was 100 cells/µi, ranged from 2 to 842 cells/µl. Proportion of the OPC was 63.3% (Cl 95% - 51.1 - 75.5). The median of the Candida colony from mouth rinse samples was 159.5 colonies/100µl ranged from 0 to 900 colonies/100µl. From 59 Candida isolates in this study, 74.58% were C. albicans. Candida non C. albicans species that were found in this study were C krusei, C. parapsilosis and C tropicalis. There was significant correlation between low CD4 counts and high intensity of Candida colonization on the oropharynx of the subjects (r = -0.756). Conclusion: There was strong negative correlation (r = -0.756) between CD4 count and intensity of Candida colonization in the oropharynx of HIV-infected/AIDS patients. Proportion of OPC in this study was 63.3%. The most frequent species found in the oropharynx of the subjects was C. albicans.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Marlenita Br
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan pada orang dengan HIV/AIDS. Metode yang digunakan adalah konfirmatif eksploratif terhadap empat Gold Standard yaitu WHOQOL-HIV BREF, MOS HIV, EQ-5D-5L dan Ina-HRQoL. Dilakukan suatu studi literature dan uji validitas dan reliabilitas untuk memilih atribut yang sesuai untuk digunakan sebagai alat ukur. Ke-empat goldstandar diujikan pada masing-masing 30 responden. Dari 81 item pertanyaan diperoleh 70 item yang valid, dilakukan reduksi item dengan mengeliminasi item yang tidak sesuai dengan dimensi yang ditetapkan yaitu dimensi FISIK, MANDIRI, SOSIAL, MENTAL dan SPIRITUAL, sehingga diperoleh 40 item yang sesuai. Setelah itu dilakukan pengelompokan pada item yang sama atau menanyakan hal yang sama sehingga diperoleh 17 atribut. Ditambah satu atribut Bekerja yang dipandang penting maka keseluruhan atribut menjadi 18 yaitu Vitalitas, Rasa Sakit, Tidur, Mobilitas, Akyifitas Pribadi, Bepergian, Bekerja, Hubungan Personal, Dukungan Teman, Seksual,Aktifitas Sosial, Konsentrasi, Citra Diri, Menikmati Hidup, Perasaan Negatif, Hidup Berarti, Khawatir Masa Depan, Takut Kematian. Kedelapanbelas atribut kemudian dikembangkan menjadi kuesioner dan diujikan pada 30 responden dengan nilai alpha Cronbach 0,905, sehingga alat ukur ini dinilai valid dan reliable. Alat ukur yang baru dinamakan D-HIV HRQOL kemudian di aplikasikan pada 119 responden pada Yayasan Layak dengan nilai alpha Cronbach sebesar 0,895. Dari 119 responden ternyata 73,11% laki-laki dan 26,89% perempuan; kelompok umur terbanyak adalah 30-39tahun yaitu sebanyak 65,55% dan kedua terbanyak pada umur 20-29 tahun yaitu 23,53%. Tingkat pendidikan responden cukup baik yaitu 68,91% tingkat menengah atas, dan pekerjaan terbanyak adalah swasta 52,94%. Dari riwayat penggunaan narkotika diperoleh 52,10% pernah, dan 17,65% masih aktif, demikian juga riwayat penggunaan alkohol 42,86% pernah dan 3,36% masih aktif. Faktor penularan terbanyak adalah melalui pemakaian narkotika suntikan sebanyak 63,87% dan seksual sebanyak 35,29%. Untuk nilai CD4 hanya 103 responden yang melengkapi data 44,66% pada 200-500 cells/ml dan 38,83% pada kurang dari 200 cells/ml. Hanya 19 responden yang sudah pernah diperiksa viral load, 10 undetected dan 9 detected. Menurut stadium 52,10% pada stadium II, dan 29,41 pada stadium II. Sebanyak 26,89% belum menerima pengobatan ARV dan 22,69% sudah menjalani ARV selama lebih dari 2 tahun. Nilai utility rata-rata pada 50,61 (0,7) dengan nilai minimum pada 22 (0.30) dan maksimum pada 69 (0.96), time preference rata-rata adalah 17,06. Sehingga nilai QALY?s adalah 11,94. ......The objective of this thesis is to develop an instrument that could be used in examining health related quality of life on people living with HIV/AIDS. The method used in this case is confirmative explorative to the four gold standards which is WHOQOL-HIV BREF, MOS HIV, EQ-5D-5L and Ina-HRQoL. Literature, validity, and reliability tests are conducted to choose the appropriate attributes to be used in the measuring instrument. These four gold standards were each tested on 30 respondents. Out of 81 items, 70 were found valid. An item reduction was carried by eliminating items that does not fit the dimensions, which is Physical, Social, Independence, Mental, and Spiritual dimensions, so that 40 suitable items was obtained. After that, classification on the same items, or items that was asking the same questions was done so that 17 attributes is obtained. And the ?Working? attribute was added because it was deemed important for the instrument. The result was 18 attributes which is Vitality, Pain, Sleep, Mobility, Personal Activity, Traveling, Working, Personal Relationship, Friend Support, Sexual, Social Activity, Concentration, Self-Image, Enjoying Life, Negative Feeling, Meaningful Life, Worries about the Future, and Fear of Death. These 18 attributes was then developed into a questionnaire and tested on 30 respondents with the Cronbach alpha values of 0.905, so that this instrument was deemed valid and reliable. The new instrument named D-HIV HRQOL was then applied to 119 respondents at ?Yayasan Layak? with the Cronbach alpha value of 0.895. Out of 119 respondents 73.11% were male and 26.59% were female; the largest age group was 30-39 years old as much as 65.55%, the second largest was 20-29 years old as much as 23.53%. The education level of the respondents was high enough, as much as 68.91% was middle class up. As much as 52.94% of the respondents were working in private sectors. As much as 52.10% of the respondents was using drugs in the past, with 17.65% is still actively using drugs, as much as 42.86% of the respondents was drinking alcohol in the past, with 3.36% is still actively drinking it. The largest factor of transmission was injection drugs as much as 63.87% and trough sexual as much as 35.29%. only 103 respondents fills in the CD4 value, of which 44.66% is at 200-250 cells/ml and 38.83% is at less than 200 cells/ml. Only 19 respondents were tested on viral load, 10 of which is proven undetected, and 9 detected. Stadium wise, as much as 52.10% of the respondents were at the second stadium, and 29.41% were at the third stadium. As much as 26.89% have yet to receive ARV treatment and 22.69% has received ARV treatment for the past 2 years. The average utility value is at 50.61 (0.7) with the lowest value being 22 (0.30) and the highest is 69 (0.96). The average time preference is 17.06, so the resulting QALY value is 11.94.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhari Cahyadi Nurdin
Abstrak :
Stigma merupakan salah satu masalah psikososial pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang menimbulkan dampak negatif karena dapat menghalangi ODHA untuk mencari pertolongan konseling, mendapatkan pelayanan medis dan psikososial, serta mengambil langkah preventif untuk mencegah penularan ke orang lain. Stigma yang diinternalisasi (perceived stigma) juga berhubungan dengan depresi, menurunnya kualitas hidup, serta buruknya adherens terapi pada ODHA. Berger HIV Stigma Scale merupakan intrumen yang digunakan untuk mengukur perceived stigma pada ODHA. Pada penelitian ini dilakukan uji validitas (kesahihan) dan reliabilitas (kehandalan) instrumen Berger HIV Stigma Scale versi Bahasa Indonesia serta penyusunan versi singkat instrumen tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen Berger HIV Stigma Scale sahih dan handal dalam menilai perceived stigma pada populasi ODHA di Indonesia. Versi singkat instrumen juga memiliki kehandalan yang baik dan skornya berkorelasi kuat dengan versi lengkap instrumen. ......Stigma is one of the psychosocial problems in people living with HIV/AIDS (PLWHA) which generates negative impacts because it prevents them from seeking counseling, getting medical and psychosocial service, and taking steps to prevent transmission to others. Internalized stigma (perceived stigma) is also associated with depression, decreased quality of life, and poor adherence to therapy in PLWHA. Berger HIV Stigma Scale is an instrument for measure perceived stigma in PLWHA. In this study, we perform validity and reliability testing of Indonesian version of Berger HIV and abridge this instrument. The results of this study indicate that Berger HIV Stigma Scale valid and reliable in measuring perceived stigma in PLWHA population in Indonesia. Abridged version of that instrument also has good reliability and its scores strongly correlated with the full version of the instrument.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T59118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunirah
Abstrak :
Ibu hamil, melahirkan dan pasca persalinan bedah sesar dengan HIV/AIDS memiliki tantangan yang lebih unik dan kompleks jika dibandingkan penderita HIV/AIDS lainnya. Hal ini mengharuskan perawat untuk dapat lebih menyadari kebutuhan mereka yang khusus dan komprehensif. Penelitian fenomenologi ini menggunakan analisis data Stevick-Colaizzi. Penelitian ini mengidentifikasi enam tema sebagai intisari dari pengalaman ibu dengan HIV positif pasca bedah sesar dalam merawat diri dan bayinya yaitu Ibu terlambat mengetahui status diri dan anak; Ibu merawat kehamilan melalui program Pervention Mother to Child Transmision (PMTCT); Ibu memutuskan persalinan sesar meskipun ditawari opsi persalinan normal; Ibu mendapatkan perlakuan berbeda dari tenaga kesehatan; Ibu melakukan perawatan khusus bagi diri dan bayi-nya pasca bedah sesar; Ibu merasakan respon emosional saat merawat bayi. Hasil temuan merekomendasikan perawat maternitas untuk mengoptimalkan peran agar dapat memberikan dampak nyata dalam penanganan ibu dengan HIV dalam merawat diri dan bayinya. Mothers during pregnancy, birth and postpartum cesarean section with HIV has a more problems and complex when compared to people with HIV / AIDS. This requires nurses to be more aware of their specific and comprehensive need. This phenomenological study used data analysis Stevick-Colaizzi. This study identified six themes as the essential meaning of the experience with HIV-positive mothers in taking care of themselves and the babies post cesarean delivery. The six themes namely become late to know their status ; Participants took pregnancy care through Prevention Mother to Child Transmission program (PMTCT); Decided cesarean eventhough they have been other a normal delivery; Mother were being treated differently by healthcare provider; Mother took special care of herself and her baby after cesarean section; Participant?s emotional response feeling during giving care for the baby. The findings recommended a maternity nurse to optimize their role in order to have a real impact in treatment of women living with HIV who dealing with themselves and their babies.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T44764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jalu Adi Dana
Abstrak :
Latar Belakang: Berdasarkan hasil program MDGs, di dunia infeksi baru HIV lebih rendah 35% jika dibandingkan tahun 2000 sementara di Asia infeksi baru HIV menurun 8% dibandingkan tahun 2005 namun di Indonesia infeksi baru HIV justru meningkat 48% pada tahun 2013 jika dibandingkan tahun 2005. Kementerian Kesehatan mengestimasi hingga 2025, jumlah infeksi baru HIV banyak terjadi pada populasi LSL. Penyebaran HIV pada populasi LSL karena rendahnya persepsi berisiko, tingginya multipartner seks, penggunaan napza suntik dan rendahnya penggunaan kondom. Metode: Penelitian kuantitatif dan menggunakan data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013. Dengan analisis regresi logistik berganda akan dilihat besar risiko persepsi berisiko tertular HIV dengan penggunaan kondom saat seks anal terakhir. Hasil: Odds ratio pada yang berpersepsi berisiko tertular HIV 2,18 kali untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir dibandingkan dengan yang berpersepsi tidak berisiko (95% CI 0,93 ? 5,11). Odds ratio pada yang berpersepsi berisiko tertular HIV 1,84 kali untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir dibandingkan dengan yang berpersepsi tidak berisiko (95% CI 0,72 - 4,74) pada kondisi pengetahuan yang sama, menjadikan televisi sebagai sumber informasi yang sama, kebiasaan membawa kondom yang sama, dan tergabung dalam komunitas yang jumlah anggotanya sama. Kesimpulan: Persepsi berisiko tertular HIV meningkatkan kemungkinan responden untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir. ......Background: Based on the MDGs program result, in the world new infections of HIV is reduce 35% than 2000, in Asia new infections of HIV declined 8% compared 2005 but new infection of HIV at Indonesia had been increased 48% in 2013 compared to 2005. The Ministry of Health estimates, by 2025 the number of new infections of HIV will increase at the population of MSM. The spread of HIV at the population of MSM because low of risk perception, high multipartner sex, injecting drugs and low of condom use. Methods: Qualitative and using data Integrated Biological and Behavioural Survey 2013. With multiple logistic regression analysis will be known odds ratio risk perception of HIV infections to condom use at last anal sex. Result: Odds ratio for the risk perception of HIV infections 2.18 times to use condoms during last anal sex compared with no risk perception (95% CI 0.93 to 5.11). Odds ratio for the risk perception of HIV infections 1.84 times to use condoms during last anal sex compared with no risk perception (95% CI 0.72 to 4.74) in the same state of knowledge, to television as the same resources , the same habit of bringing condoms, and members of the community the same number of members. Conclusion: The risk perception of infected HIV increases the likelihood of respondents to use condom at last anal sex.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriana Caturwati Iswanti
Abstrak :
Uji diagnostik dengan sensitivitas dan spesilisitas tinggi untuk deteksi infeksi HIV sangat penting dikembangkan untuk mengontrol infeksi HIV di Indonesia. Uji diagnostik berbasis serologi yang digunakan untuk deteksi infeksi HIV di Indonesia seharusnya dapat mengenali epitop virus HIV subtipe CRF0l AE karena subtipe ini merupakan strain dominan (90%) di Indonesia. Penggunaan antigen rekombinan dilaporkan meningkatkan sensitivitas dan spesilisitas uji serologi dan antigen mumi dapat diproduksi dengan lebih mudah dan lebih aman. Pada studi ini, antigen p24 HIV-1 rekombinan digunakan untuk mendapatkan data awal tentang reaktivitas antigen p24 HIV-I subtipe B dengan serum yang diduga terinfeksi HIV/AIDS clan plasma terinfeksi HIV/AIDS subtipe CRF0l_AE dari Jakarta dan bebelapa propinsi di Indonesia. Reaktivitas plasma dan serum terhadap antigen p24 rekombinan dalam bentuk terdenaturasi dan non-denaturasi diuji dengan dot blot (DB) dan westem blot (WB). Hasil penelitian ini menunjukkan 33 dari 33 (l00%) serum/plasma HIV + neaktif dengan uji WB dan DB, sedangkan dari 21 serum indeterminate 43% Sampel reaktif dengan uji WB dan tidak ada (0%) yang reaktifdengan uji dot blot. Dua sampel serum negatif HIV reaktif dengan uji WB tapi tidak reaktif dengan DB. Studi ini menunjukkan bahwa antigen p24 subtipe B bereaksi silang dengan serum/plasma individu dengan CRF0l_AE. Hasil yang tidak konsisten tampak pada reaktivitas protein p24 rekombinan terhadap sampel indetenninate dan negatifi Diperlukan studi lebih lanjut dengan jumlahsampel lebih besar dan lokasi geografis lebih luas dengan pemeriksaan PCR dan kultur untuk menjelaskan hal ini. ......Diagnostic system with high sensitivity and specificity for detection of HIV infection is important to develop for control of HIV injection in Indonesia. It is however important that the immunoassay used for detection of HIV infection in Indonesia involve the recognition of epitopes belonging to HIV-I AE_CRF0l subtype since this particular subtype constitutes approximately 90% of the circulating HIV-I strains in Indonesia. The use of recombinant antigen has been shown to improve the sensitivity and specificity of serology diagnostic while allowing sate and large scale production of pure antigen with relatively less technical difficulties. In this study, His-Tagged recombinant P24 HIV-l antigen was utilized to obtain initial data concerning the reactivity of subtype B HIV- p24 antigen with sera of HIV-AIDS suspected individuals and plasma of AE_CRF0l infected individuals from Jakarta and .several other provinces in Indonesia. The reactivity of the plasma and sera with native and linear tarmacked of the recombinant p24 antigen were respectively assessed by dot blot (DB) and Western blot (WB) assays. The results of this study showed that 33 of 33 (100%) HIV positive sera/plasma is reactive with both WB and dot blot assay, while of the 21 indeterminate sera/plasma samples 43% reactivity was observed by WB and none (0%) by DB. The two negative sera/plasma samples from suspected HIV-AIDS injected individuals were both reactive by WB but non-reactive by DB. This study showed that the p24 antigen of HIV-1 subtype B cross-react with sera/plasma from AE_CRF 01 injected individuals. The inconsistent result shown by DB and WB in the reactivity of recombinant p24 reactivity with plasma and sera of individuals with indeterminate and negative injection status is interesting to be furtherly studied using expanded number of samples from a wider geographical location involving other methods for detection of HIV-I infection such as PCR and culture, in order to obtain a statistically representative data concerning this findings.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32311
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>