Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
[Gips tipe IV sebagai material kedokteran gigi yang digunakan untuk membuat model kerja restorasi indirek harus memiliki kekuatan dan resisten terhadap abrasi. Sifat ini dipengaruhi oleh shelf life dan tepatnya cara penyimpanan, yang jarang diperhatikan oleh penjual. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh shelf life terhadap nilai kuat tekan dengan merk GC Fujirock EP dan tanggal produksi yang berbeda (Desember 2014 dan Juli 2013). Dua puluh spesimen silinder (diameter: 20 mm, tinggi: 40 mm) dibagi menjadi 2 kelompok yang berbeda tanggal produksi, diuji kuat tekan dengan Universal Testing Machine (Shimadzu AG-5000, Jepang) dengan crosshead speed 1 mm/min dan beban 2500 kgF. Data dianalisis dengan uji t tidak berpasangan. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) nilai kuat tekan kedua kelompok. Peningkatan nilai kuat tekan terlihat pada gips yang disimpan lebih lama., Type IV gypsum as a dental material for indirect restoration’s working model should have strength and abrasive-resistant properties. These properties depend on shelf life and proper storing, which sometimes are easily missed by the sellers. The aim of this research is to observe the effect of shelf life towards the compressive strength of gypsum GC Fujirock EP with different production date (December 2014 and July 2013). Twenty cylindrical specimens (diameter: 20 mm, height: 40 mm) were separated into 2 groups with different production date, tested in Universal Testing Machine (Shimadzu AG-5000, Japan) with crosshead speed at 1 mm/min and load of 2500 kgF. The data was analyzed with independent t-test. There was a significant difference (p<0,05) of the compressive strength between two groups. An increase of compressive strength was seen in the gypsum that was stored longer]
[, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
[Walaupun bahan-bahan yang telah kedaluwarsa mengalami penurunan sifat, sampai saat ini masih ditemukan gips tipe IV yang telah kedaluwarsa di pasaran. Sehubungan dengan itu, untuk mengetahui pengaruh shelf life terhadap waktu pengerasan gips tipe IV, digunakan dua kelompok gips tipe IV (GC Fujirock EP) dengan waktu kedaluwarsa berbeda. Pengujian waktu pengerasan dilakukan dalam mold berdiameter dasar 70 mm dan atas 60 mm, dengan tinggi 40 mm, menggunakan Jarum Vicat. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) antara dua kelompok gips tipe IV dengan waktu kedaluwarsa berbeda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh shelf life terhadap waktu pengerasan gips tipe IV., Although materials that are expired have their properties deteriorated, until now expired type IV gypsum still can be found on market. So, to evaluate the influence of shelf life on the setting time of type IV gypsum, two groups of type IV gypsum (GC Fujirock EP) with different expiration date are used. The setting time tests are done in mold with inside diameter 70 mm at the base and 60 mm at the top and height of 40 mm, by using Vicat Needle. The result of statistical analysis showed the significant difference (p<0.05) between two groups with different expiration date. Therefore, there is the influence of shelf life on the setting time of type IV gypsum]
[, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sariono
Abstrak :
Dalam waktu delapan tahun terakhir ini ada beberapa bahan material yang cukup populer digunakan di Indonesia sebagai bahan alternatif pengganti batu- bata ataupun triplek yailu diantaranya adalah gypsum board, kalsiboarc, GRC (Glass Reinforced Cement) board dan Iain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi-inovasi baru sebagai bahan pengganti telah dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan adanya keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan bahan yang telah umum pada saat ini. Kalau kita amati lagi, ada satu bahan yang pada saat ini belum populer tetapi sangat menjanjikan. Bahan ini disebut dengan “FRG (Fiber Reinforced Gypsum) panel". Bahan ini pada dasarnya berupa panel-panel yang terbuat dari gypsum plaster (casting plaster) dengan tambahan fiber serta bahan additive lainnya jika diperlukan. Mengapa FRG panel ini belum populer?, hal yang paling menentukan adalah karena bahan ini belum ada yang memproduksinya secara masal oleh pabrik, sehingga dari segi kualitas produk belum ada penelitian secara lebih mendalam, disamping promosi ataupun pemasaran yang masih seadanya. Padahal kalau kita bandingkan dengan produk yang telah kita sebut sebelumnya, bahan ini mempunyai nilai jual yang lebih mahal. Untuk membuat FRG dengan kualiatas yang baik sehingga nantinya kita dapat menjadikan bahan ini sebagai bidang usaha dalam artian kita akan memproduksinya secara massal serta memasarkannya secara lebih baik, maka perlu adanya penelitian atau testing material secara lebih mendalam. Kualitas FRG dapat kita lihat dari besarnya nilai flexural strength test, humidified deflection test, core, end dan edge hardness test dan nail pull resistance test. Hal utama yang harus diperhatikan acialah bagaimana memilih bahan yang akan menghasilkan FRG dengan kualitas optimum. Ini berarti bahwa kita harus memilih bahan FRG yaitu casting plaster dan serat fiber yang benar-benar akan menghasilkan kekuatan yang optimum. Pada saat ini casting plaster yang beredar di Indonesia ada 4 merk dagang yang cukup populer dan banyak dipakai diantaranya adalah merk Elephant, Jaya, A-Plust dan Indal. Sedangkan untuk serat Fiber hanya ada 1 supplyer besar yaitu A-Plust Pasific yang mengimport barang ini dari Cina ke Indonesia. Di dalam penulisan ini akan menganalisa pemilihan casting plaster sebagai bahan utama Fiber Reinforced Gypsum (FRG) panel sehingga diharapkan mampu memberikan dasar untuk dapat lebih mengembangkan produk FRG. Selain itu bagi home industry sekarang, penulisan ini akan membantu sebagai referensi dalam meningkatkan kualitas dari produk FRG yang telah dikerjakan meskipun masih banyak test-test yang harus dilakukan.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Adzkaro Khoirurrijal
Abstrak :
ABSTRACT
Nowadays, either keeping or throwing out the final product of dental cast is the most common thing to do. The waste from dentistry can be considered toxic if not handled specifically and separately to other waste. Hence, recycling process can reduce its effect and the waste of dental casts. The aim of this research is to reuse the dental gypsum either for practical use or health facilities. This research studies, the behavior of before after recycle and heat treatment to several grades of dental gypsum that will be used as impression material or dies. As it rsquo s designed to be an impression material that will undergo heat treatment, Simultaneous Thermogravimetry and Differential Scanning Calorimetry TGA DSC will be applied to understand the Phase Transformation to its mass change and the behavior to a temperature difference. The result will be validated using an experimental approach. X ray Diffraction XRD and Scanning Electron Microscope will also be done to identify the crystalline phases and the surface microstructure, it will be validated using an experimental approach as well. A range of gap between parameter values is expected between the fresh new dental gypsum and the recycled one. However, it is expected some similar values between the heat treated and the fresh new dental gypsum.
ABSTRACT
Dewasa ini, baik menyimpan atau membuang produk akhir dari gips gigi adalah hal yang paling umum untuk dilakukan. Limbah dari kedokteran gigi dapat dianggap beracun jika tidak ditangani secara khusus dan terpisah dengan limbah lainnya. Oleh karena itu, proses daur ulang dapat mengurangi efek dan limbah gips gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggunakan kembali gipsum gigi baik untuk penggunaan praktik atau fasilitas kesehatan. Penelitian ini mempelajari, perilaku sebelum-sesudah mendaur ulang dan perlakuan panas ke beberapa tipe gipsum gigi yang akan digunakan sebagai bahan impresi atau cetakan. Karena dirancang untuk menjadi material impresi yang akan menjalani perlakuan panas, Simultaneous Thermogravimetry dan Differential Scanning Calorimetry TGA-DSC akan diterapkan untuk memahami transformasi fase untuk perubahan massa dan perilaku terhadap perbedaan suhu. Hasilnya akan divalidasi menggunakan pendekatan eksperimental. X-ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM juga akan dilakukan untuk mengidentifikasi fase kristal dan mikro struktur permukaan, perihal tersebut akan divalidasi menggunakan pendekatan eksperimental. Keberadaan renggang antara nilai-nilai parameter diharapkan antara gipsum gigi segar / baru dan yang didaur ulang. Namun, diharapkan beberapa nilai serupa antara perlakuan panas dan gipsum gigi baru / segar.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkia Qolbina Azzami
Abstrak :
Latar Belakang: Pada penelitian sebelumnya, Hidroksiapatit (HA) berhasil dibuat menggunakan Metode Disolusi Presipitasi dan menghasilkan Prototipe HA yang diprediksi lebih cepat teresorpsi daripada HA yang dibuat dengan Metode Sintering. Akan tetapi, dalam penelitian tersebut belum dikatahui kemampuan resopsinya. Kemampuan resorpsi material berhubungan dengan sifat kelarutannya, oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan resorpsi Prototipe HA dilakukan Uji Kelarutan pada Prototipe HA yang dibandingkan dengan kelarutan HA tersinter (GranuMaSTM). Tujuan: Mengetahui kelarutan Prototipe Hidroksiapatit [Ca10(PO4)6OH2] dari blok CaSO4.2H2O yang dibuat oleh peneliti sebelumnya dengan Metode Disolusi Presipitasi dalam kondisi hidrotermal. Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan merendam Prototipe HA dan GranuMaSTM dalam Larutan Buffer Asetat 0,08 mol/L dan Larutan Buffer TRIS-HCl 0,05 mol/L selama 7 hari dalam suhu 370C. Larutan tersebut kemudian difiltrasi dan dilakukan uji kelarutan menggunakan atomic absorption spectrometry. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Uji T Test Independen untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Hasil: Uji statistik menunjukkan perbedaan konsentrasi kalsium yang signifikan antara kedua kelompok pada masing-masing larutan. Pada Larutan Buffer Asetat didapatkan konsentrasi kalsium dengan rata-rata 74,37 mg/L pada larutan yang merendam Prototipe HA dan 62,52 mg/L pada larutan yang merendam GranuMaSTM, sedangkan pada Larutan Buffer TRIS-HCl didapatkan konsentrasi kalsium dengan rata-rata 2,89 mg/L pada larutan yang merendam Prototipe HA dan 3,95 mg/L pada larutan yang merendam GranuMaSTM. Kesimpulan: Pada Larutan Buffer Asetat, kelarutan Prototipe HA lebih besar daripada kelarutan yang terjadi pada GranuMaSTM. Hal tersebut menunjukkan bahwa Prototipe HA diprediksi akan lebih cepat teresorpsi daripada GranuMaSTM ketika terjadi pembentukan tulang. Pada Larutan Buffer TRIS-HCl, kelarutan Prototipe HA lebih kecil daripada kelarutan yang terjadi pada GranuMaSTM. Hal tersebut menunjukkan bahwa Prototipe HA diprediksi akan lebih lambat terlarut daripada GranuMaSTM ketika berinteraksi dengan cairan tubuh sebelum pembentukan tulang baru. ......Background: In a previous study, Hydroxyapatite (HA) was successfully prepared using the Precipitation Dissolution Method and produced a prototype HA which was predicted to have a faster resorption than HA made by the Sintering Method. However, in that study, its resorption ability was not known. The resorption ability of the material is related to its solubility properties, therefore, to determine the resorption ability of the HA Prototype, a Solubility Test was carried out on the HA Prototype which was compared with the solubility of sintered HA (GranuMaSTM). Objective: To determine the solubility of the Hydroxyapatite [Ca10(PO4)6OH2] prototype from the CaSO4.2H2O block made by previous researchers using the Precipitation Dissolution Method under hydrothermal conditions. Methods: This research was conducted by immersing the HA and GranuMaSTM Prototypes in 0.08 mol/L Acetate Buffer Solution and 0.05 mol/L TRIS- HCl Buffer Solution for 7 days at 37°C. The solution was filtered, then the solubility test was carried out using atomic absorption spectrometry. The data obtained were analyzed using the Independent T Test to determine whether there were significant differences between groups. Results: Statistical tests showed a significant difference in calcium concentration between the two groups in each solution. In the Acetate Buffer Solution, the average calcium concentration was 74.37 mg/L in the solution that soaked the HA Prototype and 62.52 mg/L in the solution that soaked the GranuMaSTM, while in the TRIS-HCl Buffer Solution, the calcium concentration was obtained with an average 2.89 mg/L in the solution that soaked the HA Prototype and 3.95 mg/L in the solution that soaked the GranuMaSTM. Conclusion: In the Acetate Buffer Solution, the solubility of the HA Prototype is greater than the solubility that occurs in GranuMaSTM. This indicates that the HA prototype is predicted to be absorbed more rapidly than GranuMaSTM when bone formation occurs. In TRIS-HCl Buffer Solution, the solubility of Prototype HA is smaller than the solubility in GranuMaSTM. This suggests that the HA prototype is predicted to be absorbed more slowly than GranuMaSTM when interacting with body fluids prior to new bone formation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palupi, Maharani Ratna
Abstrak :
[ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh diameter perforasi terhadap koefisien absorpsi bunyi pada material gipsum secara eksperimen dengan menggunakan metode pengukuran yang tercantum dalam ISO 354-1985. Sampel divariasikan terhadap kondisi tanpa perforasi dan terhadap diameter perforasi yaitu 0,8 mm, 1,2 mm, 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8 mm, 10 mm dan 12 mm. Ada dua konfigurasi sampel yang diteliti, yaitu sampel lapis tunggal (Sampel T) dan sampel sandwich (Sampel S). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan koefisien absorpsi bunyi hingga 27,97% seiring dengan penambahan diameter perforasi terutama di frekuensi 125 Hz, 250 Hz, dan 500 Hz. Kenaikan koefisien absorpsi bunyi juga terjadi pada saat diberikan sisipan rockwool di antara dua panel gipsum. Kedua konfigurasi sampel dengan diameter perforasi 12 mm bisa digunakan sebagai pilihan bahan penyerap bunyi untuk pengendalian bunyi di frekuensi 125 Hz, 250 Hz, dan 500 Hz.
ABSTRACT Investigation on the influence of the perforation diameter to the sound absorption coefficient in the gypsum material has been conducted experimentally by using measurement methods in ISO 354-1985. The samples were varied on the condition perforation. Perforation diameter about none, 0.8 mm, 1.2 mm, 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8 mm, 10 mm and 12 mm. There were two configurations of samples, namely a single-layer samples (Sample T) and sandwich samples (Sample S). The results show the increasing in sound absorption coefficients up to 27,97% along with the addition of diameter perforations, especially in the frequency of 125 Hz, 250 Hz, and 500 Hz. The increasing in sound absorption coefficient also occur during insertion of rockwool between two gypsum panels. Both sample configuration with 12 mm diameter perforation can be used as a sound absorbent material to control sound at frequencies of 125 Hz, 250 Hz, and 500 Hz., Investigation on the influence of the perforation diameter to the sound absorption coefficient in the gypsum material has been conducted experimentally by using measurement methods in ISO 354-1985. The samples were varied on the condition perforation. Perforation diameter about none, 0.8 mm, 1.2 mm, 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8 mm, 10 mm and 12 mm. There were two configurations of samples, namely a single-layer samples (Sample T) and sandwich samples (Sample S). The results show the increasing in sound absorption coefficients up to 27,97% along with the addition of diameter perforations, especially in the frequency of 125 Hz, 250 Hz, and 500 Hz. The increasing in sound absorption coefficient also occur during insertion of rockwool between two gypsum panels. Both sample configuration with 12 mm diameter perforation can be used as a sound absorbent material to control sound at frequencies of 125 Hz, 250 Hz, and 500 Hz.]
2016
T44954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raudhea Vara Yulfa
Abstrak :
Terdapat beberapa material pengisi tulang yang digunakan hingga saat ini, namun memiliki kekurangan yaitu dapat terjadi transmisi penyakit dan jumlah yang terbatas. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dikembangkan material pengisi tulang sintetis berupa blok maupun granul yang berasal dari karbonat apatit (C-Ap). Karbonat apatit (C-Ap) dianggap sebagai material yang unggul karena sesuai dengan syarat ideal dari material pengisi tulang sintetis. Penelitian ini bertujuan untuk membuat blok karbonat apatit (C-Ap) menggunakan prekursor gipsum (CaSO4) melalui metode disolusi presipitasi dengan larutan 0,5 mol/L Na2CO3 dan 0,5 mol/L Na3PO4 serta larutan 1 mol/L Na2CO3 dan 1 mol/L Na3PO4 selama 48 jam dan 72 jam pada suhu 100oC dan juga bertujuan untuk mengetahui nilai kekuatan tarik diametral dari blok karbonat apatit (C-Ap) yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan 36 spesimen gipsum berdiameter 6 mm dan tinggi 3 mm yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu untuk disolusi presipitasi dengan larutan 0,5 mol/L Na2CO3 dan 0,5 mol/L Na3PO4 selama 48 jam; 1 mol/L Na2CO3 dan 1 mol/L Na3PO4 selama 48 jam; 0,5 mol/L Na2CO3 dan 0,5 mol/L Na3PO4 selama 72 jam; dan larutan 1 mol/L Na2CO3 dan 1 mol/L Na3PO4 72 jam. Pembentukan karbonat apatit (C-Ap) dikarakterisasi dengan melihat gugus fungsi C-Ap dengan alat ATR-FTIR (Thermo Fisher Scientific, Waltham, Massachussets, USA). Uji kekuatan tarik diametral dari spesimen yang dihasilkan menggunakan Universal Testing Machine (Shimadzu, Japan) dengan parameter crosshead speed 0,5 mm/menit dengan load 5 kN. Data kuat tarik diametral diuji statistik dengan One-way Anova dan Tukey HSD Post-Hoc untuk kemaknaan perbedaan antar kelompok. Hasil penelitian menunjukkan terbentuknya karbonat apatit (C-Ap) pada spesimen yang dibuat dengan dengan metode disolusi presipitasi dengan molaritas larutan yang lebih tinggi (1 mol/L) selama 48 jam dan 72 jam dan dengan nilai kekuatan tarik diametral yang lebih rendah dibandingkan kelompok spesimen yang dibuat dengan metode disolusi presipitasi pada molaritas larutan rendah (0,5 mol/L) selama 48 jam dan 72 jam. Terdapat perbedaan bermakna antar kelompok dari kelompok yang menggunakan metode disolusi presipitasi elama 48 jam 0,5 mol/L dan 72 jam 0,5 mol/L terhadap kelompok 48 jam 1 mol/L dan 72 jam 1 mol/L. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan molaritas larutan dan lama disolusi presipitasi berpengaruh pada pembentukan karbonat apatit dan kuat tarik diametralnya. ......There are several bone graft materials used today, but its disadvantages are transmission of disease and their limited amount available. Eventually, synthetic bone graft in the form of the blocks or granules were developed from carbonate apatite (C-Ap). Carbonate apatite (C-Ap) is considered a superior material because of its ideal condition as synthetic bone graft material. This study aims to develop carbonate apatite blocks (C-Ap) using gypsum as precursors (CaSO4) through dissolution precipitation method with 0,5 mol/L Na2CO3 dan 0,5 mol/L Na3PO4 and 1 mol/L Na2CO3 and 1 mol/L Na3PO4 for 48 hours and 72 hours at 100oC and also aims to determine the diametral tensile strength of carbonate apatite block (C-Ap) produced. This study uses 36 gypsum specimens of 6 mm in diameter and 3 mm in height, divided into 4 groups for the dissolution precipitation with a solution of : 0,5 mol/L Na2CO3 dan 0,5 mol/L Na3PO4 for 48 hours; 1 mol/L Na2CO3 and 1 mol/L Na3PO4 for 48 hours; 0,5 mol/L Na2CO3 and 0,5 mol/L Na3PO4 for 72 hours; and a solution of 1 mol/L Na2CO3 and 1 mol/L Na3PO4 for 72 hours. The formation of carbonate apatite (C-Ap) was characterized by ATR-FTIR (Thermo Fisher Scientific, Waltham, Massachusetts, USA). The diametral tensile strength were determined using Universal Testing Machine (Shimadzu, Japan) with a crosshead speed of 0,5 mm/min and load of 5 kN. Diametral tensile strength data were statistically tested using One-Way Anova and Tukey HSD Post-Hoc for the significance of differences between groups. The result showed that the formation of carbonate apatite (C-Ap) were developed in specimens made by dissolution precipitation method with higher molarity solution (1 mol/L) for 48 hours and 72 hours and with lower diametral tensile strength values compared to specimen groups made by dissolution precipitation method at low molarity solution (0,5 mol/L) for 48 hours and 72 hours. There were significant differences between groups of groups using the 48 hours dissolution precipitation in 0,5 mol/L and 72 hours in 0,5 mol/L dissolution precipitation method against thee 48 hours 1 mol/L and 72 hours 1 mol/L groups. It can be concluded that differences of molarity of the solution and duration of dissolution precipitations method can affect the formation of carbonate apatite and its diametral tensile strength.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Mira Christiani
Abstrak :
Saat ini banyak sekali bangunan yang menggunakan gypsum sebagai salah satu komponen bahan bangunan. Penggunaannya sebagai bahan bangunan cukup diakui. terutama karena selain memiliki nilai fungsional juga estetis. Penggunaannya dalam bangunan banyak ditemui pada langit-langit maupun ornament cetakan yang terdapat pada langit-langit Gipsum merupakan mineral yang ditemukan dalam bentuk sedimentasi batu-batuan. Hingga kini pengembangan terhadap gipsum semakin ditingkatkan. Pada· masa kekaisaran Romawi, gipsum dlgunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan bahan bangunan yang memiliki sifat aman dan tahan api. Memang salah satu keunggulan material ini ialah kemampuan dalam tahan api sehingga pemakaiannya sebagaielemen dari suatu bangunan tidak disangkal lagi. Salah satu produk jadi dari gypsum adalah gypsum board yang dikenal sebagai drywall. wallboard, plasterboard. atau sheetrock. Gypsum board diproduksi dan bahan dasar bubuk gipsum yang kemudian dibungkus dengan kertas penguat di bagian depan dan belakang lembaran papan. Selain tahan api, pamilihan gypsum board juga di karenakan alasan ekonomis, yaitu lebih murah. Dibalik kesan tampilannya yang sederhana terdapat performance yang utama, daya tahan dan permukaan yang sungguh-sungguh rata. Namun sebenarnya apakah...
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S48525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Knauf Gipsum Indonesia, [date of publication not identified]
R 666.92 KNA b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Wibisono Adhi Pradana
Abstrak :
ABSTRACT
The phenomenon of lightning is the nature of natural electricity on earth. Lightning has a very large energy, so that lightning strikes the electrical protection system will make the surrounding location conductive and when it comes in direct contact with the installation can cause damage to equipment. The lightning protection installation system consists of the installation of the protection system and the earthing system. A good grounding system must have a low soil resistance value. Soil treatment by adding additives is one solution to reduce the value of soil resistance. In this experiment the additives used were bentonite and gypsum. In both experiments on clay and gravel soils, additives were The most efficient way to reduce soil resistance is that clay bentonite has decreased by 55.5% and has decreased in gravel by 48.08%. Then bentonite + gypsum with 50.42% has decreased in clay and 40.15% has decreased in gravel. Gypsum with a 45.52% reduction in clay, and 34.28% reduction in gravel soils, when the electrode depth is 120cm. additives are used to reduce the value of soil resistance because it can hold water. The most efficient additive for maintaining moisture is bentonite, in bentonite clay soils can maintain a moisture value of 10 for 3 days after rain.
ABSTRAK
Fenomena petir adalah sifat kelistrikan alami di bumi. Petir memiliki energi yang sangat besar, sehingga petir yang menyambar system proteksi listrik akan membuat lokasi sekitarnya menjadi konduktif dan ketika terjadi kontak langsung dengan instalasi dapat mengakibatkan kerusakan peralatan. Sistem instalasi proteksi petir terdiri dari pemasangan sistem proteksi dan sistem pembumian. Sistem grounding yang baik harus memiliki nilai resistansi tanah yang kecil. Perlakuan tanah dengan menambahkan zat additif merupakan salah satu solusi untuk mereduksi nilai resistansi tanah. Pada percobaan ini aditif yang digunakan adalah bentonit dan gypsum. Dalam kedua percobaan di tanah lempung dan tanah berkrikil, additif yang paling effisien dalam menurunkan resistansi tanah adalah bentonite tanah lempung mengalami penurunan 55.5% dan mengalami penurunan pada tanah kerikil sebesar 48.08% Kemudian bentonit+gypsum dengan 50,42% penurunan di tanah lempung dan 40,15% penurunan di tanah kerikil. Gypsum dengan penurunan 45,52% di tanah liat, dan 34,28% penurunan tanah kerikil, saat kedalaman elektroda adalah 120cm. zat aditif digunakan untuk menurunkan nilai resistansi tanah karena mampu menampung air. Aditif yang paling efisien dalam menjaga kelembaban adalah bentonite, pada tanah lempung bentonite dapat menjaga nilai kelembaban bernilai 10 selama 3 hari setelah hujan.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library