Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Feronica Fatimah
Abstrak :
Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 memiliki target bauran energi pembangkit tenaga listrik di tahun 2038 terdiri dari batubara yang masih mendominasi sebesar 47%, gas 25%, EBT 28% dan BBM sekitar 0,1%. Penambahan kapasitas pembangkit memiliki kontribusi besar dalam kenaikan emisi gas rumah kaca (GRK) khususnya karbon dioksida (CO2). Pada penelitian ini dilakukan studi penambahan biaya karbon pada biaya pokok produksi pembangkitan listrik. Simulasi dengan beberapa skenario biaya karbon dihitung untuk mengetahui pengaruh merit order dan penurunan pendapatan industri pembangkitan listrik. Pada skenario biaya karbon sebesar Rp 75.000/tCO2e dinilai paling optimal kerena sudah terjadi perubahan merit order pada PLTU Batubara Supercritical menjadi paling ekonomis daripada PLTU Batubara konvensional. Sedangkan pembangkit tenaga gas tidak terjadi perubahan merit order. Penurunan pendapatan pembangkit dengan biaya karbon Rp 75.000/tCO2e pada PLTU Batubara konvensional sebesar 25%, pada PLTU Batubara Supercritical sebesar 22%, dan untuk PLTU-Gas, PLTG, PLTGU mengalami penurunan pendapatan sebesar 4%. Jika dilakukan penerapan biaya karbon di Sistem Jawa Bali, biaya pokok produksi listrik akan mengalami kenaikan sebesar 13% dari semula. Total pendapatan pajak yang diterima per tahun berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai biaya pembangunan PLTS dengan kapasitas 890 MW. ......The National Electricity General Plan (RUKN) 2019-2038 has a target for the energy mix of power plants in 2038 dominated by coal around 47%, gas 25%, EBT 28% and fuel around 0.1%. The addition of generating capacity has a major contribution in increasing greenhouse gas (GHG) emissions, especially carbon dioxide (CO2). This research study about adds carbon price to the cost of electricity production. Several carbon cost scenarios are conducted to determine the effect of merit orders and a decrease in the electricity generation industry revenue. In the carbon cost scenario of Rp. 75,000 / tCO2e, it is considered the most optimal because there has been a change in merit orders at the Supercritical Coal Power Plant to be the most economical than conventional Coal Power Plants. While gas power generation did not change merit orders. Decrease in electricity generation industry revenue with carbon costs of Rp. 75,000 / tCO2e at conventional Coal Power Plants by 25%, at Supercritical Coal Power Plants by 22%, and for Gas-Power Plants, Power Plants, Power Plants and Power Plants decreased by 4%. If carbon costs are implemented in the Java-Bali System, the cost of electricity production will increase by 13% from the original. The total tax revenue received per year has the potential to be utilized as the cost of building a solar power plant with a capacity of 890 MW.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpha Agustinus
Abstrak :
Perusahaan tambang sangat tergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan listrik dan kegiatan pertambangan seperti penggunaan alat berat. Oleh karena itu, emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil ini telah menjadi isu utama terkait dampak terhadap lingkungan akibat kegiatan pertambagan. Energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bauran PLTS yang optimal pada pabrik pengolahan mineral di tambang emas Newmont Suriname. Perangkat lunak HOMER digunakan untuk mendesain bauran PLTS paling optimal. Perangkat lunak ETAP digunakan untuk menvalidasi desain secara teknis teknis melalui analisis aliran daya dan analisis arus hubung singkat. Hasil penelitian menunjukkan kapasitas bauran PLTS paling optimal adalah 30 MW, dimana menurunkan Cost of Electricity (COE) dari cent $17,1/kWh menjadi cent $16,3/kWh dan emisi CO2 dari 142.682 ton/tahun menjadi 123.852 ton/tahun. Bauran PLTS ini layak secara teknis dimana level tegangan di semua bus masih dalam batas yang diperbolehkan menurut standar IEEE-1547-2018 dan arus hubung singkat maksimum tidak melebihi kapasitas dari switchgear terpasang. ......Mining companies are highly dependent on fossil fuels to meet their electricity needs and mining activities such as the use of heavy equipment. Therefore, greenhouse gas emissions due to burning of fossil fuels have become a major issue related to the impact on the environment due to mining activities. Renewable energy such as Solar Power Plants (Photovoltaic) can be an alternative solution to overcome this problem. This study aims to examine the optimal photovoltaic penetration at mineral processing plant at Newmont Suriname gold mine. HOMER software is used to design the most optimal photovoltaic penetration. ETAP software is used to technically validate the design through power flow analysis and short-circuit analysis. The results showed that the most optimal photovoltaic penetration capacity is 30 MW, which reduced the Cost of Electricity (COE) from cent $17.1/kWh to cent $16.3/kWh and CO2 emissions from 142,682 tons/year to 123,852 tons/year. This photovoltaic penetration is ??technically feasible where the voltage level at all buses is within the permissible limits according to the IEEE-1547-2018 standard and the maximum short-circuit current does not exceed the capacity of the installed switchgear.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Paramita Bawie
Abstrak :
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca GRK dibandingkan skenario Business As Usual BAU . Selama 2010-2014, Provinsi Riau adalah emiter terbesar 22,7 dari total emisi GRK Nasional sebesar 7.942,46 juta ton CO2e, sedangkan Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat emisi GRK per luasan wilayah dengan tingkat pertumbuhan tertinggi 145,2 dibandingkan rata-rata pertumbuhan emisi GRK Nasional sebesar 134,7. Dengan menggunakan regresi panel data tingkat provinsi, ditemukan bahwa pemberlakuan Peraturan Daerah mengenai RAD-GRK tidak efektif mengurangi emisi GRK serta hubungan negatif dan signifikan antara rasio gini terhadap emisi GRK sedangkan PDRB per kapita memiliki hubungan positif dan signifikan. Direkomendasikan untuk mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDRB per kapita serta meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi GRK nasional.
Indonesia is committed to reduce Greenhouse Gas GHG emissions compared to Business As Usual BAU scenarios. During 2010 2014, Riau was the largest emitter 22.7 of total GHG emissions of 7,942.46 million tons of CO2e , while Central Java had the highest GHG emission rate per area with 145.2 national GHG emissions growth average of 134.7. Using provincial data panel regression, it was found that the enactment of Local Regulation on RAD GRK has not been effective in reducing GHG emission and negative and significant relation between gini ratio to GHG emission while GRDP per capita has positive and significant relation. It is recommended to effectively manage the use of resources for each one per capita GRDP and increase the commitment of Local Government to support the achievement of national GHG emission reduction targets.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricki Muliadi
Abstrak :
Peningkatan emisi gas rumah kaca di DKI Jakarta dapat berdampak negatif pada pembangunan kota yang berkelanjutan. Peningkatan emisi gas rumah kaca dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat yang berujung pada perlambatan perekonomian. Pemerintah daerah DKI Jakarta mengeluarkan Rencana Aksi Daerah - Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) untuk mengatasi tingginya emisi gas rumah kaca. Penelitian ini membahas analisis penerapan kebijakan RAD-GRK terhadap aspek keberlanjutan DKI Jakarta menggunakan pendekatan sistem dinamis. Model kebijakan RAD-GRK akan diintegrasikan dengan Jakarta Sustainable Urban Model dan kemudian disimulasikan berdasarkan dua skenario yaitu Kewenangan Rendah dan Kewenangan Tinggi. Kebijakan RAD-GRK mampu menurunkan emisi gas rumah kaca di Jakarta namun perlu upaya lebih lanjut oleh pemerintah DKI Jakarta untuk menciptakan pembangunan kota Jakarta yang berkelanjutan. ......The increasing of Green House Gases (GHGs) in DKI Jakarta could harm the sustainable urban development. The escalation of GHGs could decrease public health level that lead to economics slow down. Local government of DKI Jakarta releases Regional Action Plan-Green House Gases (RAP-GHGs) to overcome the increasing of GHGs. This research discusses about policy analysis of Regional Action Plan-Green House Gases Emission toward sustainable aspects of DKI Jakarta using system dynamics approach. The policy model of RAP-GHGs would be integrated with Jakarta Sustainable Urban Model and be simulated based on two scenarios which are Low Authority and High Authority. RAP-GHGs policy could reduces GHGs emission in Jakarta but it needs further efforts from DKI Jakarta local government to create sustainable Jakarta development.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi Anis
Abstrak :
Dibeberapa tahun terakhir, perhatian akan emisi CO2 atau emisi gas rumah kaca sudah semakin meningkat. Kebutuhan untuk menguranginya pun semakin meningkat diberbagai negara. Salah satunya dengan cara mengurangi buangan gas yang berasal dari kendaraan. Karena kemajuan teknologi yang semakin canggih, maka banyak produsen kendaraan di dunia sudah beralih ke kendaraan listrik. Di dunia sudah banyak dikembangkan berbagai macam model kendaraan listrik, salah satunya adalah kendaraan Plug-in Hybrid Electric Vehicle atau PHEV. Di Indonesia sendiri, kendaraan ini sangat cocok dengan kondisi energi yang dimiliki, karena bahan bakar minyak yang masih sangat melimpah dan banyaknya cara untuk membangun pembangkit listrik. Potensi kendaraan PHEV untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sangat tergantung pada penggunaan kendaraan dan sumber energinya yaitu bensin dan listrik. Namun, manfaat atau dampak khusus dari PHEV pada akhirnya bergantung pada pola pembelian dan penggunaan kendaraan. Beberapa parameternya seperti nilai faktor utilisasi atau Utility Factor (UF) dan juga nilai nilai pengeluaran kepemilikan saat memiliki kendaraan atau Total Cost Ownership (TCO). Hasil komprehensif dengan menghitung nilai UF dapat membantu pengguna untuk memahami konsumsi energi aktual dengan lebih jelas dan TCO untuk mengetahui beban pengeluaran yang ditanggung pengguna PHEV. Penelitian ini akan menunjukan nilai UF dan TCO dari salah satu kendearaan PHEV yang ada di Indonesia, yaitu Mitsubishi Outlander PHEV. ......In recent years, attention to CO2 emissions or greenhouse gas emissions has increased. The need to reduce it is also increasing in various countries. One of them is by reducing gas emissions from vehicles. Due to increasingly sophisticated technological advances, many vehicle manufacturers in the world have switched to electric vehicles. In the world, various types of electric vehicle models have been developed, one of which is the Plug-in Hybrid Electric Vehicle or PHEV. In Indonesia itself, this vehicle is very suitable for the energy conditions you have, because fuel oil is still very abundant and there are many ways to build power plants. The potential of PHEV vehicles to reduce greenhouse gas emissions is highly dependent on the use of the vehicle and its energy sources, namely gasoline and electricity. However, the specific benefits or impacts of PHEVs ultimately depend on the vehicle buying and usage patterns. Some of the parameters are the value of the utility factor (UF) and also the value of expenditure efficiency when owning a vehicle or Total Cost Ownership (TCO). Comprehensive results by calculating the UF value can help users to understand the actual energy consumption more clearly and TCO to find out the expenses incurred by PHEV users. This study will show the UF and TCO values ​​of one of the PHEV vehicles in Indonesia, namely the Mitsubishi Outlander PHEV.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizani Imaniar
Abstrak :
Dalam forum United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) – Conference of Parties (COP) ke-21 pada Desember 2015, Presiden Republik Indonesia menyampaikan komitmen nasional terkait penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) salah satunya melalui pengembangan energi terbarukan. Komitmen nasional ini ditindaklanjuti dengan pengembangan roadmap energi nasional yang dikenal dengan Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) oleh Dewan Energi Nasional (DEN) dimana Indonesia memiliki target Nationally Determined Contributions (NDC) sebesar 314 juta ton CO2e per tahun penurunan emisi karbon dari sektor energi yang harus dicapai pada tahun 2030 (hingga 2020 telah tercapai 64,4 juta ton CO2e per tahun). Salah satu upaya yang dilakukan terkait pengembangan energy terbarukan adalah dengan implementasi biodiesel yang sejak tahun 2019 telah mulai diimplementasikan dengan pencampuran bahan bakar diesel dengan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang saat ini dikenal dengan B30 (blending 30% bahan bakar nabati dengan 70% bahan bakar diesel). Namun Secara teknis B30 dengan blending FAME tidak bisa melebihi 30% karena keterbatasan teknis (water content, monoglyceride, dll). Sedangkan Presiden Republik Indonesia memiliki target yang cukup ambisius yaitu tingkat blending yang lebih tinggi yaitu B40 bahkan hingga B50. Untuk itu, Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) muncul sebagai solusi yang dapat memenuhi dari sisi kriteria teknis. Namun terdapat beberapa pertimbangan dari sisi keekonomian nya. Setelah penelitian ini mengukur kelayakan dari sisi finansial proyek, serta mempertimbangkan pula beberapa aspek benefit lain yang muncul antara lain seperti kontribusi terhadap target pencapaian NDC sebesar 521,000 ton reduksi CO2e per tahun, penghematan current account deficit dan lain sebagainya maka proyek ini layak dari sisi Economic Benefit Cost Analysis. ......In the 21st United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) – Conference of Parties (COP) forum in December 2015, the President of the Republic of Indonesia conveyed national commitments related to reducing greenhouse gas (GHG) emissions, one of which is through the development of renewable energy. This national commitment was followed up with the development of a national energy roadmap known as the Grand National Energy Strategy (GSEN) by the National Energy Council (DEN) in which Indonesia has a Nationally Determined Contributions (NDC) target of 314 million tons of CO2e per year to reduce carbon emissions from the energy sector. must be achieved by 2030 (by 2020 64.4 million tonnes of CO2e per year have been reached). One of the efforts made related to the development of renewable energy is the implementation of biodiesel, which since 2019 has begun to be implemented by mixing diesel fuel with Fatty Acid Methyl Ester (FAME) which is currently known as B30 (30% blending of biofuels with 70% of biofuels). diesel fuel). However, technically, B30 with FAME blending cannot exceed 30% due to technical limitations (water content, monoglyceride, etc.). Meanwhile, the President of the Republic of Indonesia has a fairly ambitious target, namely a higher blending level of B40 and even up to B50. For this reason, Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) emerged as a solution that can meet the technical criteria. However, there are some considerations from an economic point of view. After the study of the financial feasibility of the project also the implememtation of HVO Biodiesel, by also considering other several aspects of benefits arise, such as the contribution to the NDC target of 521,000 tonnes CO2e reduction per year, savings in the current account deficit and so on. Thus, this project considered as feasible by the Economic Benefit Cost Analysis conducted
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Fadila Atika Fadiat
Abstrak :
Pemanasan global menjadi isu utama yang terus diperhatikan. Transportasi laut, sebagai tulang punggung perdagangan internasional, juga merupakan penyumbang signifikan emisi gas rumah kaca. Untuk mengatasi masalah ini, IMO pada April 2018 mengadopsi Initial Green House Gas Strategy dengan target pengurangan intensitas karbon sebesar 40% pada 2030 dan 50% pada 2050, salah satunya melalui penerapan Energy Efficiency Existing Ship Index (EEXI). Penelitian ini menganalisis persebaran nilai EEXI pada kapal berbendera Indonesia dan Jepang. Dari penelitian ini didapat bahwa persentase EEXI yang dicapai oleh kapal Indonesia paling kecil ada di kapal bulk carrier dengan 7.46% dan terbesar pada jenis kapal oil tanker dengan 86.36%. Sedangkan kapal Jepang persentase paling kecil ada di kapal bulk carrier dengan 6% dan terbesar pada kapal jenis oil tanker dengan 87.9%. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Engine Power Limitation (EPL) dan mengganti bahan bakar menjadi LNG, Ethanol, atau Methanol memberikan dampak yang paling signifikan dalam pengurangan nilai EEXI dari kondisi baseline. Jepang sangat berambisi dalam mengurangi emisinya, banyak rencana dan juga investasi dari pemerintah yang mendukung akan hal ini untuk tercapainya zero emission pada tahun 2050. Sebagaimana Jepang, optimalisasi pengurangan emisi karbon dapat dicapai jika terdapat dorongan dari pemerintah dan jika dilakukan penggunaan bahan bakar alternatif. ......Global warming has become a major issue of continuous concern. Maritime transportation, serving as the backbone of international trade, is also a significant contributor to greenhouse gas emissions. To address this issue, the International Maritime Organization (IMO) adopted the Initial Green House Gas Strategy in April 2018, targeting a 40% reduction in carbon intensity by 2030 and 50% by 2050, partly through the implementation of the Energy Efficiency Existing Ship Index (EEXI). This study analyzes the distribution of EEXI values on ships flagged by Indonesia and Japan. The research findings indicate that the percentage of EEXI achieved by Indonesian ships is lowest for bulk carriers at 7.46% and highest for oil tankers at 86.36%. For Japanese ships, the lowest percentage is for bulk carriers at 6% and the highest for oil tankers at 87.9%. Calculations show that Engine Power Limitation (EPL) and switching fuel to LNG, Ethanol, or Methanol have the most significant impact on reducing EEXI values from the baseline condition. Japan is highly ambitious in reducing its emissions, with numerous plans and government investments supporting the goal of achieving zero emissions by 2050. Similar to Japan, optimal carbon emission reduction can be achieved if there is governmental support and the use of alternative fuels.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Talita Leticia Miranti
Abstrak :
Secara global, emisi gas rumah kaca dari kapal yang berlayar ini dapat menghasilkan emisi CO2 yang setara 940 juta metrik ton emisi CO2 rumah kaca pertahun. International Maritime Organization (IMO) mengembangkan strategi awal untuk mengurangi tingkat emisi green house gas (GHG) dari kapal yaitu IMO GHG Strategy, untuk mengukur ketercapaian tersebut diukur melalui nilai Energy Efficiency Design Index yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan komparasi antara besarnya tingkat emisi CO2 dari kapal jenis bulk carrier, oil tanker, container, general kargo, dan chemical tanker berbendera Indonesia dan tingkat emisi CO2 dari kapal berbendera Singapura dengan jenis kapal yang sama. Dari penelitian ini didapat bahwa pada baseline exsisting condition Kapal Indonesia persentase terbesar dicapai oleh kapal kontainer sebesar 31,85%. Sedangkan untuk Kapal Singapura, persentase terbesar dicapai oleh kapal General Kargo sebesar 29.17%. Sementara itu, dampak terbesar pengurangan emisi dicapai oleh keadaan penggunaan bahan bakar Methanol dengan penambahan instalasi Scrubber yang mampu menciptakan GHG Rating Score A pada 18% kapal Indonesia dan 34% Kapal Singapura. Sebagaimana yang dilakukan Singapura, optimalisasi pengurangan emisi dapat didukung oleh kebijakan pemerintah seperti pemberlakuan pajak karbon ......Globally, greenhouse gas emissions from sailing ships can produce CO2 emissions equivalent to 940 million metric tons of greenhouse gas emissions per year. The International Maritime Organization (IMO) developed an initial strategy to reduce the level of green house gas (GHG) emissions from ships (IMO GHG Strategy), to measure this achievement through the value of the Energy Efficiency Design Index carried out in this study. This study was conducted to make comparisons between the levels of CO2 emissions from bulk carriers, oil tankers, containers, general cargo, and chemical tankers with Indonesian flagged and the level of CO2 emission from Singapore flagged vessels with the same type of vessels. From this study, it was found that in the baseline existing condition of Indonesian ships, the largest percentage was achieved by container ships (at 31.85%). Meanwhile, for Singapore Ships, the largest percentage was achieved by General Cargo ships (at 29.17%). The greatest impact of reducing emissions was achieved by the condition of using Methanol fuel with the addition of Scrubber installations which were able to create a GHG Rating Score A on 18% of Indonesian ships and 34% of Singaporean ships. Beside that, as it was done by Singapore, optimizing emission reductions can be supported by government policies with the implementation of a carbon tax
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan
Abstrak :
Tiga emisi gas rumah kaca (GRK) utama, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O) telah meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak era pra-industrialisasi. Perdagangan internasional telah menjadi katalis yang signifikan terhadap emisi GRK karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan intensitas kegiatan ekonomi, yang dapat disebut sebagai efek skala, efek komposisi, dan efek teknik. Sebagai daerah yang belum banyak dipelajari terkait topiknya, penelitian ini berupaya untuk memahami pengaruh keterbukaan perdagangan, diukur dengan nilai penjumlahan X+M/GDP, dan pertumbuhan ekonomi, terhadap emisi CO2, CH4, dan N2O di antara sepuluh Negara-negara ASEAN dengan analisis data panel menggunakan Fixed Effect Model (FEM). Hasil analisis menemukan bahwa peningkatan keterbukaan perdagangan mengurangi emisi CH4 dan N2O per kapita tetapi meningkatkan emisi CO2 per kapita di negara-negara ASEAN, sedangkan peningkatan PDB per kapita mengakibatkan peningkatan semua emisi GRK per kapita. Namun, efeknya berbeda di seluruh kelompok pendapatan. Untuk negara-negara berpenghasilan rendah, peningkatan keterbukaan perdagangan umumnya meningkatkan emisi GRK per kapita dengan efek sebaliknya untuk negara-negara berpenghasilan tinggi. Teori Kurva Kuznets Lingkungan (EKC) ditemukan ketika memahami hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan emisi gas rumah kaca. Informasi ini dapat membantu pembuat kebijakan dalam mengatasi masalah polusi yang berkaitan dengan perdagangan internasional dan saran studi lebih lanjut disajikan. ......The three major greenhouse gas (GHG) emissions, namely carbon dioxide (CO2), methane (CH4), and nitrous oxide (N2O) have risen to an unprecedented level since pre-industrialization era. International trade has become a significant catalyst to GHG emissions for its effect on economic growth and the intensity of economic activity, which can be termed as either scale effect, composition effect, and technique effect. As an understudied region with regards tot his topic, this study looks to understand the effect of trade openness, measured by the sum value of X+M/GDP, and economic growth, to the emissions of CO2, CH4, and N2O among the ten ASEAN countries with a panel data analysis using Fixed Effect Model (FEM). The result of analysis found that increase in trade openness reduces CH4 and N2O emissions per capita but increases CO2 emission per capita in ASEAN countries, while increases in GDP per capita results in increases in all GHG emissions per capita. However, the effect differs across income groups. For lower-income countries, increase in trade openness generally increases GHG emissions per capita with the converse effect for higher-income countries. Environmental Kuznets Curve (EKC) theory is found when understanding the relation between economic growth and greenhouse gas emission. This information can help policymakers in addressing pollution concerns with regards to international trade and further study suggestions are presented
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Budiman
Abstrak :
Perubahan iklim telah merubah konten atmosfir. Salah satu bentuk perubahan iklim adalah meningkatnya gas rumah kaca, karbon dioksida. Peningkatan karbon dioksida bisa memberikan perubahan metabolic kepada sel-sel organisme. Sel imun, PBMC, bisa terpengaruh melalui perubahan ekspresi gen. MnSOD, sebuah antioksidan, komponen penting saat stres oksidatif, akan diteliti guna mengetahui adaptasi sel. Untuk melihat perubahan PBMC pada hiperkapnia, kami membuat model dimana pertama, PBMC diinkubasi pada konsentrasi CO2 di 5% dan 15%, selama 24 dan 48 jam. Kemudian, RNA diisolasi dengan TriPure Isolation Reagent dan ekspresi gen diukur secara kuantitatif dengan RT-qPCR untuk melihat ekspresi MnSOD. Hasil penelitian menunjukan penurunan ekspresi yang signifikan saat 15% CO2 dibandingkan dengan 5% CO2 selama 24 jam. Selama 48 jam, terdapat penurunan yang tidak signifikan. Hasil pada 24 jam bisa karena beberapa faktor, seperti menambahnya aktivitas diikuti dengan ekspresi gen yang rendah karena cukupnya protein untuk mendorong balik stress oksidatif, atau mungkin karena kerusakan DNA karena stres oksidatif, dan juga pengaruh factor transkripsi NF-kB. Sementara, pada 48 jam, terdapat penambahan tidak signifikan dari 24 jam dikarenakan oleh panjangnya waktu. Untuk rekomendasi, kami sarankan membuat riset dimana kadar protein diukur. ......Climate change has changed the atmospheric contents. One of the main features of climate change is the rise of greenhouse gas carbon dioxide. Carbon dioxide elevation give out metabolic changes occurring to organisms’ cells. Immune cells, PBMC, may be affected by it, through gene expression changes. MnSOD, an antioxidant, a crucial component in oxidative stress, is observed to know the cell’s adaptation. To observe PBMC changes in hypercapnia, we constructed a model where firstly, the PBMCs are incubated in 5% and 15% of CO2, for 24 and 48 hours, resulting in four treatments. Then, we isolated the RNA from PBMC with TriPure Isolation Reagent and measure the quantitative gene expression using RT-qPCR to observe MnSOD expression. The result of PCR will be compared between 15% and 5% using the Livak method. The result shows a significant decrease in gene expression at 15% CO2 compared with 5% CO2 at 24 hours, and at 48 hours, there was insignificant decrease. The result in 24 hours may be due to several factors, such as the increasing activity followed by low expression as the cells has obtained enough MnSOD proteins to tackle back oxidative stress, or perhaps because of DNA damage due to oxidative stress, and also NF-kB as transcription factor influence. Meanwhile there’s 48 hours, the insignificance increases from 24 hours level is due to timespan. In recommendation, we suggest doing a research where we observe the protein activity.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>