Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rini Ismiati
Abstrak :
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sangat rawan dalam pelaksanaannya karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sedangkan proses pengadaan tanah dalam hal pembebasan tanah tidak akan terlepas dari masalah ganti rugi, oleh karena itu dalam menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi harus dilakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan dan tidak dibenarkan adanya paksaan. Dalam pembebasan tanah untuk pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Panitia Pengadaan Tanah dalam musyawarah telah menetapkan ganti rugi dalam bentuk uang, sedangkan musyawarah dilakukan hanya untuk menetapkan besarnya saja. Sehingga dalam pelaksanaannya terdapat pemilik yang keberatan dengan ganti rugi dalam bentuk uang dan menuntut ganti rugi dalam bentuk tanah pengganti. Dari latar belakang tersebut, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi penentuan pemberian ganti rugi kepada masyarakat dalam rangka pengadaan tanah untuk digunakan sebagai TPA Cipeucang Tangerang Selatan, apabila dikaitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa musyawarah penentuan pemberian ganti rugi tidak dilakukan secara konsekuen karena masyarakat tidak diberikan pilihan bentuk ganti rugi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 sehingga terdapat pemilik yang keberatan menerima ganti rugi dalam bentuk uang. Disarankan agar untuk pengadaan tanah selanjutnya, Panitia Pengadaan Tanah dapat melakukan musyawarah untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi secara konsekuen, tanpa ada paksaan serta memberi ganti rugi dengan memperhatikan faktor-faktor sosial dan ekonomi masyarakat yang tanahnya dibebaskan.
Land acquisition for the development for public interest is highly vulnerable on its implementation as it is strongly related to public livelihood concern. The land acquisition process itself in terms of land relinquishment, however, will never be apart of compensation matter. Consequently, it shall be discussed in setting form and value of the compensation to reach out agreement and any coercion is prohibited. In the land acquittalaimed for landfill project of Cipeucang by the Local Government of South Tangerang, the Land Acquisition Committee, in the discussion, had stipulated the compensation in the form of cash, whereas the discussion was carried out to set the value only. In consequence, as it is implemented there was objection from the land lords on the form of cash and they demanded the compensation in the form of substituted land. Build upon this background, it is deemed necessary to conduct some research to answer the question of how the setting of compensation to the public was implemented in terms of land acquisition aimed for landfill of Cipeucang, South Tangerang, associated with the Regulation of the President of the Republic of Indonesia Number 65 of 2006. The research result reveals that the discussion of setting the compensation was not consequently conducted because the community was not given options regarding to the compensation forms as stipulated in the Regulation of the President of the Republic of Indonesia Number 65 of 2006 and it resulted objection from the land owners on compensation in the form of cash. It is suggested for the future, the Land Acquisition Committee could consequently discuss to set the form and value of compensation, without any coercion and give compensation by considering social and economic factors of the community whose land is acquitted.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinon Mahanani Sadubudi
Abstrak :
Yang dapat melakukan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dengan diterbitkannya UU 2/2012 adalah Instansi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implikasi yuridis berlakunya UU 2/2012 bagi PT PLN (Persero) terhadap proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam rangka penyediaan tenaga listrik untuk masyarakat serta bagaimanakah penggantian atas tanah, bangunan, tanaman yang berada di bawah sepanjang jalur transmisi dalam rangka Penugasan Pemerintah kepada PT PLN (Persero) dalam pembangunan transmisi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dimana bidang yang diteliti adalah bidang hukum. Bentuk penelitian dalam penulisan ini adalah Penelitian Preskriptif yang tujuannya memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan. Alat Pengumpulan Data dengan studi dokumen. Sumber data yang utama dalam penelitian ini adalah data sekunder sedangkan data primer hanya sebagai penunjang. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, data diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Analisis data bersifat Deduktif-induktif. Hasil Penelitian menunjukan bahwa PT PLN (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara termasuk dalam kategori Instansi, apabila mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah. Jika tidak dengan Penugasan Pemerintah, walaupun peruntukan pembangunannya termasuk dalam kategori untuk kepentingan umum tidak dapat menggunakan mekanisme dan prosedur sesuai dengan UU 2/2012. Pemerintah dapat memberikan Penugasan Khusus kepada PT PLN (Persero). Untuk Penugasan Khusus Pemerintah dalam rangka membangun transmisi pengadaan tanahnya dilakukan sesuai mekanisme dan prosedur yang diatur UU 2/2012. Dengan demikian penggantian kepada pihak yang berhak atau pihak yang memiliki tanah, bangunan, tanaman adalah ganti kerugian maka seluruh tanah, bangunan, tanaman baik yang digunakan langsung maupun tidak langsung digunakan untuk pembangunan transmisi akan menjadi milik PT PLN (Persero), sebab dengan memberikan ganti kerugian maka akan terjadi pelepasan dan penyerahan hak untuk tanah, bangunan, tanaman yang telah diberikan ganti kerugian tersebut. Hal tersebut mengakibatkan dana yang dikeluarkan untuk pengadaan tanah akan sangat besar. ......Law Number 2/2012 provides for institutions to acquire land for development of public facilities. This research examines the judiciary implications of the law for PT PLN (Persero) and its land acquisition processes in its effort to provide electricity for the masses. The research also takes a closer look at how compensation for land, property, and vegetations under the company's transmission lines in relation to its government-mandated purpose to expand electric power transmission. The approach taken in the research is of normativejudicial research method, with a research focus on its legal aspects. Specifically, the research is a prescriptive research, with a purpose to provide solutions and/or suggestions which will lead to solutions, based on conducted literary and document research. Primary source for the research was secondary documents, while primary documents were used as supporting evidences. The secondary documents were obtained through bibliographical research of materials pertaining to research subject matter. After all data was collected, it was further subjected to analysis with qualitative methods. Employed data analysis is both deductive and inductive. The research exhibits that PT PLN (Persero) is a state-owned enterprise, which falls into the category of institution provided that it has obtained a government mandate. Without the mandate, even if the purpose of land acquisition is for public facility, the company cannot exercise the mechanisms and procedures provisioned by Law Number 2/2012. However, the government can task the company with a special assignment. Special assignments from the government for efforts of transmission expansion entitle the company to acquire land in accordance to the law's provisions. This comes with the consequence of exchanging land ownership with certain amount of compensation as a loss reprisal. With the loss reprisal, all titles of land, property, and vegetations are effectively transferred to the company for use for electric transmission purposes. Inevitably, cost and expenses associated with land acquisition can be tremendous. Unfortunately for the company, this translates to astronomical amounts of land acquisition expenses.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library