Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
Reska Damayanti
Abstrak :
Industri penyiaran, khususnya televisi, saat ini sedang mengalami perkembangan yang menarik, dengan semakin bertambahnya pihak yang ingin berpartisipasi di dalam bidang tersebut. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran juga membuka peluang bagi pertambahan partisipan di dalam industri penyiaran televisi, antara lain dengan memungkinkan adanya televisi lokal di daerah-daerah. Permasalahannya muncul karena keterbatasan terhadap sumber daya alam, khususnya spektrum frekuensi radio yang memegang peranan penting di dalam kegiatan penyiaran, karena berfungsi sebagai gelombang pembawa dari sinyal audio dan video sehingga siaran televisi dapat diterima di pesawat televisi para pemirsanya. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 76 Tahun 2003 Tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency, daerah kabupaten atau daerah lain yang bukan merupakan ibukota propinsi biasanya hanya memiliki kanal frekuensi sejumlah 6 sampai 7 kanal saja. Sedangkan ibukota propinsi memiliki kanal frekuensi sejumlah 14 kanal. Bagaimana cara pembagian atau peroleh sumber daya yang terbatas tersebut. Sementara untuk lembaga penyiaran televisi yang sudah ada saat ini saja, kanal frekuensi di wilayah non ibukota propinsi sudah tidak mencukupi.
Selain rnasalah keterbatasan kanal frekuensi, masalah lain yang juga dialami adalah mengenai kewenangan pemberian perizinan yang tumpang tindih. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom menyebutkan bahwa pemberian izin penggunaan spektrum frekuensi radio tidak berada di tangan pemerintah pusat. Sedangkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, yang antara lain diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, menyebutkan bahwa Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi berwenang untuk melakukan pembinaan di bidang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, yang antara lain meliputi perizinan penggunaan spektrum frekuensi radio.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19387
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Spier, Jaap, 1950-
Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willink, , 1987.
BLD 342.088 SPI o
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Yakob KM
Abstrak :
Penelitian yang dilakukan di Kalimantan Selatan ini, mengenai Konflik antara Kepala Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan studi kasus pemberhentian Gubernur Kalimantan Selatan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2002. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan teori yang digunakan adalah local government atau otonomi daerah, konflik dan budaya politik. Pada penelitian ini, terlihat konflik dalam hubungan Kepala Daerah dan DPRD pada pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 yaitu dimana kedua institusi tersebut tidak berjalan efektif seperti yang diharapkan oleh UU No. 22 tahun 1999. Akibatnya, pelaksanaan otonomi daerah tidak berjalan sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku, yang awalnya diharapkan adanya demokratisasi dan mekanisme checks and balances antara DPRD dan Kepala Daerah. Dari tataran pelaksanaannya terjadi superioritas kekuasaan DPRD ingin mengusai Kepala Daerah, sehingga terjadi Laporan Pertanggung jawaban Kepala Daerah yang seharusnya merupakan progress report menjadi kekuatan untuk memecat Kepala Daerah yang tidak sepaham dan sekepentingan dengan DPRD. Disamping itu, Laporan Pertanggungjawaban Tahunan sering terlihat merupakan menjadi alat kekuatan antara DPRD dan Kepala Daerah. Dampak dari hal ini, dapat membuat kinerja Pemerintahan Daerah terganggu dalam konflik dan terjadi pada Laporan Pertanggungjawaban Tahunan Kepala Daerah. Terganggunya konsentrasi kerja Kepala Daerah tersebut bisa berakibat pembangunan daerah terhambat dan pelaksanaan otonomi daerah tidak menyentuh masyarakat secara luas.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis diketemukan fakta bahwa pemberhentian Gubernur Kalimantan Selatan oleh DPRD terlihat faktor yang sangat berpengaruh yaitu ketidakjelasan Undang-Undang yang mengakibatkan kurangnya pemahaman anggota DPRD Propinsi Kalimantan Selatan terhadap UU No.22 Tahun 1999, terutama di dalam menterjemahkan mekanisme pemberhentian Kepala Daerah akibat krisis kepercayaan publik. Disamping itu juga, adanya kepentingan-kepentingan anggota Dewan baik yang bersifat individu dan kelompok sangat kental mempengaruhi keputusan DPRD terhadap kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh Kepala Daerah. Begitu juga, pemberhentian Gubernur Kalimantan Selatan oleh DPRD memberikan dampak politik yang tinggi terhadap hubungan Gubemur dengan DPRD yaitu menciptakan konflik yang berkepanjangan di daerah Kalimantan Selatan, terganggunya pembangunan di daerah dan ketidakhormonisan kedua lembaga tersebut yang seharusnya menjadi mitra sejajar menjadi lawan yang sating berhadapan mengadu kekuatan masing-masing.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13709
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Afghania Dwiesta
Abstrak :
Putusan Pengadilan Negeri Den Haag pada tahun 2011 memutuskan untuk menerima klaim gugatan yang diajukan oleh keluarga para korban pembantaian Rawagedeh yang dilakukan oleh tentara Belanda pada tahun 1947 silam. Pengajuan klaim ganti kerugian dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke muka Pengadilan Negeri Den Haag. Hal ini dilakukan sebagai upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan oleh penggugat mengingat tidak adanya penyelesaian perkara yang seharusnya dilakukan oleh negara Belanda secara publik. Meskipun Pengadilan Negeri Den Haag mengabulkan klaim gugatan atas pemulihan para keluarga korban, akan tetapi dalam amar putusannya tidak menjelaskan bentuk pelanggaran atas kewajiban internasional yang dilakukan oleh Belanda atas pembantaian Rawagedeh. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menganalisis bentuk tanggung jawab negara Belanda kepada para keluarga korban Rawagedeh menurut hukum internasional.
The Hague District Court in 2011 decided to accept the claims filed by the relatives of the Rawagedeh massacre victims back in 1947 conducted by the Dutch troops. The plaintiffs filed a lawsuit for reparations through civil procedure to the District Court of The Hague. This action is seen as the last resort taken by the plaintiff given the absence of any judicial process the Dutch authority should have conducted publicly. Although the Hague District Court has granted these lawsuit, but the verdict did not explain what kind of violation of international obligations taken by the Dutch troop in Rawagedeh massacre. Thus, this thesis is aimed to analyze the Dutch responsibility to give remedies to the families of the victims in Rawagedeh under international law.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55048
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yudha Bhakti Ardhiwisastra
Bandung: Alumni, 1999
342.088 YUD i
Buku Teks Universitas Indonesia Library
McNairn, Colin H.H.
Canberra: Australian National University Press, 1978
342.088 MCN g
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Faiz Idris Wiyasa
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai potensi pengaruh yang mungkin timbul dari dikeluarkannya Advisory Opinion tentang Kewajiban Negara Terkait Perubahan Iklim oleh Mahkamah Internasional. Tiga inti permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini, yakni kewenangan Mahkamah Internasional dan peran advisory opinion-nya terhadap dinamika hukum internasional secara umum; status quo hukum perubahan iklim; serta prospek dampak yang mungkin timbul ketika Mahkamah Internasional menjawab pertanyaan dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sehubungan dengan tanggung jawab negara terkait perubahan iklim. Penelitian akan dilakukan secara doktrinal, dengan memaparkan berbagai instrumen hukum yang relevan secara sistematis, menganalisis kaitan masing-masing instrumen, serta mengidentifikasikan implikasi hambatan dan potensi dari berbagai instrumen terseput. Hasil dari penelitian ini mencatat tiga skenario respon Mahkamah Internasional dari pengajuan advisory opinion ini: 1) penolakan untuk menjawab inti pertanyaan; 2) afirmasi semata atas status quo hukum perubahan iklim; 3) diberikannya kontribusi progresif terhadap status quo hukum perubahan iklim. Terkait skenario terakhir, tulisan ini akan mencatat ekspektasi bentuk kontribusi tersebut. Terakhir, pengaruh bagi hubungan internasional dan hukum domestik juga ditelaah.
......This research discusses the potential influences that may arise from the upcoming Advisory Opinion on State Obligations Regarding Climate Change issued by the International Court of Justice. The study focuses on three main issues: the authority and role of the Court’s advisory opinions in the dynamics of international law in general; the status quo of climate change law; and the prospective impacts that may emerge when the Court responds to questions presented by the United Nations General Assembly in relation to States’ climate change obligations. The research will be conducted doctrinally, meaning that it will systematically present various relevant legal instruments, analyze the relationship between each instrument, and identify the obstacles and potential implication of these various instruments. The findings of this research suggest three scenarios on which the Court may respond to the request: 1) refusal to clarify the “core” of the question; 2) mere affirmation of status quo climate change law; and 3) progressive contributions from status quo climate change law. With regards to the latter, this study will also suggest in what way can the Court make such progressive contributions. Lastly, influences towards international relations and domestic law will also be analyzed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Abstrak :
Penegakan hukum dan keamanan menjadi faktor penting bagi negara, termasuk bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanpa penegakan hukum dan keamanan yang tegas, maka masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya akan berlaku semena-mena. Sebbaliknya, hukum yang tegak dan keamanan yang tegas akan memberikan jaminan hidup, termasuk jaminan untuk dunia usaha. Demikian pula halnya penegakan hukum dan keamanan di laut menjadi dambaan para pengguna jasa laut.
JKKM 5:3 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Abstrak :
Seperti halnya negara-negara maju yang telah memiliki coast guard, Indonesia juga sudah cukup lama mengidam-idamkan dibentuknya Badan Keamanan Laut (Bakamla). Pembentukan Bakamla sangatlah penting, selain karena negara kita memiliki wilayah laut yang sangat luas, juga wilayah laut kita sangatlah strategis bagi lalu lintas perdagangan dunia melalui laut. Seperti di Selat Malaka, setiap tahun sekitar 50.000 kapal dagang melalui selat itu. Dengan ramainya lalu lintas laut di perairan itu, tentu perlu adanya jaminan keamanan. Nah, disinilah Bakamla memegang peranan penting dalam pengamanan laut di Indonesia Wilayah Laut Nusantara yang aman bukan saja jadi dambaan kita, tapi tentu juga sangat diinginkan oleh dunia internasional. Untuk itu armada yang kuat, besar, dan canggih yang didukung oleh aparat yang profesional harus diwujudkan sebagai tindak lanjut dibentuknya Bakamla RI.
JKKM 5:3 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
J. Kardjo
Jakarta: Eko Jaya , 1994
345.023 23 KAR p
Buku Teks Universitas Indonesia Library