Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusna Melianti
"ABSTRAK
Penetapan UU No. 22 tahun 1999 pada tanggal 4 Mei 1999 dan resminya baru
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001, yang memberi kewenangan amat besar
kepada daerah. Undang-Undang ini juga memberikan perubahan mendasar mengenai
prinsip-prinsip otonomi daerah, sebab UU No. 22 tahun 1999 adalah merupakan,
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab dengan menekankan pada prinsip
pnnsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta memperhatikan
potensi dan keanekaragamanan daerah, dengan tujuan untuk pemberdayaan dan
partisipasi rakyat. Pemberian kewenangan otonomi seluas mungkin kepada daerah
kabupaten/kota karena pelaksanaannya lebih dekat dengan rakyat, sedangkan kedudukan
Kepala Daerah semata-mata hanya sebagai alat daerah dan bertanggung jawab kepada
DPRD, demikian juga dalam UU No. 22 tahun 1999 adanya pemisahan yang tegas
antara DPR dan eksekutif, agar fungsi kontrol DPR dapat berjalan dengan baik.
TAPINo.TVIMPRI2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, selain itu Sidang Tahunan MPR tahun 2000 path tanggal 18 Agustus
2000 telah menetapkan perubahanlmenambah Pasal 18 TJIJD 1945, sehingga menjadi
Pasal 18 baru, Pasal 1 8A clan Pasal I 8B. Selain itu U1.J No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah juga bersamaan diberlakukan dengan UU No.
22 tahun 1999. Kesiapan untuk meimplementasikan kedua Undang-Undang ini harus
mampu memperhatikan hak-hak masyarakat di daerah, agar dapat mencapai hasil yang
maksimal. Khusus bagi Pemerintahan Propinsi DKI Jakarta yang menjadi fokus dalam
penelitian penulisan tesis ini, kesiapan upaya yang dilakukan adalah; Melakukan
penelitian dan pengkaijian terhadap beberpa kemungkinan penggalian sumber
pendapatan daerah yang baru, karena propinsi DKI Jakarta hanya mengandalkan potensi
jasa dan perdagangan, juga adanya penataan kelembagaan antara lain jumlah Biro,
Dinas, Lembaga Teknis yang selama ini ditangani oleh instansi vertikal. Penataan atau
pengalihan personil sampai Desember 2000 telah berhasil diproses 2.301 pegawai dan
eks 6 kanwil, path tahun 2001, 47.285 pegawai dan 9 kanwil hal ini merupakan suatu
kendala/hambatan karena merupakan beban yang cukup berat bagi APBI) propinsi DKI
Jakarta. Sedangkan faktor-faktor pendukung kesiapan implementasi dan Undang
Undang ini adalah tidak terlepas dan menusia yang harus baik, keuangan yang cukup,
peratatan, organisasi dan manajemen yang balk serta peningkatan kesadaran dan
partisipasi aktif masyarakat.
"
2001
T4380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Fauzan
"Pembangunan adalah suatu proses perubahan untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik, yaitu peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu pembangunan adalah merupakan suatu proses perubahan dari suatu kondisi yang dianggap tidak menyenangkan kepada suatu kondisi atau suatu keadaan kehidupan yang dianggap lebih baik atau menyenangkan, baik secara material maupun spiritual.
Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan pada saat ini yaitu terjadinya krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh negara Asia, dampak dan krisis yang paling berat adalah kemunduran dari pertumbuhan ekonomi dan khusus untuk Indonesia pada tahun 1998 mengalami pertumbuhan negatif dengan angka cukup besar yaitu 13, 4 % dan mulai membaik pada awal dan pertengahan tahun 1999 tetapi dengan pertumbuhan yang masih negatif.
Dalam usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka perlu untuk menggali potensi-potensi yang dimiliki daerah didalam menunjang pembangunan nasional khususnya dalam memacu pertumbuhan ekonomi, karena keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan daerah didalam menggali potensi-potensi sumber daya yang dimilikinya untuk meningkatkan perekonomian daerah itu sendiri pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.
Dengan disyahkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi Daerah dalam upaya untuk meningkatkan kemannpuannya menyonsong era globalisasi perekonomian dunia.
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut pada Pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik Iuar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain
Sedangkan pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang berada di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan kewenangan otonomi luas yang mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan pemerintahan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi, maka daerah harus mengembangkan sumber dayanya, terutama sumber daya manusia dalam upaya untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya alam untuk mening)catkan perekonomiannya sehingga tidak tertinggal dengan daerah-daerah lainnya.
Untuk itu peranan perencanaan sebagai tahap awal dari proses pelaksanaan pembangunan menjadi sangat penting. Pentingnya peranan perencanaan ini dikarenakan apabila didalam proses perencanaan dalam upaya untuk pencapaian tujuan yang diharapkan mengalami kesalahan, maka selain ketidakberhasilan mencapai tujuan tersebut, juga terjadinya pemborosan dalam penggunaan sumber daya, dana dan waktu.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sanggau pada Pelita VI (untuk empat tahun pertama), relatif tinggi yaitu mencapai angka 11,46 % pertahun, dan merupakan pertumbuhan tertinggi diantara 7 kabupaten se-Kalbar, serta di atas pertumbuhan ekonomi Kalbar (7,74 %)."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T1820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Budi Santoso
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan empiris, dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini. Kemudian secara deduktif diinterprestasikan untuk menjawab masalah-masalah yang ada. Pejabat Pembuat Akta Tanah selaku pejabat yang berwenang dalam bidang tertentu yang menyangkut pertanahan, mempunyai kedudukan yang sangat strategis selaku penunjang dalam Pendapatan Asli Daerah, dalam hal ini sesuai penelitian di wilayah kota Jakarta Selatan, melalui Surat setoran asli pajak yang diperlihatkan kepadanya sebagai bukti telah dibayarkannya pajak atas tanah yang merupakan milik orang yang akan mengalihkan tanahnya kepada orang lain sebelum akta pemindahan hak atas tanah itu dibuat.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengurus daerahnya atas prakarsa sendiri, tidak terkecuali bidang pertanahan. Bidang pertanahan inilah yang merupakan tugas dan kewenangan PPAT selaku pejabat yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk membuat akta-akta berkenaan dengan perbuatan hukum tertentu mengenai tanah. Pelaksanaan Otonomi Daerah di bidang pertanahan memberikan kontribusi pada penerimaan daerah dalam bentuk pajak,dimana PPAT selaku penunjang panerimaan pajak di daerah yang berkaitan dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dimana disebutkan bahwa perolehan dari BPHTB, untuk pusat sebesar 20% sedangkan untuk daerah sebesar 80%. Penerimaan daerah yang sangat besar ini dapat meningkatkan Pendapatan. Asli Daerah yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan daerah secara luas. PPAT selaku Salah satu ujung tombak penerimaan negara dari sektor pajak telah banyak memberikan kontribusi bagi Pemerintah Daerah, maka sudah selayaknya PPAT mendapatkan insentif fiskal dan medali atas hasil kerja kerasnya membantu pemerintah dalam penerimaan pajak, dan Selayaknya pula PPAT sekiranya mendapat insentif non fiskal berupa kavling/tanah bagi PPAT yang telah banyak memberikan kontribusi kepada daerah dan meminta kelonggaran pajak, karena PPAT telah banyak membantu instansi pajak dalam penerimaan pendapatan bagi kantor pajak setempat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stroink, F.A.M.
Bandung: Refika Aditama, 2006
350 STR dt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jansen, A.
"Meer dan 10 jaar geleden werd de doorvoering van de bestuurshervorming in de Buitengewesten, omvattend de instelling van gewesten grooter dan de tegenwoordige, gepaard met staatkundige en administratieve decentralisatie, voor het eerst aan de orde gesteld. De staatkundige hervorming zal daarbij eerst op beperkte schaal worden doorgevoerd. Het was daarom een goede gedachte van schrijver en uitgevers om de tot deze staatkundige hervorming ontworpen nieuwe wetgeving
in een verzameling, en voor zoover noodig voorzien van de officieele toelichting, uit te geven. Bij deze nieuwe wetgeving was de Indische wetgever gebonden aan de uniforme eischen welke Indische staatsregeling aan de staatkundige decentralisatie stelt.
"
Amsterdam: Kolff, 1938
K 34209 JAN g
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Ega Windratno
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 telah mencabut UU Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian. Terdapat 3 (tiga) hal utama yang dipertimbangkan Mahkamah yaitu tentang badan usaha Koperasi, tata kelola organisasi, dan permodalan. Daalm beberapa bagian pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi tidak mendasarkan pertimbangannya pada argumentasi hukum yang kuat yang memberikan pengaruh terhadap semakin hilangnya atau semakin kaburnya tujuan Koperasi yang merupakan kekhasan dari Koperasi.

Constitutional Court Decision Number 28/PUU-XI/2013 has repealed Law Number 17 year 2012 on Cooperative. There are three main issues which have been considered by Constitutional Court in its decision namely cooperatives as a business entity, the organizational governance of cooperative, and its capital. In several parts, Constitutional Court did not base its argumentation with a strong legal argument which impacts Cooperatives to loose or to unclear Its special nature of entity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Menjelang dan sesudah tanggal 1 Januari 2001, hari pencanangan otonomi daerah dan desa di seluruh Indonesia, semua surat kabar dan majalah memberi perhatian banyak pada peraturan-peraturan serta pelaksanaannya di daerah. Dari pihak Pemerintah dinyatakan, bahwa sudah cukup banyak peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah diterbitkan, sehingga diharapkan tidak akan terjadi masalah-masalah yang akan menghambat. Meskipun pihak Pemerintah mengetahui bahwa tahap awal dari pelaksanaan otonomi itu akan mengalami banyak hambatan dan masalah, namun sebagai Pemerintah tidak ada pilihan lain daripada menyatakan pada masyarakat, bahwa semua usaha sudah dijalankan untuk menjamin kelancaran politik baru ini. Tetapi dari para pengamat dan calon pelaku otonomi didengar suara yang minta perhatian atas gejolak-gejolak administrasi, politis, dan sosial karena belum kelihatan jalan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sudah dijelas ada di depan mata mereka."
JSI 5 (2001)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Susandi
"Pembentukan peraturan daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak dapat dilepaskan dari konteks negara kesatuan republik Indonesia, sehingga peran pemerintah pusat dalam mengontrol dan mengendalikan kebijakan daerah sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tertuang dalam peraturan daerah. Tesis ini membahas mengenai urgensi dan kewenangan sinkronisasi rancangan peraturan daerah oleh pemerintah pusat sekaligus merumuskan mekanisme sinkronisasi yang lebih efektif dan sesuai dengan konteks negara kesatuan yang menerapkan otonomi daerah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat urgensi yang tinggi dalam pelaksanaan sinkronisasi rancangan peraturan daerah sehingga perlu adanya penyesuaian atau perubahan atas peraturan perundang-undangan yang ada sebagai payung hukum dilakukannya sinkronisasi tersebut. Di samping itu, dari sisi instansi yang tepat dalam melakukan sinkronisasi, menurut penulis adalah instansi Kementerian Hukum dan HAM karena beberapa alasan yaitu, tugas fungsi Kementerian Hukum dan HAM adalah di bidang hukum peraturan perundang-undangan dan pembinaan hukum secara nasional, memiliki sumber daya manusia yang mencukupi baik dari sisi kuantitas dan kualitas, memiliki lembaga/instansi vertikal di semua daerah di Indonesia, pimpinan instansi vertikal di daerah diangkat dari hasil open bidding bukan dari proses politik sehingga lebih profesional.

The formation of local regulations by the local government can not be separated from the context of the united republic of Indonesia, so the role of the central government in controlling the regional policy is very necessary in the implementation of local government as stated in local regulations. This thesis discusses the urgency and authority to synchronize regional regulation drafts by the central government and formulating a more effective synchronization mechanism and in accordance with the context of a unitary state that implements regional autonomy. The research method used in this research is normative research method.
The results of this study indicate that there is a high urgency in the implementation of the synchronization of the draft local regulations so that there needs to be adjustments or changes to existing legislation as a legal norm of the synchronization. In addition, in terms of the appropriate agencies in synchronizing, according to the author is the Ministry of Justice and Human Rights for several reasons namely the duties of the functions of the Ministry of Justice and Human Rights is in the field of law legislation and national law development, has a source sufficient human power in terms of quantity and quality, have vertical institutions in all regions in Indonesia, the head of vertical institutions appointed from the open bidding results not from the political process so more professional.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Dzul Ikhram Nur
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Sekretaris DPRD dalam sistem pemerintahan daerah, dan untuk mengetahui tanggung jawab Sekretaris DPRD dalam sistem pemerintahan daerah. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis-normatif guna mendapatkan hasil penelitian yang relevan. Penelitian dilakukan dengan Pendekatan perundang-undangan, Pendekatan kasus, dan Pendekatan historis. Bahan-bahan hukum yang digunakan oleh penulis adalah; Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer, serta bahan hukum tersier. Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan juga pengumpulan data dengan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, seluruh peraturan perundangundangan, baik undang-undang maupun peraturan pemerintah, baik yang pernah maupun sedang berlaku, menempatkan kedudukan Sekretaris DPRD sebagai bagian dari ranah lembaga eksekutif. Hal ini dikarenakan Sekretariat DPRD yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD merupakan unsur dari perangkat daerah yang kedudukan, susunan organisasi, perincian tugas dan fungsi, serta tata kerjanya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah yang merupakan wewenang dari seorang Kepala Daerah. Kemudian, jabatan Sekretaris DPRD telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sejak tahun 1948 melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri Di Daerah-Daerah Yang Berhak Mengatur Dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, akan tetapi perihal tanggung jawab Sekretaris DPRD secara eksplisit baru mulai diatur pada tahun 1999 melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada mulanya Sekretaris DPRD diatur bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD, namun dalam perkembangannya terjadi perubahan yang dimulai pada tahun 2004 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan tersebut adalah yang awalnya bertanggung jawab sepenuhnya kepada Pimpinan DPRD menjadi bertanggung jawab secara teknis operasional kepada Pimpinan DPRD dan bertanggung jawab secara administratif kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Perubahan tersebut berlaku hingga saat ini.

This study aims to determine the position of the Secretary of the DPRD in the system of regional government, and to know the responsibilities of the Secretary of the DPRD in the system of regional governance. This study uses juridical-normative research to obtain relevant research results. This research was conducted with a legal approach, case approach, and historical approach. The legal material used by the author is; Primary Legal Material is a legal material that has binding power such as laws and regulations and Secondary Legal Materials, which are non-binding legal materials but explain primary legal materials, as well as tertiary legal materials. Collection of legal material in this study is literature study and also data collection by interview.
The results of the study show that, all laws and regulations, both government laws and regulations, both past and present, place the position of Secretary of the DPRD as part of the realm of the executive body. This is because the DPRD Secretariat, which is chaired by the Secretary of the DPRD, is an element of the regional apparatus whose position, organizational structure, details of their duties and functions, and their work procedures are determined by the Regional Head Regulation which is the authority of a Regional Head. Then, the position of Secretary of the DPRD has been regulated in laws and regulations since 1948 through Law No. 22 of 1948 concerning the Establishment of Basic Rules Regarding Self-Governing in Regions that have the right to Regulate and Manage Their Own Households, but regarding responsibility. The Secretary of the DPRD explicitly only began to be regulated in 1999 through Law Number 22 of 1999 concerning Regional Government.
At first the Secretary of the DPRD was regulated to be responsible to the leadership of the DPRD, but in its development there were changes which began in 2004 with the enactment of Law Number 32 of 2004 concerning Regional Government. These changes are those that are initially fully responsible to the leadership of the DPRD to be technically responsible for the operation of the DPRD leaders and administratively responsible to the regional head through the Regional Secretary. This change is valid until now.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairil Anwar
"Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tentang desentralisasi asimetris di Indonesia pasca reformasi berupa bagaimana penerapannya dan bagaimana bentuk ideal yang seharusnya diterapkan. Teori yang digunakan adalah teori Agus Brotosusilo yang bersumber dari Pancasila yang barasal dari hukum adat nusantara berupa dominannya sikap komunal dari individual, spiritual daripada materialisme dan romatisme dari rasionalisme. Selain itu digunakan juga teori lainnya berupa teori konflik Dahrendorf. Hasil penelitian ini mengungkap terjadi resentralisasi dari daerah ke pusat berupa diambilnya kewenangan pada UU Ciptakerja untuk keseluruhan daerah dan perubahan Otsus Papua, Papua Barat dan Aceh bagi daerah asimetris. UU Sapu jagat didapati resentralisasi; pertama, perizinan usaha ditentukan dan dimiliki pusat, kedua, wewenang penataan ruang terpusat, ketiga, amdal dipermudah, keempat, sanksi dimiliki pusat dan dipermudah, dan kelima, pajak ditarik pusat. Sedangkan pada perubahan Otsus Papua didapati; pemekaran Papua dipermudah, perubahan UU otsus tidak perlu persetujuan DPRP dan MRP, pengawasan domain pusat, pendirian parpol oleh Orang Papua dihilangkan dan kewajiban konsultasi parpol ke MRP dan DPRP disunat, dan jabatan wagub dapat diisi. Sementara pada Aceh tidak dipenuhinya Pengatutan lambang Aceh dan pengaturan suku bunga. Tidak terdapat harmonisasi sebagaimana teori Agus Brotosusilo karena pusat sangat mendominasi dengan terjadinya resentralisasi sehingga daerah merasa tidak dimanusiakan. Preskriptif yang ditawarkan adalah mewujudkan harmonisasi dan memperluas penerapan desentralisasi asimetris. Kesimpulannya adalah dari skema tujuan desentralisasi terdapat kemiripan antara orde baru dengan masa kini yaitu menguatnya resentralisasi.

This study aims to answer about asymmetric decentralization in post-reform Indonesia in terms of how it is implemented and how the ideal form should be implemented. The theory used is Agus Brotosusilo's theory which comes from Pancasila which comes from the customary law of the archipelago in the form of the dominant communal attitude of the individual, spiritual rather than materialism and romanticism from rationalism. In addition, other theories are also used in the form of Dahrendorf's conflict theory. The results of this study reveal that there has been recentralization from the regions to the center in the form of the taking of authority in the Job Creation Law for the entire region and changes to the Special Autonomy for Papua, West Papua and Aceh for asymmetric regions. The Sweeping Universe Law is found to be recentralized; first, business licenses are determined and owned by the center, second, the authority for spatial planning is centralized, third, amdal is facilitated, fourth, sanctions are owned and facilitated by the center, and fifth, taxes are levied by the center. Meanwhile, in the changes to the Special Autonomy for Papua, it was found; The expansion of Papua was facilitated, changes to the Special Autonomy Law did not require the approval of the DPRP and MRP, central domain supervision, the establishment of political parties by Papuans was eliminated and the obligation to consult political parties to the MRP and DPRP was circumcised, and the position of deputy governor could be filled. Meanwhile, in Aceh, the acknowledgment of the Aceh symbol and interest rate arrangements was not fulfilled. There is no harmonization like Agus Brotosusilo's theory because the center dominates with the recentralization so that the regions feel they are not being humanized. The prescriptive offered is to realize harmonization and expand the application of asymmetric decentralization. The conclusion is that from the scheme for the purpose of decentralization, there are similarities between the new order and the present, namely the strengthening of recentralization."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>