Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Ansori
Abstrak :

Sistem dehidrasi glikol di Lapangan X bertujuan untuk menjaga kandungan air pada gas jual di bawah 10 lbs/MMSCFD sesuai permintaan konsumen. Dengan kondisi operasi saat ini, terdapat permasalahan kehilangan glikol yang menyebabkan biaya operasional bertambah. Penyebab kehilangan glikol dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya karena permasalahan kadar keasaman (pH) yang tidak netral pada sirkulasi glikol (Azubuike & Michael, 2017) serta terjadinya oksidasi pada make up tank (Trueba et al., 2022). Pada Lapangan X, kondisi operasi tersebut pun terjadi, yaitu pH sirkulasi glikol berkisar antara 5 hingga 6 yang terukur pada make up tank. Terdapat beberapa metode untuk mengatasi kehilangan glikol, diantaranya penerapan Pre-Inhibited Glycol dan Nitrogen Blanketing. Makalah tesis ini membahas tentang pemecahan masalah kehilangan glikol dengan analisis proses pada kondisi aktual dan penerapan modifikasi Pre-Inhibited Glycol, Nitrogen Blanketing dan Metode Kombinasi Pre-Inhibited Glycol - Nitrogen Blanketing. Perangkat lunak yang digunakan untuk simulasi adalah Aspen HYSYS v11. Tujuan dari simulasi proses modifikasi ini adalah mendapatkan variabel kehilangan glikol fraksi massa TEG > 0.98 dan kadar air pada sales gas kurang dari 10 lbs/MMSCF. Analisis keekonomian dilakukan untuk menilai kelayakan modifikasi pada glikol dengan kriteria NPV ≥ 0, IRR ≥ WACC dan Payback Period ≤ 10 tahun. Berdasarkan hasil 100 studi kasus pada simulasi Aspen HYSYS, metode Nitrogen Blanketing merupakan metode yang memenuhi kelayakan teknis dengan parameter fraksi massa TEG sebesar 0.9808 – 0.9860, water content sebesar 9.15 – 12.04, dan pH 6.78 – 6.87. Secara kelayakan ekonomis, metode Nitrogen Blanketing juga layak dengan nilai IRR, NPV dan Payback Period berturut-turut sebesar 31.9%, Rp. 31.143.295 dan 1 tahun. 


The glycol dehydration system in Field X aims to maintain the water content of selling gas below 10 lbs/MMSCFD according to consumer demand. With current operating conditions, there is a problem of glycol loss, which causes operational costs to increase. The cause of glycol loss can be caused by various factors, including the problem of non-neutral acidity (pH) in glycol circulation (Azubuike & Michael, 2017) and oxidation in the makeup tank (Trueba et al., 2022). In Field X, the operating conditions also occur, namely that the circulating pH of glycol ranges from 5 to 6, which is measured in the make-up tank. There are several methods to overcome glycol loss, including the application of Pre-Inhibited Glycol and Nitrogen Blanketing. This research discusses solving the problem of glycol loss by analyzing the process under actual conditions and applying modified Pre-Inhibited Glycol, Nitrogen blanketing, and Pre-Inhibited Glycol-nitrogen blanketing combination methods. The software used for the simulation is Aspen HYSYS v11. The purpose of this modification process simulation is to obtain a variable loss of glycol mass fraction TEG > 0.98 and a water content in sales gas of less than 10 lbs/MMSCF. Economic analysis was carried out to assess the feasibility of modifying glycol with the criteria of NPV ≥ 0, IRR ≥  WACC, and Payback Period ≤ 10 years. Based on the results of 100 case studies on the Aspen HYSYS simulation, the Nitrogen Blanketing method is a method that meets technical feasibility with TEG mass fraction parameters of 0.9808–0.8860, water content of 9.15–12.04, and pH 6.78–6.77. In terms of economic feasibility, the Nitrogen Blanketing method is also feasible with IRR, NPV, and Payback Period values ​​of 31.9%, Rp. 31,143,295 and 1 year.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahani Gusti Dwiartyani
Abstrak :
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis pengaruh penambahan xylitol dan propilen glikol terhadap stabilitas fisik gel IgY. Metode: Formulasi gel IgY, dibuat dengan mencampur carbomer, gliserol, trietanolamin lalu dilakukan penambahan xylitol sebagai pemanis dan propilen glikol sebagai pengawet. Pengamatan dilakukan dengan metode pengamatan organoleptis pada hari ke 0 dan 14. Hasil: Distribusi stabilitas fisik gel IgY pada penyimpanan selama 14 hari untuk kelompok gel IgY dengan Xylitol dan Propilen glikol terlihat 100% stabil pada suhu 25°C dan 40°C. Sedangkan pada kelompok gel IgY murni terlihat 33.3% stabil pada suhu 25°C akan tetapi pada suhu 40°C semua sampel tidak stabil. Kesimpulan: Penambahan xylitol dan propilen glikol pada gel IgY dapat memperpanjang waktu paruh (shelf life) IgY sehingga gel IgY tetap stabil pada penyimpanan di suhu 25°C dan 40°C selama 14 hari dan secara uji akselerasi, bahan ini stabil pada suhu kamar dan lemari pendingin untuk penyimpanan selama 6 bulan hingga 1 tahun. ......Background: The purpose of this study was to observe the effect of adding Xylitol and Propylene glycol on the physical stability of IgY gel. Methods: IgY gel formulation was made by mixing carbomer, glycerol and triethanolamine then adding Xylitol as a sweetener and Propylene glycol as a preservative. Observation was made by organoleptic observation method on day 0 and day 14. Results: Distribution of the physical stability of IgY gel on storage for 14 days for groups of IgY gel with Xylitol and Propylene glycol looks 100% stable at 25°C and 40°C. While the look of group pure IgY gel are 33.3% stable at 25°C but at 40°C all the samples is not stable. Conclusion: The addition of Xylitol and Propylene glycol in the IgY gel can prolong the shelf life of the IgY, so that the IgY gel remained stable on storage at 25°C and 40°C for 14 days, based on acceleration test these results mean the IgY gel is stable for storage at room temperature and refrigeration for 6 months to 1 year.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31159
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi
Abstrak :
60 juta ton produksi minyak sawit dunia menghasilkan 600 ribu ton limbah SBE. SBE dikelola dengan cara dibakar (menggunakan incinerator) atau dibuang pada landfill. Namun, karena SBE mengandung kadar minyak yang tinggi, maka pembuangan SBE dalam bentuk landfill mengakibatkan polusi tanah dan air yang substansial (Raksi, 2009). SBE digunakan karena masih mengandung minyak nabati yang tinggi sekitar 20-40% yang berpotensial untuk dilakukannya pengolahan lebih lanjut seperti dijadikan biodiesel atau biolubricant. Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis dan mengkarakterisasi ester propilen glikol atau biolubricant yang dihasilkan dari hasil modifikasi alkohol yaitu propilen glikol dengan asam lemak yang berasal dari SBE oil sebagai biolubricant. Hasil dari modifikasi ini adalah produk ester propilen glikol. Propilen glikol dipilih karena memiliki struktur yang bercabang, viskositas yang tinggi dan memiliki titik leleh yang rendah. Tahapan pada penelitian ini terbagi menjadi empat buah tahapan. Pada tahap pretreatment telah menghasilkan SBEO dengan kualitas sesuai dengan standar nilai RBDPO. Pada tahap esterifikasi telah menghasilkan minyak SBE yang memiliki nilai asam lemak bebas yang rendah untuk mencegah penyabunan. Pada proses transesterifikasi tahap 1 minyak SBE telah diubah menjadi metil ester atau biodiesel dengan variasi rasio mol yaitu 1:6 antara SBEO dengan metanol dengan yield 99,21%. Proses transesterifikasi tahap 2 metil ester atau biodiesel telah diubah menjadi ester propilen glikol. Setelah proses sintesis selesai, tujuan terakhir yaitu karakterisasi, dilakukan uji GC-MS, densitas, viskositas, flash point, dan pour point. Hasil dari modifikasi ini adalah produk ester propilen glikol dengan nilai flash point adalah 252°C dan nilai pour point adalah -7°C
60 million tons of world palm oil production produces 600 thousand tons of SBE waste. SBE is managed by burning (using an incinerator) or disposed of at the landfill. However, because SBE contains high oil content, the disposal of SBE in the form of landfills can caused soil and air pollution (Raksi, 2009). SBE is used because it still contains about 20-40% high vegetable oil which has the potential to be processed further such as biodiesel or biolubricant. The purpose of this study is to synthesize and characterize propylen glycol ester derived from propylen glycol and fatty acid from SBE oil as a hidraulic lubricant. The results of this modification are propylene glycol esters. Propylene glycol is chosen because it has a branching structure, high viscosity and has a low melting point. The stages of study are divided into four stages. In the pretreatment stage, the SBEO has been produced with quality in accordance to the RBDPO value standards. At the esterification stage, SBE oil produced a low value of free fatty acids to prevent saponification. In the first transesterification stage, SBE oil has been converted into methyl esters or biodiesel with a variation of the mole ratio of 1:6 between SBEO and metanol with a yield of 99.21%. The step 2 transesterification process of methyl esters or biodiesel has been converted into propylene glycol esters. After the synthesis process is complete, the final goal is characterization, GC-MS test, density, viscosity, flash point, and pour point. The results of this modification are propylene glycol esters with a flash point value of 252°C and the pour point value is -7°C.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryana Suryana
Abstrak :
Kopolimerisasi cangkok serat rayon dilakukan dengan asam metakrilat (MAA) disertai dengan sejumlah kecil monomer bifungsional etilen glikol dimetakrilat (EGDMA) dan N,N'-metilendiakrilamid (MDAAm) sebagai agen pengikat silang. Kopolimerisasi cangkok ini dilakukan dengan metode prairadiasi sinar gamma dalam media udara, dengan variasi kadar pengikat silang 0-10%, dosis total iradiasi 20,24, dan 32 kGy, serta waktu reaksi 15- 120menit. / Setelah dilakukan variasi kadar EGDMA dan MDAAm diketahui bahwa penambahan EGDMA sampai 6,0% dan MDAAm hingga 10,0% berat serat tidak mempengaruhi kadar pencangkokan. Penambahan EGDMA lebih dari 6,0% berat serat akan menurunkan kadar pencangkokan. Dari variasi dosis total iradiasi dan waktu reaksi terlihat bahwa penambahan kedua agen pengikat silang ini tidak mengubah karakteristik pencangkokan MAA. Spektrum FTIR menunjukkan sudah tercangkoknya MAA pada serat rayon. Keberadaan EGDMA dalam serat ditandai dengan adanya perbedaan spektrum serat yang dimodifikasi dengan dan tanpa agen pengikat silang. Pencangkokan MAA pada serat rayon menurunkan sifat pengembangannya dalam air (%S), semakin besar kadar pencangkokan semakin kecil derajat pengembangannya. Penambahan 2,5%^EGDMA tidak mengubah derajat pengembangannya dalam air (%S). Perendaman serat rayon termodifikasi dalam HCI 6N pada suhu 80°C selama 2 jam, memperlihatkan bahwa serat dengan adanya EGDMA ini memiliki ketahanan asam yang lebih baik, Dalam basa, iaju alir serat yang dimodifikasi dengan adanya EGDMA lebih cepat, sehingga efek blocking-nya dalam kolom lebih kecil.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virrisya
Abstrak :
Asam glikolat merupakan senyawa aktif yang diketahui memiliki aktivitas pelembab kulit dengan mekanisme emolient dimana senyawa ini dapat menarik air menuju lingkungannya, dalam hal ini stratum korneum, sehingga lingkungan terhidrasi dan kadar airnya meningkat. Asam glikolat sebagai pelembab umumnya dibuat dalam sediaan krim. Pada penelitian ini dilakukan uji penetrasi dari asam glikolat pada 3 jenis sediaan yang berbeda untuk dapat diketahui sediaan apa yang dapat menghantarkan asam glikolat paling baik untuk berpenetrasi melewati stratum korneum. Sediaan gel terbukti memberikan jumlah penetrasi asam glikolat yang paling besar di jam ke-8 uji penetrasi in vitro pada gel dengan besar kumulatif asam glikolat yaitu 5939,65 ± 6,96 μg/cm2 kemudian diikuti dengan krim W/O dengan besar kumulatif 5129,83 ± 6,84 μg/cm2. Hasil penetrasi terkecil ditunjukkan oleh sediaan krim O/W dengan besar kumulatif asam glikolat terpenetrasi yaitu 2870,87 ± 0,86 μg/cm2. ...... Glycolic acid is an active compund that known to have moisturizing activity by its ability to emmoliate the skin in which it can gather water to its surrounding, in this case stratum corneum, to hydrate the environment and enhancing the water amount. Glycolic acid as moisturizer usually found in cream dosage form. There are three kind of different dosage forms that has been tested their ability to penetrate by in vitro method in this study. The purpose of this research is to show the best dosage form that can deliver glycolic acid penetrated into the stratum corneum. All formulations were examined their penetration ability by Franz diffusion cell as in vitro test using Sprague Dawley rat abdomen skin as diffusion membrane. The best dosage form to deliver glycolic acid penetrated through the stratum corneum is gel form with total cumulative penetration of glycolic acid is 5939,65 ± 6,96 μg/cm2 followed by w/o cream dosage form with 5129,83 ± 6,84 μg/cm2 and o/w cream dosage form with 2870,87 ± 0,86 μg/cm2.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library