Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aninda Undiah Hasanah
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Xerosis atau kulit kering merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai pada usia lanjut. Prevalensi xerosis pada usia lanjut berkisar antar 30 ? 58%. Salah satu faktor yang dijumpai pada kulit kering adalah penurunan ekspresi aquaporin-3 (AQP3). Bahan herbal pegagan atau Centella asiatica ekstrak etanol dalam nanopartikel kitosan (CAEENPK) secara in vitro diketahui dapat meningkatkan ekspresi AQP3 pada keratinosit yang berperan dalam hidrasi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dan keamanan krim pelembap yang mengandung Centella asiatica ekstrak etanol dalam nanopartikel kitosan 1%, Centella asiatica ekstrak etanol (CAEE) 1%, dan krim pelembap dasar pada populasi geriatri dengan kulit kering. Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar buta ganda dilakukan pada 43 orang penghuni panti werdha di Jakarta. Evaluasi skin capacitance (SCap), specified symptom sum score (SRRC), derajat gatal, dan efek samping dilakukan pada awal terapi, minggu kedua, dan keempat. Setelah prakondisi selama satu minggu, setiap subjek penelitian mendapatkan tiga pelembap yang berbeda secara acak pada tiga lokasi di tungkai bawah.Hasil: Tidak didapatkan peningkatan nilai SCap yang berbeda bermakna antara ketiga kelompok pengobatan. Penurunan nilai SRRC setelah empat minggu tidak berbeda bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Derajat gatal pada minggu kedua menurun pada ketiga kelompok, hingga menjadi tidak gatal pada seluruh SP (100%) setelah minggu keempat. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan objektif pada ketiga kelompok perlakuan. Kesimpulan: Efektivitas krim pelembap yang mengandung CAEENPK 1% tidak lebih tinggi dibandingkan dengan krim pelembap yang mengandung CAEE 1% atau krim pelembap dasar, serta memiliki keamanan yang sama dalam mengatasi kekeringan kulit pada populasi geriatri. Kata kunci: Centella asiatica, nanopartikel, aquaporin-3, hidrasi kulit, geriatri
ABSTRACT
Background and objectives: Xerosis or dry skin is a common health issue found in the elderly. The prevalence rate of xerosis in the elderly ranges between 30 - 58%. One of the factors found on dry skin is decreased expression of aquaporin-3 (AQP3). The herbal plant Centella asiatica ethanol extract in chitosan nanoparticle (CAEENPK) has been found to increase the expression of AQP3 on keratinocytes in vitro which plays a role in skin hydration. This study aims to compare the effectiveness and safety of moisturizing cream containing 1% Centella asiatica ehanol extract in chitosan nanoparticle, 1% Centella asiatica ethanol extract (CAEE), and moisturizing cream base in geriatric population with dry skin. Methods: A double-blind randomized controlled trial was conducted on 43 residents of a nursing home in Jakarta. The evaluation of skin capacitance (SCap), specified symptom sum score (SRRC), pruritic degree, and side effects were measured at baseline, week-2, and week-4 after therapy. After a week of preconditioning, each test subject received three different randomized moisturizing creams to be applied on three separate locations on the lower limbs.Results: There was no significant increase in SCap value among the three treatment groups. The decrease in SRRC value after four weeks did not differ among the three treatment groups. The pruritic degree decreased at the second week of treatment in all three groups and completely diminished after the fourth week among all the test subjects (100%). No objective and subjective side effects were found among the three treatment groups. Conclusion: The efectiveness of moisturizing cream containing 1% CAEENPK is not higher when compared to moisturizing cream containing 1% CAEE or moisturizing cream base. It is also as safe in treating dry skin of geriatric population;;ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Xerosis atau kulit kering merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai pada usia lanjut. Prevalensi xerosis pada usia lanjut berkisar antar 30 ? 58%. Salah satu faktor yang dijumpai pada kulit kering adalah penurunan ekspresi aquaporin-3 (AQP3). Bahan herbal pegagan atau Centella asiatica ekstrak etanol dalam nanopartikel kitosan (CAEENPK) secara in vitro diketahui dapat meningkatkan ekspresi AQP3 pada keratinosit yang berperan dalam hidrasi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dan keamanan krim pelembap yang mengandung Centella asiatica ekstrak etanol dalam nanopartikel kitosan 1%, Centella asiatica ekstrak etanol (CAEE) 1%, dan krim pelembap dasar pada populasi geriatri dengan kulit kering. Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar buta ganda dilakukan pada 43 orang penghuni panti werdha di Jakarta. Evaluasi skin capacitance (SCap), specified symptom sum score (SRRC), derajat gatal, dan efek samping dilakukan pada awal terapi, minggu kedua, dan keempat. Setelah prakondisi selama satu minggu, setiap subjek penelitian mendapatkan tiga pelembap yang berbeda secara acak pada tiga lokasi di tungkai bawah.Hasil: Tidak didapatkan peningkatan nilai SCap yang berbeda bermakna antara ketiga kelompok pengobatan. Penurunan nilai SRRC setelah empat minggu tidak berbeda bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Derajat gatal pada minggu kedua menurun pada ketiga kelompok, hingga menjadi tidak gatal pada seluruh SP (100%) setelah minggu keempat. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan objektif pada ketiga kelompok perlakuan. Kesimpulan: Efektivitas krim pelembap yang mengandung CAEENPK 1% tidak lebih tinggi dibandingkan dengan krim pelembap yang mengandung CAEE 1% atau krim pelembap dasar, serta memiliki keamanan yang sama dalam mengatasi kekeringan kulit pada populasi geriatri. Kata kunci: Centella asiatica, nanopartikel, aquaporin-3, hidrasi kulit, geriatri
ABSTRACT
Background and objectives: Xerosis or dry skin is a common health issue found in the elderly. The prevalence rate of xerosis in the elderly ranges between 30 - 58%. One of the factors found on dry skin is decreased expression of aquaporin-3 (AQP3). The herbal plant Centella asiatica ethanol extract in chitosan nanoparticle (CAEENPK) has been found to increase the expression of AQP3 on keratinocytes in vitro which plays a role in skin hydration. This study aims to compare the effectiveness and safety of moisturizing cream containing 1% Centella asiatica ehanol extract in chitosan nanoparticle, 1% Centella asiatica ethanol extract (CAEE), and moisturizing cream base in geriatric population with dry skin. Methods: A double-blind randomized controlled trial was conducted on 43 residents of a nursing home in Jakarta. The evaluation of skin capacitance (SCap), specified symptom sum score (SRRC), pruritic degree, and side effects were measured at baseline, week-2, and week-4 after therapy. After a week of preconditioning, each test subject received three different randomized moisturizing creams to be applied on three separate locations on the lower limbs.Results: There was no significant increase in SCap value among the three treatment groups. The decrease in SRRC value after four weeks did not differ among the three treatment groups. The pruritic degree decreased at the second week of treatment in all three groups and completely diminished after the fourth week among all the test subjects (100%). No objective and subjective side effects were found among the three treatment groups. Conclusion: The efectiveness of moisturizing cream containing 1% CAEENPK is not higher when compared to moisturizing cream containing 1% CAEE or moisturizing cream base. It is also as safe in treating dry skin of geriatric population. Keywords: Centella asiatica, nanoparticle, aquaporin-3, skin hydration,geriatrics
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ainun
Abstrak :
Latar Belakang: Meningkatnya populasi geriatri membuat sindrom frailty akan banyak ditemui di praktik klinik sehari-hari. Fenotip frailty dikaitkan dengan rendahnya massa otot secara teori, namun masih terdapat perbedaan hasil di antara penelitian yang ada. Tujuan: Mengetahui rerata indeks massa otot pada populasi geriatri di rawat jalan dan hubungannya dengan status frailty. Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang terhadap pasien berusia ≥60 tahun di poliklinik Geriatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, periode waktu April-Juni 2018. Dilakukan pengambilan data antropometri, pengisian kuesioner Cardiovascular Health Study (CHS) dan pengukuran indeks massa otot dengan dual energy X-ray absoprtiometry (DXA). Parameter indeks massa otot diukur berdasarkan appendicular lean mass (ALM) yang disesuaikan dengan tinggi badan (ALM/TB2) dan indeks massa tubuh (ALM/IMT). Hasil: Didapatkan proporsi subjek frail, pre-frail dan robust berdasarkan skor CHS berturut-turut adalah 29,17%, 58,33% dan 12,5%. Terdapat perbedaan rerata indeks massa otot dengan parameter ALM/TB2 antara pasien yang frail dan yang tidak (6,54 (1,01) Kg/m2 vs 7,03 (0,91) Kg/m2; p=0,01), namun tidak halnya dengan ALM/IMT (p=0,72). Tidak terdapat hubungan yang bermakna baik antara kejadian sindrom frailty dengan indeks massa otot ALM/TB2 (PR 2,03; 95% IK 0,80-5,15; p=0,13) maupun ALM/IMT (PR 5,09; 95% IK 0,45-58,06; p=0,2). Dari analisis multivariat faktor perancu didapatkan hubungan bermakna antara nutrisi (PR 3,67; 95% IK 1,59-8,49; p=0,02) dan status fungsional (PR 4,94; 95% IK 2,01-11,75; p=0,00) dengan kejadian sindrom frailty. Simpulan: Indeks massa otot yang rendah saja tidak dapat dijadikan faktor prediktif terjadinya sindrom frailty, melainkan perlu digabungkan dengan parameter lain seperti kualitas atau fungsi otot, status fungsional dan nutrisi. Penggunaan indeks massa otot dengan parameter ALM/TB2 lebih disarankan.
Background: Population ageing worldwide is rapidly accelerating along with development of frailty syndrome. A theoretical link between frailty and low lean mass has been established, and low lean mass as frailty predictor, but studies conducted show inconclusive result. Objectives: To obtain appendicular lean mass values among geriatric outpatients and its association with frailty status. Methods. Cross-sectional study conducted to elderly patients (≥60 years old) in the Geriatric Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital in April-June 2018. Each subject underwent anthropometric measurement, frailty evaluation using Cardiovascular Health Study (CHS) questionnaire dan lean mass measurement using dual energy X-ray absoprtiometry (DXA). Appendicular lean mass (ALM) measured was adjusted by height squared (ALM/ht2) and BMI (ALM/BMI) Results: The proportion of frail, pre-frail and robust according to CHS were 29,17%, 58,33% and 12,5% respectively. We found significant difference in ALM/ht2 between frail dan non-frail subjects (6.54 (1.01) Kg/m2 vs. 7.03 (0,91) Kg/m2; p=0.01) but nonsignificant result for ALM/BMI (p=0.72). No association was found between frailty and muscle mass index of ALM/ht2 (PR 2.03; 95%CI 0.80-5.15; p=0.13) or ALM/BMI (PR 5.09; 95% CI 0.45-58.06; p=0.2). From multivariate analysis, there was significant association between nutritional status (PR 3,67; 95% CI 1,59-8,49; p=0,02), functional status (PR 4,94; 95% CI 2,01-11,75; p=0,00) and frailty. Conclusion: Low lean mass alone cannot be used as predictive factor for frailty syndrome, further analysis using another parameter such muscle's quality or function, nutritional status and functional status are needed. This study supports ALM/ht2 as chosen muscle index.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library