Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Katharina Ester
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini terdapat perbedaan pendapat tentang kewajiban Kontraktor di bidang panas bumi untuk melakukan kewajiban participating interest dan kewajiban bonus produksi. Skripsi ini membahas apakah kewajiban participating interest menurut Permentamben No. 10 Th. 1981 dan kewajiban bonus produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014 adalah kewajiban yang sama. Selain itu, apakah Kontraktor dalam JOC Sarulla juga wajib melaksanakan kewajiban bonus produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewajiban participating interest menurut Permentamben No. 10 Th. 1981 dan kewajiban bonus produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014 merupakan kewajiban yang berbeda. Perbedaan ini didasarkan pada tujuannya, subyek yang menerima manfaatnya, dan syaratnya. Oleh karena itu, kontraktor juga wajib memberikan bonus produksi selain kewajiban participating interest. Adapun Kontraktor dalam JOC Sarulla wajib memberikan produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014 karena berdasarkan asas kedaulatan, Kontraktor yang merupakan pihak dalam JOC Sarulla tetap terikat dengan ketentuan dalam hukum nasional dan perubahannya sesuai dengan tempat pelaksanaan kontrak. Namun, Pertamina tidak dapat mengubah JOC Sarulla kontrak secara sepihak. Tetapi, berdasarkan paham rebus sic stantibus yang menyatakan bahwa dalam hal salah satu pihak sulit melaksanakan kewajibannya, pihak tersebut dapat meminta dilakukannya negosiasi ulang dan memasukkan ketentuan baru. Dalam hal ini, dengan terbitnya UU Panas Bumi ini adalah suatu perubahan keadaan yang menyebabkan Pertamina juga tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam kontrak. Oleh karena itu, agar Pertamina dapat melaksanakan kewajibannya dalam kontrak dan kontraktor dapat dibebankan kewajiban baru menurut UU No. 21 Tahun 2014 maka kontrak perlu di negosiasi ulang.
ABSTRACT
Currently, there is a different opinion regarding the Contractor's obligation in geothermal sector to perform the obligations of participating interest and to provide a production bonuses. This paper analyzes whether the obligations of participating interest according to Permentamben No. 10 Yr. 1981 and obligation of production bonuses according to Law No. 21 Yr. 2014 is the same obligation. Furthermore, whether the Contractor in JOC Sarulla also required to perform the obligations of production bonus according to Law No. 21 Yr. 2014. This paper used normative juridical research. The results showed that the obligations of participating interest by Permentamben No. 10 Yr. 1981 and production bonus obligations according to Law No. 21 Yr. 2014 is a different obligation. The difference is based on the objective, the subject receives the benefits, and the conditions. Therefore, contractors are also required to provide a production bonus in addition to the obligations of participating interest. The Contractor shall provide the JOC Sarulla production according to Law No. 21 Yr. 2014 because based on the principles of sovereignty, the Contractor which are parties to the JOC Sarulla remains bound by the provisions of national law and its changes in accordance with a contract execution. Nevertheless, Pertamina can not change JOC Sarulla contract unilaterally. However, based on the rebus sic stantibus principle which states that in case one of the parties is difficult to perform its obligations, such parties can request a renegotiation and inserting new provisions. In this case, with the enactment of Law No. 21 Yr. 2014 is a change in the circumstances that led Pertamina also not be able to perform its obligations under the contract. Therefore, in order that Pertamina can perform its obligations under the contract and the contractor be charged on new obligations under the Law No. 21 Yr. 2014, the contract needs to renegotiating.
2017
S65865
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eleonora Desiree Vandarina
Abstrak :
Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana perusahaan melakukan tindakan melindungi kawasan konservasi dalam memanfaatkan tenaga panas bumi untuk penggunaan tidak langsung. Energi panas bumi telah diakui sebagai energi bersih yang berpotensi untuk diganti batubara, tetapi sampai sekarang penggunaannya belum dioptimalkan karena ada hambatan pengembangan panas bumi. Tenaga panas bumi banyak ditemukan di kawasan konservasi yang bertentangan dengan konservasi lingkungan. Hukum Panas Bumi Energi No. 21 Tahun 2014 membawa perspektif baru di mana pemanfaatan panas bumi tidak lagi dipahami sebagai aktivitas penambangan, yang kemudian membuka peluang bagi perusahaan untuk mengembangkan proyek panas bumi untuk memasok kebutuhan energi masyarakat. Dalam kegiatan operasionalnya, proyek - proyek panas bumi juga dapat membawa manfaat tambahan untuk perusahaan yang berpartisipasi dalam mekanisme pembangunan bersih, sedang diverifikasi oleh UNFCCC. Selain itu, pemanfaatan panas bumi di kawasan konservasi juga harus seimbang dengan cara pelestarian lingkungan. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang energi bersih, perlindungan kawasan konservasi harus diprioritaskan dan juga memerlukan tambahan proyek mekanisme pembangunan bersih. Untuk mengatasi lainnya Kendalanya, pemerintah mungkin juga merancang kebijakan baru tentang panas bumi harga listrik, yang responsif terhadap warga dan juga perusahaan.
This research will discuss about how companies take action to protect conservation areas in utilizing geothermal power for indirect use. Geothermal energy has been recognized as clean energy that has the potential to be replaced by coal, but until now its use has not been optimized due to obstacles geothermal development. Geothermal power is commonly found in conservation areas that conflict with environmental conservation. Geothermal Energy Law No. 21 of 2014 brings a new perspective on where geothermal utilization is it is no longer understood as a mining activity, which then opens up opportunities for companies to develop geothermal projects to supply community energy needs. In its operational activities, geothermal projects can also bring additional benefits to companies participating in the clean development mechanism are being verified by the UNFCCC. In addition, the use of geothermal energy in conservation areas must also be balanced with environmental preservation. As a company engaged in the clean energy sector, protection of conservation areas must be prioritized and also require additional clean development mechanism projects. To overcome other constraints, the government might also design new policies on geothermal electricity prices, which are responsive to citizens and also companies.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Widowati
Abstrak :
ABSTRAK
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan panas bumi diperlukan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik good corporate governance dalam pengusahaan pertambangan panas bumi dan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang abuse of power Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi telah membagi kewenangan pengusahaan panas bumi dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi telah diserahkan kepada Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota sesuai dengan kewenangannya yang disesuaikan dengan wilayah administrasi dimana potensi panas bumi tersebut berada Meskipun kewenangan pengusahaan panas bumi telah dibagi sampai dengan Pemerintah Daerah namun perlu diingat bahwa dimilikinya kewenangan dalam pengusahaan panas bumi juga mewajibkan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pengawasan langsung dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan usaha pertambangan yang diterbitkannya tersebut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah Pusat memiliki tugas dan wewenang pula untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten kota Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 telah memberikan pula kewenangan kepada Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan panas bumi yang dilakukan oleh Gubernur Bupati dan Walikota Namun sayangnya pembagian kewenangan tersebut tidak diikuti dengan pengaturan mengenai sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewenangannya sesuai peraturan perundang undangan Hal yang demikian kiranya yang melatarbelakangi permasalahan terkait dengan pelaksanaan kewenangan pengelolaan sumber daya alam pada umumnya dan pengelolaan panas bumi pada khususnya kepada Pemerintah Daerah Kata kunci kewenangan panas bumi pembinaan dan pengawasan
ABSTRACT
Guidance and supervision of the implementation of the geothermal mining is necessary in order to realize good governance corporate governance in geothermal exploitation and to avoid abuse of power abuse of power Law No 27 Year 2003 on Geothermal has divided authority and publishing exploitation of geothermal Geothermal Mining Permit has been submitted to the Central Government Provincial Government and Regency City in accordance with the authority which is adapted to the administrative area where the geothermal potential located Although geothermal concession authority has been divided up by the regional government but keep in mind that it has the authority in geothermal exploitation also requires local governments to carry out direct supervision and is responsible for the implementation of the issuance of the mining business Law No 32 Year 2004 on Regional Government provides that the Governor in his capacity as representative of the Central Government also has the duty and authority to provide guidance and oversight for the regional administration of the district city Law No 27 of 2003 has also authorizes the Minister to direct and supervise the operation of the geothermal mining is done by the Governor the Regent and the Mayor But unfortunately the division of powers is not followed by sanctions for the regulation of local governments that do not run the appropriate authority legislation It is thus presumably the underlying problems associated with the implementation of natural resources management authority in general and in particular the management of geothermal energy to local government Keywords authority geothermal guidance and supervision
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library