Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tien Handayani Nafi
Abstrak :
ABSTRAK
Keberadaan GBI-Bethany, Jakarta sebagai salah satu bentuk gereja yang berciri fundamentalisme memiliki kesamaan dengan apa yang diprediksi Toffler dan Naisbitt-Aburdene. Gereja yang memiliki semboyan Succesful Bethany Families dan menekankan pada ciri Praise and Worships ini didirikan oleh Pendeta Niko Nyotorahardjo pada tanggal 4 September 1988 di Jakarta. Dalam kurun waktu enam tahun GBI-Bethany, mampu menarik perhatian umum khususnya di kalangan umat Kristen sendiri, karena perkembangannya yang begitu cepat, baik dari jumlah umat yang datang maupun persebaran gerejanya. Hal ini banyak menimbulkan sikap pro dan kontra terhadapnya.
Penelitian yang bersifat studi kasus ini menggunakan teori Berger-Luckman dengan metode kualitatif, yang dalam hal ini data diperoleh melalui studi dokumentasi dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaimana institusi lainnya, GBI-Bethany Jakarta terbentuk sebagai hasil dari proses dialektik eksternalisasi-obyektivasi dan internalisasi. Gereja ini berkembang karena individu dan umat berhasil membentuk suatu makna baru yang mampu memikat seluruh umat gereja itu.
Makna baru yang dimaksud ialah bahwa umat dapat memperoleh kesuksesan hidup bukan hanya secara rohani tetapi juga jasmani, bukan saja nanti kalau sudah mati tetapi juga saat sekarang ini. Kedua hal tersebut dicari oleh semua orang yang hidup, lebih-lebih oleh mereka yang sedang mengalami frustasi hidup atau bimbang karena nilai-nilai materi yang tidak pernah dapat memberikan kebahagiaan pada manusia. Ada satu syarat yang harus dipenuhi oleh umat untuk mencapai "kesuksesan hidup" yaitu hidup taat secara mutlak dan tidak kompromi terhadap semua yang tertulis di dalam Alkitab.
Makna baru di atas diusahakan oleh para fungsionaris gereja untuk diinternalisasikan kepada umat melalui seluruh kegiatan gereja, sarana dan fasilitas yang mereka pergunakan, Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa telah terjadi proses habitualisasi dan tipifikasi sampai ketahap institusionalisasi pada GBI-Bethany, Jakarta.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Kurniady
Abstrak :
ABSTRAK
Samuel Huntington dalam "the Clash of Civilazation" menyebutkan signifikansi budaya dalam menganalisa fenomena hubungan internasional pasca perang dingin. Begitupun kontemplasi dari Francis Fukuyama dan Barry Smart menyebutkan faktor-faktor budaya cukup berperan dalam interaksi antar bangsa pasca perang dingin.

Produk para ilmuan di atas telah membangkitkan keingintahuan penulis mengkaji fenomena hubungan internasional dalam konteks signifikannya budaya dalam interaksi antar bangsa. Fenomena hubungan internasional yang akan menjadi fokus perhatian di dalam studi ini adalah munculnya kekuatan Islam sebagai alternatif penyaring kebudayaan Barat. Samuel Huntington telah menyebutkan bahwa Kebudayaan Barat telah mengalami pergeseran pengaruh dan berusaha mereidentifikasikan diri dan mereinventarisasikan kembali pengaruh besarnya. Dalam proses tersebut kebudayaan Barat menemukan munculnya kekuatan baru dan berhadapan dengan kebudayaan Islam dan Cina. Pengaruh kebudayaan ini cukup besar, yaitu sebagai pembanding dari kebudayaan Barat. Realita yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan beberapa negara Islam lainnya ternyata telah menghadapkannya pada posisi yang berlawanan dengan kepentingan Barat. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Aljazair, Revolusi Islam Iran, Libia, Iraq dan masyarakat di negara-negara Islam lainnya seperti Palestina memiliki kecenderungan untuk menolak kebudayaan Barat. Mereka secara relatif mungkin dapat menerima modernisasi tetapi tidak berarti harus menerima kebudayaan Barat itu. Keengganan mereka merupakan merupakan response akibat mengemukanya ketidakadilan dan dominasi yang dilakukan pihak Barat dalam interaksi internasional.

Dari paparan kerangka teoritis di atas, penulis mencoba merumuskan masalah penelitian , yaitu "Apakah Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel' dalam perjanjian Palestina Israel (1991-1993) ?" Dengan bertujuan untuk memahami bahwa dalam studi hubungan internasional, faktor-faktor di luar power atau keamanan konvensional dapat mempengaruhi hubungan antar negara. Salah satu faktor itu adalah pengaruh dari budaya (agama). Dalam penelitian ini juga akan menyangkut persepsi terhadap unsur budaya yang merupakan Fundamentalisme Islam yang akan dilihat keterhubungan antar variabelnya dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, maka penulis mencoba mengaplikasikan model sistemik dengan metode penelitian "content analysis" untuk mencari hubungan pengaruh antara kedua variabel penelitian itu melalui verifikasi hipotesa.

Hasil penelitian ini adalah bahwa Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel. Sementara itu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Peta Fundamentalisme Islam, mulai sumbernya di Barat sampai imbasnya dalam bentuk Fundamentalisme Lokal, menunjukkan persoalan fundamentalisme ternyata amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi, tidak hanya faktor sosial ekonomi tapi juga politik dan budaya.

Studi-studi tentang Fundamentalisme Islam seharusnya mendapat tempat yang besar di dalam kerangka pemikiran para peneliti oleh karena dewasa ini muncul fenomena Islam dalam hubungan internasional yang dapat mempengaruhi hubungan antar negara.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulaeman
Abstrak :
Invasi Amerika di Irak dilatarbelakangi oleh asumsi kepemilikan senjata pemusnah massal, keterlibatan Rezim Saddam dengan jaringan teroris internasional, dan usaha membangun sebuah pemerintahan yang demokratis. Hal ini menjadi perlu bagi Amerika, mengingat Saddam mempunyai track record yang buruk dengan masyarakat internasional. Tindakan ofensifnya pernah menyulut perang delapan tahun dengan Iran (1980-1988) dan juga invasi Kuwait (1990) yang berakhir dengan keikutsertaan tentara multinasional di Irak. Hancurnya World Trade Centre-New York, 11 September 2001, penyerangan Markas Militer dan Intelejen Amerika-Pentagon merubah perspektif Amerika terhadap pentingnya menjaga kedaulatan (souverignity), keamanan (security) was tindakan-tindakan teror yang tidak manusiawi, kalau tidak mau disebut biadab. Berubahnya arah kebijaksanaan luar negeri Amerika dari containment (penangkalan) dan deterrence (penangkisan) menjadi preemptive strike (serangan dini) dan defensive intervention (intervensi defensif) lebih dipicu oleh jatuhnya rival ideologi-militer Amerika, Uni Soviet tahun 1989 dan juga pencarian "new enemy" sebagai upaya balance of power. Kehadiran tentara penundukan yang dipimpin oleh Amerika di Irak berhasil menjatuhkan Rezim Saddam, 9 April 2003. Akan tetapi, situasi dan kondisi ini justeru melahirkan permasalahan baru, yaitu (I) suasana chaos dan (2) perebutan kekuasaan dari tiga faksi politik di Irak, yaitu Syi'ah (Irak Selatan), Sunni-Arab (Irak Tengah) dan Sunni-Kurdi (Irak Utara). Jatuhnya pemerintahan sementara ke dalam tiga faksi tersebut disambut Amerika dengan tindakan politis dan militer. Amerika justru membentuk Pemerintahan Sipil untuk Irak (CPA) kemudian CPA yang dipimpin oleh Amerika membentuk Dewan Pemerintahan Sementara Irak. Tidak hanya itu tentara penundukan pun berusaha melenyapkan penguasa-penguasa sementara Irak tersebut dengan kekuatan militer. Munculnya tentara al-Mahdi sebagai representasi Muslim Syi'ah (Irak Selatan) yang berpusat di Najaf dan Karbala begitupun juga gerakan Tawhid wal Jihad (gerakan jihad internasional) yang berkolaborasi dengan fundamentalis Islam Sunni di Irak Tengah, Falujah, sebagai fenomena yang wajar dan logis mengingat hak menentukan nasibnya sendiri (self determination) yang tidak bisa dimonopoli oleh bangsa ataupun negara manapun, apalagi Amerika. Baik tentara al-Mahdi maupun gerakan Tawhid wal Jihad mempunyai tujuan yang sama, yaitu tegaknya pemerintahan Islam dan supremasi hukum Islam di Irak. Dengan demikian, penulis mencoba mendeskripsikan bentuk dan proses perjuangan kedua gerakan tersebut melalui paradigma positifisme, pendekatan studi kasus dan setting sejarah setelah jatuhnya era Saddam yang dibatasi hingga 30 Januari 2005 bertepatan dengan pemilu pertama di Irak post-Saddam.
The alleged possession of mass destruction weapons and involvement of the Saddam Regime in an international terrorist network and the establishment of a democratic government have been the major backgrounds or assumptions enforcing the United States and its alliances to carry out a massive invasion to Iraq. Saddam regime's bad track records in the international communities' eyes, including its provocation triggering the 8- year war between Iraq and its neighboring country, Iran (1980-1999), and its invasion to another neighboring country, Kuwait, which was ended up by the presence of multinational troops in Iraq, had been another justification for the US to invade Iraq. Terrorists' attacks to the World Trade Center-New York, on September 11, 2001, and to the US Military and Intelligence Headquarters in Pentagon have changed the way of how the USA views its sovereignty and security and terrorists' inhuman and cruel attacks. But actually, the US Government changes its international policies from containment and deterrence to preemptive strikes and defensive intervention were triggered more by the fall of the US' ideological and military rival, the Soviet Unions in 1989, and by the will to seek a "new enemy" for balance of power. The presence of the US-led aligned troops in Iraq has successfully ousted the Saddam Regime in April 9, 2003. Sadly, this new situation and condition have resulted in the birth of two new complicated problems, i.e. chaotic situation in Iraq and power struggle among three major factions in Irak, namely Shia (in South Iraq), Sunni-Arab (in Central Iraq) and Sunni-Kurds (in North Iraq). The US responded the fall of power to three factions with political and military actions. The US formed the Coalition Provisional Authority (CPA). Afterwards, the US--led CPA established Iraqi Interim Government. Further, the aligned forced have tried to use their military power to exterminate those temporary rulers in Iraq. The emergence of al-Mahdi Army representing Shiite (South Iraq) and having its central power in Najaf and Karbala and Tawhid wal Jihad (International Holly War Movement) are having collaboration with Sunni Islamic fundamentalists in Central Iraq. Falujah, is a logical phenomenon due to the self determination right that cannot be monopolized by any nation or country, let alone the United States of America. Both al-Mahdi and Tawhid wal Jihad militia have the same objective, Le. to establish Islamic government and to uphold Islamic law supremacy in Iraq. The writer tries to describe the formation and struggle of both movements by using positivism paradigm and a case study approach. The post-Saddam historical setting will be limited until January 30, 2005, when the first post-Saddam election was held.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Fatoni
Abstrak :
Fundamentalisme bukanlah sebuah fenomena yang tunggal dan berdiri sendiri tetapi lebih dari itu, ia merupakan sebuah konsep atau ideologi yang berakar dari gejala-gejala sosial dan keagamaan. Fenomena fundamentalisme adalah sebuah konsep atau ideologi yang dibangun dan berakar pada teologi. Teologi disini berlaku secara umum, baik itu Islam, Kristen dan Yahudi. Timbulnya gejala teologis ini di sebabkan oleh aspek yang menyangkut kehidupan masyarakat daiam menyikapi sisi keberagamaan masyarakat dunia. Tak dapat di pungkiri juga dalam konteks pemahaman dan pembahasan ini adalah fenomena yang menyangkut kebangkitan Islam (fundamentalisme Islam) di Timur Tengah. Fundamentalisme Islam hadir dan tumbuh di negara Timur Tengah sebagai reaksi akibat produk modernitas yang terjadi di negara-negara Arab, ini yang telah menyebabkan situasi hidup manusia benibah. Di sinilah akhirnya fenomena munculnya fundamentalisme terkait erat dengan upaya kelompok atau masyarakat tertentu dalam upaya pencarian identitas diri. Karena fenomena munculnya fundamentalisme ini terkait erat dengan kelompok atau masyarakat tertentu dalam upaya pencarian identitas diri. Disisi lain fenomena ini adalah merupakan fenomena multidimensional yang ia merupakan produk lingkungan sosial, budaya, politik dan, ekonomi yang secara khas perwujudan dan spesifiksinya yang ditandai dengan faktor-faktor psikologis, kultural, religius, ekonomi, politik dan sejarah. Fenomena Hamas merupakan salah satu dimensi gerakan yang terkait dengan wacana ideologi dan fenomena yang ada dan berlangsung di sebagian besar negara Timur Tengah tersebut. Berdasarkan perspektif inilah dapatlah di ambil kesimpulan bahwa fenomena kemunculan dan gerakan Hamas sebagai gerakan fundamentalisme Islam yang ada di Palestina terkait dan terinspirasi oleh adanya sejumlah faktor yang melatarbelakanginya. Di antara beberapa faktor itu adalah : 1. Adanya kekecewaan yang sangat dalam dari rakyat Palestina terhadap pemerintah, dalam hal ini otoritas pemerintahan Palestina (PLO). Atas segala tindakan yang pernah dilakukan sehingga rakyat semakin diliputi rasa ketakutan, kelaparan, kesengsaraan dan bahkan penindasan. Terutama mereka yang hidup dibawah tenda-tenda pengungsian 2. Situasi dan kondisi kehidupan rakyat Palestina yang tidak menentu dan tidak jelas, diliputi rasa kebimbangan dan adanya rasa tidak aman yang wring muncul. 3. Penolakan rakyat Palestina terhadap keberadaan pendudukan bangsa Israel di bumi Palestina. Tindakan pendudukan ini merupakan sebagai bentuk imperialisme dan kolonialisme jenis baru yang hadir pada abad 20 ini 4. Hamas dan gerakannya merupakan altematif baru dari sebuah sistem gerakan yang telah ada sebelumnya sebagai implementasi gerakan perjuangan rakyat Palestina untuk membebaskan belenggu penjajahan dari bangsa Israel. Sedangkan faktor-faktor yang menimbulkan gerakan Hamas diidentikkan sebagai gerakan fundamentalisme Islam disebabkan oleh hal berikut ini yaitu faktor internal; meliputi masalah dalam negeri Palestina dan adanya kebangkitan Islam di Palestina. Sedangkan faktor eksternal meliputi adanya kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat, permasalahan internasionalisasi Yerusalem dan adanya ketegangan dan konflik dengan Zionisme. Demikianlah gambaran awal sementara serta kesimpulannya tentang fenomena gerakan fundamentalis Islam di Palestina, dan itu tercermin pada gerakan Hamas.
Fundamentalism is not a self supporting and single phenomenon, but rather from that, he represent a ideology or concept taking root from religious and social symptom. Fundamentalism phenomenon is an ideology woke up or concept and take root [at] theology. Theology here goes into effect in general, that goodness of Islam, Christian and Jew Incidence of this theology symptom caused by aspect which concerning to the life of society in side attitude believed in world society. Cannot be denied also in understanding context and this solution is phenomenon which concerning Islam evocation (Islam is fundamentalism) in the Middle East The Islamic Fundamentalism attends and grows in the Middle East state as reaction of effect of modernity product that happened in Arabic nations, this case has caused human life situation change. Here, finally appearance fundamental phenomenon related to group effort or certain society in the effort of seeking x'self identity. Because the appearance of fundamentalism with certain society or group in the effort seeking of x'self identity. In the other hand this phenomenon is multidimensional phenomenon which product of social, cultural, economic and politic which characteriscally, materialization and its of specification marked with psychological factors, cultural, religion, economic, political and history. Phenomenon Hamas represent one of the movement dimensions which related to ideology discourse and existing phenomenon and take place in this part of in the Mid-East state. Based on perspective can be taken conclusion that appearance and Hamas movement as Islam fundamentalism movement exists in Palestine and inspirationally caused by existence of a number of factor. Some of the factor: 1. Existence of very disappointment from Palestinian government, in this case Palestinian Liberalation Authority ( PLO). To the all action which have been done so that people progressively in a condition of feel fear, hunger, miserable and even grind. Especially for them that live in evacuation tents. 2. Situation and condition of Palestinian life which uncertain and is ill defined, in a condition of feel anxiety and existence of feeling unpeaceful which often emerge. 3. Palestinian denied to the existence Israel nation under the sun Palestinian. Occupying Israel nation represents as imperialism form and new type colonialism attending this century 4. Hamas and movement represent new alternative from a movement system which have preexisted as Palestinian struggle movement implementation to free colonization shackle from Israel nation. While factors generating Hamas movement identifies as Islam fundamentalism movement caused by some factor that is internal factor, covering Palestinian country internal issue and existence of Islam evocation in Palestinian. While external factor cover the political policy existence abroad United States; problems of Yerussalem internationalization and existence of conflict and stress with Zionism. This is the description a conclusion about fundamentalism movement phenomena is Palestine. And this appears to Hamas Movement in Palestine.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Choiriyah Fajriyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Fenomena dakwah yang tersebar di berbagai platform media sosial serta turut diproduksi oleh para pendakwah Islam (ustadz) saat ini tengah berupaya untuk merangkul pengikut dakwah yang berasal dari golongan muda. Organisasi Shift-Pemuda Hijrah yang dikelola oleh Ustadz Hanan Attaki bersama rekan tim adalah contoh bagaimana fenomena tersebut berlangsung. Studi-studi mengenai dakwah digital di media sosial terdahulu menjelaskan bahwa proses bekerjanya fenomena tersebut dilakukan melalui adanya tawaran berupa format konten dakwah dengan orientasi baru yang diproduksi di dalamnya. Guna memperkaya studi-studi sebelumnya, bagi peneliti, fenomena kemunculan dakwah digital di media sosial lebih dari sekedar penjelasan atas fenomena tersebut melalui format konten yang ditawarkan. Dalam penelitian ini, peneliti berargumen bahwa gerilya dakwah digital Shift-Pemuda Hijrah merupakan gerakan sosial yang dilakukan sebagai upaya guna mentransformasi struktur secara kultural lewat framing Islamisme pada pemuda. Melalui observasi, wawancara mendalam, serta data visual, peneliti menyimpulkan bahwa berbaurnya Shift-Pemuda Hijrah dalam penggunaan jaringan komunikasi di kegiatan dakwahnya, berbaur dalam ruang urban, serta mengikuti tren konsumsi, dapat membangun intepretasi atas aktivisme gerakannya dalam penguatan nilai-nilai Islam yang memungkinkan adanya mobilisasi atas berbagai representasi dan mampu mentransformasi struktur secara kultural.
ABSTRACT
The phenomenon of Islamic preach that has been spread across various social media platforms and being produced by Islamic preacher (ustadz) itself is trying to embrace followers from the younger generation. The Shift-Pemuda Hijrah managed by Ustadz Hanan Attaki and his team is an example of how the phenomenon has took place. Previous studies explained that this phenomenon was carried out through a process of a preach form which offers new orientation within its production. However, this study argues that the propagation of Shift-Pemuda Hijrahs digital preach is a form of social movement as an effort to transform the existing structures with cultural aspects through Islamism as framing within its movement on youth. Through observation, in-depth interviews, as well as visual studies, this study finds that the use of the communication networks in the preach activities, blended in the urban space, and following consumption trends, could help the movement build interpretations in order to strengthening Islamic values within the youth lifestyle, which possibly mobilize various representations and transform the existing social structures through cultural aspects.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baso
Jakarta: Erlangga, 2006
297.09 AHM n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chaider S. Bamualim
Jakarta: Center for the Study of Religion and Culture (CSRC), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007
297 CHA f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman, Fazlur
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000
297.8 FAZ g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Azhari Akmal
Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008
297 TAR j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Karman
Abstrak :
Indonesia adalah negara yang demokratis. Oleh karena itu, Indonesia menyelenggarakan proses pemilihan umum sejak 1955 dan kemudian dilaksanakan secara periodik dengan keragaman kultur melahirkan sikap yang beragam pula terhadap demokrasi, salah satuny adalah ekspresi penolakan terhadap demokrasi. Kelompok yang gencar melakukan penolakan demokrasi adalah Hizbut Tahrir Indonesia. Penolakan terhadap demokrasi diartikulasikan melalui media online. Tulisan ini berusaha menemukan frame-frame yang muncul di situs HTI terkait dengan diskursus demokrasi. Metode penelitian ini adalah analisis isi kualitatif pada konsep agenda setting theory. Dalam mencari berita, penelitian ini menggunakan kata-kata kunci: 'pemilihan umum", "demokrasi". Hasil penelitian menemukan 4 (empat) frame utama situs HTI, yaitu(1) frame demokrasi sebagai alat penjajagan kapitalisme dan kolonialisme; (2) frame pemerintah Indonesia sebagai anak penjajah (3) frame demokrasi sebagai tameng orang nonmuslim; (4) frame demokrasi sebagai sistem yang menyengsarakan rakyat. Dalam penelitian ini tidak dikaji topik-topik yang sebenernya menarik, namun karena keterbatasan metode yang digunakan, ini tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, untuk kajian selanjutnya perlu dilakukan pendalaman mengenai masalah ini. Cakupan juga tidak hanya dibatasi pada HTI tapi organisasi lain.
Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan sumber daya manusia kementrian komunikasi dan informatika, 2015
384 JPPKI 6:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>