Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Widarto
Abstrak :
Sejarah kemerdekaan pers di Indonesia dalam perkembangannya telah mengalami pasang surut yang tidak terlepas dari dinamika kehidupan politik di Indonesia. Dan hal ini pada gilirannya mempengaruhi hakekat pers bebas dan bertanggung jawab itu sendiri. Bahkan dengan digantikannya UU No. 21 tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tenting Pers telah terjadi perubahan sistem pertanggungjawaban pers. Mengingat hal ini penulis berkeinginan menuangkan fenomena tersebut ke dalam suatu tulisan yang berjudul "Analisis Kritis Terhadap Perkembangan Pers bebas Dan Bertanggung Jawab Di Indonesia Pada Era Refarmasi". Penulisan ini bersifat deskritif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumen, serta menggunakan metode analisis kualitatif Berdasarkan hasil analisis dapat dikemukakan di era reformasi pengawasan terhadap pers oleh pemerintah melemah dengan ditiadakannya penyensoran, pembredelan, dan SIUPP yang barhubungan langsung dengan kebebasan pers. Dan di sisi lain kode etik sebagai pencerminan pers yang bertanggung jawab yang dimiliki oleh insan pers belumlah m.erupakan bagian yang terintegral pada setiap diri insan pers. Kondisi ini diperparah dengan ketidakpahaman pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya dengan pers sebagai akibat pemberitaannya yang dirasakan merugakan, baik melalui lembaga hak jawab, melalui jalur hokum, maupun menggunakan Dewan Pets sebagai mediator. Hal inilah yang menyebabkan kemerdekaan pers di era reformasi cenderung menjadi "kebebasan pers". Sehingga, dapat dikatakan fungsi kebebasan pers di era reformasi mendahului fungsi pers yang bertanggung jawab. Perihal limitasi kebebasan nears dalam wujui.i peraturan pidana yang diatur baik di dalam KUHP dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan penceminan bahwa kebebasan pers tidaklah bersifat absolut, namun dibatasi peraturan-peraturan pidana yang harus memenuhi syarat limitatif dan syarat demokratis. Adapun, peraturan-peraturan pidana tersebut dapat digolongkan ke dalam 6 (lima) bagian. Dan keenam peraturan pidana tersebut dapat diategorikan sebagai suatu pembatasan yang bersifat universal, karena telah sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Konvensi Internasional Tentang Kebebasan Alas Informasi. Sedangkan perihal sistem pertanggunjawaban pidana pers, telah terjadi tiga kali perubahan dengan dua sistem pertanggungjawaban pidana pers selaina ini, Diawali dengan sistem pertanggungjawaban pidana pers berdasar KUHP yang menitikberatkan pada ajaran penyertaan dan kesalahan. Dengan berlakunya UU No. 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, maka sistem pertanggungjawaban pidana pers bersifat "air terjun/waterfalls system" yang bersifat fiktif dan suksesif. Dan akhirnya berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers sistem pertanggungjawaban pers kembali didasarkan pada KUHP yang menitikberatkan pada unsur kesalahan dan penyertaan.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fefriza Ilzar
Abstrak :
Euforia kebebasan pers yang berlangsung di era reformasi (pasta Orde Baru), selain memberikan angin segar bagi kehidupan demokrasi dan rakyat Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif sebagai akibat dari penyelenggaraan pers yang terlalu antusias atau berlebihan-lebihan. Tesis ini berusaha mengkaji persoalan tersebut dengan fokus: jaminan pemerintah/negara terhadap aktivitas praktisi pers yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, penyelenggaraan pers: apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan selaras pula dengankode etik jurnalistik; implikasi kebebasan pers bagi kehidupan nyata bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan menawarkan alternatif pemikiran bagi perbaikan penyelenggraan pers di tanah air agar tidak memberikan implikasi negatif. Untuk sampai pada tujuan tersebut digunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data: wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah informan yang berasal dari kalangan praktisi pers, pakar komunikasi, pakar psikologi sosial, politisi (anggota DPR) dan aktivis media watch dengan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengorganisasikan, mengkategorikan, menemukan tema dan ide-ide, dan kemudian disajikan secara deskriptif. Analisis data atas temuan-temuan di lapangan menunjukkan beberapa kesimpulan panting sebagai berikut: Sejak pemerintahan Presiden BJ Habibie, di Indonesia berlangsung reformasi pers yang ditandai oleh kebebasan pers. Namun kebebasan tersebut masih berlangsung semu. Kebebasan pers dinodai sikap emosional crew pers dalam menurunkan berita, sehingga bermunculan berita-berita bombastis, sensasional, tendensius, provokatif, fitnah, caci maki, eksploitasi pronografi, menafikan fairness dan akurasi, sehingga pers kehilangan profesionalitas dan berjarak dengan etika jurnatistik, bahkan kerap melakukan trial by the public.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Novianto Sofnir
Abstrak :
Tesis ini merupakan penelitian terhadap kebebasan pers di Amerika. Penelitian difokuskan kepada sebuah kasus pengadilan yaitu Onassis v. Galicia di United States District Court, Second Circuit, Southern District of New York. pada tanggal 13 September 1973. Permasalahan dari penelitian ini adalah peliputan berita yang dilakukan dengan melanggar hak pribadi dapat membatasi kebebasan pers. Pembatasan kebebasan pers disini adalah pada peliputan berita terhadap seorang figur publik yang bernama Jacqueline Onassis beserta kedua anaknya. Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah landasan teori demokrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian yang ditemukan pada tesis ini adalah peliputan berita sebagai bagian dari kebebasan pers harus dibatasi pada saat dilakukan dengan melanggar hak pribadi. Pelanggaran ini dibuktikan dengan akibat-akibat yang harus ditanggung oleh seorang figur pubik Jacqueline Onassis beserta kedua anaknya yaitu hilang reputasi, harga diri dan dipermalukan. Pada tesis ini juga ditemukan jawaban posisi kepentingan hak pribadi diposisikan lebih tinggi dibandingkan dengan kebebasan pers. Hal ini yang kemudian menyebabkan kebebasan pers pada isu peliputan berita harus diberikan batasan-batasan. Jawaban ini memperlihatkan berdasarkan filosofi demokrasi penekanan hak ada pada individu dan bukan pada kelompok tertentu. Alasannya adalah kepentingan atau unsur individu adalah yang menghidupi kepentingan atau unsur masyarakat. Maka pada saat kebebasan pers yang merupakan representasi kepentingan masyarakat melanggar hak pribadi, maka secara tidak langsung kepentingan atau unsur masyarakat telah menciderai kepentingan atau unsur individu. The Restrain of The Freedom of the Press in the case Galicia v. Onassis in 1973 at New YorkThis thesis is study on the press freedom in America. The main focus on this research is the case of Galicia v. Onassis at United States District Court, Second Circuit, Southern District of New York, 13th September 1973. The main problem on this research is the newsgathering that violate the right of privacy may restrain the freedom of the press. The freedom of the press restrained by the court to the paparazzi. The main theory of this research is democracy and privacy. The method of this research is qualitative The main result of this thesis is the newsgathering as the part of the freedom of the press must be restrained when the freedom of the press violate the right of privacy. The violation can be seen by the risk that have to be accepted by the public figure Jacqueline Onassis, which are the loss of dignity, the loss of reputation and potential to lower his standing in the eyes of the public. On this thesis is also found that the position of the right of privacy is much higher than the position of the freedom of the press. That is the caused why the freedom of the press must be restrain especially in newsgathering. The answer is based on the philosophy of democracy; the right is on the nature of man and not in the nature of society. The reason is the nature of society is been supported by the nature of man. In the conclusion by the time the freedom of the press, which is the representation of the interest of the people, has violated the right of privacy, as a result the nature of society has violated the nature of man.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. J. Ardaneshwari
Abstrak :
Penelitian ini mengangkat paradoks nilai budaya yang terjadi dalam pers Amerika sebagai rnasalah pokok. Di satu pihak, pers menjunjung tinggi azas kebebasan dalam mencari dan menyebarkan informasi. Sementara di lain pihak, pers justru tidak menghormati kebebasan warga masyarakat dengan melanggar hak privasi. Paradoks tersebut menimbulkan konflik antara pers dan warga masyarakat. Konflik tersebut timbul karena masing-masing pihak merasa penggunaan haknya terganggu atau terancam. Pihak pers merasa berhak mencari beragam informasi dari beragam sumber dengan berbagai cara, sementara pihak masyarakat merasa memiliki hak privasi. Dalam proses pencarian informasi inilah timbul kemungkinan terjadinya pelanggaran hak privasi warga masyarakat. Jika ditelusuri lebih jauh, konflik tersebut berawal dari konsep nilai budaya yang sama, yaitu kebebasan. Penelitian ini dilakukan dengan asumsi dasar bahwa terdapat paradoksalitas dalam nilai budaya kebebasan dalam pers Amerika. Paradoksalitas itu terlihat dari terjadinya pelanggaran hak privasi sebagian warga masyarakat Amerika yang dilakukan oleh pers Amerika. Penulisan tesis ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa terjadinya konflik antara pers Amerika dan masyarakat Amerika merupakan akibat nilai budaya Amerika yang bersifat paradoks, dalam hal ini nilai budaya kebebasan. Metode penelitian utama yang digunakan adalah kajian literatur. Penelitian ini menggunakan metode interpretatif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan dan seleksi data dilakukan melalu riset kepustakaan serta sumber-sumber tertulis lainnya. Konsep-konsep serta teori-teori yang relevan dengan kebebasan pers Amerika, hak privasi serta nilai-nilai budaya Amerika, diambil dan direkonstruksi menjadi suatu kesatuan struktur logika yang utuh. Disimpulkan bahwa pers Amerika adalah bagian integral masyarakat Amerika jauh sebelum Amerika Serikat terbentuk menjadi negara merdeka. Para Bapak Bangsa Amerika telah menyumbangkan pemikiran mereka tentang konsep pers bebas. Konsep pers bebas Amerika adalah suatu hak yang dijamin secara konstitusional, yang ironisnya sejak awal telah diantisipasi sebagai faktor potensial pemicu konflik. Jelas terlihat bahwa bagi masyarakat Amerika, nilai budaya kebebasan merupakan sebuah konsep yang rumit dan sekaligus paradoksal. Fakta ini membuka peluang bagi kemunculan aneka konflik di tingkat aplikasi nilai budaya kebebasan tersebut. Salah satu bukti kongkretnya adalah konflik yang terjadi antara pers Amerika dan masyarakat Amerika dalam konteks pelanggaran hak privasi masyarakat oleh pers, yang merupakan topik kajian tesis ini.
This research discusses the paradox of cultural values in the American press as its main issue. While the press uphold the principle of freedom of information gathering and news publishing, they also have the potential to breach individual freedom by invading privacy rights. This paradox creates a conflict between the press and society, because both maintain that their rights for freedom have been violated. The press on the one hand argue that they have the right to find information from any sources by any means, whereas on the other hand members of society believe they have the right for privacy. During this information gathering process, possibilities of the press invading individual privacy arise. Ironically, this potential conflict is rooted in the same principle of freedom. The basic assumption of this research is the inherent paradox in freedom of the press in the United States that reflects the overall paradox of American cultural values. With the above assumption, this research aims to describe the relationships between the conflict of American press and American society, and the inconsistencies in American culture in general. Interpretive and qualitative approaches are used as the research methodology. Several literatures were selected and researched to extract relevant theories regarding freedom of the press, privacy rights, and American cultural values in general. These theories were then reconstructed to establish a coherent logical thought structure to answer the main question of this research. It is concluded that the American press has been an integral part of the American society long before America's Independence. The country's Founding Fathers had contributed their ideas about a free press. Therefore, the concept of a free press was guaranteed by the Constitution. Ironically, this concept has always been viewed as possessing a potential for conflict from the beginning. Obviously, for Americans, freedom is a cultural value that is both complex and inconsistent as a concept. On the level of application, this value opens up possible conflicts between press and society. The invasion of privacy by the press is only one example of these conflicts.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhasril Nasir
Abstrak :
ABSTRAK
Kajian tentang kebebasan pers adalah studi yang tak hentihentinya. Bukan saja disebabkan pemahaman kebebasan pers itu berbeda-beda di tiap-tiap masyarakat, tetapi makna kebebasan pers itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan suatu masyarakat. Sementara itu, konsep tentang kebebasan pers lebih statis karena mengikuti struktur sosial dan sistem politik yang sudah ada (structural-functionalism) yang sifatnya impersonal dan terlembaga. Proses interaksi (interactionism) antara perkembangan masyarakat dengan konsep kebebasan pers yang statis itu yang kemudian menghasilkan bentuk "peran pers" dalam kurun waktu tertentu. Jadi, peran pers dapat dikatakan sebagai hasil interaksi yang bersifat impersonal dan sekaligus personal. Disebut personal karena terdapat sifat subyektif di dalamnya, yaitu dari kalangan yang terlibat dalam proses interaksi itu: wartawan (pers), pejabat (pemerintah) dan anggota (masyarakat).

Dengan kata lain, ketiga unsur tadi, pers, pemerintah dan masyarakat selalu mempunyai persepsi masing-masing tentang makna kebebasan pers. Bagaimana mereka memandang, menerjemahkan atau mengartikan peran pars itulah yang dalam konteks ini disebut sebagai "realitas subyektif."

Dalam penelitian kali ini, bukanlah kajian sekali, gus tentang persepsi ketiga kalangan itu, tetapi hanya dari sudut pandang kalangan pers saja. Alasannya adalah, pertama, pers adalah pelaku utama dalam menciptakan kebebasan pers, kedua, pers semakin dibebani peran dan tanggungjawabnya diantara inelemahnya fungsi lembaga penyampai aspirasi masyarakat yang ada, seperti DPR. Ketiga, dalam kondisi dan situasi seperti di atas, pers kadangkala berada pada posisi terpojok yang sebagian disebabkan karena ketidaktahuan kalangan non-pers terhadap realitas yang dihadapi pers, dan sebagian lagi terdapatnya pergeseran persepsi kalangan pers sendiri dalam membawakan peran mereka.

Dengan menggunakan metode wawancara dan pendekatan kualitatif, penulis berusaha mendapatkan persepsi kalangan wartawan terhadap kebebasan pers dewasa ini dengan bertitik tolak pada kasus pembredelan tiga media tahun 1994: Tempo, Detik dan Editor. Mereka yang diwawancarai adalah wartawan senior termasuk wartawan dari ketiga yang dibredel itu.

Dari data yang diperoleh menunjukkan terdapatnya perbedaan persepsi kalangan pers terhadap kebebasan pers, terutama dalam mengaktualisasikan peran mereka dalam masyarakat. Yang menarik adalah, mereka tetap menganggap masih ada kebebasan pers di Indonesia meskipun dengan cara menciptakan "jalan tikus" agar terbebas dari rambu-rambu pembredelan. Mereka pun meyakini, kalau pemerintahan berganti kehidupan pers akan lebih baik dari pada sekarang.

Selain itu, ditemukan pula bahwa kalangan pers sudah cukup siap dan mempunyai kiat sendiri dalam menghadapi tekanan baik dari kalangan pemilik modal(owner) atau dari pemodal besar dalam menjaiankan perannya. Caranya, antara lain, membuat rubrik khusus untuk publikasi bisnis, memperkuat profesionalisme dan solidaritas internal.

Dari penelitian ini pun dapat disimpulkan bahwa pers jauh lebih siap dibandingkan pemerintah (termasuk birokrasi) dalam mengantisipasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Tidak transparannya alasan-alasan pembredelan terhadap tiga media di pertengahan 1994 itu salah satu bukti pula bahwa pemerintah telah menempakan dirinya sebagai penguasa yang sesungguhnya.





1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandjaitan, Hinca Ikara Putra, 1964-
Jakarta: Internews Indonesia , 2000
070.026 PAN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muis, A.
Jakarta: PTMarior Grafika, 1996
323.44 Mui k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muis, A.
Jakarta: PTMarior Grafika, 1996
323.44 Mui k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 2013
323.445 PRE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tjipta Lesmana
Jakarta: Erwin - Rika Press, 2005
323.44 TJI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>