Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rainda Cuaca
Abstrak :
ABSTRAK
Kebebasan berbicara merupakan hak asasi yang dilindungi hukum di Amerika Serikat sebagaimana tercantum dalarn Bill of Rights. Grup musik country the Dixie Chicks menggunakan hak mereka untuk berbicara untuk menyatakan ketidak setujuannya terhadap Presiden George W. Bush dan Perang Irak lewat sebuah pernyataan kontroversial pada saat mereka sedang mengadakan konser di London, Inggris, menjelang penyerangan terhadap Irak pada tahun 2003 sehingga mendapatkan sensor berupa pemboikotan dari industri musik country. Pemboikotan itu menjadikan eksistensi Dixie Chicks sebagai grup musik terancam dan melemahkan mereka secara ekonomi. Namun pemboikotan ini juga mendapatkan tentangan dari pihak-pihak yang mendukung Dixie Chicks dalam sikap mereka, baik dalam sikap anti perang maupun sikap berani berpendapat sesuai dengan hak kebebasan berbicara seorang warga negara Amerika Serikat. Pihak-pihak yang pro dan kontra pun beroposisi menanggapi fenomena ini dengan pernyataan anti-perang dan pro-perang mereka. Freedom of speech sebagai hak warga negara yang seharusnya dilindungi ketika dalam keadaan perang pun menjadi terancam.. Tesis ini mengeksplorasi dinamika Para aktor yang terlibat dalam fenomena kontroversi freedom of speech the Dixie Chicks dalam pop culture Amerika Serikat pada masa Perang Irak dalam rentang tahun 2003 - 2007, yang meliputi kelompok the Dixie Chicks, rekan sejawat, penggemamya, dan media dengan studi kualitatif dan menggun.akan analisis wacana. Teori yang digunakan meliputi teori semiotika Saussure, hubungan sosial dengan figur media Caughey dan ideologi Althusser. Freedom of speech di Amerika Serikat merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, tidak hanya terberi, walaupun dilindungi oleh hukum.
ABSTRACT
Freedom of speech in the United States of America is a human right that is protected within the law, as stated in the Bill of Rights. Country music group the Dixie Chicks has exercised this right by showing their dissent towards President George W.Bush and his war on Iraq through a controversial statement in a concert in London, England, just before the war started in 2003, which resulted in censorship from the country music community through acts of boycott. Parties that are for and against the Dixie Chicks and their statement of anti-war and pro-war are in opposition in reaction to the controversial statement. This thesis explores the dynamics of the actors involved in the Dixie Chicks controversial freedom of speech phenommenon in American pop culture during the Iraq War within the 2003 - 2007 time frame, which includes the Dixie Chicks, their colleagues, fans and the media by qualitative methodes and discourse. Theories used are Saussure's semiotics, Caughey's social relations to a media figure and Althusser's theory on ideology. Freedom of speech in America is not given, one must fight in order to achieve it, although it is guaranteed by the law.
2007
T20719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jufri
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang batasan-batasan suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan masuk dalam delik pers dan batasan-batasan suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan masuk dalam delik KUHP, faktor-faktor yang menjadi pembeda suatu perbuatan pencemaran nama baik dikategorikan masuk dalam delik pers atau dikategorikan masuk dalam delik KUHP serta penegak hukum dalam hal ini Mahkamah Agung RI mengukur suatu peristiwa pencemaran nama baik oleh pers sebagai suatu tindak pidana. Penelitian yang dilakukan sifatnya yuridis normatif yaitu penelitian berdasarkan sumber data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), serta metode penelitian kepustakaan dan penelitian empiris. Mengenai data yang diperoleh, yaitu data dari Mahkamah Agung RI dianalisa dan disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batasan-batasan suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan masuk dalam delik pers diantaranya melanggar beberapa pasal tentang pencemaran nama baik dalam KUHP dan informasi yang diketahui umum merupakan pernyataan pikiran atau perasaan pelaku sehingga bertentangan dengan peran dan fungsi pers serta kode etik jurnalistik, sedangkan batasanbatasan suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan masuk dalam delik KUHP diantaranya perbuatan melanggar pasal tentang pencemaran nama baik dalam KUHP, informasi yang diketahui umum merupakan pernyataan pikiran atau perasaan pelaku namun tidak berkaitan dengan peran dan fungsi pers serta kode etik jurnalistik. Salah satu faktor yang menjadi pembeda suatu perbuatan pencemaran nama baik dikategorikan masuk dalam delik pers atau dikategorikan masuk dalam delik KUHP adalah terletak pada metode penyelesaian setelah terjadinya perbuatan. Sedangkan Mahkamah Agung RI mengukur suatu peristiwa pencemaran nama baik oleh pers sebagai suatu tindak pidana dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli.
ABSTRACT
This thesis is discuss about the limitations of a defamation action which can be categorized into the press offenses and the limits of a defamation action can be categorized into KUHP offenses, the factors that made the difference a defamation action categorized into the press offenses or KUHP offenses as well as law enforcement in this case the Supreme Court measure a defamation event by the press as a criminal offense. This thesis is conducted by normative juridis which based on secondary data source that is including primary legal materials, secondary, and tertiary, with the approach of legislation (statute approach) and the conceptual approach, as well as the method of literature research and empirical research. Regarding the data which acquired from the Supreme Court analyzed and presented in descriptive qualitative. The results shows that the limitations of a defamation action can be categorized into the press offenses such as violating several articles about defamation in the KUHP and the information known by public is constitute state of mind or feelings is so contrary to the role of the offender and the function of the press and journalistic ethics , while the limits of a defamation action can be categorized into KUHP offenses of which actions violated article about defamation in the, KUHP commonly known information by public is a state of mind or feelings of the offender, but not related to the role and function of the press as well as the code of ethics journalism. One factor that made the difference a defamation action categorized into the press offenses or KUHP offenses is located on the method of completion after the act. While the Supreme Court measure an event defamation by the press as a crime by issuing Circular No. 13 year 2008 regarding Request The Expert Witness Testimony.
2013
T33737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haworth, Alan
London: Routledge, 1998
323.440 1 HAW f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Safitri
Abstrak :
Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Pesatnya perkembangan teknologi informasi di berbagai belahan dunia telah memunculkan berbagai kejahatan baru yang dikenal dengan sebutan kejahatan siber (cyber crime). Dalam mengatasi kejahatan siber ini, berbagai negara membuat suatu aturan khusus yang mengatur tentang kejahatan ini yang disebut dengan hukum siber (cyber law). Atas dasar inilah, kemudian diundangkanlah Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyalahgunaan dalam pemanfaatan teknologi informasi ini. Akan tetapi, pada kenyataannya undang-undang ini sendiri memiliki beberapa kelemahan, khususnya berkaitan dengan rumusan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE yang mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dimana menurut berbagai kalangan, rumusan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang terdapat didalam ketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE tersebut terlalu luas pengaturannya yang dapat menyebabkan terjadinya multitafsir terhadap rumusan penghinaan tersebut yang dapat membatasi kebebasan menyatakan pendapat di media internet dan jejaring sosial. Oleh karena itu, untuk melihat sejauh mana ketentuan tersebut dapat menjadi masalah dilakukanlah penelitian ini. Dari hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa rumusan penghinaan yang dimaksud oleh undang-undang ini adalah penghinaan dalam arti formil. Bahwa pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE pada prinsipnya tidak menghalangi kebebasan berpendapat seseorang. Pembatasan yang terdapat didalam undangundang ini bertujuan untuk melindungi kepentingan dan hak pribadi seseorang dari ancaman penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadap dirinya. ......The utilization of information technology, media, and communications have changed the behavior of both human society and civilization in globally. The rapid development of information technology in various parts of the world has led to the various new crime known as cyber crime. In order to overcome this cyber crime, many countries around the world make a apecial rules to regulating this cyber crimes that called cyber law. Based on this point, then the Indonesian goverment issued Law No. 11 Year 2008 of Information and Electronic Transaction, that aims to provide protection to the public society from abuse of technology in this utilization of the information technology. However, in reality this law itself has some drawbacks, especially related to the formulation of libel in the article 27 (3) of this ITE Act, which according to various groups, the terminology of libel that contained in the article 27 (3) of the ITE act is too broad that can cause the multiple interpretations of libel that may restrict the freedom of speech on the Internet and social networking media. Therefore, this research was conducted to see how far these provisions can be a problem. From the result of this research, it can be said that the libel that this act means is the libel per se. The article 27 (3) of the ITE Act, is in principle does not preclude a person freedom, the restrictions that contained in this legislation is aims to protect the personal and interest and the personal rights from the libel or defamation to itself.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levy, Leonard W.
London: Harper, 1963
070.13 LEV f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aulia Faradina
Abstrak :
ABSTRAK
Jurnal ini membahas peran dan keunggulan citizen journalist di media NET TV dalam menyajikan berita kepada publik sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Kemunculan citizen journalism dipacu oleh teknologi dan iklim demokrasi di Indonesia yang semakin berkembang. Walaupun sempat dianggap memiliki sejumlah kekurangan, namun citizen journalist mampu membuktikan bahwa mereka juga dapat menyebarkan informasi yang bermanfaat kepada khalayak. Sebagai bentuk kebebasan berekpresi, jurnalis warga mampu mengangkat sisi penting dalam masyarakat yang tak diliput sebelumnya oleh media, memiliki beragam sudut pandang, lebih memahami konteks lokal di masyarakat serta memberi wawasan dan informasi kepada khalayak. Selain itu, jurnalis warga juga ikut menjadi agen perubahan, melengkapi pemberitaan di media tradisional dan menjadi pengawas berjalannya demokrasi di indonesia. Program NET Citizen Journalist menjadi wadah untuk memberdayakan warga yang ingin menyampaikan informasi yang ada di sekelilingnya. Jurnal ini berkontribusi untuk memahami pentingnya praktik citizen journalist dalam memberi wawasan dan informasi kepada publik melalui video berita yang mereka kirim ke redaksi NET Citizen Journalist.
ABSTRACT
This journal discusses the role and advantages of citizen journalist in NET TV in presenting the news to the public as a form of freedom of expression. The emergence of citizen journalism is spurred by the development of technology and democracy climate in Indonesia. Despite once considered to have some disadvantages, but the citizen journalists are able to prove that they can also disseminate useful information to the audiences. As a form of freedom of expression, citizen journalists are able to raise important sides in a society that is not covered by the media, have multiple angles, more understand the local context in society and provide insight and information to the public. In addition, citizen journalists also become agents of change, complementing the news in traditional media and becoming a watchdog of democracy in Indonesia. NET CJ becomes a medium to empower people who want to convey information around them. This journal contributes to understanding and supporting citizen journalist practice in providing insight and information to the public through the news video they send to the NET Citizen Journalist editor.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Easton, Susan M.
London: Routledge, [date of publication not identified]
344.054 7 EAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dacey, Austin, 1972-
New York: Continuum, 2012
364.188 DAC f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sukrisrich Putra
Abstrak :
Permainan video telah menjadi temuan yang mempengaruhi kultur kekinian dan tak bisa diabaikan. Perkembangan permainan video yang semakin realistis dalam menggambarkan realitas dan interaktif menimbulkan banyak permasalahan. Permasalahan seperti terhambatnya perkembangan anak-anak dan paparan terhadap konten dewasa sebelum waktunya mempengaruhi anak-anak, yang di mana banyak permainan-permainan video tersebut sejatinya dipasarkan untuk kaum dewasa, ketimbang anak-anak. Untuk melindungi anak-anak dari dampaknya permainan video game yang memiliki konten dewasa, pemerintah melakukan pelbagai cara, terutama cara yang koersif seperti mengundangkan produk hukum tertentu, yang di mana tidak jarang tidak tepat sasaran dan mempengaruhi para pelaku industri permainan video, di mana ruangan untuk kebebasan berekpresi melalui permainan yang mereka buat dibatasi.Upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan negara dalam melindungi anak di bawah umur dari dampak negatif permainan video tidak harus selalu dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, namun dengan menggunakan sistem klasifikasi yang dikelola oleh organisasi otonom yang didekasikan khusus dalam ranah ini, yang di mana akan diikuti oleh para pelaku usaha. Metode ini juga merupakan metode yang mungkin digunakan untuk menyeimbangkan kepentingan negara dan pelaku usaha tanpa perlu menciptakan rintangan yang dapat dieliminasi. ......Video game has become an invention that shapes modern culture that cannot be ignored. As video game becoming more realistic in depicting elements that are close to its real-life counterpart and real-time interactivity come a great cost. These costs follow such as disruption of minor’s development and early exposures of materials that are only befitting for adults, as in fact many of video games that are available commercially meant to be sold to mature audience, instead of minor. In protecting minors from negative effect of mature-rated video game, there are attempts taken by the State, especially coercive measure via enactment of laws, which many of them are inaccurate and harm the interest of video game companies, especially their right of express themselves freely through their works, which important to create variation of video game that is available in the market. Attempts to serve the state interest is not always limited to enactment of legal instrument, such as rating system, operated by autonomous institution that will be complied by video game companies, as this is one of the feasible method to be pursued to regulate video game industry that serve interest of most stakeholders, namely government and video game industry as a whole without putting any parties at unnecessary obstacles.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Abdussalam
Jakarta: PTIK Press, 2003
321.8 ABD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>