Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratu Fifi Sophia
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi hutan dan industri kehulanan di Indonesia dan khususnya di Kalimantan Selatan yang sudah sangat memprihatinkan. Pengusahaan hutan melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH) selama lebih dari 20 tahun lernyata telah menyebabkan areal hutan yang rusak (deforeslasi) sernakin bertambah dan disisi lain kemampuan pasok bahan baku kayu bulat (log) dari hutan alam produksl lebih kecil dari kapasitas industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui optimalisasi hutan alam produksl di Kalimantan Selatan dengan mempertimbangkan beragam kepentingan serta merumuskan kebijakan publik bagi pengelotaan hutan alam produksi Kalimantan Selatan dengan memanfaalkan hasil perhitungan optimalisasi yang telah didapatkan. Dengan pendekatanlmetode Linear Goal Pmgramming, optimalisasi manfaat ekonomi hutan alam produksi dapal dijelaskan melalui besar kecilnya nilai penyimpangan terhadap target menurut tujuan yang ingin dicapai. Semakin besar nilal penyimpangan negalif, semakin jauh dari target yang ditetapkan. Berdasarkan informasi yang ada, maka dilakukan pengembangan model LGP sebagai berikut : 1). Penetapan tujuan atau target dan prioritasnya; 2). Menentukan peubah dan paramelernya; 3). Menentukan fungsi kendala model; 4). Menentukan Fungsi Tujuan Model dan; 5). Penyelesaian Oplimasi. Berdasarkan jenis kayu olahan yang diproduksi industri kayu di Kalimantan Selatan, Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan menetapkan 4 target pokok dalam pengusahaan hutan produksi, yailu Memperoleh devisa paling sedikit US$ 313.0,00.000,- ; Penyerapan tenaga kerja sebanyak 60.000 orang; Memperoleh Mai tambah sektor kehutanan paling sedikit US$ 287.000.000,- ;dan Memperoleh penerimaan pungutan kehutananlpajak paling sedikit US$ 64.000.000, Sedangkan kendala dalam mencapai target pengusahaan hutan alam produksi tersebut yaitu : Jatah TebanglProduksi Tahunan Lestari (AAC), Kapasilas Produksi Industri Pengolahan Kayu, Produksi Kayu Olahan, dan Ekspor Kayu Olahan. Berdasarkan hasil analisis, solusi optimal yang dihasilkan jika mengacu pada besarnya jatah tebang tahunan (AAC) yang ditetapkan Pemerintah (Pusat) yailu 66.000 m3ltahun maka banyaknya lag yang diproduksi adalah 66.000 m3, log yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 3.801.093,25 m3, kayu olahan yang diproduksi sebanyak 2.280.656 m', kayu olahan yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 1.475.998 m3. dan kayu olahan yang diekspor sebanyak 804.658 m . Adapun tingkat pencapaian tujuan ekonomi pengusahaan hutan dengan MC 66.000 m3 yaitu penerimaan devisa sebesar US$ 313.000.000, penerimaan nilai lambah sektor kehutanan sebesar US$ 481.365.952. penyerapan tenaga kerja sebanyak 57.452 orang dan penerimaan pungutan kehutanan/pajak sebesar US$ 208.496.192. Solusi optimal yang dihasilkan jika mengacu pada besarnya AAC menurut perhitungan berdasarkan potensi hutan yailu 186.253,44 m3/tahun, maka banyaknya log yang diproduksi sebesar 186.253,438 m3, log yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 3.801.115 m, kayu olahan yang diproduksi sebanyak 2.280.669 m3, kayu alahan yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 1.475.305,875 m3 dan kayu olahan yang diekspor sebanyak 805.363,25 m3. Adapun tingkat pencapaian tujuan ekonomi pengusahaan hutan dengan MC 186.253,44 m3 yaitu penerimaan devisa sebesar US$ 313.000.000, penerimaan nilai tambah seklor kehutanan sebesar US$ 481.482.032, penyerapan tenaga kerja sebanyak 58.246 orang dan penerimaan pungutan kehutananlpajak sebesar US$ 212.919.360. Dengan bantuan program LINDO, diperoleh hasil bahwa perubahan koefisien variabel keputusan berpengaruh pada nilai variabel, besarnya penyimpangan (variabel deviasional) dan pada- pencapaian tujuanltarget. Peningkatan nilai sisi kanan (righthand sides) atau nilai target akan menyebabkan nilai penyimpangan (variabel deviasional) semakin besar, atau dengan kata lain semakin jauh dari target yang ditetapkan. Berdasarkan solusi optimal dan hasil analisis terhadap manfaat ekonomi hutan alam produksi Propinsi Kalimantan Selatan, keputusan optimal yang diambil dapat didasarkan pada 2 (dua) pertimbangan. Pertama, jika melihat kondisi hutan produksi di Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2003 yang sudah sangat memprihatinkan dengan potensi rata-rata 30 m3 ha, maka hasil perhitungan berdasarkan MC sebesar 66.000 m3/tahun yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan, khususnya dalam pengusahaan hutan produksi. Hai ini semata-mata untuk mencegah agar kerusakan hutan produksi tidak bertambah parah dan eksploitasi kayu yang berlebihan dapat ditekan. Kedua, jika didasarkan pada potensi iuas hutan produksi yang masih ada pada tahun 2003, maka hasil perhitungan berdasarkan MC sebesar 186.253,44 m3/tahun yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan, khususnya dalam pengusahaan hutan produksi. Namun dengan syarat, bahwa pemenuhan jatah tebangan tahunan itu diperoleh dengan hasil legal logging.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Dwi Sumarah
Abstrak :
ABSTRAK Ekosistem hutan menyediakan berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung, dimana kemungkinan nilai tidak langsungnya lebih tinggi daripada nilai guna langsungnya. Dikarenakan tidak adanya harga pasar, maka perlu dilakukan perhitungan manfaat hutan secara menyeluruh. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi manfaat taman hutan wisata alam Grojogan Sewu secara menyeluruh, mengetahui tingkat membayar pengunjung dan faktor ? faktor yang mempengaruhinya. Nilai manfaat yang dihitung dalam penelitian ini adalah nilai manfaat wisata, nilai potensi kayu, nilai serapan karbon, nilai kesejukan dan nilai serapan air. Metode kontingensi dengan regresi logistik digunakan dalam penelitian ini untuk mengitung nilai guna wisata. Sedangkan untuk nilai kayu dan serapan karbon menggunakan pendekatan harga pasar yang berlaku dan nilai kesejukan dan nilai serapan air menggunakan pendekatan biaya pengganti. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini salah satunya adalah tingkat kemauan membayar pengunjung terhadap objek wisata TWA Grojogan Sewu. Nilai kemauan membayar pengunjung di objek wisata ini yang diperoleh masih lebih rendah daripada harga tiket masuk ketika penelitian dilakukan, yaitu dengan nilai terendah sebesar Rp10,622.56 yang diperoleh dari pengunjung dengan jenjang pendidikan tinggi dan memiliki jarak tempat tinggal ke lokasi wisata lebih dari 500 km, sedangkan nilai tertinggi adalah Rp12,406.39 yang diperoleh dari pengunjung dengan jenjang pendidikan menengah dan jarak tempat tinggal ke objek wisata kurang dari 500 km. Faktor ? faktor yang mempengaruhi nilai kemauan membayar tersebut adalah tingkat tawaran harga, umur, jenjang pendidikan tinggi, jumlah kunjungan, waktu berkunjung, persepsi responden terhadap ekosistem hutan di lokasi rekreasi sebagai daya tarik wisata dan persepsi terhadap TWA Grojogan Sewu sebagai asset nasional dan keamanan dalam melakukan kegiatan wisata di TWA Grojogan sewu. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai ekonomi penggunaan langsung lebih rendah daripada nilai penggunaan tidak langsung.dengan nilai total sejumlah Rp68.805.414.238,30.
ABSTRACT Forest ecosystem provides many benefits for human being, those are use values and non-use values, which its non-use values may considerably exceed its use values. Due to lack of market price on forest ecosystem service, therefore needs a comprehensive method of forest ecosystem service valuation. Aims of this study are estimating the benefits value of Grojogan Sewu tourism forest, eliciting willingness to pay of tourist and drawing factors which influence to willingness to pay (wtp) level. The economic values which are estimated in this study are recreation value, commercial timber value, carbon storage value, micro-climate value and watershed service. Contingent valuation method along with logistic regression is used to evaluate the recreational value. However, commercial timber value and carbon storage value are based on market price approach; otherwise micro-climate and watershed value are based on substitution. Result of willingness to pay of tourist in this study is lower than the current price of entrance fee when this research was established which the lowest wtp is around Rp10,622.56 that generated from respondents who have a high education and home distance to attraction site more than 500 km; on the other hand the highest wtp is about Rp12,406.39 which generated from tourists with a medium education level and home distance less than 500 km. In this case, wtp is influenced by bid vehicle, age, a high education level, numbers of visit, the time-length of visit, perception on natural surroundings of forest ecosystem as recreational attraction, perception on statement that Grojogan Sewu as a national asset and safety feeling surrounding recreational site. Based on the study, it is defined that the use value is lower than the non-use value which the amount of total values around Rp Rp68.805.414.238,30.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mila Soraya
Abstrak :

Tesis ini bertujuan untuk menginvestigasi lokasi dan luasan dari kebakaran berulang dengan informasi spasial. Penelitian ini mengunakan data lokasi kebakaran, lahan gambut dan perusahaan IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu), kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari tahun 2015 sampai 2018. Analis data menggunakan probit dan tobit dengan menghasilkan keterkaitan positip (negatip) antara lokasi dan luasan dengan kebakaran berulang (atau tidak) dan hubunganya dengan kawasan hutan, lahan gambut dan perusahaan IUPHHK. Hasil kedua adalah luasan dari lahan terbakar akan berkurang saat berulang. Temuan ini mengindikasikan bahwa lokasi dan luasaan kebakaran berulang erat hubungannya dengan IUPHHK dan karakteristik area sehingga Indonesia harus merumuskan kebijakan tentang perusahaan yang memanfaatkan hasil hutan untuk memimalisir kebakaran hutan. 


This research addresses the reoccurrence of forest fires and their size with regional-spatial information. To this end, Probit and Tobit regression analyses are applied to the regional-spatial panel data from 2015 to 2018 in Indonesia with the observations of forest-fire events, peatland, and concession on the annual bases, characterizing the possible determinants for reoccurrence of forest fires as well as their sizes.  The regression results reveal the following outcomes. The first outcome is whether forest fires repeat or not is positively (negatively) associated with peatland and forest areas (concession). Second, the size of forest fires tends to decrease with the repetition of past forest fires but increases with concession, peatland, and forest areas. Overall, these results imply that the reoccurrence of forest fires and their sizes are highly concerned with concession and types of areas, suggesting that Indonesia should be able to organize the policies regarding forest concession and areas for further reduction of forest fires and the associated damage.

 

 

Depok: Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Puspadewi
Abstrak :
Disertasi ini dimaksudkan untuk meneliti kompleksitas kognitif (cognitive complexity) para pemimpin perusahaan sosial yang mungkin berpengaruh pada kompleksitas perilaku (behavior complexity), berupa paradoks perilaku komersial (commercial behavior) dan perilaku sosial (pro-social behavior). Paradoks ini dapat mempengaruhi performa keberlanjutan (sustainability performance) usaha. Adapun kompleksitas kognitif adalah kemampuan mengelola informasi secara multi dimensi dan/atau situasi bertolak belakang. Secara alamiah paradoks merupakan bagian dari perusahaan sosial. Yakni paradoks tujuan ekonomi dan tujuan sosial. Pemimpin berkompleksitas kognitif tinggi akan memiliki kompetensi tinggi mengelola paradoks tersebut, dipengaruhi kompleksitas lingkungan (environmental complexity) serta motivasi kognitif (cognitive motivation). Motivasi kognitif terdiri atas persepsi diri (self efficacy) kebutuhan atas tantangan (needs for cognition) serta penguasaan diri (personal mastery). Studi dilakukan pada seluruh koperasi masyarakat kehutanan di bawah program pemberdayaan Perhutani yang telah berdiri lebih dari 3 tahun. Yakni sebanyak 189 koperasi di 4 provinsi di Jawa, dengan 561 pemimpinnya sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompleksitas kognitif berpengaruh positif pada perilaku komersial dan perilaku pro-sosial. Kedua elemen tersebut juga berpengaruh positif pada performa keberlanjutan. Kompleksitas kognitf dipengaruhi oleh kompleksitas lingkungan. Adapun dari tiga elemen motivasi kognitif, hanya kebutuhan atas tantangan (needs for cognition) yang berpengaruh positif pada kompleksitas kognitif. Dia aspek lain, yakni persepsi diri (self efficacy) dan penguasaan diri (personal mastery) tidak berpengaruh nyata. ......This dissertation examines how cognitive complexity of leaders in social enterprises may affect their paradoxical behaviors needed in managing social enterprises, namely commercial and pro-social behaviors. Cognitive complexity is one's ability to construe information in a multidimensional way, including paradoxical situations. The nature of social enterprise is paradoxical in that it needs to deliver both economic and social purposes. The level of leaders' cognitive complexity is associated with ability to demonstrate both commercial and pro-social behaviors. The higher their cognitive complexity is, the higher their commercial and pro-social behaviors are. Furthermore, higher commercial and pro-social behaviors of the leadership team lead to higher sustainability performance of social enterprises. Leaders under this study are leaders of forestry community cooperatives. These cooperatives may be classified as a simple firms in that the role of their leaders may affect the firm's outcomes. Hence, examining the cognitive complexity of the social enterprises' leaders and relating it to the organizational sustainability performance is considered necessary. There are 567 leaders of 189 cooperatives in the study, which represent all cooperatives who have been working for 3 years or more during the research. The result of the study indicate that the cognitive complexity of cooperatives leaders is positively related to both commercial and pro-social behaviors. In addition, it suggests that the higher leadership's team of forestry cooperatives leads to higher sustainability performance of the cooperatives.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
D2573
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Intan Siti Rahmah
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian skripsi ini membahas mengenai dinamika pengawasan pelaksanaan penanaman modal asing sektor kehutanan di Kalimantan Timur 1967-1973. Proses tahapan pelaksanaan Penanaman Modal Asing di sektor Kehutanan melibatkan berbagai unsur pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Dibutuhkan kesepakatan di antara unsur pemerintah yang berkaitan agar tidak terjadi kesimpangsiuran. Kejelasan alur pelaksanaan penanaman modal asing memengaruhi penilaian calon penawar dan ketertiban secara umum. Oleh karena itu, perlu sinkronisasi di antara badan-badan pemerintahan dalam menyusun program dan kebijakan Penanaman Modal Asing yang terpadu. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing yang dibantu oleh Team Teknis Penanaman Modal Asing, Sektor R Team Khusus Pengawasan Modal Asing dan Team Pengawasan Penanaman Modal Asing bidang Kehutanan. Keempat badan tersebut bertanggung jawab terhadap kelancaran penanaman modal asing secara administratif dan implementatif. Secara garis besar penelitian ini membahas mengenai proses koordinasi yang sinergis menuju satu sistem terpadu dalam memberikan pelayanan dan pemantauan terhadap pelaksaaan penanaman modal asing sektor Kehutanan khususnya di Kalimantan Timur.
ABSTRACT
This research discuss the dynamics of foreign investment monitoring implementation in East Kalimantan 39 s forestry sector 1967 1973. Phase of foreign investment process in forestry sector involves various members of government, both central and local. It requires agreement between interrelated government elements to avoid confusion. Clarity of its implementation worklfow affect the assessment prospective bidders and order in general. Therefore, it is necessary to synchronize between government bodies in formulating integrated programs and policies. The efforts made by government is the established of Foreign Investment Advisory Board, assisted by the Foreign Investment Technical Team, Sector R Special Team of Foreign Assets Control and the Foreign Investment Monitoring Team in Forestry. The fourth body responsible for foreign investment order administratively and implementation. Broadly speaking, this study discusses the synergistic coordination process towards an integrated system in providing services and monitoring of foreign investment implementation in East Kalimantan 39 s forestry sector 1967 1973.
2016
S66509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hyde, William F.
Washington D.C.: World Bank, 1991
338.75 HYD f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Pustaka Latin, 1998
333.75 KEH
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, 2015
333.75 TAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Konstitusi hijau (green constitution) menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki konsekuensi yuridis konstitusional di dalam UUD 1945 untuk menerapkan prinsip-prinsip ekokrasi, yakni setiap kebijaksanaan atau pembangunan dibidang perekonomian selalu memperhatikan lingkungan hidup disegala sektor, termasuk kehutanan. Objek kajian ini adalah putusan MK No. 35/ PUU-X/2012 dengan subjek hukumnya masyarakat adat yang telah dilanggar hak konstitusionalnya. Tujuan dari pengkajian ini adalah: pertama, untuk menguji dan menganalisis konsistensi kewenangan negara atas doktrin welfare state dalam pengelolaan hutan negara dengan kewenangan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat berdasarkan kajian socio-legal putusan Mahkamah Konstitusi; dan kedua, menjamin dan menganalisis terlaksananya prinsip-prinsip ekokrasi atas penguatan hak konstitusional masyarakat hukum adat sebagai living law dalam pengelolaan hutan adat, sebagai konsekuensi logis Indonesia penganut demokrasi berbasis lingkungan dan green constitution. Penulis menggunakan metodologi berdasarkan pengkajian putusan Mahkamah Konstitusi, dengan menelaah aspek socio-legal dalam putusan ini. Hasil kajian ini terungkap bahwa pertama, terdapat hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dan memutuskan persediaan, peruntukan, pemanfaatan, pengurusan serta hubungan-hubunan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Adapun hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauhmana isi wewenang yang tercakup dalam hutan Adat. Hak pengelolaan hutan adat berada pada masyarakat hukum adat, namun jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat jatuh kepada Pemerintah. Kedua, Pelaksanaan pembangunan nasional ataupun daerah selama ini selalu memprioritaskan unsur ekonomi atau dalam konteks otonomi daerah lebih mengutamakan pendapatan asli daerah, tanpa memperhatikan demokrasi lingkungan berbasis pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover