Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Muhammad Ali Fathoni
Abstrak :
ABSTRAK Kasus sengketa tanah dapat terjadi antara institusi dengan masyarakat baik institusi swasta maupun pemerintah. Pada tesis ini dilaporkan kasus sengketa tanah antara Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perhutani) dengan masyarakat di Kabupaten Sumenep. Tujuan studi ini adalah mengkaji kekuatan hukum dari alat bukti kohir/petok D sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan mengkaji hak-hak masyarakat atas tanah yang termasuk kawasan hutan dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1888k/PDT/2014. Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan melakukan telaah terhadap kasus yang telah menjadi putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada kasus ini empat orang warga Sumenep menggugat Perhutani karena menganggap Perhutani telah menyerobot tanah milik mereka. Warga menggugat Perhutani berdasarkan kohir/petok D yang dimilikinya padahal kohir/petok D bukan alat bukti penguasaan tanah. Sementara itu Perhutani menggunakan penunjukan kawasan hutan sebagai dasar penguasaan tanah. Penunjukan kawasan hutan bukan dasar yang kuat terhadap kepemilikan tanah di kawasan hutan karena harus diikuti proses penataan batas dan penetapan kawasan hutan. Pada kasus ini, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi warga. Seharusnya Mahkamah Agung mempertimbangkan hasil penilaian dari tim IP4T karena bila terjadi sengketa tanah di kawasan hutan, perlu dibentuk tim IP4T yang akan menilai dan menyelesaikan sengketa di kawasan hutan. Selanjutnya tanah tersebut dapat dikeluarkan dari kawasan hutan dan didaftarkan permohonan hak atas tanah di kantor pertanahan setempat. Dengan demikian warga dapat melakukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung tersebut.
ABSTRACT Land dispute cases could occur between institutions with society, either private and government institutions. This thesis reported cases of land disputes between the State Forestry Public Company (Perhutani) with peoples in Sumenep. The purpose of this study are to assess legal force of the evidence Kohir/Petok D as Proof of Land Entitlement Rights in Forest Areas and examine the rights of peoples over land including forest area is related with the Supreme Court verdict No. 1888k / PDT / 2014. The method used is the literature research to perform study towards a case that has become a court verdict and has enforceable. In this case there are four Sumenep villagers sued Perhutani because it assume Perhutani had usurped their properties. The residents that sued Perhutani based kohir/Petok D while them are not evidence of land tenure. Meanwhile, Perhutani use the designation of forest areas as a basis of entitlement of land. The designation of forest area is not a strong basis for the entitlement of land in the forest because they have followed structuring limit process and establishment of forest. In this case, the Supreme Court rejected the resident cassation. The Supreme Court should consider the results of the assessment IP4T team because, when there is land disputes in forest areas, need to be formed IP4T team that will assess and resolve disputes in the forest area. Furthermore, the land could excluded from of forest area and registered the application of land rights in the local land office. Thus residents can undertake a reconsideration of the verdict of the Supreme Court.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Wijaya
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas mengenai tata cara dan mekanisme perizinan pinjam pakai kawasan hutan oleh perusahaan yang hendak melakukan kegiatan pertambangan yang diatur secara rinci berdasarkan Permenhut No. 14/KPTS-II/2013. Adapun contoh studi kasus yang digunakan adalah pengajuan perizinan yang dilakukan oleh PT. BCMG Tani Berkah. Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan bangsa Indonesia, untuk itu pemerintah perlu untuk campur tangan terhadap penggunaan kawasan hutan, salah satunya melalui mekanisme Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Filosofis pinjam pakai kawasan hutan adalah agar tidak menyebabkan tumpang tindih, luas kawasan hutan tidak terkurangi, dan memudahkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan. Dua Komponen Peraturan Perundang-undangan yang digunakan dalam sistem tata cara perizinan pinjam pakai kawasan hutan ini adalah Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permenhut No. 14/KPTS-II/2013. Namun ternyata masih banyak kendala yang masih dialami oleh perusahaan dalam mengajukan perizinan pinjam pakai kawasan hutan seperti (i) tumpang tindih kegiatan, (ii) Jangka waktu penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan yang terlalu lama, (iii) ketidakpastian hukum, (iv) ketidakharmonisan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan (v) penerapan hukum yang kurang mendukung iklim investasi. Adapun saran yang ditawarkan oleh penulis adalah (i) Pemerintah membentuk peraturan yang lengkap sehingga mampu mengakomodir segala aspek, (ii) sinergisitas kegiatan kehutanan dan pertambangan di kawasan hutan, (iii) Peran Pemerintah Daerah dalam menetapkan kebijakan mengacu kepada kebutuhan riil masyarakat, dan (iv) pembentukan standardisasi kompetensi bagi pengusaha yang melakukan investasi pertambangan.
ABSTRACT This research discusses about the procedure and mechanism of leasing forest area by companies that want to conduct mining activities which are regulated by Permenhut No. 14 / KPTS-II / 2013. The example study case that be used is the licensing submission PT. BCMG Tani Berkah. Forest is the capital of national development which has real benefits for the life of the Indonesian people, so that the government need to intervene against the use of forest areas, one of them through the mechanism of License Borrow and Use of Forest Areas. Philosophical leasing forest area is not to cause overlap, the forest area is not reduced, and facilitate monitoring and evaluation by the Ministry of Forestry. Two components of legislation used in the system of licensing procedures for leasing forest area are Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2009 About Pertambangan Mineral and Batubara and Permenhut No. 14/KPTS-II/2013. But there are still many obstacles still faced by companies in filing a licensing leasing forest areas such as (i) overlapping activities, (ii) The period of issuance of use permit forest areas that are too long, (iii) legal uncertainty, (iv) the disharmony between Central and Local Government, and (v) application of the law unfavorable investment climate. The sugesstion offered by the authors are (i) the Government should establish rigid regulations that can accommodate all aspects, (ii) synergy forestry and mining activities in forest areas, (iii) The Role of Local Government in term of making regulation which in line with the real needs of the society, and ( iv) the establishment of competency standardization for the investors who do mining invest.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library