Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noor Diani
Abstrak :
ABSTRAK
Upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetik bertujuan untuk mencegah luka kaki secara dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Penelitian ini merupakan penelitan descriptive correlational dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 106 orang. Hasil analisis Chi Square menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 (p=0,040). Faktor pengetahuan memiliki peluang 2,38 kali untuk melakukan praktik perawatan kaki. Direkomendasikan untuk perlunya dikembangkan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dan pemeriksaan kaki.
ABSTRACT
Primary prevention in management of diabetic foot is to prevent foot injuries. This study aimed to determine the correlation between knowledge and practice of foot care in the type 2 diabetic patients in South Kalimantan. This study was a descriptive correlational research with cross sectional design and recruited 106 samples. Chi Square analysis results showed a significant correlation between knowledge and practice of foot care in the type 2 diabetic patients (p = 0.04). Factor of knowledge had chance 2,38 times on performing practice of foot care. This study recommended the important of development of health education about foot care and foot examination.
2013
T32594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim
Abstrak :
ABSTrAK
Penyakit ulkus diabetikum menyebabkan penurunan fungsi fisik dan psikologis yang berdampak pada kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien ulkus diabetikum. Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama menderita ulkus diabetikum, depresi, nyeri, koping, dukungan sosial dan kondisi luka. Penelitian ini menggunakan analitik korelasi dengan desain cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini ada 100 responden. Pada analisis regresi linier ganda didapat 3 variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup yaitu penghasilan depresi dan nyeri. Hasil penelitian lebih lanjut didapatkan depresi sebagai faktor yang paling berhubungan dengan kualitas hidup (p=0.000). Berdasarkan hal tersebut perawat perlu mendeteksi secara dini depresi yang dialami oleh pasien dan memberikan pendidikan kesehatan.
ABSTRACT
Diabetic ulcer can decline in physical function and psychological impact on quality of life. This study aims to examine the factors that affect the quality of life of diabetic ulcer patients. The independent variables in this study were age, gender, education, income, long suffering from diabetic ulcers, depression, pain, coping, social support and wound conditions. This research used analytic correlation with cross-sectional design. Samples in this research there were 100 respondents. In the multiple linear regression analysis obtained 3 variables that affect the quality of life of the income depression and pain. The results obtained further depression as factors most related quality of life (p = 0.000). Based on that nurses need early detection of depression experienced by patients and providing health education.
2013
T35361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Diani
Abstrak :
Upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetik bertujuan untuk mencegah luka kaki secara dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Penelitian ini merupakan deskriptif korelasi dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 106 orang. Hasil analisis Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 (p= 0,04; α= 0,05). Faktor pengetahuan memiliki peluang 2,38 kali untuk melakukan praktik perawatan kaki. Perlu dikembangkan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dan pemeriksaan kaki.

Clients? Knowledge on Type 2 Diabetes Influence Practice of Foot Care. Primary prevention in diabetic foot management of is to prevent foot injuries. This study aimed to determine the correlation between knowledge and practice of foot care in type 2 diabetes patients in South Kalimantan. This study employed a descriptive correlation research with cross sectional design. A number of 106 samples was recruited. The results of chi Square analysis showed a significant correlation between knowledge and practice of foot care in the type 2 diabetes patients (p= 0.04; α= 0.05). Knowledge factor had chance of 2.38 times on performing practice of foot care. This study suggest the importan of development of health education about foot care and foot examination.
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
610 JKI 16:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Dyah Indrasari
Abstrak :
LATAR BELAKANG : Infeksi kaki diabetik (IKD) adalah salah satu penyulit diabetes melitus (DM) yang sangat ditakuti karena sulitnya perawatan dan sering berakhir dengan arnputasi kaki atau bahkan kematian. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan IKD adalah pemberian antibiotik empiris sebelum diketahui kuman penyebabnya. Asam lemak rantai pendek (ALRP) volatil adalah salah satu produk akhir fermentasi kuman yang memiliki kekhasan untuk kuman anaerob. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jenis kuman penyebab IKD dan hasil kepekaan kuman terhadap antibiotik dan mengetahui profil ALRP volatil dari bahan biakan yang mengandung kuman aerob, anaerob dan campuran anaerob-aerob. METODE : Rancangan penelitian potong lintang dengan 52 subyek penderita IKD yang berobat ke Poliklinik Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Instalasai Gawat Darurat (IGD) RSCM dan Instalasi Rawat !nap IRNA RSCM dari buldn Maret-Desember 2004. Semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan pengambilan bahan pus dengan cara aspirasi pus; bahan jaringan nekrotik diperoleh dengan cara eksisi/kuretase jaringan. Pada bahan pusfaringan dilakukan pemeriksaan ALRP volatil dan biakan kuman aerob dan anaerob. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menghitung proporsi kuman, kepekaan terhadap antibiotik dan ALRP volatil dari bahan biakan. HASIL : Pada penelitian ini, gambaran jenis kuman penyebab yang didapat dari bahan biakan penderita IKD adalah kuman aerob saja ditemukan pada 55 bahan biakan (92%), kuman campuran anaerob-aerob ditemukan pada 5 bahan biakdn (8%) dari tidak ditemukan kuman anaerob saja pada bahan biakan (0%). Kuman adrob Gram negatif tersering E.coli sensitif terhadap antibiotik amikasin, sefepim, fosfomisin dan imipenem. Kuman Gram positif tersering Saureus sensitif terhadap antibiotik kotrimoksasol, moksilin-klavulanat dan imipenem. Kuman anaerob sensitif terhadap antibiotik amoksilin-klavulanat, ampisilin-sulbaktam dan metFbnidazol. Dari profil ALRP volatil didapatkan median kadar asam asetat pada baheh, bI kan yang mengandung kuman aerob dan campuran anaerob-aerob adalah 1,11 (0,00 - 6,67) mEg/lOOmL dan 1,00 (0,56 - 1,67) mEg1100mL; median kadar asam propionait (P) dan butirat (B) pada bahan biakan yang mengandung kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob berturutturut adalah (P) 0,48 (0,00 - 1,98) mEg/100mL ; (P) 0,73 (0,31 - 1,67) mEg/100mL dan (B) 0,21 (0,0 - 1,00) mEg/100mL; (B) 0,88 (0,56 - 1,0) mEg/100mL. KESIMPULAN : Berdasarkan hasil penelitian ini dibuktikan bahwa gambaran kuman penyebab yang diperoleh dari bahan biakan penderita IKD terdiri dari kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob, Kuman E.coli sensitif terhadap antibiotik amikasin, sefepim dan fosfomisin. Kuman S.aureus sensitif terhadap kotrimoksasol, amolSsilinkiavulanat dan imipenem. Kuman anaerob sensitif terhadap antibiotik amoksilinkiavulanat, ampisilin-sulbaktam dan metronidazol. Didapatkan selisih median kadar yang cukup besar pada asam propionat dan butirat antara kelompok yang mengandung kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob, namun kemaknaan selisih median kadar tersebut belum dapat ditentukan kemaknaannya oleh karena jumlah bahan biakan yang mengandung kuman anaerob belum mencukupi secara statistik. SARAN : Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ALRP volatil pada penderita IKD dengan jumlah sampel kuman anaerob yang mencukupi. Penelilian lanjutan untuk mengetahui prevalensi kuman ESBL pada kuman penyebab IKD mengingat kemampuan resistensi kuman yang banyak terhadap antibiotik.
BACKGROUND: Diabetic foot infection (DFI) is one of the most feared complication in diabetics due to the complicated management and often culminate in foot amputation even death. One of the factors affecting the success of DFI management is empirical antibiotic therapy before identification of causative organism. Volatile short chain fatty acid (SCFA) is one of the end product of bacterial fermentation which is specific for anaerobs. The aim of this study was to determine the pattern of causative bacteria in DFI and bacterial susceptibility pattern against antibiotics, and to know the volatile SCFA profile of the culture specimen containing aerobic, anaerobic and mixed bacteria. METHODS : This was a cross sectional study on 52 DFI patients from Policlinic of Metabolic & Endocrine Sub Division of Department of Internal Medicine, Emergency Department and Internal Medicine Ward of RSCM from March until December 2004. Pus were obtained from all eligible subjects by aspiration; necrotic tissue by excision/tissue curetage. SCFA determination and culture was performed for each specimen. Data analysis was done descriptively by calculating the proportion of bacteria typ, susceptibility against antibiotics and volatile SCFA from culture specimen. RESULT : in this study, the pattern of causative bacteria isolated from culture specimen of DFI patients was follow : aerobic organism only was found in 55 specimens (92%), mixed organism in 5 specimens (8%) and isolated anaerobic organism was not found (0%). The most prevalent negative Gram aerobic organism was Escherichia coil showed the highest sensitivity against amikacin, cefepime, fosfomycin, and imipenem. The most prevalent positive Gram aerobic organism was Staphylococcus aureus was most sensitive to cotrimoxazole, amoxycillin-clavulanic acid and imipenem, while the anaerobs was most sensitive to amoxycillin-clavulanic acid, ampicillin-sulbactam and metronidazole. Volatile SCFA profile showed median acetic acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism of 1.11 (0.00-6.67) mEq/IOOmL and 1.00 (0.56-1.67) mEq/lOOmL; median propionic (P)and butyric (B) acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism were (P) 0.48 (0.00 - 1.98) mEq/IOOmL ; (P) 0.73 (0.31 - 1.67) mEq/IOOmL and (B) 0.21 (0.0 -1.00) mEg/lOOmL; (B) 0.88 (0.56 - 1.0) mEq/IOOmL respectively. CONCLUSION : The result of this study proved that the causative organism isolated from DFI patients consisted of aerobic and mixed organism with the high susceptibility of aerobic organism to the antibiotics imipenem; anaerobic specimen was sensitive to amoxycillin-clavulanic acid, ampicillin-sulbactam and metronidazole. We found a substantial difference between the medians of propionic and butyric acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism, but he significance of the difference could not yet be determine as the number of cultures with anaerobic organism did not suffice statistically. SUGGESTIONS : Further larger scale study on volatile SCFA in DF1 patients is necessary. We suggest to do a further research to know the prevalence of ESBL in the etiology of DFl as it possesses a resistance to a wide variably of antibiotics.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Pratama
Abstrak :
Infeksi kaki diabetik (IKD) menjadi masalah utama secara global untuk pasien dan sistem pelayanan kesehatan. Selain mempertimbangkan efektivitas antibiotik, beban biaya medis pengobatan juga menjadi perhatian utama dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah analisis efektivitas-biaya antara ampisilin/sulbaktam dan non-ampisilin/sulbaktam pada pasien IKD rawat inap. Desain penelitian ini kohort retrospektif dengan menggunakan data rekam medis dan data biaya pengobatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Perbaikan klinis infeksi kaki dinilai pada periode 5-7 hari dan dihitung total biaya medis langsung. Total 135 pasien IKD rawat inap teriklusi terdiri dari 93 pasien kelompok ampisilin/sulbaktam dan 42 pasien kelompok non-ampisilin/sulbaktam. Tidak ada perbedaan signifikan dalam efektivitas perbaikan klinis IKD pada kedua kelompok (55,9% vs 64,3%; p = 0,361). Pada analisis bivariat, derajat infeksi luka ringan 1,63 kali lebih berpeluang mencapai perbaikan klinis infeksi dibandingkan dengan pasien derajat sedang-berat (p = 0,026). Tidak ada perbedaan signifikan pada total biaya medis langsung antara ampisilin/sulbaktam dengan non-ampisilin/sulbaktam (Rp30.645.710 vs Rp32.980.126; p = 0,601). Pada perhitungan ACER dan model decision-tree, kelompok non-ampisilin/sulbaktam lebih cost-effective dibandingkan ampisilin/sulbaktam. Pada perhitungan ICER non-ampisilin/sulbaktam, untuk penambahan 1% perbaikan klinis IKD, dibutuhkan biaya tambahan sebesar Rp 277.907. ......Diabetic foot infections (DFI) is a major problem globally and health system services. In addition to considering effectiveness of antibiotics, the burden of medical treatment costs is also a major concern in this study. This study aimed to analyze cost-effectiveness between ampicillin/sulbactam and non-ampicillin/sulbactam in hospitalized DFI patients. The design of this study was a retrospective cohort using medical record data and medical cost data at Dr. Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital. Assessment of clinical improvement of foot infections in 5-7 days and calculated total direct medical costs. A total of 135 inpatients with DFI, consisting of 93 patients in the ampicillin/sulbactam group and 42 patients in the non-ampicillin/sulbactam group. There was no significant difference in the effectiveness of clinical improvement between two groups (55.9% vs. 64.3%; p = 0.361). In bivariate analysis, mild infection had a 1.63 times probability of clinical improvement compared to moderate-severe infection (p = 0.026). There was no significant difference in total direct medical costs (IDR 30,645,710 vs IDR 32,980,126; p = 0.601). In ACER and decision-tree models, non-ampicillin/sulbactam group was more cost-effective. In ICER of non-ampicillin/sulbactam, for an additional 1% of clinical improvement in DFI, an additional fee of IDR 277,907 is required.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuningsih Djaali
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Sebagian besar studi yang meneliti tentang kaki mengklasifikasikan lengkung kaki berdasarkan arcus longitudinal medialnya menjadi tiga tipe normal, datar dan tinggi . Struktur lengkung kaki yang bervariasi ini beberapa di antaranya menyebabkan bentuk alignment yang tidak normal, yang menyebabkan kaki membutuhkan usaha yang lebih besar dalam melakukan fungsinya. Penelitian ini bertujuan melihat perbedaan pemakaian energi selama berjalan pada ketiga tipe lengkung kaki, yang pemakaian energinya dihitung melalui pengukuran jumlah konsumsi oksigen dan nilai PCI.Metode: Subjek penelitian terdiri dari 24 orang, yang terbagi menjadi tiga kelompok lengkung kaki normal, rendah dan tinggi masing-masing 8 orang. Tipe lengkung kaki ditentukan berdasarkan nilai footprint angle dan footprint ratio index. Tiap subjek berjalan selama 6 menit di atas treadmill yang terhubung dengan alat FitmatePRO Cosmed , kemudian dihitung jumlah konsumsi oksigen dan nilai PCI-nya. Kecepatan berjalan yang digunakan adalah kecepatan berjalan yang paling nyaman yang dipilih sendiri oleh subjek. Hasil: Pada tipe lengkung kaki rendah mempunyai kecenderungan berat badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh yang paling besar, dibandingkan dengan kedua tipe lengkung kaki lainnya. Analisis data jumlah konsumsi oksigen selama berjalan pada ketiga tipe lengkung kaki menunjukkan perbedaan yang bermakna p=0,000 . Jumlah konsumsi oksigen paling kecil adalah pada tipe lengkung kaki normal, kemudian lengkung kaki tinggi, dan yang paling besar adalah pada lengkung kaki rendah. Sedangkan pada analisis data nilai PCI selama berjalan pada ketiga tipe lengkung kaki, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna p=0,791 , dan juga tidak didapatkan hubungan antara jumlah konsumsi oksigen dengan nilai PCI. Nilai indeks lengkung kaki dengan pemakaian energi yang paling kecil adalah footprint angle pada sudut 39,5 dan 36 , dan footprint ratio index sebesar 0,54 dan 0,48.Kesimpulan: Tipe lengkung kaki berpengaruh pada pemakaian energi selama berjalan yang diukur melalui jumlah konsumsi oksigen. Pemakaian energi yang paling kecil adalah pada tipe lengkung kaki normal, dan pemakaian energi yang paling besar adalah pada tipe lengkung kaki rendah.Kata kunci: lengkung kaki, arcus longitudinal medial, energi, berjalan.
ABSTRACT
Background Most of the studies about foot, classified the foot arches based on the medial longitudinal arch into three types normal, low arched and high arched . This varied foot arch structure, which some of leads to an abnormal alignment, causes the foot requires greater energy in performing its function. This study aims to see the difference in energy cost during walking on the three types of foot arch, which energy cost is calculated by measuring the oxygen consumption and PCI value. Methods The subjects consisted of 24 people, divided into three groups of foot arch normal, low and high of 8 people each. The foot arch type is determined based on the lsquo footprint angle rsquo and the lsquo footprint ratio index rsquo. Each subject walks without footwear for 6 minutes on a treadmill connected to the FitmatePRO Cosmed device, then the oxygen consumption and PCI value were calculated. The walking speed used was the most comfortable speed chosen by the subject.Results In low arched foot group has the highest tendency of body weight, height and body mass index, compared with the two other groups. Analysis of the oxygen consumption during walking on the three types of foot arch shows a significant difference p 0.000 . The smallest oxygen consumption is the normal foot, then followed by the high arched foot, and the greatest is the low arched foot. While the analysis of PCI value during walking on the three type of foot arch showed no significant difference p 0,791 , and also did not get relation between amount of oxygen consumption and PCI value. The value of the foot arch index with the least energy cost is the footprint angle at 39.5 and 36 , and the footprint ratio index of 0.54 and 0.48.Conclusions The foot arch type affects the energy cost during walking which measured by oxygen consumption. The smallest energy cost is in the normal foot type, and the greatest energy cost is in the low arched foot type.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Siswo Soedjana
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stormer, Chris
London Headway 1995,
615.822 Sto l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Fitria
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan: Membuktikan kesahihan dan keandalan Foot and Ankle Ability Measure (FAAM) dalam versi Bahasa Indonesia Metode: Desain uji potong lintang. Penelitian dilakukan pada 42 orang tentara pasukan khusus dengan instabilitas pergelangan kaki. Setiap responden mengisi kuesioner FAAM versi Bahasa Indonesia yang sudah diujicobakan terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengisian kuesioner SF-36 sebagai baku emas kuesioner kualitas hidup untuk menilai kesahihan konvergen. 2 minggu dari pengisian pertama dilakukan pengisian kembali kuesioner FAAM untuk menilai keandalan test-retest. Hasil: Didapatkan korelasi bermakna dengan nilai korelasi sedang untuk antara FAAM subskala aktivitas keseharian dengan skor komponen mental dan skor komponen fisik terhadap dengan nilai r secara berurutan 0,417, dan 0,458. Didapatkan korelasi bermakna dengan nilai korelasi sedang untuk antara FAAM subskala olahraga dengan skor komponen fisik dan fungsi fisik terhadap dengan nilai r secara berurutan 0,430 dan 0,464. Didapatkan konsistensi internal dengan cronbach alpha 0,917 dan 0,916 untuk subskala aktivitas keseharian dan subskala olahraga. Didapatkan nilai korelasi interkelas sedang untuk subskala olahraga sebesar 0,78. Kesimpulan: FAAM versi Bahasa Indonesia memiliki kesahihan dan keandalan yang baik.
ABSTRACT
Objective: to assess validity and realibility of Foot Ankle Ability Measure in Indonesia version . Method : design of this study is cross sectional study. This research was to 42 special force army personal with ankle instability. Every subject was asked to fill out Indonesian version of Foot and Ankle Ability Measure quetionairre. And SF-36 quetionairre as gold standard of quality of life to assess validity. After 2 weeks, subject is asked to fill FAAM quetionairre again to assess test-retest realibility. Result : There was significant correlation with moderate value between FAAM-I activity daily living subscale and mental component summary and physical component summary with r 0,417 and 0,458 respectively. There was also significant correlation with moderate value between FAAM-I sport subscale with r 0,430 and 0,464 respectively. The internal consistency with cronbach alpha was 0,917 and 0,916 for ADL subscale and sport subscale. Interclass correlation for sport subscale was 0,78
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Prabowo Wirjodigdo
Abstrak :
Latar belakang: Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes akan mengalami diabetic foot ulcer (DFU) dalam masa hidupnya. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) terbukti lebih efektif dibandingkan dengan perawatan konvensional. NPWT menciptakan lingkungan luka yang lembab, peningkatan aliran darah lokal dan merangsang jaringan granulasi sehingga mempercepat penyembuhan luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang memengaruhi lama rawat DFU dengan NPWT. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan desain cross sectional analitik pada 105 subjek yang dirawat pada Januari 2016 sampai Desember 2018 di RS dr. Cipto Mangunkusumo. Karakteristik dan demografi pasien dan faktor risiko diambil dari rekam medik. Durasi perawatan dari aplikasi pertama NPWT hingga luaran sebagai hasil, kemudian dianalisis terhadap faktor risiko yang memengaruhinya. Hasil Penelitian: Lama rawat DFU dengan NPWT adalah 19,9 ± 19,3 hari. Faktor risiko yang mempengaruhi lama rawat adalah riwayat ulkus (r = 0,01; p = 0,034), kedalaman luka (r = 0,292; p = 0.003), Hb (r = 0,05; p = 0,039), HbA1c (r = 0,06; p = 0,033), albumin (r = 0,06; p = 0,017), PCT (r = 0,10; p = 0,035), dan lama menderita DM (r = 0,193; p = 0,009). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa lama rawat DFU dengan NPWT dipengaruhi oleh faktor sitemik (lama menderita DM, Hb, HbA1c, albumin, dan PCT) dan faktor lokal (riwayat ulkus sebelumnya dan kedalaman luka). Kedalaman luka merupakan faktor yang paling berhubungan positif terhadap lama perawatan DFU pasca NPWT (r = 0,292, p = 0,003). Intervensi pada faktor risiko yang dapat diperbaiki sebelum penggunaan NPWT patut dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan NPWT dan mengurangi lama perawatan. ......Background: It is estimated that around 15% of diabetic patients will experience diabetic foot ulcer (DFU) in their lifetime. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is proven to be more effective than conventional treatments. NPWT creates a moist wound environment, increases local blood flow and stimulates tissue granulation thereby accelerating wound healing. This study was conducted to determine the risk factors that affect the length of stay of DFU with NPWT. Knowing this risk factors may be helpful for optimizing management strategy. Methods: This research is a retrospective study with a cross-sectional analytic design in 105 subjects treated in January 2016 to December 2018 at RS. dr. Cipto Mangunkusumo. Patient characteristics, demographics and risk factors were taken from medical records. The length of stay of the patient from the first application of NPWT to its outcomes was the main result, then the correlation to the risk factors that influence it was analyzed. Results: The length of stay of DFU with NPWT was 19.9 ± 19.3 days. Risk factors affecting the length of stay were history of ulcers (r = 0.01; p = 0.034), wound depth (r = 0.292; p = 0.003), Hb (r = 0.05; p = 0.039), HbA1c (r = 0.06; p = 0.033), albumin (r = 0.06; p = 0.017), PCT (r = 0.10; p = 0.035), and duration of DM (r = 0.193; p = 0.009). Conclusions: This study showed that the length of stay of DFU with NPWT was influenced by systemic factors (duration of DM, Hb, HbA1c, albumin, and PCT) and local factors (history of previous ulcers and wound depth). The depth of the wound was the most positively related factor to the length of stay in DFU post NPWT (r = 0.292; p = 0.003). Interventions on the risk factors that can be corrected before the application of NPWT may amplify the result of NPWT and reduce the length of treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>