Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nico Herry Janto
Abstrak :
The fiscal policy regarding Income Tax Article 21 born by the government is a tax facility given for certain employees which is expected to be able to stimulate the real sector, be applied and be enjoyed directly by the business party or society; and to regain the purchasing power of the society as well as to reduce the high cost of the economy. Furnishing facility only for the employees that have fulfilled certain requirements can create inequality on the tax subject, the tax object and the tax burden itself. In addition, the certainty of the implementation of the regulation decreases since the policies regarding this matter have been changed frequently. This thesis analyzes the government policies pertaining to Income Tax Article 21 on employee's earnings born by the government based on theories as well as equality and certainty principles that should be applied on good fiscal policy. The research is performed analytically by using data methods such as survey, interview, and literature study. The incentive is the second-best choice that has to be taken by the government in order to satisfy the demand from employees. This condition indicates that the fiscal policy attempts to be in favor of the society but on the other hand overlooks the equality and certainty principles. It also renders the government loss by decreasing tax revenue from Income Tax Article 21. The equality and certainty should have been acquired if there was a policy regarding the precise tax-deduction which is implemented on all taxpayers and based on assured law. This thesis suggests that the non-taxable income be adjusted since it is inappropriate with the current economic situation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Kadek Sumadi
Abstrak :
Salah satu kewajiban sebagai warga negara adalah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan. Terdapat beberapa cara pandang atas kewajiban pembayaran pajak yang dibebankan kepada negara, sebagian ada yang memandang sebagai beban sebagian lagi memandang sebagai pembagian laba. Namun apapun cara pandang terhadap beban pajak yang harus dibayar, beban pajak tetaplah merupakan suatu beban yang secara ekonomis dapat mengurangi kekayaan perusahaan atau wajib pajak. Untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar, maka perusahaan (wajib pajak) menerapkan perencanaan pajak agar diperoleh laba bersih setelah pajak yang maksimal.

Fenomena ini mengarahkan penulis untuk membahas permasalahan yang berhubungan dengan perencanaan pajak, yang dilakukan sebagai upaya yang legal (tidak melanggar hukum) untuk menurunkan beban pajak yang harus dibayar sehingga dapat meningkatkan labs bersih setelah pajak yang optimal.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai penerapan perencanaan pajak pada PT."ESP" serta untuk mengetahui berbagai alternatif perencanaan pajak yang ada dalam berbagai transaksi bisnis untuk selanjutnya dapat ditetapkan altematif terbaik yang dapat memberikan penghematan pajak yang paling maksimal yang mana pada akhirnya akan mengakibatkan laba bersih setelah pajak paling maksimal.

Penelitian ini menggunakan berbagai landasan teoritis sebagai dasar untuk melakukan analisis, diantaranya konsep-konsep yang berkaitan dengan perencanaan manajemen dan perencanaan pajak, konsep tentang motivasi dilakukannya perencanaan pajak, berbagai model perencanaan pajak serta tahap-tahap perencanaan pajak sampai dengan teknik dan praktek dalam melakukan perencanaan pajak.

Ruang lingkup penelitian adalah dibatasi pada satu kasus yaitu PT."ESP", teknik pengumpulan data yaitu dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan metode wawancara kepada bagian personalia, keuangan maupun pajak.

Dari hasil analisis diketahui bahwa PT."ESP" belum melaksanakan perencanaan pajak secara komprehensif sehingga belum memberikan penghematan pajak yang maksimal, masih banyak perencanaan pajak yang dibuat oleh perusahaan yang mengandung risiko pajak yang tinggi baik atas pokok pajak maupun sanksinya.

Suatu perencanaan dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat apabila disusun melaui suatu konsep yang jelas serta melaui tahapan-tahapan pengujian dan perhitungan yang cermat. Perencanaan pajak pada PT."ESP" seharusnya disusun melalui beberapa tahap, yaitu mulai dari penyusunan alternatif-alternatif, dilanjutkan dengan evaluasi model kemudian diakhiri dengan pemilihan altematif yang terbaik.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Hanni
Abstrak :
Krisis ekonomi telah membuat Pemerintah Indonesia terbelit utang yang berat. Utang pemerintah telah bertambah menjadi tiga sampai empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis, dan hampir tiga perempat dari pertambahan ini merupakan utang dalam negeri yang harus dibayar untuk restrukturisasi perbankan. Kenaikan jumlah utang ini merupakan akibat gabungan kesalahan kebijakan masa lalu dengan krisis ekonomi, bukan karena pengeluaran baru. Kewajiban-kewajiban penutupan utang (bunga dan amortisasi) akan melebihi 40 persen dari penerimaan pemerintah selama beberapa tahun, sedangkan kebutuhan pembiayaan baru (baik luar maupun dalam negeri) di tahun-tahun mendatang masih tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran. Hal ini akan sangat membatasi fleksibilitas fiskal pada masa pemerintahan sekarang ini, sehingga telah menggeser permasalahan dari fiscal stimulus menjadi fiscal sustainability. Indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable adalah rasio utang terhadap PDB dan rasio keseimbangan primer (primary balance) terhadap PDB. Jika pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama ataupun Iebih besar bukanlah merupakan ancaman bagi sustainabilitas fiskal. Primary Balance juga merupakan indikator utama bagi sustainabilitas fiskal dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa Primary Balance dipengaruhi oleh overall balance. Dengan kata lain, sustainabilitas fiskal dicapai me;alui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengoptimalisasian pengeluaran negara. Indikator lainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga. Dalam model yang dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor dan kurs. Sedangkan suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag kurs. Perkembangan fiscal sustainabilitiy dalam rentang waktu penelitian dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah sangat berhati-hati dalam menjaga tingkat sustainabilitas fiskalnya (terlihat dari nilai aktual primary balance yang berada antara 0,82 sampai dengan 3,84). Sedangkan dari hasil simulasi ex-post terlihat bahwa kondisi fiskal yang unsustainable terjadi pada tahun 1998-2003, hal ini lebih disebabkan karena tingginya tingkat suku bunga dari pada tingkat pertumbuhan ekonominya. Sedangkan dari hasil simulasi ex-ante terlihat bahwa instrumen yang paling efektif untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable adalah kebijakan moneter yang ekspansif. ]umlah uang yang beredar secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang sehingga tercapai keadaan sustainabilitas fiskal.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyu Wijayanti
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang salah satu tujuannya adalah pemerataan pembangunan antar wilayah. Analisis dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan antar wilayah dibuat dalam empat model yang masing-masing menggunakan indikator yang berbeda dalam desentralisasi fiskal. Model 1, penulis menggunakan Indikator Al (Autonomy indicator), yakni mengukur desentralisasi fiskal sebagai rasio total PAD provinsi (termasuk PAD kab/kota) terhadap seluruh total penerimaan pemerintah pusat, provinsi, dan kab/kota model 2, penulis menggunakan Production Indicator (PI), yaitu mengukur desentralisasi fiskal sebagai rasio total pengeluaran setiap provinsi (termasuk pengeluaran kab/kota) terhadap seluruh total pengeluaran pemerintah pusat, provinsi, dan kab/kota. Model 3, penulis menggunakan Total Revenue Indicator (RI), yakni desentralisasi fiskal diukur dari rasio total pendapatan setiap provinsi (termasuk pendapatan kab/kota) terhadap seluruh total pendapa tan pemerintah pusat, provinsi, dan kab/kota Model 4, dalam model ini penulis menggunakan Total Expenditrure dan Revenue (ERI) Indicator, yaitu mengukur desentralisasi fiskal dari rasio total pengeluaran dan total penerimaan setiap provinsi (termasuk pengeluaran kab/kota) terhadap seluruh total pengeluaran pemerintah pusat, provinsi, dan kab/ko ta. Setiap model dilengkapi dengan variabel kontrol yang dapat menjelaskan faktor-faktor yang dapat diduga meinpengaruhi tingkat kesenjangan regional di setiap provinsi, Ada lima variabel kontrol yang digunakan dalam studi, yaitu PDRB propinsi perkapita (PDRBC), Derajat Keterbukaan (OPENNES), Tingkat pendidikan (EDUC), ketersediaan jalan (JLN), dan jumlah penduduk (POP). Dalam studi ini dampak desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan regional dianalisis dengan menggunakan data panel tingkat provinsi selama periode empat tahun (2001 -2004). Hasil estimasi dengan teknik regresi panel fixed effect menunjukkan bahwa baik dengan raenggunakan pendekatan pendapatan maup un pengeluaran, desentralisasi fiskal memiliki hubungan yang signifikan dengan kesenjangan regional. Dengan menggunakan pendekatan pendapatan balk itu Pendapatan Asti Daerah (PAD) maupun total pendapatan desentralisasi memiliki hubungan yang positif, artinya desentralisasi makin melebarkan kesenjangan antar wilayah atau dengan kata lain pada empat tahun pertama pelaksanaan desentralisasi fiskai, hasilnya belum memberikan pengaruh yang positif .terhadap peningkatan pemerataan ekonomi daerah. Desentralisasi fiskal dengan menggunakan pendeka tan pengeluaran (expenditure assignment) yang diindikasikan oleh variabeI total expenditure (PI) dan total expenditure dan revenue (PRI) memberikan arah hubungan yang negatif, dan berpengaruh signifikan. Dengan demikian upaya pemerintah untuk membantu daerahdaerah melalui dana perimbangan cukup berhasil secara signifikan dalam mengurangi kesenjangan an tar wilayah. Dalam kaitannya dengan kesenjangan regional, hasil estimasi menunjukan bahwa ada tiga variabel yang memiliki hubungan positif terhadap kesenjangan regional yaitu, yakni: PDBRC, populasi dan rasio panjang jalan, sedangkan dua variabel lainnya yaitu tingkat pendidikan dan derajat keterbukaan memiliki hubungan negatif. Dengan demikian untuk mengurangi kesenjangan dalam era desentralisasi fiskal ini kebijakan pemerintah seharusnya lebih ditekankan pada meningkatkan investasi dalam sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan dan meningkatkan perdagangan luar negeri.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boediarso Teguh Widodo
Abstrak :
Kebijakan fiskal yang merupakan salah satu instrumen kebijakan ekonomi makro mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai berbagai tujuan ekonomi dan sosial, yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan mengurangi pengangguran. Di Indonesia operasi fiskal pemerintah dilakukan melalui APBN, sehingga untuk dapat menjalankan peranan dan fungsi sentral kebijakan fiskal secara balk, APBN, haruslah sehat, dapat dipercaya (credible), dan memiliki ketahanan yang berkelanjutan (sustainable). Untuk mencapai APBN yang sehat, credible, dan sustainable tersebut harus dipenuhi dua kondisi yaitu necessary condition - defisit fiskal yang terkendali, dan sufficient condition - strategi pembiayaan anggaran yang mampu menjamin ketahanan utang yang berkelanjutan. Dengan demikian, ada dua aspek penting yang selalu menjadi pusat perhatian dari para stakeholders dalam perencanaan dan pengelolaan APBN tahunan, yaitu: (i) penetapan sasaran surplus/defisit fiskal, dan (ii) perencanaan strategi pembiayaan anggaran yang tepat. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggunaan sumber-sumber pembiayaan secara berlebihan sehingga tidak menimbulkan beban fiskal yang sangat berat di masa-masa datang. Sebagai indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable umumnya digunakan rasio utang terhadap PDB, rasio pembayaran bungs utang terhadap total pengeluaran, keseimbangan umum (overall balance), dan keseimbangan anggaran primer (primary budget balance). Dengan basis fiskal yang cukup mantap, maka sejak tahun 1994/1995 telah terjadi perubahan yang sangat mendasar pada strategi kebijakan fiskal, dari anggaran defisit pada masa sebelumnya menjadi anggaran berimbang, bahkan anggaran surplus (dengan masing-masing sekitar 2,0 % dari PDB pada tahun 1995/1996 dan sekitar 1,9 % dari PDB pada tahun 1996/1997). Namun demikian, sangat disayangkan, perubahan strategi kebijakan fiskal ini tidak dapat berlangsung lama, karena badai krisis yang menerpa perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporakporandakan sendi-sendi kehidupan ekonomi nasional. Sebagai akibatnya, dalam enam tahun terakhir sejak krisis ekonomi, APBN Indonesia kembali mengalami anggaran defisit. Selama masa pemerintahan Orde Baru, defisit anggaran yang terjadi pada periode sebelum krisis, sepenuhnya ditutup dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri. Karena itu, pada sebagian besar periode fiskal selama PJP I, instrumen pembiayaan luar negeri menjadi sumber utama pembiayaan defisit anggaran. ]umlah pembiayaan loan negeri (bersih) yang berhasil dihimpun setiap tahun selama PJP I hampir selalu melebihi kebutuhan pembiayaan yang diperlukan untuk menutup defisit yang terjadi. Dengan demikian, hampir setiap tahun terdapat sisa Iebih pembiayaan anggaran, yang berarti menambah saldo rekening simpanan pemerintah di sektor perbankan sebagaimana tercermin pada pembiayaan perbankan dalam negeri (yang bertanda negatif). Seperti halnya yang terjadi pada defisit anggaran, ada perbedaan yang sangat signifikan dalam perkembangan pembiayaan anggaran selama krisis, seining dengan besarnya beban kebutuhan pembiayaan anggaran untuk menutup defisit APBN, memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri, melunasi obligasi dan surat utang negara yang jatuh tempo, serta membiayai pembelian kembali (buy back) obligasi dan surat utang negara yang belum jatuh waktu untuk membantu menurunkan stock utang, maka terjadi diversifikasi dalam penggunaan instrumen pembiayaan anggaran, sehingga menjadi semakin beragam. Karena itu, di samping pembiayaan anggaran dari sumber-sumber luar negeri masih tetap diperlukan, kebijakan pembiayaan anggaran selama krisis juga diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan dari dalam negeri. Pengembangan dan optimalisasi penggunaan instrumen pembiayaan dalam negeri ini terutama didasarkan atas pertimbangan adanya risiko kerawanan terhadap ketergantungan yang terlalu berlebihan atas penggunaan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan berbagai pilihan sumber-sumber pembiayaan dapat disimpulkan bahwa fiscal sustainability masih bisa dipertahankan dalam jangka menengah maupun panjang. Hal ini terlihat dari stok utang total baik nominal maupun rasio terhadap PDB yang mempunyai kecenderungan menurun.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindhe Marjuang Praja
Abstrak :
Menggunakan regresi data panel pada 17 bidang usaha Kawasan Berikat dan 16 rentang periode kuartalan tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, tesis ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh yang diberikan oleh insentif fiskal maupun insentif non fiskal-moneter melalui skema Kawasan Berikat terhadap kinerja ekspor. Objek penelitian dalam tesis ini dibatasi hanya meliputi perusahaan Kawasan Berikat yang aktif melakukan kegiatan ekspor dan impor di wilayah Bekasi. Dalam menjelaskan kinerja ekspor, digunakan tiga variabel dependen yaitu nilai ekspor, volume ekspor dan konsentrasi ekspor. Berdasarkan hasil pengolahan data, terdapat bukti yang kuat bahwa insentif fiskal secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor dan konsentrasi ekspor, sedangkan insentif non fiskal-moneter secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai ekspor dan volume ekspor. Hasil pengolahan data juga menemukan bukti bahwa PDB riil Jepang berpengaruh positif terhadap nilai dan volume ekspor, sedangkan nilai tukar nominal USD terhadap Rupiah berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor
Using panel data regression on 17 Bonded Zone?s business sectors and 16 quarterly period of year 2010 to 2013, this thesis aimed to analyze the Effect of Fiscal Incentives and Non Fiscal-Moneteary Incentives through The Bonded Zone Scheme on the Export Performance. The object of research in this thesis is limited only covers Bonded Zone?s companies in Bekasi region which actively doing export and import activities. To explain the export performance, this thesis used three dependent variable, namely : export value, export volume and export concentration. The results shows that there is strong evidence that fiscal incentives are significantly positive effect on the export value and export concentration, while the non fiscal-monetary incentives significantly positive effect on the export value and export volume. The results also reveal that the Japan's real GDP has a positive effect on the export value and export volume, while the nominal exchange rate of USD has a negative effect on export value.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Wijanarko
Abstrak :
ABSTRAK
Penyerapan anggaran belanja pemerintah yang tidak optimal telah mengganggu rencana kinerja kebijakan APBN terhadap perekonomian secara umum dan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal secara khusus. Pada tahun anggaran 2013 penyerapan belanja anggaran di Kementerian Hukum dan HAM yang bersumber dari Rupiah Murni sebesar 93% sedangkan dari sumber PNBP 79 %. Dengan menggunakan analisis regresi logistik multinomial, tingkat penyerapan anggaran di Kementerian Hukum dan HAM pada tahun anggaran 2013 dipengaruhi 3 faktor yaitu (1) faktor revisi, semakin sering revisi dilakukan akan mengakibatkan kecenderungan terjadinya penyerapan anggaran yang rendah (2) faktor sumber dana, kegiatan yang didanai dari sumber RM direalisasikan lebih cepat dibandingkan dengan sumber PNBP dan (3) faktor Jenis Satker, tingkat penyerapan anggaran pada satker non kantor imigrasi (nonkanim) lebih tinggi dibandingkan dengan satker kantor imigrasi.
ABSTRACT
The Low absorption of government spending has interfered the planning to improve the optimal performance on budget policies in general and will affect economic growth, employment, and poverty reduction target in particular. In Fiscal year 2013, budget absorption in The Ministry of Justice and Human Right sourced from Rupiah Murni by 93% while 79% from non-tax revenues (PNBP). By using multinomial logistic regression analysis, the rate of absorption in the Ministry of Justice and Human Rights in the fiscal year 2013 caused by : (1) budget revised factor, the more frequent revision will result in the likelihood of low absorption (2) sources of funds, activities funded from the RM source realized more quickly than those funded from non-tax revenues, and (3) type of work units, budget absorption rate from non immigration office is higher than the immigration work office units.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T41950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunardi
Abstrak :
[ABSTRAK
Selain itu, desentralisasi fiskal berpengaruh beragam pada ketimpangan. Menurut indikator desentralisasi fiskal 1 dan 2, itu menunjukkan efek positif namun tidak signifikan. Ini berarti bahwa peningkatan pada pendapatan dan pengeluaran tidak berpengaruh pada ketimpangan. Hal ini berbeda dengan efek pada indikator desentralisasi fiskal 3 dimana semakin meningkat cenderung meningkatkan ketimpangan. Selain itu, analisis menggunakan variabel tingkat defisit yang tidak dapat menjelaskan efek terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Studi kasus dari Nusa Tenggara Provinsi menunjukkan bahwa kemiskinan desentralisasi fiskal menurun, sedangkan ketimpangan cenderung berfluktuatif dan cenderung meningkat. Desentralisasi fiskal diyakini memiliki peran penting dalam rangka pembangunan yang telah dicapai. Karakteristik Indonesia dengan keragaman telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Selain itu, masalah kemiskinan dan ketimpangan masih dihadapi Indonesia dalam dekade terakhir. Tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana menghasilkan kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Memahami hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan bisa menjadi pertimbangan untuk kebijakan yang lebih baik pada pembangunan.
ABSTRACT
The aim of this research is to examine the effect of fiscal decentralization on inter-provincial of poverty and inequality in Indonesia. The analysis uses a panel data of 32 provinces in Indonesia for the period 2006 ? 2012. Different types of fiscal decentralization indicator are used to examine the potential effect of fiscal decentralization on poverty and inequality. The result from panel data estimation shows that fiscal decentralization has different effect on poverty and inequality. Fiscal decentralization with revenue approach as the indicator (FD1) seems to have negative significant relation, where increase on revenue lead to decrease poverty. It is similar to the effect of fiscal decentralization on comparison of expenditure and growth approach. In contrast, approaching on expenditure cannot explain its relationship due to insignificant result. Furthermore, the effect fiscal decentralization on inequality is also mixing. According to fiscal decentralization indicator 1 and 2, it shows positive effect but insignificant. It means that increasing on both revenue and expenditure cannot precisely effect on inequality. It is different with the effect on fiscal decentralization indicator 3 that its increasing tends to increase inequality. Moreover, the analysis using deficit rate notices that it cannot explain the effect on poverty and inequality. The case study of Nusa Tenggara Provinces shows that during fiscal decentralization poverty is decreasing, while the inequality is fluctuates and tend to increase.;Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Analisis ini menggunakan data panel dari 32 provinsi di Indonesia untuk periode 2006 - 2012. Berbagai indikator desentralisasi fiskal yang digunakan untuk menguji pengaruh potensi desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Hasil dari estimasi data panel menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki efek yang berbeda pada kemiskinan dan ketimpangan. Desentralisasi fiskal dengan pendekatan pendapatan sebagai indikator (fd1) memiliki hubungan yang signifikan negatif, dimana kenaikan pada pendapatan utama untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini mirip dengan efek desentralisasi fiskal dengan pendekatan perbandingan pengeluaran dan pertumbuhan. Sebaliknya, dengan pendekatan pengeluaran tidak bisa menjelaskan hubungan antar variabel karena hasil yang tidak signifikan.
;Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Analisis ini menggunakan data panel dari 32 provinsi di Indonesia untuk periode 2006 - 2012. Berbagai indikator desentralisasi fiskal yang digunakan untuk menguji pengaruh potensi desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Hasil dari estimasi data panel menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki efek yang berbeda pada kemiskinan dan ketimpangan. Desentralisasi fiskal dengan pendekatan pendapatan sebagai indikator (fd1) memiliki hubungan yang signifikan negatif, dimana kenaikan pada pendapatan utama untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini mirip dengan efek desentralisasi fiskal dengan pendekatan perbandingan pengeluaran dan pertumbuhan. Sebaliknya, dengan pendekatan pengeluaran tidak bisa menjelaskan hubungan antar variabel karena hasil yang tidak signifikan. Selain itu, desentralisasi fiskal berpengaruh beragam pada ketimpangan. Menurut indikator desentralisasi fiskal 1 dan 2, itu menunjukkan efek positif namun tidak signifikan. Ini berarti bahwa peningkatan pada pendapatan dan pengeluaran tidak berpengaruh pada ketimpangan. Hal ini berbeda dengan efek pada indikator desentralisasi fiskal 3 dimana semakin meningkat cenderung meningkatkan ketimpangan. Selain itu, analisis menggunakan variabel tingkat defisit yang tidak dapat menjelaskan efek terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Studi kasus dari Nusa Tenggara Provinsi menunjukkan bahwa kemiskinan desentralisasi fiskal menurun, sedangkan ketimpangan cenderung berfluktuatif dan cenderung meningkat. Desentralisasi fiskal diyakini memiliki peran penting dalam rangka pembangunan yang telah dicapai. Karakteristik Indonesia dengan keragaman telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Selain itu, masalah kemiskinan dan ketimpangan masih dihadapi Indonesia dalam dekade terakhir. Tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana menghasilkan kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Memahami hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan bisa menjadi pertimbangan untuk kebijakan yang lebih baik pada pembangunan., Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Analisis ini menggunakan data panel dari 32 provinsi di Indonesia untuk periode 2006 - 2012. Berbagai indikator desentralisasi fiskal yang digunakan untuk menguji pengaruh potensi desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Hasil dari estimasi data panel menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki efek yang berbeda pada kemiskinan dan ketimpangan. Desentralisasi fiskal dengan pendekatan pendapatan sebagai indikator (fd1) memiliki hubungan yang signifikan negatif, dimana kenaikan pada pendapatan utama untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini mirip dengan efek desentralisasi fiskal dengan pendekatan perbandingan pengeluaran dan pertumbuhan. Sebaliknya, dengan pendekatan pengeluaran tidak bisa menjelaskan hubungan antar variabel karena hasil yang tidak signifikan. Selain itu, desentralisasi fiskal berpengaruh beragam pada ketimpangan. Menurut indikator desentralisasi fiskal 1 dan 2, itu menunjukkan efek positif namun tidak signifikan. Ini berarti bahwa peningkatan pada pendapatan dan pengeluaran tidak berpengaruh pada ketimpangan. Hal ini berbeda dengan efek pada indikator desentralisasi fiskal 3 dimana semakin meningkat cenderung meningkatkan ketimpangan. Selain itu, analisis menggunakan variabel tingkat defisit yang tidak dapat menjelaskan efek terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Studi kasus dari Nusa Tenggara Provinsi menunjukkan bahwa kemiskinan desentralisasi fiskal menurun, sedangkan ketimpangan cenderung berfluktuatif dan cenderung meningkat. Desentralisasi fiskal diyakini memiliki peran penting dalam rangka pembangunan yang telah dicapai. Karakteristik Indonesia dengan keragaman telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Selain itu, masalah kemiskinan dan ketimpangan masih dihadapi Indonesia dalam dekade terakhir. Tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana menghasilkan kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Memahami hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan bisa menjadi pertimbangan untuk kebijakan yang lebih baik pada pembangunan.]
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Riswanto
Abstrak :
Kebijakan makro ekonomi yang dilakukan oleh otoritas fiskal dan moneter bertolak dari tujuan yang tidak searah. Sehingga dalam pelaksanaannya dibutuhkan suatu koordinasi yang selaras untuk menghasilkan suatu bauran kebijakan yang mampu meminimalkan adanya trade off tujuan. Terutama dalam menghadapi era integrasi perekonomian global beserta segala keuntungan dan kekurangannya mengingat adanya potensi dampak negatif berupa krisis global yang sewaktu-waktu mengancam pertumbuhan dan kestabilan perekonomian domestik. Bagi negara berkembang dan perekonomian terbuka kecil, variabelvariabel makro ekonomi yang berasal dari asing secara signifikan mempengaruhi kinerja perekonomian domestik. Tesis ini meneliti kombinasi kebijakan fiskal moneter di dalam menghadapi kondisi normal maupun guncangan perekonomian dengan menggunakan metode Two Stages Least Square (TSLS).
Macroeconomic policy conducted by fiscal and monetary authority come out from a very different type of objectives. Concerning this fact, minimizing trade off is a must to make an optimal policy mix, and this will only achieved by forming a simultaneous policy coordination to between those authority. In the global economic integration era, domestic economic performance must be influenced world economic condition. Especially its negative impact such as global crisis potency that could be emerge in unpredictable moment, has made it become more important to create a jointly optimal fiscal and monetary coordination for ensuring and protecting domestic economic performance from this bad impact such as capital outflow. As an emerging country and a small open economy, Indonesian economy significanty influenced by many economic variables that came from the rest of the world. This thesis characterises the jointly optimal fiscal and monetary policy combination both in a normal economic condition and in a crises by using two stages least squares (TSLS) method.
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27578
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nunik Yunarti
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari penerapan kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kesenjangan antar wilayah kabupaten/kota di dalam propinsi (within province inequality) dengan menggunbakan data panel seluruh propinsi di Indonesia selama kurun waktu 1994-2006. Model yang digunakan mengacu pada model Nobuo Akai dan diestimasi dengan menggunakan metode regresi data panel Fixed Effect. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penerapan kebijakan desentralisasi fiskal belum sepenuhnya berhasil menurunkan kesenjangan wilayah karena pada intinya keberhasilan desentralisasi fiskal dipresentasikan oleh kemandirian fiskal yang berarti bahwa pemerintah daerah bertumpu pada Pendapata Asli Daerahnya dalam membiayai pembangunan di daerahnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27702
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>