Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fazlia Yulinda
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang implikasi dari konglomerasi di jasa keuangan pada jasa perbankan dalam hal ini kasus pada Mandiri Group terhadap hukum persaingan usaha sebagai stimulasi dari Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kesimpulan dari tesis ini menunjukkan bahwa berdasarkan hukum, Mandiri Group untuk beberapa pasal dalam undang-undang itu melakukan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Untuk dapat melindungi kesejahteraan rakyat sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945, pemerintah seharusnya melakukan pengawasan lebih ketat lagi di jasa perbankan. ......The thesis discusses about the conglomeration implication of financial services in banking services in this case Mandiri Group in terms of antitrust law a as a stimulation in Law No 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. The conclusion of the thesis shows that based on the laws, Mandiri Group for some Article is practicing monopolistic and unfair competition. In order to protect the interests of livelihood of the people as stated in Article 33 of the Constitution of 1945, government should supervised more the banking services.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rezki Amalia Aliyas
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan otoritas jasa keuangan dalam pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan Pelrindungan terhadap kepentingan para pihak. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode eksplanatoris dengan pendekatan konsep dan peraturan perundang-undangan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Kewenangan OJK dalam mengajukan permohonan PKPU haruslah dimaknai sebagai bagian dari fungsi pengawasan kepada Perusahaan asuransi, untuk itu kewenangan OJK dalam pengajuan permohonan PKPU harus pula dimaknai hanya untuk dan atas nama Perusahaan asuransi. OJK tidak bisa membatasi hak para kreditur untuk mengajukan permohonan PKPU karena melanggar prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHP; Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945; Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Baik pengawasan preventif maupun pengawasan represif yang dilakukan oleh OJK dalam industri asuransi hingga saat ini belum berjalan optimal. Hal tersebut ditandai dengan munculnya berbagai persoalan gagal bayar dari berbagai perusahaan asuransi di tanah air. Hal ini membuktikan OJK telah gagal melaksanakan pengawasan secara optimal. Untuk itu, dalam pengajuan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi, OJK tidak boleh membatasi hak para Kreditur di dalam mengajukan permohonan PKPU karena permohonan PKPU merupakan cara terbaik didalam menyelesaiakan persoalan hukum khususnya berkenaan dengan pembayaran klaim asuransi para nasabah yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.Hal ini penting guna mewujudkan pengawasan yang seimbang baik untuk kepentingan Kreditor maupun untuk kepentingan Debitur, yang pada akhirnya dapat mewujudkan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian asuransi. ......This study aims to analyze the authority of the financial services authority in submitting a postponement of debt payment obligations associated with the supervisory function of the Financial Services Authority and the protection of the interests of the parties. This research is a normative juridical research that uses an explanatory method with a conceptual approach and laws and regulations that are analyzed qualitatively. The results of the study show that the authority of the OJK in submitting a PKPU application must be interpreted as part of the supervisory function to insurance companies, for that the OJK's authority in submitting a PKPU application must also be interpreted only for and on behalf of the insurance company. OJK cannot limit the rights of creditors to apply for PKPU because it violates the principle of freedom of contract as regulated in Article 1338 of the Criminal Code; Article 27 paragraph (1) jo. Article 28 D paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; Article 17 of Law no. 39 of 1999 concerning Human Rights. Both preventive and repressive supervision carried out by OJK in the insurance industry have not yet run optimally. This is marked by the emergence of various problems of default from various insurance companies in the country. This proves that OJK has failed to carry out optimal supervision. For this reason, in submitting a PKPU application to an insurance company, OJK may not limit the rights of creditors in submitting a PKPU application because a PKPU application is the best way to resolve legal issues, especially with regard to payment of insurance claims for customers who are due and can be billed. This is important in order to realize balanced supervision both for the benefit of Creditors and for the interests of Debtors, which in the end can achieve justice for the parties in the insurance agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Ekawati
Abstrak :
Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) belum memiliki peraturan khusus terkait dengan perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup atau exit policy. Pada pelaksanaan proses go private saat ini, OJK akan menerbitkan ruling letter yang berisi kewajiban yang harus dipenuhi oleh Emiten sebelum melakukan go private. Penelitian ini dilakukan dengan sudut pandang regulator dalam menentukan kebijakan yang harus diambil untuk memberikan kepastian hukum terkait perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menganalisis berbagai bahan /referensi hukum serta menganalisis bagaimana hukum diterapkan dalam industri pasar modal. Emiten memiliki kewajiban yang harus dilaporkan dan diumumkan secara berkala, namun berdasarkan POJK 29/POJK.04/2015 terdapat kondisi tertentu Emiten yang dikecualikan untuk melakukan pelaporan dan pengumuman. Emiten yang berada dalam kondisi tersebut dan tidak melakukan permohonan go private akan menjadikan status Emiten menjadi tidak jelas dan dapat merugikan pemegang saham publik. Kewenangan OJK dalam menetapkan exit policy diatur dalam Pasal 9 huruf h Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (“UU OJK”) yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai kewenangan untuk mencabut efektifnya pernyataan pendaftaran. Dalam Pasal 6 juncto Pasal 8 UU OJK juga diatur bahwa OJK memiliki kewenangan untuk membuat regulasi yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU OJK. Atas dasar kewenangan tersebut dan untuk memberikan kepastian hukum, OJK menyusun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“RPOJK”) tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal yang didalamnya mengatur mengenai perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Saat penelitian ini disusun, RPOJK tersebut telah dimintakan tanggapan kepada asosiasi dan masyarakat umum namun masih terdapat substansi yang perlu disesuaikan. ......The Financial Services Authority ("OJK") does not yet have specific regulations relating to changes in the status of a public company to a private company or an exit policy. In the implementation of the current go private process, OJK will issue a ruling letter containing the obligations that must be fulfilled by the Issuer before going private. This research was conducted with a regulator's point of view in determining the policies that must be taken to provide legal certainty regarding the change in status from a public company to a private company. This research is a normative legal research conducted by analyzing various legal materials/references and analyzing how the law is applied in the capital market industry. Issuers have obligations that must be reported and announced periodically, however, based on The Financial Services Authority Regulation Regulation 29/POJK.04/2015, there are certain conditions that the Issuer is exempted from reporting and announcing. Issuers that are in this condition and do not request to go private will make the Issuer's status unclear and may harm public shareholders. The authority of the OJK in determining the exit policy is regulated in Article 9 letter h of Rule No. 21 of 2011 of The Financial Services Authority Law (UU OJK) which states that to carry out supervisory duties, OJK has the authority to revoke the effectiveness of the registration statement. Article 6 in conjunction with Article 8 of the UU OJK also stipulates that OJK has the authority to make regulations which are the implementing regulations of the UU OJK. On the basis of this authority and to provide legal certainty, OJK has compiled a Draft Regulation of OJK ("RPOJK") concerning the Implementation of Activities in the Capital Market which regulates the change in status from a public company to a private company. When this research was compiled, the RPOJK has asked for a response from the association and the general public but there are still substances that need to be adjusted.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mathilda Ruth Amabelle
Abstrak :
Medium Term Notes (MTN) merupakan salah satu bentuk surat utang yang cukup lazim diterbitkan tanpa melalui Penawaran Umum dan didasarkan pada pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Namun, pada tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.04/2019 (POJK No. 30 Tahun 2019) tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (EBUS Tanpa Penawaran Umum). POJK No. 30 Tahun 2019 tersebut memberikan serangkaian kewajiban baru, salah satunya adanya pembatasan penjualan EBUS Tanpa Penawaran Umum hanya kepada Pemodal Profesional. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan dari keberlakuan POJK No. 30 Tahun 2019 terhadap penerbitan MTN dan cara untuk mengatasi kekurangan dari keberlakuan POJK No. 30 Tahun 2019 terkait pembatasan penjualan MTN hanya kepada Pemodal Profesional. Penelitian ini dilangsungkan dengan meneliti berbagai peraturan yang berlaku di Indonesia dan melakukan penelusuran serta perbandingan dengan peraturan yang berlaku di Amerika Serikat. Berdasarkan penelitian yang dilangsungkan, ditemukan bahwa di samping sejumlah kelebihan yang dimiliki oleh penerbitan MTN di bawah POJK No. 30 Tahun 2019, terdapat sejumlah kekurangan yang dapat ditindaklanjuti dengan melakukan amandemen terhadap POJK No. 30 Tahun 2019. Selain itu, tidak adanya ruang yang diberikan kepada pemodal non-profesional untuk berpartisipasi dalam transaksi EBUS Tanpa Penawaran Umum dalam POJK No. 30 Tahun 2019. OJK dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi konsep non-accredited investor di Amerika Serikat dan memperkenalkan keberadaan Pemodal Non-Profesional, di samping Pemodal Profesional, dalam POJK No. 30 Tahun 2019. ......Medium Term Notes (MTN) are a form of debt that is quite commonly issued without going through Public Offering (private placement) and are based on the provisions in the Civil Code and the Commercial Code. However, in 2019, the Financial Services Authority (OJK) issued Financial Services Authority Regulation Number 30/POJK.04/2019 (POJK No. 30 of 2019) concerning Issuance of Debt Securities and/or Sukuk without Public Offering (EBUS without Public Offering). POJK No. 30 of 2019 provides a series of new obligations, one of which is the limitation on the sale of EBUS without Public Offering only to Professional Investors. Thus, it is necessary to carry out further research regarding the advantages and disadvantages of the enactment of POJK No. 30 of 2019 regarding the issuance of MTN and ways to overcome the shortcomings of the implementation of POJK No. 30 of 2019 regarding restrictions on the sale of MTN only to Professional Investors. This research was carried out by examining various regulations that apply in Indonesia and conducting searches and comparisons with regulations that apply in United States. Based on the research conducted, it was found that in addition to a number of advantages possessed by the issuance of MTN under POJK No. 30 of 2019, there are a number of deficiencies that can be followed up by making amendments to POJK No. 30 of 2019. In addition, there is no space given to non-professional investors to participate in EBUS Without Public Offering transactions in POJK No. 30 of 2019. OJK may consider adopting the concept of non-accredited investors in United States and introducing the existence of Non-Professional Investors, in addition to Professional Investors, in POJK No. 30 of 2019.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitania Rizky Savira
Abstrak :
Dampak pandemi COVID 19 menyebabkan memicu terjadinya peningkatan kredit macet atau rasio non performing loan. Melihat tingkat non performing loan yang semakin hari semakin naik, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Tidak hanya Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Keuangan juga menyepakati adanya skema burden sharing untuk menambal defisit negara karena COVID-19. Burden sharing adalah skema menanggung beban bersama antara pemerintah yakni Menteri Keuangan sebagai otoritas fiskal dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter guna memenuhi kebutuhan pembiayaan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional karena dampak COVID 19. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis-normatif yaitu penelitian yang menekankan dalam penggunaan norma-norma hukum secara tertulis. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan mengkaji penerapan kebijakan yang diambil pemerintah dalam pandemi COVID 19 untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan metode penelitian tersebut, diambil kesimpulan bahwa tingkat non performing loan terus mengalami kenaikan dan baru mengalami penurunan pada bulan September 2020. Walaupun penurunan tingkat non performing loan ini tidak terlalu bersifat signifikan tetapi hal ini sudah baik mengingat sudah mengalami suatu penurunan karena mengingat risiko dari non performing loan ini terlalu tinggi ditengah resesi yang dihadapi di Indonesia. ......The impact of the COVID 19 pandemic has triggered an increase in bad loans or the ratio of non performing loans. Seeing that level of non performing loans is increasing day by day, the Financial Services Authority has issued POJK No. 11/POJK.03/2020 concerning the Stimulus of Countercyclical Policy Impact of the Spread of Coronavirus Disease 2019. Not only the Financial Services Authority, Bank Indonesia together with the Ministry of Finance also agreed on a burden sharing scheme to patch the country's deficit due to COVID-19. Burden sharing is a joint scheme between the Minister of Finance as the fiscal authority and Bank Indonesia as the monetary authority to meet financing needs to accelerate national economic recovery due to the impact of COVID 19. The research method used is the juridical-normative research, a research that emphasizes the use of legal norms in writing. The research conducted is normative legal research by examining the implementation of policies taken by the government in the COVID 19 pandemic to maintain economic growth. By using this research method, it is concluded that the level of non performing loans continues to increase and only decreased in September 2020. Although the decrease in the level of non performing loans is not very significant, it is good considering that it has experienced a decrease because of the risk of this non performing loan is too high amidst the recession in Indonesia
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Sinta Martha Lovanya Sipayung
Abstrak :
Dalam situasi pandemi COVID-19 di Indonesia, terjadi penurunan aktivitas perekonomian di Indonesia. Kegiatan usaha yang semakin rendah berdampak pada keuangan negara yang memungkinkan untuk terjadinya krisis sistem keuangan. Dengan demikian, dibentuklah UU No. 2 Tahun 2020 tentang Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU 2/2020) sebagai langkah luar biasa untuk menangani krisis sistem keuangan akibat COVID- 19, yang memuat kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penyesuaian dengan kondisi COVID-19. Skripsi ini membahas bagaimana kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan UU 2/2020 dan implikasinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan diberikan sesuai dengan kedudukan tiap lembaga, dan UU 2/2020 mengakibatkan berbagai perubahan kewenangan. Saran yang diberikan adalah lembaga terkait perlu untuk memberikan rasionalisasi mengenai perubahan kewenangan tersebut, serta KSSK untuk menginformasikan indikator kesuksesan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan pandemi COVID-19. ......In COVID-19 pandemic, economic activities in Indonesia has taken a downfall and can lead to a financial system crisis. Therefore, Law Number 2 of 2020 concerning Perppu Number 1 of 2020 on State Finance Policy and Financial System Stability for the Handling of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) and/or in the Framework of Dealing with Threats Endangering National Economy and/or Financial System Stability (Law 2/2020) is ratified as an extraordinary step to handle the financial system crisis due to COVID-19, which includes the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in order to adapt to the conditions of COVID-19. This paper discusses the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority according to Law 2/2020 and the implications. This research used normative legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. From this research it can be concluded that the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in preventing and handling financial system crisis is given according to their functions, and Law 2/2020 resulted in various changes in authority. The suggestions given are that related institutions need to provide a rationalization regarding the changes of authority, as well as KSSK needs to inform the indicators of success in preventing and handling financial system crisis due to COVID-19.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara RI, 2011
346.063 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Ranggawacana
Abstrak :
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/POJK.04/2016 tentang Segmentasi Perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek mengatur segmentasi perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek ke dalam dua bentuk sub perizinan yaitu izin Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran dan izin Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran Terbatas. Adapun Perantara Pedagang Efek memiliki fungsi selain fungsi pemasaran, yaitu fungsi manajemen risiko, fungsi pembukuan, fungsi kustodian, fungsi teknologi informasi, fungsi kepatuhan dan fungsi riset. Menjadi pertanyaan kemudian mengapa Otoritas Jasa Keuangan hanya mengatur terkait segmentasi pada fungsi pemasaran tetapi tidak pada fungsi manajemen risiko, fungsi pembukuan, fungsi kustodian, fungsi teknologi informasi, fungsi kepatuhan dan fungsi riset. Berdasarkan hasil penelitian penulis, baik yang berasal dari penelaahan peraturan terkait maupun hasil wawancara dengan pejabat Otoritas Jasa Keuangan, tujuan utama diterbikanya peraturan tersebut adalah untuk meningkatkan jumlah tenaga pemasaran bagi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang Efek. Berdasarkan fakta, jumlah pemohon izin Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran memang bertambah cukup signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini tergolong efektif. Penetapan peraturan ini berdampak kepada seluruh ketentuan lain yang menyebutkan terkait dengan Wakil Perantara Pedagang Efek harus dimaknai bahwa termasuk di dalamnya pemegang izin Wakil Perantara Pedagang Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran, dan Wakil Perantara Pedagang Efek Pemasaran Terbatas. Kedepan, penulis berharap agar Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan segmentasi Wakil Perantara Pedagang Efek pada fungsi selain fungsi pemasaran. ......The Financial Services Authority Regulation No.22/POJK.04/2016 concerning Segmentation of Securities Broker Dealer Representative Licensing arranged the segmentation of Securities Broker Dealer Representative licenses into two sub-licensing forms, namely the Securities Broker Dealer Representative for Marketing license and the Securities Broker Dealer Representative for Limited Marketing license. While the Securities Broker Dealer has other functions besides the marketing function namely the risk management function, bookkeeping function, custodian function, information technology function, compliance function and research function. The question then becomes, why does the Financial Services Authority only regulate segmentation related to the marketing function but not to the risk management function, bookkeeping function, custodian function, information technology function, compliance function and research function. Based on the results of the author's research, both from the review of relevant regulations and the results of interviews with Financial Services Authority officials, the main purpose of the issuance of these regulations is to increase the number of marketers for Securities Companies conducting business activities as Broker Dealer. Based on the facts, the number of applicants for licensing of the Securities Broker Dealer Representative for Marketing license has indeed increased significantly enough so that it can be said that the Application of the Financial Services Authority Regulation is quite effective. The stipulation of this regulation has an impact on all other provisions that related to Securities Broker Dealer Representative must be interpreted as including the holders of Securities Broker Dealer Representative for Marketing license and Securities Broker Dealer Representative for Limited Marketing license. In the future, the authors hope that the Financial Services Authority could segment the Securities Broker Dealer Representative in other than the marketing function.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library