Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adeke Dini Fahransa
"Kematian anak adalah salah satu trauma terbesar bagi orang tua (Woodgate, 2006). Peristiwa ini dapat mengakibatkan orang tua mengalami masalah fisik maupun masalah emosional, dan grief yang kompleks (Woodgate, 2006). Kematian mendadak menimbulkan stres yang besar karena tidak adanya persiapan psikologis bagi orang yang ditinggalkan (Turner & Helms, 1995; Aiken, 1994). Grief adalah penderitaan emosional yang intens dan mendalam, yang dialami seseorang akibat peristiwa kehilangan seperti kematian orang yang dicintai. Ketika menghadapi kematian anak, pria harus menunjukkan kontrol diri yang kuat (Sanders, 1998; Shapiro, 1994). Akan tetapi, kontrol diri yang tampil pada seorang ayah, tidak menggambarkan perasaan ayah yang sesungguhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses grief pada ayah yang anaknya meninggal secara mendadak pada usia kanak-kanak serta usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesedihan. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif pada dua orang subjek penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses grief yang dilalui kedua orang subjek penelitian. Dari lima tahapan grief yang diajukan Sanders (1998), salah seorang subjek melampaui tahap shock hingga tahap healing namun belum mencapai tahap renewal. Seorang subjek lainnya mencapai tahap renewal, namun tidak mengalami tahap shock yang intens dan tahap withdrawal. Usaha yang dilakukan kedua subjek untuk mengatasi kesedihan antara lain dengan mendekatkan diri kepada tuhan, menyibukkan diri dengan pekerjaan, dan berfokus pada anak-anak lain yang masih hidup.
The death of a child has been described as being for parents one of the most traumatic of losses (Woodgate, 2006). Parents can experience both physical and mental problems, and grief that can best described as substantial and complex (Woodgate, 2006). Sudden death often creates extreme stress because survivors have no opportunity to prepare psychologically for the loss (Turner & Helms, 1995; Aiken, 1994). Grief refers to the intense emotional suffering that accompanies the experience of loss, such as the death of a loved ones. In facing the death of a child, father is expected to be in control (Sanders, 1998; Shapiro, 1994). Self-control that shown in father?s reaction isn?t really showing the feelings that is experienced. The purpose of this research is to find out the description of grief experienced by father who lost their child during childhood due to sudden death and their efforts to deal with their sadness. This research is using qualitative approach on two subjects by interviews and observations.
The research results show that there are differences in the stages of grief that is experienced by the two subjects. From five stages of grief proposed by Sanders (1998), one of the subjects already passed the shock stage through the healing stage, but haven?t reach the renewal stage. The other subject reached the healing stage but didn?t pass the intense shock phase and withdrawal phase. Efforts that had been done by the subjects are getting closer to God, focusing on job and also taking care to the other children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Samperuru, Maria A.
"Dalam rangka menyadari dan memahami pentingnya keberadaan suatu keluarga sebagai pemberi pengaruh yang mendalam bagi kepribadian seseorang dan sebagai pendidik utama, perlu disadari bahwa kesatuan dan peranan dari kedua orang tua akan memberikan perasaan aman dan terlindung bagi anak. Perasaan aman dan terlindung ini sangai diperlukan anak dalam bertumbuh dan berkembang. Dengan demikian baik ayah maupun ibu sangat berperan dalam mewujudkan perasaan dan suasana aman bagi anak, atau dengan perkataan lain ayah dan ibu sama-sama mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan anak. Namun sejauh ini yang lebih banyak menjadi topik penelitian adalah keteriibatan dan peranan ibu bagi perkembangan anak. Keterlibatan dan peranan ayah sangat sedikit sekali disinggung walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa peranan ayah sangat penting. Karena itu peneliti tertarik untuk menelitinya khususnya mengenai konsep ayah yang diinginkan anak. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang konsep orang tua, khususnya dari sudut pandang anak.
Disamping melihat konsep ayah yang diinginkan anak, peneliti juga tertarik untuk meiihat apakah ada perbedaan konsep ayah yang diinginkan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, karena Fitzgeratd dalam teorinya mengatakan bahwa ayah mempunyai harapan dan perlakuan yang berbeda terhadap anak laki-laki dan anak perempuan mereka.
Penelitian ini dilakukan pada 81 subyek dengan menggunakan incidental sampling. Instrumen yang digunakan berupa hasil mengarang dan hasil menggambar anak usia 8-9 tahun tentang konsep ayah yang mereka inginkan. Kegiatan menggambar itu sendini hanya merupakan media untuk mempermudah anak dalam mengungkapkan pemikiran melalui mengarang.
Hasil utama penelitian ini memberikan ciri-ciri yang dikelompokkan berdasarkan aspek kepribadian dan aspek peran. Juga ditemukan bahwa tidak ada perbedaan konsep ayah yang dinginkan anak Iaki-laki dengan anak perempuan. Hasil yang tidak sesuai dengan tinjauan teoritis ini menurut peneliti disebabkan oleh adanya penerapan konsep androgini oleh ayah terhadap anak. Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk melihat perbedaan konsep ayah yang dinginkan dengan konsep ibu yang diinginkan anak. Penelitian ini juga dapat diterapkan pada sampel dengan usia lebih muda, dapat juga membah metodenya yaitu dengan menggunakan teknik Q-sort dengan memakai hasil gambar-gambar anak tentang ayah yang diinginkan. Selain itu, peneliti juga menyarankan melakukan penelitian yang melihat konsep-konsep anggoia keluarga lainnya, misalnya adik atau kakak, sehingga benar-benar diperoleh gambaran yang utuh tentang hubungan dalam keluarga."
1998
S2640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oki Gunawan
"ABSTRAK
Fenomena meningkatnya peran dan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak, membuat ayah yang dulu dianggap berperan hanya sebagai pencari nafkah breadwinner kini juga ikut berperan sebagai pengasuh caregiver . Akan tetapi masih ada kekurangan dalam pengasuhan yang dilakukan oleh ayah, khususnya dalam hal berkomunikasi dengan anak. Hal ini menjadi perlu diatasi karena peran ayah dalam pengasuhan turut mempengaruhi perkembangan anak, khususnya menciptakan tingkah laku yang positif. Ayah membutuhkan sebuah intervensi untuk dapat meningkatkan kualitas komunikasi mereka dengan anak. Intervensi yang yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ayah dalam mendengar aktif. Penelitian ini merupakan penelitian dengan one group pretest posttest design. Penelitian dilakukan di Depok, Jawa Barat dengan melibatan partisipan 5 orang ayah yang memiliki anak berusia 4-6 tahun. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelatihan mendengar aktif untuk ayah mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mendengar aktif ayah dalam pengasuhan anak berusia 4-6 tahun. Dari hasil data analisis statistik juga ditemukan peningkatan yang signifikan pada pengetahuan dan keterampilan ayah setelah mendapatkan intervensi pelatihan.

ABSTRACT
The developing phenomenon where fathers are more involved in children caretaking has shifted the role and views in the family. Fathers who once had the function as breadwinners are now also taking the role as caregivers. Unfortunately there are still some inadequacy in caregiving by fathers, especially in communicating with children. This issue needs to be handled because father rsquo s competence in caregiving affects the development of the children to produce positive behavior. Fathers need an intervention to increase their knowledge and skills about communicating with children. One intervention that gives maximum effect is by training them to increase their knowledge and skills on active listening. This research is a one group pretest and posttest design type which involved 5 young adult fathers with children aged 4 6 years old and was performed in Depok, West Java. The final result shows a significant differences in their active listening knowledge and skills before and after receiving the father active listening program. "
2018
T51112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5253
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Razwanti S.
"ABSTRAK
Dalam kehidupan rumah tangga, sejak dulu pria diberi kepercayaan untuk
meniadi kepala keluarga (Duvall & Miller, 1985). Dalam pandangan tradisional,
sebagai kepala keluarga peran pria terbatas pada fungsi instrumental sebagai
pencari nafkah dan pelindung keluarga (Strong & DeVault, 1995). Namun,
sejalan dengan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
dewasa ini terjadi pergeseran dalam pandangn tradisional mengenai peran
kepala keluarga. Kini peran pria tidak hanya terbatas sebagai pencari nafkah dan
pelindung keluarga, melainkan juga dituntut untuk aktif dalam pengelolaan rumah
tangga dan pengasuhan anak (Schaffer, 1993; UNICEF, 1997). Pada masa
sekarang ini, baik peran mencari natkah maupun mengasuh anak, dapat
dilakukan baik oleh pda maupun wanita (Thompson & Walker, 1989). Oleh
karena itu, sebagai kepala keluarga sekarang pria berperan untuk mencari
nafkah, melindungi keluarga, mengambil keputusan, mengurus mmah tangga,
mengasuh anak, memelihara hubungan kekerabatan dan membina hubungan
yang harmonis dengan istrinya (Strong & DeVault, 1995; Duvall & Miller, 1985).
Keterlibatan pria dalam pengasuhan anak dan pengelolaan rumah tangga
berdampak positif bagi perkembangan anak, ibu dan ayah sendiri (Kimmel, 1987;
Schaffer. 1993). Untuk meningkatkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan
pengelolaan rumah tangga, pria perlu diperslapkan untuk perannya dengan
diberikan bekal pengetahuan mengenai peran kepala keluarga (Soepangat,
1991; Trobisch, 1984; Sigit Side, 1993; |rwanto_ 1996).
Yang pallng berperan dalam mempersiapkan pria dewasa muda untuk
menjadi kepala keluarga adalah ayahnya (Eligner, 1994; Trobisch, 1984). Ayah
merupakan agen sosialisasi utama yang mempersiapkan puteranya menjadi
kepala keluarga (Marsiglio, 1995; Anderson & Sabatelli, 1995). Sebagai agen
sosialisasi utama, ayah harus memperkenalkan peran instrumental dan peran
ekspresif seorang ayah dalam keluarga pada puteranya (Lamb, 1981). Umumnya
pria mencontoh ayahnya dalam menjalankan peran sebagai kepala keluarga
Apa yang diajarkan ayah mengenai peran kepala keluarga sedikit banyak
menentukan pendapat pria dewasa muda mengenai seorang ayah, yang akan
mempengaruhi pelaksanan perannya kelak sebagai kepala keluarga (Anderson
& Sabalelli, 1995; Levy-Shiff 8. lsraelashvilli, 1988), maka perlu diketahui bekal
pengetahuan yang diberikan ayah dalam mempersiapkan puteranya menjadi
kepala keluarga.
Dengan mengetahui bekal pengetahuan yang diberikan, diharapkan ayah
dapat lebih mempersiapkan puteranya menghadapi tahapan kehidupan berkeluarga. Bagi pria dewasa muda sendiri, diharapkan dapat menjadi masukan
untuk mempersiapkan diri menjalankan peran kepala keluarga. Dengan
demikian, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pemberian bekal pengetahuan tentang peran kepala keluarga dari ayah
pada puteranya yang berusia dewasa muda ?
Penelitian ini barsifat deskriptif. Alat pengumpul data yang digunakan
adalah kuesioner untuk mengukur kekerapan pemberian bekal pengetahuan
tentang peran kepala keluarga pada 144 orang ayah berpendidikan minimal
SLTA yang memiliki putera berusia antara 20-30 tahun yang belum menikah.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bekal pengetahuan yang
diberikan ayah pada puteranya adalah tentang semua peran kepala keluarga,
yaitu bekal pengetahuan tentang peran mencari nafkah, melindungi keluarga,
mengambil kaputusan, memelihara hubungan kekerabatan, mengurus rumah
tangga, mengasuh anak dan membina hubungan yang harmonis dengan istri.
Berkat pngetahuan yang menonjol diberikan adaiah tentang peran mencari
nafkah, melindungi keluarga, mengambil keputusan dan memelihara hubungan
kekerabatan. Sedangkan yang paling jarang adalah tentang peran membina
hubungan harmonis dengan istri.
Untuk peran mencari nafkah, bekal yang diberikan umumnya adalah
mengenai pentingnya pendidikan untuk mendapatkan kerja. Untuk peran
melindungi keluarga, bekal yang diberikan adalah mengenai tanggung jawab
menjaga nama baik keluarga dan tanggung jawab melindungi keluarga secara
fisik dan psikologis. Untuk peran mengambil keputusan bekal yang diberikan
umumnya tentang pentingnya berrnusyawarah, menetapkan rencana masa
depan serta cara mengatasi masalah dan mengambil keputusan. Untuk peran
memelihara hubungan kekerabatan, bekal yang diberikan adalah mengenai tata
krama dalam menjalin hubungan sosial dan pentingnya silaturahmi. Untuk peran
mengurus rumah tangga, ayah memberikan bekal mengenai pemeliharaan dan
perawatan rumah, pentingnya kemandirian serta kesetaraan tanggung jawab
suami dan istri dalam mengelola rumah tangga. Dalam peran mengasuh anak,
ayah memberikan bekal mengenai peran untuk memberikan bekal agama dan
contoh perilaku pada anak-anak. Sedangkan untuk peran membina hubungan
harmonis dengan istri, bakal yang diberikan adalah mengenai tanggung jawab
suami untuk membina keluarga sesuai ajaran agama serta persyaratan untuk
menikah. Umumnya ayah hampir tidak pernah memberikan pendidikan seks
pada puteranya.
Sesuai dengan hasil yang diperoleh, dapat disarankan pada ayah untuk
menyeimbangkan bekal pengetahuan yang diberikan, baik untuk peran
instrumental maupun peran ekspresif. Ayah juga disarankan untuk memberikan
pendidikan mengenai reproduksi sehat dan mengkomunikasikan peran ayah
dalam keluarga pada putranya. Sedangkan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, disarankan untuk memperbesar sampel agar diperoleh gambaran
lebih menyeluruh mengenai bekal pengetahuan yang diberikan ayah. Hal lainnya
adalah disarankan untuk melakukan studi perbandingan antara ayah dan remaja
putra serta ayah dan ibu dalam mempersiapkan puteranya untuk menjadi kepala
keluarga."
1997
S2705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komang Bara Wedaloka
"Penelitian ini membahas hubungan antara keterlibatan ayah dan dukungan sosial teman sebaya pada remaja yang bersekolah di SMA. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Untuk mengukur keterlibatan ayah, penulis menggunakan alat ukur keterlibatan ayah oleh Carlson (2006) dan untuk mengukur dukungan sosial teman sebaya, penulis menggunakan alat ukur Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) oleh Malecki, Demaray, dan Elliott (2000). Kedua alat ukur tersebut diberikan kepada responden dalam bentuk kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah remaja kelas 10 SMA dan masih mempunyai ayah dengan jumlah responden 403 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara keterlibatan ayah dan dukungan sosial teman sebaya dengan r (401) = 0,158; p = 0,001.

This research discusses the relationship between father involvement and peer social support on adolescents who attend high school. This research is a quantitative study with a correlational design. To measure father involvement, the author using a father involvement instrument by Carlson (2006) and to measure peer social support, the author using an instrument Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) by Malecki, Demaray, and Elliott (2000). Both the instruments were given to respondents in the form of a questionnaire. Respondents in this research were adolescents who attend grade 10 of high school and still have a father with a number of respondents are 403 people. The result showed there is a significant positive relationship between father involvement and peer social support with r (401) = 0,158; p = 0,001.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56530
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrieal Amri Hadi
"Skripsi ini membahas tentang hubungan persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan pada siswa SMP di Depok. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan siswa SMP. Dengan mengetahui hal tersebut dapat membuat guru di sekolah meningkatkan keterlibatan ayah pada pendidikan anak. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Partisipan penelitian berjumlah 91 orang siswa SMP di Depok. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach. Namun, persepsi keterlibatan ayah berhubungan positif dan tidak signifikan dengan orientasi tujuan performance avoidance. Hasil penelitian menyarankan bahwa ayah perlu terlibat secara aktif dalam pendidikan anak sehingga anak dapat memiliki orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach. Dengan memiliki orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach siswa dapat menguasai materi pelajaran sehingga meningkatkan pencapaian akademis serta tidak melakukan kecurangan saat ujian berlangsung. Selain itu siswa memiliki sifat kompetitif untuk meningkatkan prestasi akademis dibandingkan teman-temannya. Peneliti menyarankan guru di sekolah perlu meningkatkan kampanye tentang pentingnya keterlibatan ayah dalam pendidikan anak dan memberikan informasi mengenai orientasi tujuan kepada orang tua.

The focus of this study is the relationship between perception of father involvement and goal orientation among junior high school students. The purpose of this study is to understand the perception of father involvement and goal orientation of junior high school students. By having this understanding, the teachers could encourage father involvement in students’ education. The type of this research is quantitative research with correlational design. The data were collected by questionnaire distributed to 91 participants who are junior high school students in Depok. The research result suggests that there is a positive and significant relationship between the perception of father involvement and the mastery goal orientation and performance approach goal orientation. However, the perception of father involvement has a positive but not significant relationship towards performance avoidance goal orientation. The research result suggests that fathers have to be actively involved in children’s education so that the children will be able to attain mastery and performance approach goal orientations. By attaining these two types of goal orientations the students will be able to master the subjects and hence will increase their academic achievements and avoid them from cheating during exams. Aside from that, the students will be more competitive to improve their academic achievements over their schoolmates. The researcher suggests the teachers to promote about the importance of father involvement in children’s education and to supply the parent with adequate information regarding the goal orientations
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Dimas Bagus Prabowo
"Penelitian mengenai kualitas attachment dengan kemandirian sebelumnya masih sedikit yang memisahkan antara attachment ibu-anak dengan attachment ayah-anak. Pada studi ini, attachment orangtua dipisahkan menjadi attachment ibu-anak dan ayah-anak. Sampel pada studi ini adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun di kota Depok (N=103). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang mengukur attachment ibu-anak dan ayah-anak serta kemandirian. Attachment ibu-anak dan ayah-anak diukur melalui adaptasi alat ukur Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) dan kemandirian diukur melalui adaptasi alat ukur Adolescence Autonomy Questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan attachmen ibu-anak memiliki hubungan signifikan dengan kemandiran, sedangkan attachment ayah-anak tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kemandirian.

There's not many studies that distinguish parent attachment as mother-child and father-child attachment in connection with autonomy. In this study, parent attachment has been separated into mother-child and father-child attachment. The samples of this study is late adolescents between 18 and 21 years old, who lives in Depok (N=103). Respondents are asked to fill the questionnaires which measures mother-child attachment, father-child attachment and autonomy. Mother-child attachment and father-child attachment were measured with adaptation version of Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) and autonomy were measured with adaptation version of Adolescence Autonomy Questionnaire. This study found that mother-child attachment correlates significantly with autonomy, while father-child attachment didn’t correlates significantly with autonomy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5   >>