Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amaliah Hasanah
"Tema dari skripsi ini adalah ketiadaan sosok ayah di dalam keluarga Jepang atau chichiaya fuzai yaitu sebuah fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Jepang, yang umum ditemui di daerah perkotaan. Memasuki zaman modern ketika industrialisasi berkembang pesat di Jepang dan menyebabkan kemakmuran di bidang ekonomi, Jepang dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan seputar kenakalan remaja. Berbagai kasus kenakalan remaja seperti konai baryoku, kateinai boryoku, dan en jakosai semakin meningkat. Adapun penyebab terjadinya kasus kenakalan remaja tersebut salah satunya adalah berkaitan dengan keadaan keluarga. Terjadi ketimpangan peran orang tua di dalam keluarga Jepang dewasa ini, yaitu tanggung jawab yang dimiliki orang tua dalam pengasuhan, pengawasan, dan pendidikan anak, Seorang ibu dalam keluarga Jepang lebih dominan dalam hal yang berkaitan dengan pengasuhan, pengawasan, dan pendidikan anak sedangkan seorang ayah sebagai orang yang bertanggung jawab dalam mencari nafkah untuk keluarga hampir tidak pernah mengurusi hal-hal tersebut, hal ini menyebabkan otoritas ibu lebih kuat di dalam keluarga terutama yang berkaitan dengan anak dibandingkan dengan ayah.Berdasarkan penelaahan dari data-data yang didapat maka kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa keberadaan fenomena chichioya fuzai dalam keluarga Jepang dewasa ini dipengaruhi oleh empat factor-faktor yaitu:Pertama, hancurnya sistem keluarga tradisional. Kedua, era kemakmuran rakyat.Ketiga, masuknya pemikiran demokrasi, dan Keempat, mobilitas sosial."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S13943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jolivet, Muriel
London: Routledge, 1997
306 874 3 JOL j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2002
361.61 FAM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
McCullough, Helen Craig
Princeton : Princeton University Press, 1980
952.1 MCC g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nailusyifa
"Samurai adalah prajurit berpedang yang telah lama dikenal sebagai salah satu lambang budaya Jepang. Dalam kebijakan shinokosho yang ditetapkan oleh keshogunan Tokugawa, samurai menempati kelas tertinggi pada zaman Edo. Kebijakan tersebut bertahan selama berlangsungnya kekuasaan keshogunan Tokugawa dari tahun 1603 sampai tahun 1867. Artikel ini menjelaskan secara rinci bagaimana segala aspek kehidupan samurai pada zaman Edo sebagai awal era modernisasi Jepang. Penelitian ini bersifat kualitatif dan dilakukan dengan metode studi pustaka dan penelitian sejarah.

The samurai were the warriors with sword who have been known as one of the epitome of Japanese culture. On shinokosho policy which ruled by the Tokugawa shogunate, samurai took the highest position in Edo period. This policy was occured as long as the authority of Tokugawa shogunate lasted from the year of 1603 to 1867. This article explains in detail how every aspects of samurai's life were, that took time in Edo period as the beginning of Japan's modernization era. This is a qualitative research and conducted with history research methods and literature studies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Herawati
"ABSTRAK
Masalah kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) banyak mendapat sorotan dari media massa Jepang dewasa ini. Hal ini tampak dari banyaknya media massa yang mengangkat tema kekerasan tersebut ke dalam bahan beritanya. Pembahasan mengenai tema ini banyak dilontarkan oleh para sosiolog. Salah satunya mengangkat pembahasan yang diambil dari sudut pandang berkurangnya atau menipisnya otoritas ayah dalam keluarga kontemporer Jepang. Ahli studi keluarga kebanyakan mengambil studi perbandingan antara struktur keluarga Jepang sebelum dan sesudah Perang Dunia II. Memang, suatu fenomena yang jelas sekali bahwa perubahan dari sistem ie menuju ke kakukazoku atau keluarga inti memberikan dampak yang besar dalam perkembangan kemasyarakatan.
Pada masyarakat Jepang dewasa ini, terutama di kota-kota besar, sudah jarang ditemui sistem kekerabatan re. Kukukazoku adalah kelompok kekerabatan yang semakin populer di dalam masyarakat Jepang sebagai pengganti kelompok kekerabatan ie. Hal ini terutama muncul dan berkembang pada masa setelah Perang Dunia II. Pada masa pascaperang, pemikiran tentang demokrasi tumbuh di berbagai lapisan masyarakat melaui sistem pendidikan modern yang merata di seluruh Jepang. Akibatnya, muncul pendapat umum yang menyatakan bahwa sistem re kurang demokratis.
Dalam sistem ie yang bersifat patriarkis, kedudukan pria sebagai kepala keluarga sangat kuat dan rnemiliki otoritas yang besar dalam keluarga. Sementara dalam kakukazoku, karena dilandasi oleh semangat demokrasi, kedudukan setiap anggota keluarga dapat dikatakan sejajar. Tentu saja, ayah dan ibu tetap menjadi figur-figur yang harus dihormati, akan tetapi di sini yang jelas menonjol adalah fungsi dan karakter ayah dalam keluarga. Apabila dahulu ayah merupakan sosok yang amat ditakuti dan berperan besar dalam penentuan setiap keputusan dalam keluarga, sekarang sosok ayah menjadi lebih lunak dan segala keputusan bisa dimusyawarahkan oleh seluruh anggota keluarga.
Sebuah buku hasil tulisan Michiyoshi Hayashi yang membahas masalah figur dari kedudukan ayah dalam keluarga berjudul Fusei no Fukken (1996) atau Rehabilitasi Karakter Ayah menjadi best seller di Jepang. Di dalam buku ini Hayashi secara kritis mengemukakan masalah peran ayah yang menghilang dalam keluarga, Selain Hayashi, ada pula pendapat seorang profesor dari Universitas Keio Gijuku bemama Keigo Okonogi yang menyatakan bahwa kini di dalam keluarga_keluarga Jepang kontemporer, suami dan ayah telah kehilangan posisinya sebagai kepala keluarga. Mereka kehilangan kedudukan dan perannya dalam keluarga.

"
1999
S13662
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Septiani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tingkat partisipasi ayah dalam cuti mengasuh anak ditinjau dari segi maskulinitas di Jepang. Penulis menggunakan teori maskulinitas hegemonik dari salaryman di Jepang untuk menganalisis keterkaitan pandangan maskulinitas hegemonik dan tingkat partisipasi ayah dalam cuti mengasuh anak. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pandangan maskulinitas hegemonik dimana pria Jepang diekspektasikan lebih dominan dalam mencari nafkah dibandingkan dengan urusan rumah mempengaruhi tingkat partisipasi ayah yang tercatat rendah dalam cuti mengasuh anak. Meskipun terlibat dalam cuti mengasuh anak, bukan berarti ayah tersebut tidak dikatagorikan sebagai pria yang tidak maskulin. Ayah yang turut serta dalam mengambil cuti mengasuh anak mempunyai pandangan tersendiri terhadap maskulinitas dan cenderung melawan konsep maskulinitas dalam menjalankan peran mereka sebagai ayah.

ABSTRACT
This research discusses about the the level of father rsquo s participation in childcare leave viewed from masculinity in Japan. The author of this research used the theory of hegemonic masculinity of salaryman in Japan. The research rsquo s findings shows that the view of hegemonic masculinity where Japanese male are expected to be more dominant as a breadwinner as opposed of domestic responsibilities influenced the level of father rsquo s participation, which are noted as low in child care leaves. Although male are involved in child care leave, this does not mean that father are categorized as non masculine male. Fathers that actively participate in child care leave have their own view of masculinity and have the tendency to defy the concept of masculinity in undertaking their role as fathers."
2016
S66048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library