Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Cerita binatang atau fabel yang mengandung ajaran, umum terdapat di mana-mana. Setiap daerah mempunyai seekor binatang yang merupakan tokoh utama. Di daerah Toraja misalnya, tokoh utamanya adalah burung hantu, sedangkan di Jawa dan Sumatra adalah sang Kancil atau pelanduk. Di Jawa cerita kancil sangat populer. Mulanya cerita ini beredar secara lisan kemudian dibukukan pada abad ke-19. Cerita tersebut agak digemari, terbukti dengan adanya beberapa buku yang mengalami cetak ulang sampai dua atau tiga kali. Dalam semua versi cerita kancil berbahasa Jawa, ceritanya dapat dilihat sebagai suatu siklus yang menceritakan seluruh riwayat hidup sang Kancil sejak lahir sampai meninggalnya. Salah satu versi Serat Kancil yang tertua adalah Serat Kancil Amongsastra (selanjutnya disingkat SKA) karangan Kyai Rangga Amongsastra, seorang penulis Kadipaten selama pemerintahan PB V di Surakarta. Serat kancil tersebut dikarang pada tahun 1822. Atas usaha Dr. W. Palmer van den Broek, SKA dicetak pada tahun 1878 dengan judul Serat Kancil anyariyosaken lelampahahanipun kancil, kidang, lan sapanunggilanipun satowana. Buku ini diterbitkan kembali pada tahun 1889 dengan perantaraan D.F van der Pant, sesudah mendapat perbaikan di sana sinomi. SKA telah digubah dalam bentuk prosa oleh Ki Padmasusastra (Ng. Wirapustaka) dengan judul Serat Kancil Tanpa Sekar, Lampah-lampahipun Kabayan Kancil, diterbitkan oleh H.A Benjamin di Semarang pada tahun 1909. Berikut di bawah ini adalah isi pokok cerita Serat Kancil Amongsastra: l. Jenang dodol Nabi Sulaeman. 2. Ikat pinggang Nabi Sulaeman. 3. Gambuhelan Nabi Sulaeman. 4. Kancil tertangkap oleh petani. 5. Kancil menangkap raksasa. 6. Kancil menyeberangi sungai dengan menghitung buaya. 7. Lepas dari mulut buaya. 8. Perlombaan kancil dengan siput. 9. Kancil terjerumus ke dalam sumur. 10. Anak berang-berang mati terpijak oleh kijang. 11. Kera merusak persahabatan harimau dengan kerbau, kerbau ditolong kambing. 12. Kijang menyelamatkan anak-anak burung, kemudian burung-burung membalas budi kijang waktu kijang dikhianati oleh kera. 13. Kijang menyelamatkan diri dari buaya. 14. Kijang menolong anak-anak burung branjangan. 15. Sekali lagi kijang menyelamatkan diri dari buaya. 16. Kijang difitnah kuwuk, tetapi kijang ditolong oleh burung branjangan. Kuwuk mati. Serat Kancil lain yang juga mempakan buku induk adalah Serat Kancil yang diterbitkan oleh G.C.T van Dorp di Semarang pada tahun 1871, berjudul Serat Kancil, awit kancil kalahiraken ngantos dumugi pejahipun wonten ing nagari Mesir, mawi kasekaraken. Buku ini mengalami cetak ulang sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1875 dan 1879. Pengarang teks versi ini tidak diketahui. Tentang masa penulisannya, Brandes berpendapat bahwa Van Dorp menerbitkan versi teks lama. Angka tahun 1871 yang termuat pada pupuh pertama edisi ini menunjukkan masa naskah pertama kali naik ke percetakan. Pada tahun 1881 F.L. Winter menyalin teks ini ke dalam bahasa Melayu, berbentuk prosa, dengan judul Lotgevallen van den kantjil in het Maleisch. Setahun berikutnya yaitu pada tahun 1882, ia menyalin dan menerbitkan teks yang sama dalam bahasa Jawa berbentuk prosa dengan judul Lotgevallen van den kantjil, geillustreed met 12 platen uit den poezie in proza overgebracht en voor de jeugd omgewerkt atau Serat dongeng anyariosaken lelampahanipun kancil kajarwekaken dening Tuwan F.L. Winter ing Surakarta, kangge waosan para lare, mawi rinengga ing gambuhbar 12 idji. Kedua buku tersebut diterbitkan oleh Penerbit Gebr. Gimberg di Surabaya. Berikut di bawah ini adalah isi pokok cerita Serat Kancil van Dorp: 1. Kancil ditangkap petani. 2. Perlombaan kancil dengan siput. 3. Kancil terjerumus ke dalam sumur. 4. Kancil menyeberangi sungai dengan berkendaraan seekor buaya. 5. Kancil mendamaikan kera dengan harimau, tetapi berakhir dengan perselisihan antara keduanya. 6. Kancil membunuh 11 ekor anak babi hutan. 7. Jenang dodol Nabi Sulaeman. 8. Ikat pinggang Nabi Sulaeman. 9. Terompet Nabi Sulaeman. 10. Mengadili perselisihan harimau dengan kambing. 11. Mengadili perselisihan burung dares dengan burung beluk. 12. Kancil menyuruh kerbau menghitung buah beringin. 13. Mengikat ular. 14. Kancil menangkap raksasa. 15. Kancil minta 70 buah durmai kepada landak. 16. Kancil menyeberangi sungai dengan menghitung buaya. 17. Menaklukkan semua binatang. 18. Kancil pergi ke Mesir dan pengalaman-pengalaman kancil di Mesir. Serat Kancil Salokadarma merupakan buku induk lain. Buku ini dikarang oleh R.A. Sasraningrat, putra Pakualam di Yogyakarta, berangka tahun 1891. Serat Kancil ini banyak memuat penjabaran ngelmi kasampurnan. R.P. Natarata menggunakan buku tersebut sebagai sumber untuk menggubah Serat Kancil Kridamartana (Yogyakarta: H. Buning, 1909). Berikut ini adalah isi pokok cerita Serat Kancil Salokadarma: 1. Kerbau minta nasehat kuwuk, kemudian kepada kentus karena ancaman harimau. Harimau tertipu oleh kentus. Kuwuk meninggal karena terseret oleh harimau. 2. Kentus meninggal. Istrinya, si kambing melahirkan anak seekor kancil. Kancil dipelihara kerbau sebagai balasan jasa ayahnya. 3. Kancil berlomba dengan siput. 4. Kancil tertangkap petani. 5. Kancil bertobat kepada Tuhan dan diangkat menjadi raja di Gebangtinatar, sebagai wakil Nabi Sulaeman. 6. Buaya yang tak tahu berterima kasih mendapat hukumannya. 7. Harimau menjadi gisau. Dipanggil oleh kancil tidak mau menghadap. 8. Kuwuk juga menyatakan diri menjadi guru, ditangkap oleh sang Kancil dan diasingkan. 9. Harimau dipanggil untuk ketiga kalinya, tetap menolak. Kancil datang kepada harimau dan belajar kepadanya. Harimau diangkat menjadi jurumertani Sang Kancil. Sumber-sumber lain yang menguraikan tentang Serat Kancil cukup banyak. Di antaranya adalah Vreede 1892: 313-314, Brandes 1903, Pratelan I: 137-147, II: 250-255, Juynboll 1911: 104, Asdi Saridal Dipodjojo 1962, Behrend 1990: 327-332. Setelah melihat naskah-naskah Serat Kancil koleksi Ruang Naskah FSUI (FSUI/CL.57-62) ternyata masing-masing teks merupakan versi tersendiri. Keterangan lebih lanjut lihat masing-masing deskripsi naskah. Adapun CL.57 ini diberi judul Dongeng Sato Kewan oleh Pigeaud. Namun demikian, teks ini tidak ada kaitan sama sekali dengan karangan C.F. Winter dengan judul yang sama (berulang kali terbit sejak 1854, lihat Pratelan I: 40-41), melainkan, penyunting cenderung menganggap teks ini sebagai seversi dengan Cerita Kancil karena hanya cerita binatang dengan kancil sebagai tokoh utamanya yang dimuat di dalamnya. Cerita siklus Kancil dimulai dari kelahiran kancil sampai menjadi raja di negara Rum. Naskah ini memuat banyak ajaran di antaranya adalah ajaran keong kepada kancil tentang agama Islam, ajaran Seh Imam Sapingi, Nabi Muhammad dan lain-lain. Secara garis besar isi pokok Serat Kancil ini adalah sebagai berikut: 1. Kancil lahir dari seorang putri pendeta bernama Dewi Sungkawa. 2. Kancil ditangkap bapak tani. 3. Perlombaan kancil dengan keong. 4. Kancil tercebur ke dalatn sumur, kemudian menipu gajah sehingga berhasil keluar dari sumur. 5. Kancil bertemu dengan kijang. 6. Kancil bertemu buaya. 7, Kancil menolong kera dari ancaman harimau, kemudian mendamaikan keduanya. 8. Kancil membunuh 11 ekor anak babi hutan. 9. Kancil mengelabui harimau dengan menyuguhi jenang yang sebenarnya adalah tlethong (tahi kerbau/sapi). 10. Harimau kembali dikelabui oleh kancil untuk mengenakan ikat pinggang dari Tuhan yang sebenarnya adalah ular. Ular dan harimau bertarung. 11. Harimau ditipu dengan terompet dari Tuhan. 12. Kancil bertemu kembali dengan keong dan mengadakan perlombaan. Kancil kalah, akhirnya diberi wejangan tentang kehidupan di dalam guwa garba, agama Islam, ajaran S'eh Imam Supingi, ajaran Nabi Muhammad dan lain-lain. 13. Kancil bertemu dengan babi hutan, harimau dan gajah Keempatnya pergi mencari ikan. 14. Kancil membunuh raksasa. 15. Kancil bertempur dengan buaya. 16. Kancil pergi ke Mesir dan bertemu dengan Putri Mesir. 17. Kancil berubah wujud menjadi seorang pria tampan, menikah dengan putri Mesir setelah mengalahkan Adipati Basunanda. 18. Kancil yang telah berubah menjadi pria tampan bertahta di Mesir. Cerita Kancil versi ini lebih dekat pada cerita kancil versi Van Dorp walaupun ada perbedaannya. Sebagian besar pokok ceritanya sama: Perbedaan hanya terletak pada akhir episode yaitu ketika kancil berada di Mesir. Teks Van Dorp berakhir dengan kematian Kancil di tangan Adipati Basunanda, sedangkan naskah ini diakhiri dengan kemenangan Kancil atas Basunanda. Teks ini terdiri dari 76 pupuh, banyak di antaranya pendek-pendek, atau bahkan terdiri atas satu bait saja. Mandrasastra sudah membuat ringkasan dari naskah ini pada bulan November 1933. Ringkasan sebanyak 16 halaman tersebut dimikrofilm bersama-sama naskah ini. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) gambuh; (3) sinom; (4) kinanthi; (5) dhandhanggula; (6) pucung; (7) duduk; (8) sinom; (9) durma; (10) asmarandana; (11) pangkur; (12) pucung; (13) asmarandana; (14) durma; (15) dhandhanggula; (16) duduk; (17) sinom; (18) durma; (19) gambuh; (21) asmarandana; (22) pangkur; (23) dhandhanggula; (24) pucung; (25) dhandhanggula; (26) sinom; (27) pucung; (28) asmarandana; (29) dhandhanggula; (30) sinom; (31) pangkur; (32) asmarandana; (33) dhandhanggula; (34) sinom; (35) dhandhanggula; (36) sinom; (37) durma; (38) pangkur; (39) durma; (40) asmarandana; (41) asmarandana; (42) kinanthi; (43) asmarandana; (44) dhandhanggula; (45) sinom; (46) durma; (47) dhandhanggula; (48) kinanthi; (49) dhandhanggula; (50) asmarandana; (51) pangkur; (52) kinanthi; (53) mijil; (54) dhandhanggula; (55) kinanthi; (56) mijil; (57) kinanthi; (58) sinom; (59) mijil; (60) dhandhanggula; (61) kinanthi; (62) mijil; (63) kinanthi; (64) maskumambang; (65) dhandhanggula; (66) sinom; (67) pangkur; (68) durma; (69) dhandhanggula; (70) mijil; (71) dhandhanggula; (72) sinom; (73) durma; (74) dhandhanggula; (75) maskumambang; (76) pangkur. Naskah sama sekali tidak memuat nama pengarang teks atau penyalin naskah. Pupuh pertama hanya menyebutkan peringatan kelahiran K.B.R.A. Pati pada Sabtu Wage\ 25 Sapar, Wawu 1779, tetapi penanggalan tersebut penuh dengan ketidakcocokan atau kekeliruan (mulai dari nama warsa, hingga kecocokan hari-pasaran-tanggal, dst), sehingga meragukan untuk pegangan masa penyalinan. Pada awal tahun 1930an naskah ini dimiliki Kanjeng Bendara Jayengharjana (Harjawigena) seperti tertulis pada keterangan di h.i. Ia membeli naskah ini dari R.T. Patih Jayeng Irawan dari Istana Pakualaman Yogyakarta, pada tangal 17 Maret 1932 seharga /5,00 (h.ii). Pada h.ii-iii, h.l terdapat cap bertuliskan nama R.M.T Djajeng Irawan, Pakualaman Jogjakarta. Naskah kemudian dibeli oleh Pigeaud di Yogyakarta pada tangal 24 Mei 1933.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.57-NR 246
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Naskah merupakan hasil alih aksara dari naskah FSUI/CL.59 yang kini telah hilang dari koleksi FSUI. Isi cerita kancil dalam naskah ini agak berbeda dengan kisah kancil di serat-serat lain. Perbedaan terletak pada tokoh kancil yang dalam naskah ini digambarkan sebagai seorang pemuda dengan ilmu pengetahuan yang luas. Dari gambaran tersebut tidak tertangkap kesan bahwa kancil adalah tokoh binatang. Teks banyak memuat dan menguraikan ajaran moral, ketatanegaraan, kritikan kepada para santri, ajaran kebatinan, dan lain-lain yang disampaikan melalui wejangan keong kepada kancil, kemudian kancil kepada buaya, kancil kepada harimau dan kuwuk, dan lain-lain. Kancil merupakan putra Raden Pathangkus dari Ampeldenta dan seorang dewi dari negara Wiradi. Pada usia 16 tahun Kancil telah menguasai berbagai ilmu di antaranya adlah ilmu kebatinan, ilmu falak, Al-Qur'an, sastra dan bahasa Arab maupun Jawa, Kawi Buda, Kawi Keling, undang-undang dan hukum Jawa-Belanda, dan lain-lain. Keterangan penulisan teks ini tidak ada, tetapi melihat gejala bahasa dan terutama sasmitaning tembang yang diletakkan pada awal pupuh baru, maka diperkirakan bahwa teks ini berasal dari lingkaran kesusasteraan Pakualaman, Yogyakarta. Isi teks ini dekat kepada Serat Kancil Salokadarma karena sama-sama memuat ajaran moral, Islam, kebatinan, dan lain-lain, yang disampaikan melalui wejangan. Bandingkan deskripsi naskah FSUI/CL.58 untuk keterangan selanjutnya tentang Kancil Salokadarma, dan CL.57 untuk keterangan korpus Serat Kancil secara umum. Naskah dialih aksara oleh staf Pigeaud pada bulan Desember 1938 sebanyak 4 buah. Dua dari salinan ketikan itu masih tersimpan di FSUI, yaitu CL.60 dan CL.60a, sedangkan satu lagi adalah PNRI/G 154. Salinan MSB tidak ada.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.60-G 154a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Ketikan tembusan karbon, persis sama dengan CL.60 di atas. Lihat deskripsi naskah tersebut untuk keterangan selanjutnya.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.60a-G 154b
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Naskah yang diterima Pigeaud pada tanggal 22 Mei 1939 ini berisi teks Serat Kancil dan telah pernah dibuatkan daftar kata dan uittrekselnya (ringkasan) oleh Mandrasastra pada Desember 1934. Menurut ringkasan tersebut, teks diawali dengan cerita Nabi Sulaiman menjadi raja segala binatang, diteruskan dengan kisah macan gembong yang ingin memangsa kijang dengan minta bantuan binatang-binatang lainnya, serta kisah permusuhan antara macan gembong dengan kancil. Keterangan bibliografis tentang Serat Kancil lainnya dapat dilihat pada Pigeaud 1970- 270; Pratelan I: 137; Pratelan II: 250; MSB/L.180-187, PJ8.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.61-NR 367
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Teks ini menceritakan penjelmaan ikan Pe dan ikan Nus yang berasal dari tanah Banten. Kedua ikan tersebut telah menjelma menjadi dua orang putri cantik bernama Rara Sri Kuning dan Rara Ireng. Dalam cerita disebutkan bahwa mereka diangkat anak oleh seorang janda tua, kemudian keduanya berhasil diambil menantu oleh sang Raja. Mereka menikah dengan Raden Kumitir. Pada akhir cerita disebutkan bahwa kedua putri tersebut kembalabaki menjelma menjadi ikan, karena mereka telah melanggar petunjuk dewa. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) kinanthi; (3) mijil; (4) asmarandana; (5) sinom; (6) gambuh; (7) dhandhanggula; (8) pangkur; (9) maskumambang; (10) megatruh; (11) asmarandana; (12) durma; (13) dhandhanggula; (14) pangkur; (15) pucung. Menurut Pigeaud, mungkin berdasarkan judulnya 'Pe-nus', maka teks ini dianggap sebagai cerita kiasan tentang hubungan jasmani.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.74-NR 121
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Teks Suryajaya ini memiliki kesamaan dengan Suryaraja, keduanya merupakan cerita kiasan tentang keadaan politik di Yogyakarta pada masa tertentu. Naskah sama sekali tidak memuat keterangan nama penyalin/penulis, tarikh penyalinan tempat penyalinan, dan penulisan teks asli. Berdasarkan kertas yang digunakan, diduga naskah ditulis sekitar awal abad 20. Berdasarkan model tulisan yang digunakan, naskah ditulis di Yogyakarta. Naskah dibeli oleh Pigeaud di Yogyakarta pada tanggal 30 November 1932. Mandrasastra mengerjakan ringkasan naskah ini pada bulan Juni 1933. Berikut adalah kutipan lengkap ringkasan tersebut dilanjutkan dengan daftar pupuh dan cuplikan dua gatra pertama tiap pupuh. Nomor urut ringkasan sesuai dengan nomor urut pupuh. (1) Nata Banjar-rukmi nama Pujadewa kagungan garwa kathah, nanging dhumawahing asih amung dhateng Dewi Pujaningrum sakinanthig praja Rancang-kancana. Sang Nata gugon-gugonen atur bebenteran pandamelipun para garwa, kalampahan sang Garwa kinasih dipunkendhangaken ing seganten. Nanging ing wekasan sang Nata kaduwung. Sang Nata anampeni wisik kinen krama putri ing tanah Jawi, kanthi kapetha ing gambar. Sang Nata sinewaka andangu dhateng patih bab putri ing tanah Jawi. Sang Nata lajeng utusan animbali gurunipun nanta Maryani; (2) Sang Maryani matur ing bab kawontenaning Ratu Tanah Jawi, wekasan tinelasan dening sang Prabu sebab angunggul-unggulaken Sri Tanah Jawi. Sang Nata lajeng anglampa-haken serat panglamar dhateng Ratu Tanah Jawi; (3) Anerangaken busananing nata dalah para garwa wekdal sinewaka badhe angkatan dhateng tanah Jawi; (4) Sang Nata bidhal dhateng tanah Jawi; (5) Gentos cariyos ing wukir Gambiralaya, tanah Jawi, wonten pandhita anama Manuswara gadhah anak pupon anama Wasi Pramuja. Sang Wasi tansah anggugulang jaya kawi-jayan. Sang Pandhita tansah amambengi kalakuwanipun sang Wasi; (6) Sang Pandhita aparing pitedhah supados sang Wasi suwita sang Prabu Suryajaya (kinanthen wuwulang kathah-kathah ing bab suwita Ratu). Sang Wasi angkatan badhe suwita kadherekaken rencang 3; (7) Sang Wasi Pramuja sampun katampen pasuwitanipun ing sang Nata Purwakandha. Dutanipun Sri Pujadewa ing Banjar-rukmi sampun dumugi tanah Jawi angunjukaken serat, tinampenan dening sang Patih; (8) Rerenggan busananipun sang Nata dalah ingkang sami sewaka. Sang Patih maos serat saking Sri Banjar-rukmi; (9) Sang Patih mundhi dhawuh aparing angsul-angsul ijeman. Suraos: panglamaripun Sang Sri Banjar-rukmi kepareng, nanging mawi tumbasan saganten rah. Duta mantuk. Sang Parbu dhawuh asiyaga ngayuda nedya sumungsung methukaken yudanipun Sri Ban-jar-rukmi bokmenawi dhateng; (10) Sang Nata bidhal; (11) Ratu-ratu bawahan rehing Purwakandha sampun sami tampi dhawuh lumawan ing yuda. Lajeng sami ayasa pamandhokan. Lampahipun Sri Banjar-rukmi sampun dumuginmg Blambangan, amasanggrahan; (12) Sri Banjar-rukmi nampeni dhatengipun duta ingkang angutus anglamar. Sri Nata sanget duka. Lajeng bodhol sakng pasanggrahan nedya anggempur ing Purwakandha; (13) Nata Purwakandha wonten pasanggrahan ing dhusun Sarwadadi, miyos tinangkil; (14) Nata Purwakandha dhawuh dhateng patih tumrap badhe tangkepipun amethukaken yudanmg mengsah; (15) Lajeng campuh perang rame. Wadyanipun Sri Banjar-rukmi tansah kalindhih. Lajeng kesaput dalu; (16) Enjingipun perang malih. Wadya Purwakandha (tanah Jawi) kerisakan; (17) Enjingipun perang rame malih. Wadyaning mengsah gentos risak; (18) Tanksih rame perang; (19) Taksih perang rame. Wadya tanah Jawi kerep karisakan. Sang Nata ayatan badhe anyarirani; (20) Rerenggan panataning wadya dalah busananipun. Nata Banjar-rukmi ugi ayatan anyarirani yuda. Sampun lajeng ayun-ayunan; (21) Tempuking perang wadyanipun Ratu Banjar-rukmi kerisakan; (22) Nata Banjar-rukmi kelangkung duka, angetog kasudiran, sarana angedalaken pangabaran. Wadya tanah Jawi keplajeng; (23) Nata Purwakandha mangsah semedi, angsal pitulunganing Putri Jim sang Prabu Retnawati sagah ambantu yuda. Sanalika sang Putri Jim dalah wadya umangsah pupulih. Wadya sabrang ing Banjar-rukmi kaplajeng. (24) Nata Banjar-rukmi ngedalaken pangabaran danawa ageng sanget, campuh perang kaliyan Putri Jim Prabu Retnawati gentos keseser. Para danawa wadyanipun Sri Banjar-rukmi ingkang perang wonten ing gagana tatandhingan kaliyanipun wadya Jim. Para danawa kaplajeng; (25) Sang Putri Jim umarek ing ngarsaning raka Sri Purwakandha ngaturaken ramening perang tandhing danawa ageng. Lan angaturaken bilih waduya danawa. wadyanipun Sri Banjar-rukmi (mengsah) ingkang perang ing gagana, sampun kaplajeng dening Dyah Ambarawati (Putri Jim: papatihipun Dewi Retnawati); (26) Nata Purwakandha sarujuk kaliyan ingkang garwa (Putri Jim Retnawati) nedha nyarirani yuda. Sang Nata ananthing manahipun para punggawa, nanging semunipun sadaya sami giris, ananggenaken kasudiran, anjalari lejaring panggalih Nata. Nata Banjar-rukmi dhawuh dhateng Patih bilih enjingipun nedya ngangsek anyekung perang; (27) Nata 2 (ingkang anglurug lan ingkang linurugan) sampun sami ajeng-ajengan; (28) Lajeng wiwit perang angaben bala. Wadya Nata Jawi (Purwakandha) tansah kerisakan; (29) Sang Putri Jim ngaturi pamrayogi supados sang Nata anjemparing makuta agemipun Nata mengsah. Ugi lajeng kaleksartan, anjalari mirudipun wadya mengsah. Nata mengsah sanget krodha, anglepasaken langkap dibya, mahanani ngisisipun wadyajim (wadya tanah Jawi). Sang Nata tanah Jawi rudatos ing galih. Lajeng sang Wasi Pramuja sumundhul ing paparangan; (30) Wasi Pramuja pejah, kataman sanjatanipun Nata Banjar-rukmi. Nata Banjar-rukmi perang rame kaliyan Nata Tartah Jawi. Wasi Pramuja gesang malih lajeng amracondhang ing Nata mengsah (Banjar-rukmi); (31) Nata Banjar-rukmi pejah. Wadya balanipun ngamuk, pinethukaken para Jim, wadya ing tanah Jawi. Para wadya Banjar-rukmi karisakan kaplajeng. Sang Nata Purwakandha kundur. Sang Putri Jim ngahyangan; (32) Dewi Pujawati putranipun Sri Banjar-rukmi sanget murina ing manah dhateng sedaning rama, lajeng pamitan ing para ibu nedya bela ingperang; (33) Sang Dewi sampun umangsah perang sakalangkung rame; (34) Taksih perang rame. Wadya banjar-sari risa; (35) Sang Suryaningrat (Rajaputra Purwakandha) amapagaken yudaning sang Dewi, amung tansah anyrenggara rum. Sang Dewi kalesan manah temah nutut; (36) Para garwanipun Sri Banjar-rukmi sampun mireng bab kajodhinipun Dewi Pujawati. Sang Rajaputra Purwakandha utusan lapur ing rama Nata sakaliyan, bab jaya ing prang jagad anawan sang Dewi Pujawati; (37) Sang Prabu sanget rena. Sang Rajaputra lajeng kadhaubaken kaliyan sang Dewi Pujawati. Ibunipun sang Dewi nama Raden Ayu Kadhipaten, kaboyong lajeng katunggilaken sang Dewi Pujawati. Dewi Angronsari garwa randhanipun Sri Banjar-rukmi kagarwa dening Sri Purwakandha. Lajeng angganjar-ganjaraken putri boyongan sanesipun. Lan anggaganjar miwah angulawisudha wadya sesaning pejah; (38) RWasi Pramuja kapundhut mantu dening sang Nata Purwakandha. Lajeng kaganjar dados Raja ing Banjar-rukmi ginantos nama: Prabu Surya Pramuja. Lajeng bibaran. (39) Sang Prabu sampun sepuh, lajeng gumantos ingputra. Salajengipun turun-tumurun. Daftar pupuh: (1) sinom; (2) durma; (3) pangkur; (4) kinanthi ; (5) asmarandana; (6) dhandhanggula; (7) sinom; (8) dhandhanggula; (9) pangkur; (10) asmarandana; (11) kinanthi; (12) pangkur; (13) mijil; (14) asmarandana; (15) pangkur; (16) asmarandana; (17) pangkur; (18) girisa; (19) durma; (20) asmarandana; (21) pangkur; (22) durma; (23) pangkur; (24) durma; (25) dhandhanggula; (26) asmarandana; (27) girisa; (28) durma; (29) sinom; (30) girisa; (31) durma; (32) asmarandana; (33) pangkur; (34) durma; (35) dhandhanggula; (36) mijil; (37) asmarandana; (38) sinom; (39) dhandhanggula; (40) sinom; (41) kinanthi; (42) dhandhanggula.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.75-NR 224
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Winter, Karel Fredrik
Abstrak :
Cerita ini diambil dari kisah berbahasa Belanda dan Inggris. Menyajikan sebanyak lima puluh cerita mengenai kisah binatang dan lain-lainnya. Adapun cerita tersebut adalah: 1. nelayan pengambil ikan; 2. anjing dan burung gagak; 3. anjing hutan dan anak kambing dan kambing jantan; 4. kucing hutan dan macam tutul; 5. lalat dan kereta kecil; 6. burung merak; 7. orang desa dan anak lelakinya; 8. orang desa dan burung jalak; 9. orang perempuan dan anak kecil dan burung kuntul; 10. keledai dan kuda, dan lain-lainnya.
Batawi: Kangjeng Gupremen, 1922
BKL.0414-CL 20
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Deun, J. van
Abstrak :
Buku ini merupakan saduran dari buku berbahasa Belanda berjudul Twee Vrienden. Mengisahkan suka duka dua sahabat, seekor kuda benama Jragem dan seekor anjing bernama Lulut.
Batavia Centrum: Bale Pustaka, 1931
BKL.0480-CL 31
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Broek, W. Palmer van den
Abstrak :
Buku ini berisi cerita kancil dengan kijang dan binatang-binatang yang lainnya. Di akhir cerita disertai bahasan dan ulasan mengenai cerita kancil tersebut. Ada 16 kisah kancil tersebut di antaranya: 1.) kancil di kebun kacang milik pak tani.; 2.) kancil dengan kepiting.; 3.) kancil dengan buaya.
's-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1878
BKL.0666-CL 42
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Mas Kartasiswaja
Abstrak :
Buku ini merupakan buku penuntun bagi anak-anak, yang menceritakan mengenai dunia hewan (keluhan dari dunia hewan). Diharapkan bacaan ini dapat menuntun anak-anak supaya memiliki watak kasih.
Batawi: Javaansche Boekhandel & Drukkerij, 1913
BKL.0728-LL 84
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>