Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Raden Mochammad Chaerul Imam Puraatmadja
"Artikel ini membahas perbedaan sikap pengunjung terhadap dua jenis pameran yang berbeda di Museum Bank Indonesia: pameran koleksi dan Immersive Cinema. Saat ini, museum memainkan peran penting yang tidak hanya sebagai tempat penyimpanan artefak nyata tetapi juga sebagai penggabung antara hiburan dan pendidikan bagi pengunjung. Di era modern, kemajuan pesat dalam teknologi, khususnya teknologi imersif, telah secara signifikan mengubah pengalaman di museum. Teknologi imersif mengaburkan batas antara dunia fisik dan virtual yang memungkinkan pengalaman secara lebih mendalam dan menarik. Hipotesis penelitian ini adalah Immersive Cinema memberi pengaruh sikap pengunjung yang lebih tinggi dibandingkan pameran koleksi. Metode penelitian kuantitatif digunakan dengan pendekatan survei komparatif. Museum Bank Indonesia telah memperbarui tata letak pamerannya menjadi tiga klaster utama: Klaster Kelembagaan dan Kebijakan, Klaster Numismatik, dan Klaster Arsitektur Gedung. Hasil analisis mengungkapkan bahwa pengunjung menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap Immersive Cinema dibandingkan dengan pameran koleksi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pengunjung lebih menyukai Immersive Cinema dalam unsur teknologi, penyampaian informasi, suasana dan dekorasi, serta pengalaman keseluruhan. Temuan ini menunjukkan bahwa teknologi interaktif dan imersif secara signifikan meningkatkan sikap pengunjung di lingkungan museum yang menyoroti potensi museum untuk memanfaatkan teknologi tersebut guna menarik dan melibatkan audiens modern.
This paper investigates the differing attitudes of visitors towards two distinct exhibition types at Museum Bank Indonesia: the collection exhibition and the Immersive Cinema. Museums today play a crucial role not only as repositories of tangible artifacts but also as destinations that blend entertainment and education for their visitors. In the modern era, rapid advancements in technology, particularly immersive technology, have significantly transformed the museum experience. Immersive technology blurs the boundaries between the physical and virtual worlds, allowing for deeper, more engaging experiences. The research hypothesis is that Immersive Cinema has a higher influence on visitors’ attitudes compared to collection exhibitions. A quantitative research method was used with a comparative survey approach. Museum Bank Indonesia has updated its exhibition layout into three main clusters: Klaster Kelembagaan dan Kebijakan, Klaster Numismatik, and Klaster Arsitektur Gedung. The analysis reveals that visitors exhibit a more positive attitude towards the Immersive Cinema compared to the collection exhibition. Further analysis indicated that visitors favored the Immersive Cinema in terms of technology, information delivery, ambiance and decor, and overall experience. These findings suggest that interactive and immersive technologies significantly enhance the visitors’ attitude in museum settings, highlighting the potential for museums to leverage such technologies to attract and engage modern audiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
Felicia Anabel Herdian
"Ruang publik seharusnya dapat diakses secara terbuka oleh setiap kalangan masyarakat, termasuk dalam ruang publik berbasis visual seperti pameran seni. Namun, perbedaan penggunaan media dan proses komunikasi disabilitas netra menimbulkan kendala dalam mengakses ruang publik secara umum. Keadaan ini mewujudkan proses mediatisasi yang unik pada kalangan disabilitas netra. Dengan mengangkat pameran seni sebagai bentuk ruang publik berbasis visual, peneliti menggunakan kerangka figurasi komunikatif Hepp untuk mempelajari proses mediatisasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk figurasi komunikatif dalam kunjungan disabilitas netra dalam pameran seni. Untuk memperoleh pemahaman yang utuh, peneliti mengeksplorasi elemen figurasi komunikatif yang terdiri dari bingkai tematik, konstelasi aktor, praktik komunikatif, dan ansambel media; serta kapasitas konstruksi yang meliputi identitas kolektif, peraturan, segmentasi, dan kekuasaan. Dengan pendekatan partisipatoris, penelitian menggunakan metode wawancara mendalam terhadap lima orang disabilitas netra dan dua orang pendamping awas serta observasi selama tur pameran dilaksanakan. Disabilitas netra mengandalkan audio secara verbal dan nonverbal serta sentuhan untuk memahami karya seni dan kebutuhan mobilitas. Berbagai objek pada pameran seni dapat dikategorikan sebagai ansambel media: material karya, suara, warna, dan bahkan tongkat untuk navigasi. Adanya perbedaan pada kategori gangguan penglihatan-low vision dan buta total; peran pengunjung, pendamping, pemandu; dan pengetahuan seni mempengaruhi dinamika kapasitas konstruksi para aktor. Penelitian ini melibatkan partisipasi aktif disabilitas netra agar dapat memberikan rekomendasi bagi mediatisasi ruang publik yang lebih baik untuk mencapai masyarakat yang lebih inklusif.
Public spaces should be openly accessible to all sections of society, including visual-based public spaces such as art exhibitions. However, differences in media use and communication processes for the visually impaired create obstacles in accessing public spaces. This situation creates a unique mediatization process among people with visual disabilities. The researcher highlights art exhibitions as a visual-based public space, using Hepp's communicative figurative framework to study the mediatization process. This study aims to describe the form of communicative figuration in visiting persons with visual impairment in art exhibitions. To gain a complete understanding, the researcher explores elements of communicative figuration consisting of thematic frames, actor constellations, communicative practices, and media ensembles; as well as construction capacity which includes collective identity, regulation, segmentation, and power. With a participatory approach, the research used an in-depth interview method with five people with visual disabilities and two sighted companions, also supported by observations during the exhibition tour. People with visual disabilities rely on verbal and nonverbal audio and touch to understand artwork and mobility needs. Various objects in art exhibitions can be categorized as media ensembles: work materials, sounds, colors, and even walking sticks. There is a difference in the categories of visual impairment-low vision and total blindness; the role of visitor, companion, guide; and artistic knowledge affect the dynamics of the actors' construction capacities. This research involves the active participation of the visually impaired to provide recommendations for better mediatization of public space to achieve a more inclusive society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library