Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Huriyah Adani Saoemi
Abstrak :
Preservasi sel atau jaringan erat kaitannya dengan cryoinjury akibat pembentukan kristal es yang akan merusak struktur memban sel dan peningkatan kadar radikal bebas yang dapat memicu kejadian apoptosis. Vitrifikasi ovarium menggunakan krioprotektan intraseluler saja, seperti etilen glikol, diketahui masih memiliki efek toksik terhadap sel. Madu berpotensi sebagai krioprotektan ekstraseluler dengan cara menjaga kestabilan membran sel selama proses vitrifikasi dan kombinasinya dengan etilen glikol dapat mengurangi efek toksik dari etilen glikol tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan madu kelengkeng dalam menjaga integritas folikel preantral ovarium dan menekan laju apoptosis folikel selama vitrifikasi, melalui analisis densitas, indeks folikel, dan rasio Bax/Bcl-2. Pulasan histologis digunakan untuk menganalisis integritas folikel menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin, serta pewarnaan Imunohistokimia untuk melihat ekspresi dari protein proapoptosis dan antiapoptosis. Pengamatan dilakukan menggunakan Optilab 3.0, software Image Raster, dan ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian madu dengan konsentrasi 7,5% yang dikombinasikan dengan etilen glikol, baik 7,5% maupun 15%, dapat mempertahankan densitas dan indeks folikel preantral intak, serta menunjukkan rasio Bax/Bcl-2 yang lebih rendah dibandingkan kontrol vitrifikasi pada folikel preantral. Oleh karena itu, pemberian madu mampu mempertahankan integritas folikel preantral dan menekan laju apoptosis folikel preantral sesudah vitrifikasi. ......Preservation of cells or tissues is related to cryoinjury due to the formation of ice crystals that will damage the cell and increase free radicals that can trigger apoptosis. Ovarian vitrification using single intracellular cryoprotectants, such as ethylene glycol, is known to still have a toxic effect on cells. Honey has the potential as an extracellular cryoprotectant by maintaining the stability of cell membranes during the vitrification process and their combinations can reduce the toxic effects of ethylene glycol. This study aims to utilize longan honey to maintain the integrity of the ovarian preantral follicles and reduce the rate of follicle apoptosis during vitrification, through density, follicle index, and Bax/Bcl-2 ratio analysis. Histological staining was used to analyze the integrity of the follicles using Hematoxylin-Eosin staining, and Immunohistochemical staining to see the expression of proapoptotic and antiapoptotic proteins. Observations were made using Optilab 3.0, Image Raster, and ImageJ software. The results showed that honey with a concentration of 7.5% combined with ethylene glycol, both 7.5%, and 15%, could maintain follicle density and intact preantral follicle index, and showed a lower Bax/Bcl-2 ratio than the vitrified control in the preantral follicle. Therefore, honey was able to maintain the integrity of the preantral follicles and reduce the rate of apoptosis of the preantral follicles after vitrification.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yessy Qurrata A`yun
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah 3,75%; 7,5%; dan 15% konsentrasi etilen glikol (EG) dan susu skim (SS) dalam vitrifikasi dapat mempengaruhi morfologi ovarium tikus (Rattus norvegicus L.) Sprague-Dawley fase proestrus. Ovarium yang digunakan dalam penelitian berasal dari tikus dengan usia 12 minggu dan diisolasi ketika fase proestrus kemudian vitrifikasi selama 48 jam. Ovarium dibagi menjadi sembilan kelompok dengan tiga pengulangan, yaitu KK 1, KK 2, KK 3, KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, dan KP 3. KK 1, KK2, dan KK 3 adalah ovarium fase proestrus tanpa vitrifikasi. KKP 1, KKP 2, dan KKP 3 adalah ovarium fase proestrus yang divitrifikasi menggunakan EG dengan konsentrasi 3,75%; 7,5%; dan 15%. KP 1, KP 2, dan KP 3 adalah ovarium fase proestrus yang vitrifikasi menggunakan kombinasi EG dan SS dengan konsentrasi 3,75%; 7,5%; dan 15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah folikel preantral dengan morfologi utuh pada KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, dan KP 3 lebih rendah dibandingkan KK dan tidak berbeda nyata. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa vitrifikasi ovarium tikus dengan etilen glikol dan susu skim memiliki pengaruh terhadap morfologi folikel preantral tikus.
The research aimed to find out whether 3,75%; 7,5%; and 15% concentration of ethylene glycol (EG) and skimmed milk (SM) in vitrification can influence the development of ovary of rat (Rattus norvegicus L.) strain Sprague-Dawley during the proestrus phase. The test ovary used were from rat with age 12 weeks and isolated when proestrus phase then vitrified for 48 hours. The test ovaries were divided into nine groups with three repetitions, namely KK 1, KK 2, KK 3, KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, and KP 3. KK 1, KK2, and KK 3 are proestrus ovary without vitrification. KKP 1, KKP 2, and KKP 3 are proestrus ovary that vitrification on EG with concentrations of 3,75%; 7,5%; and 15%. KP 1, KP 2, and KP 3 are proestrus ovary that vitrification on EG and SM with concentrations of 3,75%; 7,5%; and 15%. The results showed that the average of the preantral follicle ovary in KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, and KP 3 are lowest than KK and not were significantly different. However, this research showed that vitrification of rat ovary with ethylene glycol and skimmed milk may have effect to ovary morphology.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Awanis
Abstrak :
Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan kombinasi etilen glikol (EG) sebagai krioprotektan intraseluler dan kuning telur sebagai krioprotektan ekstraseluler dengan variasi konsentrasi dalam mempertahankan jumlah dan morfologi folikel preantral ovarium tikus setelah vitrifikasi selama 48 jam. 20 Sprague-Dawley betina berumur 12 minggu digunakan sebagai hewan model penelitian. Folikel yang diuji merupakan folikel tahap preantral yang berasal dari ovarium kanan saja. Sampel ovarium utuh (n = 20) dibagi ke dalam 7 kelompok yaitu KK, KKP 1, KKP 2, KKP 3, KP 1, KP 2, dan KP 3. Kelompok kontrol (KK) merupakan ovarium segar tanpa vitrifikasi. Kelompok kontrol perlakuan (KKP 1, KKP 2, dan KKP 3) merupakan ovarium yang diberi perlakuan vitrifikasi dalam etilen glikol (EG) dengan konsentrasi berturut-turut 3,75%; 7,5%; dan 15%. Kelompok perlakuan (KP 1, KP 2, dan KP 3) merupakan ovarium yang diberi perlakuan vitrifikasi dalam kombinasi EG dan kuning telur (1 : 1) dengan konsentrasi masing-masing berturut-turut 3,75%; 7,5%; dan 15%. Setelah diisolasi dari tikus, ovarium KK segera difiksasi sedangkan ovarium KKP dan KP dibekukan dalam nitrogen cair (−196 ° C). Setelah 48 jam, sampel ovarium dicairkan dan difiksasi. Seluruh kelompok ovarium difiksasi selama 48 jam. Masing-masing ovarium lalu dibuat sayatan histologis dengan ketebalan 5 um, kemudian diwarnai dengan pewarna hematoksilin eosin (HE). Folikel preantral ovarium diamati keutuhan morfologinya dan dihitung jumlahnya. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa berdasarkan uji Kruskall-Wallis (P < 0,05) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah folikel preantral ovarium 48 jam pascavitrifikasi. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa vitrifikasi menggunakan kombinasi etilen glikol (EG) dan kuning telur tidak berpengaruh dalam mempertahankan folikel preantral ovarium pascavitrifikasi.
The study was conducted to evaluate the effect of combination of ethylene glycol (EG) as intracellular cryoprotectant and egg yolk as extracellular cryoprotectant with varied concentrations in maintaining morphology and counts of ovarian pre-antral follicles after vitrification for 48 hours. Twenty 12 week old Sprague-Dawley female rats were used as animal models. The follicles tested were preantral stage follicles from right ovary only. Whole ovary samples (n = 20) were divided into 7 groups, namely NC; TCG 1; TCG 2; TCG 3; TG 1; TG 2; and TG 3. The control group (NC) consists of fresh ovaries without vitrification. The treatment control group (TCG 1; TCG 2; and TCG 3) consists of ovaries treated with vitrification in ethylene glycol (EG) with a concentration of 3.75%; 7.5%; and 15%, respectively. The treatment group (TG 1; TG 2; and TG 3) were ovaries treated with vitrification in a combination of EG and egg yolk (ratio 1: 1) with a concentration of 3.75%; 7.5%; and 15%, respectively. After being isolated from the rats, the NC ovaries were immediately fixated while the TCG and TG ovaries were frozen in liquid nitrogen (−196 °C). After 48 hours, the ovary sample is thawed and fixated. All ovarian groups were fixated for 48 hours. Each of the ovaries was then made a histological incision with a thickness of 5 µm, then stained with a hematoxylin eosin (HE). Ovarian pre-antral follicles were observed for the integrity of the structure and counted. The data based on Kruskall-Wallis test (P < 0.05) show that there were no significant differences in the number of ovarian preantral follicles 48 hours after vitrification. It can be concluded that vitrification using a combination of ethylene glycol (EG) and egg yolk has no effect in maintaining ovarian preantral follicles after vitrification.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi
Abstrak :
60 juta ton produksi minyak sawit dunia menghasilkan 600 ribu ton limbah SBE. SBE dikelola dengan cara dibakar (menggunakan incinerator) atau dibuang pada landfill. Namun, karena SBE mengandung kadar minyak yang tinggi, maka pembuangan SBE dalam bentuk landfill mengakibatkan polusi tanah dan air yang substansial (Raksi, 2009). SBE digunakan karena masih mengandung minyak nabati yang tinggi sekitar 20-40% yang berpotensial untuk dilakukannya pengolahan lebih lanjut seperti dijadikan biodiesel atau biolubricant. Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis dan mengkarakterisasi ester propilen glikol atau biolubricant yang dihasilkan dari hasil modifikasi alkohol yaitu propilen glikol dengan asam lemak yang berasal dari SBE oil sebagai biolubricant. Hasil dari modifikasi ini adalah produk ester propilen glikol. Propilen glikol dipilih karena memiliki struktur yang bercabang, viskositas yang tinggi dan memiliki titik leleh yang rendah. Tahapan pada penelitian ini terbagi menjadi empat buah tahapan. Pada tahap pretreatment telah menghasilkan SBEO dengan kualitas sesuai dengan standar nilai RBDPO. Pada tahap esterifikasi telah menghasilkan minyak SBE yang memiliki nilai asam lemak bebas yang rendah untuk mencegah penyabunan. Pada proses transesterifikasi tahap 1 minyak SBE telah diubah menjadi metil ester atau biodiesel dengan variasi rasio mol yaitu 1:6 antara SBEO dengan metanol dengan yield 99,21%. Proses transesterifikasi tahap 2 metil ester atau biodiesel telah diubah menjadi ester propilen glikol. Setelah proses sintesis selesai, tujuan terakhir yaitu karakterisasi, dilakukan uji GC-MS, densitas, viskositas, flash point, dan pour point. Hasil dari modifikasi ini adalah produk ester propilen glikol dengan nilai flash point adalah 252°C dan nilai pour point adalah -7°C
60 million tons of world palm oil production produces 600 thousand tons of SBE waste. SBE is managed by burning (using an incinerator) or disposed of at the landfill. However, because SBE contains high oil content, the disposal of SBE in the form of landfills can caused soil and air pollution (Raksi, 2009). SBE is used because it still contains about 20-40% high vegetable oil which has the potential to be processed further such as biodiesel or biolubricant. The purpose of this study is to synthesize and characterize propylen glycol ester derived from propylen glycol and fatty acid from SBE oil as a hidraulic lubricant. The results of this modification are propylene glycol esters. Propylene glycol is chosen because it has a branching structure, high viscosity and has a low melting point. The stages of study are divided into four stages. In the pretreatment stage, the SBEO has been produced with quality in accordance to the RBDPO value standards. At the esterification stage, SBE oil produced a low value of free fatty acids to prevent saponification. In the first transesterification stage, SBE oil has been converted into methyl esters or biodiesel with a variation of the mole ratio of 1:6 between SBEO and metanol with a yield of 99.21%. The step 2 transesterification process of methyl esters or biodiesel has been converted into propylene glycol esters. After the synthesis process is complete, the final goal is characterization, GC-MS test, density, viscosity, flash point, and pour point. The results of this modification are propylene glycol esters with a flash point value of 252°C and the pour point value is -7°C.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bimo Pratomo
Abstrak :
Korasi pada sistem pendingin mesin otomotif sering terjadi pada komponen-komponen ferrous di dalam sistem, dan mengganggu proses kerja keseluruhan dari mesin. Untuk mengatasi hal ini sering ditambalnkan inhibitor-inhibitor korosi ke dalam air pendingln. Pendingan mesin (engine coolant) sebagaf aditif air pendingin mengandung inhibitor-inhibitor korosi untuk mengataai hal di atas. Penambahan Ethyleneglycol sebagai antibeku ke dalam pendlngin mesin dimalrsudlran agar kendaraan dapat bekerja sepanjang tahun, tidak terkecuali pada musim dingin. Diketahui bahwa ethylene glycol dapat menyebabkan korosi Sebagai contoh adalah graphitization' pada besi tuang dan dezmc.iflcatlon pada lfunlngan. Penelitian ini mencoba untuk mellhat pengaruh sifat korosif pendingin mesin yang mengandung ethylene glycol dengan yang tidak mengandung ethylene glycol terhadap logam-logam yang biasa terdapat di dalam sistem pendingin mesin otomotif. Enam jenis logam dibuat dalam dua hubungan trigalvanllc, lalu dicelup di dalam media celup selama 336 jam pada temperatur konstan 7100, dan di dalam kondisi aerasi sifat korosif dilihat dan laju korosi yang diperoleh. Dari hasil penelitian secara umum, terlihat laju korosi yang besar dari logam Dafa, besi tuang. aluminum, dan solder di dalam larutan korosif tanpa penambahan pendingin mesin . Kuningan dan tembaga memHlln? laju korosi yang relatif kecil karena sifat tahan korosi mereka yang tinggi. Setelah penambaban pendingin mesin sebesar 30 Z ke dalam larutan korosif terlihat penurunan dengan drastis semua laju korasi logam.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41182
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Nagaruda
Abstrak :
Etilen glikol dan dietilen glikol ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan pada sediaan sirup yang beredar di Indonesia sehingga menyebabkan kasus GGAPA meningkat. Penulisan tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji bahaya cemaran etilen glikol dan dietilen glikol pada sediaan sirup dan mengkaji sediaan sirup yang dijual di Apotek Roxy Ciledug bebas dari cemaran etilen glikol dan dietilen glikol sehingga aman untuk dijual. Pada pengerjaan tugas khusus kali ini, sumber data akan diambil melalui literatur. Hasil yang didapatkan adalah bahaya yang ditimbulkan dari konsumsi etilen glikol dan etilen glikol adalah toksisitas ginjal yang akan mengarah pada gagal ginjal akut yang bersifat tidak reversibel. Selain itu, sediaan sirup yang dijual di Apotek Roxy Ciledug merupakan sediaan yang sudah dipastikan keamanannya bebas dari cemaran etilen glikol dan dietilen glikol. ......Ethylene glycol and diethylene glycol are found as contamination in glycerin or propylene glycol which are used as additional solvents in syrup preparations circulating in Indonesia, causing increased cases of acute kidney injury. Writing this special task aims to examine the dangers of ethylene glycol and diethylene glycol contamination in syrup preparations and ensure syrup preparations sold at Roxy Ciledug pharmacies are free from ethylene glycol and diethylene glycol contamination so that it is safe for sale. In this special task work, data sources will be taken through literature. The results are consumption of ethylene glycol and ethylene glycol leading to kidney toxicity that will lead to acute kidney failure that is irreversible. In addition, syrup preparations sold at Roxy Ciledug pharmacies are preparations that have been confirmed to be free from ethylene glycol and diethylene glycol contamination.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Laraswati
Abstrak :
Pada proses bleaching terutama pada pengolahan refinery Crude Palm Oil CPO menjadi minyak goreng menggunakan bleaching earth BE menghasilkan limbah Spent Bleaching Earth SBE. SBE digunakan karena masih mengandung minyak nabati yang tinggi sekitar 20-40 yang berpotensial untuk dilakukannya pengolahan lebih lanjut seperti dijadikan biodiesel atau biolubricant. Pada penelitian ini telah dibuat biopelumas yang dihasilkan dari modifikasi alkohol yaitu Etilen Glikol EG dengan asam lemak yang berasal dari SBE Oil. Penelitian ini terbagi menjadi empat tahapan penelitian. Pada tahap pre-treatment telah menghasilkan SBEO dengan kualitas sesuai dengan standar nilai RBDPO. Pada tahap esterifikasi telah menghasilkan minyak SBE yang memiliki nilai asam lemak bebas yang rendah untuk mencegah penyabunan. Pada proses transesterifikasi tahap 1 minyak SBE telah diubah menjadi metil ester atau biodiesel dengan variasi rasio mol yaitu 1:6 antara SBEO dengan metanol dengan yield 99,74. Proses transesterifikasi tahap 2 metil ester atau biodiesel telah diubah menjadi ester etilen glikol. Setelah proses sintesis selesai, tujuan terakhir yaitu karakterisasi, dilakukan uji GC-MS, densitas, viskositas, flash point, dan pour point. Hasil dari modifikasi ini adalah produk ester etilen glikol yang merupakan senyawa yang baik karena mengandung mineral, memiliki nilai volatilitas yang rendah, flash point yang tinggi, memiliki stabilitas panas yang baik, nilai toksisitas yang rendah, dan merupakan bahan yang biodegradable, dengan nilai flash point adalah 252 oC dan nilai pour point adalah -7°C.
In bleaching process, especially in processing Crude Palm Oil refinery CPO into cooking oil using bleaching earth BE will produce Spent Bleaching Earth SBE waste. SBE is used because it still contains high vegetable oil about 20 40 which has potential for further processing such as biodiesel or biolubricant. In this research have been made biolubricant resulting from the modification of alcohol that is Ethylene Glycol EG with fatty acid derived from SBE Oil. Stages of research will be divided into four stages. In the pre treatment stage have be produce SBEO with quality in accordance with the standard value of RBDPO. At the esterification stage have be produce SBE oil which has a low free fatty acid value to prevent saponification. In the transesterification process stage 1 of SBE oil have be converted into methyl ester or biodiesel with variation of mole ratio of 1 6 between SBEO and methanol with yield of 99.74. The transesterification process of stage 2 methyl ester or biodiesel have be converted to ethylene glycol esters. After the synthesis process is complete, the last goal is characterization, GC MS test, density, viscosity, flash point, and pour point test. The results of this modification are ethylene glycol esters which are good compounds because they contain minerals, have low volatility values, high flash points, have good heat stability, low toxicity values, and are biodegradable materials, with flash point values is 252 oC and the pour point value is 7°C.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Septy Andini
Abstrak :
ABSTRAK
Pengaruh Berbagai Konsentrasi Etilen Glikol dan Dimetil Sulfoksida dalam Vitrifikasi terhadap Perkembangan Kultur Blastokista Awal Mencit Mus musculus L. Galur DDY Hasil Laser Assisted Hatching Penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah konsentrasi Etilen glikol EG dan Dimetil sulfoksida DMSO 5 , 10 , dan 15 dalam vitrifikasi berpengaruh terhadap perkembangan kultur blastokista awal mencit Mus musculus L. galur DDY hasil laser assisted hatching serta untuk menentukan konsentrasi EG dan DMSO terbaik dalam vitrifikasi. Embrio uji yang digunakan adalah blastokista awal dari induk mencit hasil superovulasi setelah dikawinkan dengan mencit jantan dewasa. Embrio blastokista awal dilakukan LAH dengan penipisan 1/2 keliling zona pelusida. Embrio uji dibagi dalam 5 kelompok perlakuan dengan 6 ulangan yaitu KK 1, KK 2, KP 1, KP 2, dan KP 3. Embrio KK 1 merupakan blastokista awal hasil LAH kemudian dikultur, sedangkan embrio KK 2 merupakan blastokista awal yang divitrifikasi kemudian dikultur. Embrio KP 1, KP 2, dan KP 3 merupakan blastokista awal hasil LAH yang divitrifikasi dalam EG dan DMSO dengan konsentrasi masing-masing 5 , 10 , dan 15 kemudian dikultur. Berdasarkan hasil penelitian, rerata persentase viabilitas embrio, hatched embryo, dan degenerasi secara berturut-turut pada KK 1 sebesar 75,00 ; 23,33 ; 25,00 , KK 2 sebesar 58,33 ; 11,67 ; 41,67 , KP 1 sebesar 51,67; 6,67 ; 48,33 , KP 2 sebesar 70,00 ; 18,33 ; 30,00 , dan KP 3 sebesar 75,00 ; 23,33 ; 25,00 . Berdasarkan hasil uji LSD, konsentrasi EG dan DMSO memengaruhi perkembangan embrio hasil LAH dalam vitrifikasi. Embrio KP 3, yaitu blastokista awal hasil LAH yang divitrifikasi dengan krioprotektan EG 15 DMSO 15 sukrosa 0,5 M merupakan konsentrasi terbaik dalam vitrifikasi terhadap perkembangan kultur blastokista awal hasil LAH.
ABSTRAK
The Effect of Different Concentrations of Ethylene Glycol and Dimethyl Sulfoxide in Vitrification of Early Blastocyst Culture of Mice Mus musculus L. Strain DDY after Laser Assisted HatchingThe research aimed to find out whether 5 , 10 , and 15 concentration of Ethylene glycol EG and Dimethyl sulfoxide DMSO in vitrification can influence the development of early blastocyst culture of mice Mus musculus L. strain DDY after Laser assisted hatching LAH and to determine the best concentration of EG and DMSO in vitrification. The test embryos used were early blastocysts from superovulated mice after mating with adult male. Early blastocyst stage of embryo was performed LAH with 1 2 thinning around the zona pellucida. The test embryos were divided into five groups with six repetitions, namely KK 1, KK 2, KP 1, KP 2, and KP 3. KK 1 is early blastocyst after LAH then cultured, whereas KK 2 is early blastocyst in vitrification and then cultured. Then, KP 1, KP 2, and KP 3 are early blastocysts after LAH then vitrification on EG and DMSO with concentrations of 5 , 10 , and 15 , and then cultured. Based on result, the average percentage of embryo viability, hatched embryo, and degeneration respectively in KK 1 is 75.00 23.33 25.00 , KK 2 is 58.33 11.67 41.67 , KP 1 is 51.67 6.67 48.33 , KP 2 is 70.00 18.33 30,00 , and KP 3 is 75.00 23.33 25.00 . Based on LSD test, EG and DMSO concentrations affect the embryo development after LAH in vitrification. KP 3 is early blastocysts after LAH that were in vitrification by EG 15 DMSO 15 0.5 M sucrose is the best concentration in vitrification of early blastocyst culture after LAH.
2017
S69159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan
Abstrak :
Lapisan anodik yang ditumbuhkan pada logam paduan aluminium AA7075 dengan metode hard anodizing tidak seragam disebabkan oleh lambatnya reaksi oksidasi pada presipitat. Penambahan senyawa organik dalam elektrolit diharapkan dapat mempercepat laju oksidasi. Dalam penelitian ini, pengaruh penambahan Etilen Glikol sebagai zat aditif pada elektrolit dalam proses hard anodizing pada logam paduan AA7075 diteliti melalui karakterisasi morfologi, sifat mekanik dan sifat korosi lapisan anodizing yang dihasilkan. Uji korosi dilakukan dengan metode elektrokimia meliputi open circuit potential (OCP), potentiodynamic polarization (PDP), dan electrochemical impedance spectroscopy (EIS) pada larutan 3% NaCl + 1 % HCl. Senyawa EG dipilih karena umum digunakan sebagai zat antibeku pada industri logam dan juga memiliki sifat inhibitor korosi saat digunakan pada sistem pendingin. Hasil yang didapatkan dengan penambahan etilen glikol pada elektrolit mampu meningkatkan laju reaksi oksidasi dari presipitat yang terdapat pada substrat, sehingga menghasilkan struktur lapisan yang lebih seragam di sepanjang antarmuka oksida-logam. Namun konsumsi energi pada reaksi oksidasi presipitat menyebabkan berkurangnya oksidasi pada matrix aluminium sehingga lapisan yang dihasilkan menjadi lebih tipis. Selain itu, pelepasan gas oksigen yang terjadi selama proses oksidasi presipitat terjebak dalam lapisan membentuk pori. Hal ini menyebabkan penurunan nilai kekerasan dari 196,2 HV menjadi 117,8; 115,2; dan 107,7 HV masing- masing dengan penambahan 10, 20, dan 30 % EG. Uji korosi menunjukkan peningkatan ketahanan korosi lapisan anodik dengan penambahan 10% EG sedangkan pada konsentrasi EG yang lebih tinggi cenderung menurunkan ketahanan korosi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai OCP yang menjadi 30 mV lebih tinggi, nilai potensial korosi yang menjadi 10 mV lebih positif dan arus korosi yang menjadi 80 μA/cm2 lebih rendah, juga nilai resistansi polarisasi (Rp) yang naik 100 Ω lebih tinggi pada lapisan anodik yang ditumbuhkan di elektrolit yang mengandung 10 EG dibandingkan tanpa EG. Sedangkan penambahan 20 dan 30 EG menurunkan nilai OCP, potensial korosi, dan impedansi lapisan. Konsentrasi EG yang optimum untuk menghasilkan lapisan dengan sifat mekanik dan ketahanan korosi yang baik adalah 10 %. Lapisan anodik yang mengandung EG sensitif terhadap perlakuan hydrothermal sealing. Sementara lapisan yang ditumbuhkan dalam elektrolit tanpa EG menunjukkan peningkatan ketahanan korosi setelah sealing, lapisan yang ditumbuhkan dalam elektrolit yang mengandung EG mengalami penurunan ketahan korosi. Penyebab fenomena tersebut diluar area penelitian ini dan disarankan diteliti lebih lanjut dalam penelitian kedepannya.......The anodic oxide film formed on aluminium alloy AA7075 under a hard anodization method was not uniform due to the slow oxidation reaction occurred on the precipitates. Addition of organic compound in the electrolyte is expected to accelerate the oxidation rate. In this research, the effect of additive ethylene glycol (EG) in the electrolyte on the hard anodization process on the AA7075 alloy was investigated through characterization of the morphology, mechanical properties, and corrosion properties of the resulting film. The corrosion tests were conducted by electrochemical methods including open circuit potential (OCP), potentiodynamic polarization (PDP), and electrochemical impedance spectroscopy (EIS) methods in 3% NaCl + 1% HCl solution. The EG compound was chosen because it is commonly used as antifreeze substance in the metal industry and its role as corrosion inhibitor in a cooling system. The results showed that addition of EG in the electrolyte enhanced the oxidation reaction on the precipitate in the substrate, resulting in a more uniform structure along the oxide-metal interface. However, energy consumption due to the oxidation reaction on the precipitate resulted in the reduction of oxidation reaction on the matrix, hence, the resulting film was thinner. Moreover, the release of oxygen gas during oxidation reaction of the precipitate was trapped inside the film creating pores. The pores decreased the film hardness from 196.2 HV in the 0 EG electrolyte to 117.8; 115.2; and 107.7 HV for 10, 20, and 30% EG electrolytes, respectively. The corrosion tests showed an improvement of corrosion resistance on the anodic film with the addition of 10% EG in the electrolyte while addition of higher EG concentration tended to decrease the corrosion resistance. It was demonstrated by the OCP that was 30 mV higher, the corrosion potential that was 10 mV higher and the corrosion current density that was 80 μA/cm2 lower, as well as the polarization resistant that was 100 Ω higher than that of formed in the electrolyte without EG. The addition of 20 and 30 EG reduced the OCP, corrosion potential, and impedance of the film. The optimum EG concentration to obtain the film with good mechanical and corrosion properties is 10 %. The EG containing film was sensitive to the hydrothermal sealing. While the film formed in the electrolyte without EG showed an improvement of corrosion after sealing, the film formed in EG containing electrolyte showed a decrease in corrosion resistance. The reason for such phenomenon was outside the scope of this research and was suggested for further research.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baity Hotimah
Abstrak :
ABSTRAK
Karbondioksida CO2 secara alamiah terkandung di dalam gas alam. Selain itu kekhawatiran pemanasan global yang dipicu oleh konsentrasi CO2 sebagai penyebab efek rumah kaca. Hal ini mendorong banyak penelitian untuk memisahkan CO2 tersebut dari Gas. Berbagai teknologi telah digunakan untuk pemisahan CO2. Ionic Liquids ILs telah terbukti mampu memisahkan CO2, tapi ada beberapa dampak penggunaan ILs yang mendorong pencarian alternatif cairan pemisahan. Salah satu solusi kimia yang telah dilakukan adalah dengan menggunakan Deep Eutectic Solvent. DES mampu mengikat CO2 melalui ikatan hidrogen dari larutannya. DES merupakan larutan yang lebih ekonomis. Natural based DES NADES diproduksi dari bahan alam bersifat tidak beracun dan biodegradable. NADES juga dapat melepaskan kembali CO2 dengan menggeser sifat termodinamikanya, sehingga mudah untuk diregenerasi. Penjerapan CO2 dilakukan dengan NADES menggunakan sel dengan jendela kaca saphire yang dapat mengamati proses adsorpsi CO2 secara visual. NADES pada penelitian ini adalah betain sebagai hydrogen bonding acceptor HBA dan senyawa 1,4-butanediol, etilen glikol, dan asam laktat sebagai hydrogen bonding donor HBD . Pencampuran HBA dan HBD dilakukan dengan tiga komposisi molar yang membentuk campuran homogen dan stabil pada suhu ruang, yaitu 1:2, 1:3 dan 1:4 betain- asam laktat, 1:3, 1:4 dan 1:5 betain-etilen glikol, dan 1:7, 1:8 dan 1:9 betain:1,4-butanediol. Absrorpsi CO2 dilakukan secara volumetrik dengan sel saphire pada tekanan sekitar 27 bar, suhu 30 C. Kapasitas absorbsi maksimum diserap oleh NADES dengan HBD asam laktat pada komposisi 1:2 molar, yaitu dengan nilai X CO2 mol CO2 teradsorb/mol CO2 awal mol NADES sebesar 0,0913 dengan dx/dp 0,00526. Tren kelarutan meningkat pada komposisi HBA yang lebih tinggi pada NaDES dengan HBD asam laktat dan etilen glikol. Akan tetapi NaDES dengan HBD 1,4-butanediol semakin meningkatkan kelarutan CO2 dengan bertambahnya komposisi molar HBD.
ABSTRACT
Carbon dioxide CO2 is naturally contained in natural gas. In addition, concerns of global warming triggered by CO2 concentrations as the cause of the greenhouse effect, prompted many studies to separate the CO2 from Gas. Various technologies have been used for the separation of CO2. Ionic Liquids ILs have been shown to be capable of separating CO2, but there are some impacts on the use of ILs that encourage the search for alternative liquid separations. One of the chemical solutions that has been done is to use Deep Eutectic Solvent DES . DES is able to capture CO2 through hydrogen bonds from the solution. DES is a more economical solution. Natural based DES NADES produced from natural materials is non toxic and biodegradable. NADES can also relinquish CO2 by shifting its thermodynamic properties, making it easy to regenerate. The CO2 absorption with NADES in this study was used an optical cell that can visualise the process in side. NADES in this study was made from betaine as hydrogen bonding acceptor HBA and 1,4 butanediol, ethylene glycol, and lactic acid as hydrogen bonding donor HBD . HBA and HBD mixed in some molar compositions, 1 2, 1 3 dan 1 4 betain asam laktat, 1 3, 1 4 dan 1 5 betain etilen glikol, dan 1 7, 1 8 dan 1 9 betain 1,4 butanediol. CO2 absorbtion conducted by volumetric methode in saphire cell at pressure 27 bar and temperature 30 C. The maximum solubility of CO2 was absorbed by NADES with lactic acid at 1 2 molar compotition, X CO2 mol CO2 absorpted mol NADES was 0,0913 and dx dp 0,00526. Solubility of CO2 increased with increasing HBA compotition in NADES that formed by HBD lactic acid and ethylene glycol, but NaDES that formed by HBD 1,4 butanediol showed different trend. The solubility of CO2 increased followed by the increasing of 1,4 butanediol molar composition.
2018
T51504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>