Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mustopa
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari fenomena warga Tionghoa yang memeluk Islam. Tidak sebagaimana agama Hindu atau Katolik, beralihnya warga keturunan Tionghoa pada agama Islam melahirkan ragam wacana dan pendapat, terutama di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Peralihan agama yang dilakukan sebagian komunitas ini menyisakan sejumlah persoalan terutama karena masih kuatnya kesenjangan pergaulan antara warga keturunan Tionghoa dengan warga pribumi. Sebagian orang kemudian mempertanyakan, benarkah orang-orang Tionghoa telah memeluk Islam? Meski tema dan wacana pembauran sudah jauh ditinggalkan secara akademis, namun tema ini tetap menjadi agenda bahasan sebagian warga keturunan Tionghoa yang selama ini masih mendapat sangkaan-sangkaan buruk dan perlakuan diskriminatif dari masyarakat pribumi Indonesia. Dalam kaitan dengan pembauran ini sebagian kalangan menilai, bahwa di antara media yang paling bisa mempertemukan dan mendekatkan warga Tionghoa dengan penduduk pribumi adalah dengan menjadi Muslim. Alasannya sederhana, bahwa dengan memeluk agama yang dipeluk mayoritas pribumi, warga Tionghoa dengan sendirinya akan diterima dengan baik dan juga diperlakukan secara baik dan alamiah oleh warga pribumi. Alasan demikian mengemuka karena Islam menjadikan seorang Muslim sebagai saudara bagi Muslim lainnya. Masalah kemudian muncul. Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa dengan menjadi Muslim tidak serta merta warga Tionghoa diterima dan disambut dengan baik oleh warga pribumi. Sebagian memang merasa senang dan menerima dengan tangan terbuka warga Tionghoa yang sudah menjadi Muslim. Namun, sebagian warga pribumi yang lain tidak menganggap sama sekali kelslaman warga Tionghoa. Kalangan ini menilai, bahwa pasti ada sesuatu yang disembunyikan warga Tionghoa terkait dengan Islam yang mereka peluk. Sebagian warga pribumi ini lantas mencurigai dan mempertanyakan keislaman warga Tionghoa di Indonesia. Dan pihak Tionghoa sendiri terungkap, bahwa tidak semua dari warga keturunan ini memeluk Islam karena alasan dan keyakinannya pada agama tersebut. Sebagian memang memeluk Islam karena faktor hidayah (petunjuk) yang diterima orang Tionghoa yang bersangkutan. Namun, ada beberapa juga dari mereka yang memeluk Islam bukan karena alasan Islam semata, atau karakul tertarik dengan ajaran-ajarannya, tapi karena ada kepentingan lain di balik itu. Alasan yang lazim mengemuka dalam lslamnya warga Tionghoa dalam kasus ini adalah soal perkawinan, atau agar urusan dan kepentingan bisnis mereka menjadi lancar. Kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah ini adalah teori hubungan antar suku bangsa. Teori tersebut dikembangkan oleh karena jalinan hubungan yang tercipta di antara mereka, sepanjang sejarahnya, melahirkan stereotip dan prasangka pada masing-masing pihak. Stereotip dan prasangka inilah yang kemudian dijadikan acuan penilaian masing-masing pihak dalam memandang, memahami dan mengikapi komunitas yang dianggap berbeda, yakni warga Tionghoa terhadap warga pribumi, dan warga pribumi terhadap warga Tionghoa. prasangka ini sendiri, sebagaimana diterangkan Mclemore, dilatarbelakangi oleh sejumlah factor. Di antara factor utama yang melatarbelakangi stereotip adalah transmisi budaya, pengalaman pribadi, dan identitas group atau etnosentrimse. Dan situ kemudian terlihat, bahwa ktsangsian warga pribumi terhadap keislaman warga Tionghoa dilatarbelakangi oleh kuatnya stereotip dan prasangka yang bersarang dalam kesadaran warga pribumi. Kesadaran demikian dimiliki warga pribumi dan tertanam kuat dalam budaya yang mereka miliki dan sekaligus menjadi media penilaian mereka saat berinteraksi dengan warga Tionghoa. Dengan kata lain. kesadaran yang tidak baik ini menjadi modal yang kuat bagi warga pribumi untuk menilai siapa dan bagaimana sesungguhnya warga Tionghoa, dan bagaimana pula Islam yang mereka anut. Menjelaskan pendapat Suparlan (2004), Islam dalam hal ini karenanya bukanlah media yang bisa mencairkan hubungan warga pribumi dengan warga Tionghoa. Islam dalam kerangka ini hanya menjadi media yang berpotensi menciptakan pembauran dan kedekatan warga pribumi dan Tionghoa. Menjadi Islam, dengan kata lain, tidak otomatis meneiptakan kcdekatan warga pribumi dengan etnik Tionghoa. Elemen sejati yang bisa menciptakan kedekatan dan mencairkan kebekuan hubungan warga pribumi dengan warga Tionghoa adalah pergaulan dan komunikasi yang inten di antara mereka.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Wijaya
2001
S2778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurizal Firdaus
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti Budi Suryani
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak 1989, konflik antar etnik menjadi akar kekerasan yang menggantikan perang antara negara bangsa di dunia. Konflik etnik menjadi unik karena penanganannya menjadi resisten terhadap upaya resolusi yang sifatnya rasional karena seringkah memperebutkan tujuan-tujuan yang tidak terukur salah satunya adalah etnosentrisme. Kelompok - kelompok etnik dapat bertikai yang disebabkan oleh etnosentrisme, dapat dijelaskan melalui proses transmisi kebudayaan setiap kelompok etnik dalam enkulturasi. Pada masa enkulturasi individu mempelajari apa yang menjadi standar alamiah kelompoknya dalam melakukan perbandingan antarkelompok. Sumner (1906) menyebutnya sebagai etnosentrisme, untuk menggambarkan situasi penerimaan dari siapa yang secara kultural seperti dirinya dan penolakan terhadap siapapun yang berbeda. Melalui sosialisasi, individu menggunakan sentimen primordial untuk mendefinisikan batas-batas kultural yang dimiliki oleh kelompoknya berbeda dari kelompok yang lain. Etnosentrisme ini kemudian dijelaskan dengan menggunakan teori identitas sosial dari Tajfel (1970) Dari catatan rangkaian konflik antar etnis di Indonesia, konflik di KalBar cukup memprihatinkan. Pertama, karena hingga bulan Januari 2000, terdapat 68.934 orang pengungsi etnis Madura. Dan sampai kini proses penanganan baik korban konflik antarsuku yang mengungsi maupun rekonsiliasi antar etnis yang bertikai belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kedua, dari sejarah konflik di KalBar dapat diasumsikan bahwa konflik yang teijadi sudah sangat mengakar dan laten sifatnya. Yang sulit untuk dipercaya kemudian adalah bahwa dalam 11 kali konflik sebelumnya antara suku Madura dan suku Dayak, suku Melayu berada di pihak yang netral. Hubungan yang semula dinilai sangat mesra berdasarkan penelitian Sudagung (1984) ternyata terdapat beberapa fakta yang menunjukkan akan adanya perbedaan budaya yang mendasari konflik diantara orang Melayu dengan orang Madura. Dimana identitas agama Islam yang semula mempersatukan mereka, ternyata pada awal kasus Parit setia runtuh dan etnis Melayu merasa dianggap kafir dan dihina. Perbedaan budaya lainnya yang tidak dapat diterima oleh suku Melayu adalah: kebiasaan membawa senjata tajam di tempat-tempat umum dan sangat mudah untuk menggunakannya dalam pemecahan masalah, pendirian tempat ibadah yang secara eksklusif, serta pelaksanaan pernikahan yang eksklusif (Alqadrie 1999). Dari penjelasan dan fakta-fakta yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa faktor yang membuat terjadinya konflik terbuka dapat disebabkan oleh sejarah permusuhan sebelumnya, stereotip yang terbangun tentang suku Madura dalam periode saat hidup berdampingan, serta dominasi suku Madura sebagai kelompok pendatang terhadap suku Melayu yang menjadi penduduk asli. Disamping itu dalam konflik antar etnis Melayu dan etnis Madura terdapat perbedaan budaya yang mendasarinya. Hal ini menimbulkan perkembangan superioritas kelompok dan inferioritas kelompok lain yang dikenal dengan istilah etnosentrisme. Etnosentrime kedua suku tersebut sangat mungkin terjadi melalui proses identifikasi sosial pada masa enkulturasi dan sosialisasi dari masingmasing kelompok etnis. Maka menjadi hal yang menarik untuk diteliti sejauh mana etnosentrisme etnis Melayu Sambas terhadap etnis Madura di Sambas dengan menggunakan kerangka sudut pandang teori Identifikasi Sosial yang diawali studi mengenai perilaku antar kelompok oleh Henri Tajfel (1970). Pengambilan data secara kuantitatif dan kualitatif. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah accideAtal sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Hasil yang diperoleh dalam pengolahan data secara kuantitatif berupa skor mean skala alat ukur etnosentrisme dan dimensi-dimensinya. Disain kualitatif yang dipilih pada penelitian ini berupa studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan derajat etnosentrisme yang cukup tinggi dari orang melayu Sambas terhadap orang Madura di KalBar. Gambaran etnosentrisme orang Melayu Sambas memilliki kecenderungan untuk menilai segala sesuatu berdasarkan acuan nilai yang dimiliki kelompok daripada kecenderungan untuk menganggap kelompoknya lebih unggul dibandingkan kelompok lain. Gambaran etnosentrisme orang Melayu Sambas di KalBar pada dimensi orientasi pada kelompok diwujudkan dalam penekanan pada pembentukan identitas sosial yang positif terhadap kelompok sendiri. Penanaman nilai dalam mendidik anak mengenai cara-cara kekerasan yang digunakan dalam interaksi dengan etnis Madura memiliki derajat yang paling kecil. Gambaran etnosentrisme orang Melayu Sambas di KalBar pada dimensi superioritas kelompok diwujudkan dalam bentuk penggunaan perbandingan sosial antar kelompok sebagai dasar untuk mengevaluasi identitas sosial, dimana untuk memperoleh identitas sosial yang positif, perbandingan difokuskan pada pembentukan aspek positif terhadap kelompok sendiri. Sementara perwujudan dimensi superioritas kelompok dalam bentuk merendahkan budaya dan kelompok lain memiliki derajat yang kecil. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel demografi dengan dimensi etnosentrisme yang dimiliki subyek penelitian. Saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah jumlah subyek yang terlibat dalam penelitian lanjutan pelu ditambah untuk memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai derajat etnosentrisme subyek. Selain itu mengingat item-item pernyataan unfavorable yang sangat sedikit pada alat penelitian ini yang digunakan untuk menghindari respon negatif subyek, maka pada penelitian lanjutan perlu digunakan metode open-ended question yang bertujuan menggali informasi tentang sikap, pandangan dan perasaan subyek terhadap kelompok tertentu tanpa membuat subyek merasa dipojokkan.
2002
S3126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Nisfiyani
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa tingkat etnosentrisme konsumen di kalangan mahasiswa FISIP UI khususnya pada produk sepatu lokal juga apakah ada perbedaannya berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan jumlah sampel sebanyak 100 orang mahasiswa dari berbagai jurusan. Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner dan menggunakan metode non probability sampling dalam penggunaannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat etnosentrisme konsumen pada produk sepatu lokal di kalangan mahasiswa FISIP UI cukup tinggi dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. ......The objective of this research is to analyze the level of consumer ethnocentrism among FISIP UI students especially towards local shoes product, also to see if there is any difference based on gender. This research using quantitative method and the total sample is 100 students of FISIP UI. Using questionaire as research instrument and collected it with non probability sampling method. The result of this research shows that level of consumer ethnocentrism towards local shoes product among FISIP UI students is not too high and also there is no difference between boys and girls.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Winne Sulistya
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran etnosentrisme konsumen, citra negara, citra produk skincare Korea, pengetahuan subjektif dan appearance consciousness dalam memprediksi minat konsumen dalam membeli produk skincare impor menggunakan theory of planned behavior. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan 719 penduduk Indonesia dengan rentang usia 18 tahun keatas yang pernah menggunakan skincare Korea dan berpartisipasi dalam penelitian ini menggunakan survei online. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dalam mengolah data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa etnosentrisme memiliki efek negative terhadap keinginan untuk membeli skincare korea, tetapi citra skincare Korea, pengetahuan subjektif dan appearance consciousness secara positif mempengaruhi minat untuk membeli produk skincare Korea. citra negara memberikan dampak positif pada citra skincare Korea begitupula dengan sikap konsumen dan perchieve behavior control memiliki dampak positif pada keinginan untuk membeli skincare Korea. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin baik citra negara Korea dimata konsumen maka citra produk skincare Korea akan ikut meningkat dan meningkatkan sikap pembelian konsumen yang akan mendorong keinginan untuk membeli produk dari negara tersebut sedangkan jika konsumen memiliki tingkat etnosentrisme yang tinggi maka sikap pembelian konsumen akan rendah dan menurunkan keinginan untuk membeli skincare dari negara pengimpor. The purpose of this study is to examine the role of consumer ethnocentrism, country image, Korean skincare image, subjective knowledge and appearance consciousness in predicting consumer purchase intention of imported skincare products using theory of planned behavior. The sample used in this study was 719 Indonesian consumers from 18 year old and above who have purchased Korean skincare participated in this study using an online survey. This research uses Structural Equation Modeling (SEM) in processing data. The results of this study indicate that consumer ethnocentrism had a negative effect on the intention to purchase Korean skincare, but the image of Korean skincare products, subjective knowledge and appearance consciousness positively affected intention to purchase Korean skincare products. Country image had a positive effect on the image of Korean skincare products as well as purchase attitudes and perceived behavior control had a positive effect on the intention to purchase Korean skincare. It can be concluded that the better the country image of Korea in the eyes of consumers, the image of Korean skincare products will also increase and increase consumer purchasing attitudes that will encourage the desire to buy imported products whereas if consumers have a high level of ethnocentrism, consumer purchasing attitudes will be low and reduce the desire to buy skincare from the importing country.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Koentjaraningrat, 1923-1999
Jakarta: UI-Press, 1993
302.1 KOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Perkasa
Abstrak :
Ide pengadaan mobil nasional telah banyak diupayakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, sehingga salah satu masalah yang dipertimbangkan adalah mencari segmen konsumen yang memiliki potensi membeli mobil nasional. Mobil nasional adalah mobil produksi Indonesia yang paten dan mereknya dimiliki oleh orang Indonesia. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kuantitatif dari consumer ethnocentrism dan country of origin stereotype pada konsumen Indonesia yang mapan secara ekonomi dan cukup umur untuk membuat keputusan membeli mobil pribadi, lalu dihitung nilai korelasinya dengan intensi membeli mobil nasional. Alat ukur yang dipakai untuk mengukur consumer ethnocentrism diadaptasi dari Consumer Ethnocentrism Tendency Scale (CETSCALE) yang disusun oleh Shimp dan Sharma (1987), alat ukur country of orgin stereotype diadaptasi dari alat ukur country of origin yang disusun oleh Häubl (1996), sementara alat ukur intensi membeli adalah adaptasi dari Purchase Intention Scale yang disusun oleh Pavlou (2003). Data penelitian diolah menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Perhitungan dari hasil pengukuran 106 sampel menunjukkan nilai korelasi yang positif dan signifikan pada level of significance 0.01 di antara consumer ethnocentrism dan intensi membeli mobil nasional (r = 0.456), dan juga di antara country of origin stereotype dan intensi membeli mobil nasional (r = 0.440). Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai kedua variabel, maka semakin tinggi pula intensi untuk membeli mobil nasional. Berdasarkan kesimpulan ini, peneliti menyarankan untuk mempertimbangkan kedua variabel ini dalam usaha pemasaran mobil nasional. ......The idea of national car has been tried by numerous stakeholders, both prívate and government, however one recurring consideration to be addressed is identifying the consumer segment with potential to purchase national cars. National cars are Indonesian made automobiles, with locally owned patents and brands by Indonesians. In this research, quantitative measurements was made of Indonesian consumer ethnocentrism and country of origin stereotypes in financialy stable potential consumer with sufficient age to purchase their own cars and correlated with the intention to purchase the national car. Instrument used to measure consumer ethnocentrism was adapted from Consumer Ethnocentrism Tendency Scale (CETSCALE) by Shimp and Sharma (1987), country of origin stereotype measurement was adapted from Häubl (1996), while purchase intention measurements was adapted from Purchase Intention Scale by Pavlou (2003). Collected data was analyzed using Pearson Product Moment Correlation. Result from a sample of 106 respondents showed positive and significant correlation at the level of significance of 0.01 between consumer ethnocentrism and purchase intention of national car (r = 0.456), and between country of origin stereotype and purchase intention of national car (r = 0.440). Thus it can be concluded the value of each of these variables corresponds to higher intention to buy the national car. Based on this conclusion, the researchers suggested considering both of these variables to identify potential consumer segment in the marketing plan of Indonesian national car.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S44521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrari Putri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari cosmopolitanism dan consumer ethnocentrism pada perilaku pembelian antara produk domestik dan produk asing pada jenis produk kosmetik untuk wajah dan mata. Model penelitian di uji dengan data yang berasal dari 134 responden dengan menggunakan metode structural equation modeling. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh consumer ethnocentrism terhadap perilaku pembelian terhadap produk domestik dan hasil penelitian juga menunjukan adanya pengaruh yang negatif dari consumer ethnocentrism terhadap perilaku pembelian produk asing. Namun pengaruh yang sama tidak ditemukan pada cosmopolitanism terhadap perilaku pembelian produk asing. ......The purpose of this research is to investigate the effect of cosmopolitanism and consumer ethnocentrism on purchase behavior of domestic product versus foreign products in facial and eye cosmetics product. Model of this research is examined using a data of 134 respondents and tested with structural equation modeling. The result shows that there are significant relationship between consumer ethnocentrism and purchase behavior of domestic products and negative relationship between consumer ethnocentrism and purchase behavior of foreign products. On the other hand there are no significant relationship apply between cosmopolitanism and purchase behavior of foreign products.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cyntha Dwi Anggraini
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap terhadap produk nationality Indonesia dan bangsa asing antara kelompok low ethnocentrism dan high ethnocentrism. Namun produk nationality tidak harus selalu sama dengan negara darimana produk tersebut berasal, melaikan dapat dibentuk melalui komunikasi visual yang mengarah kepada suatu negara. Metode penelitian ini adalah eksperimen. Treatment atau stimulus yang digunakan adalah dua macam packaging yaitu packaging dengan nationality Indonesia dan Italia. Uji beda independen T-tes digunakan untuk melihat perbedaan sikap sedangkan etnosentrisme konsumen diukur dengan menggunakan CETSCALE. Enam puluh empat orang pemuda yang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan tingkat etnosentrisme konsumennya menjadi koresponden dalam penelitian ini. Peneliti kemudian menemukan bahwa terdapat perbedaan sikap antara dua kelompok tersebut kendati perbedaan yang terjadi tidak signifikan. ...... This study aimed to determine the attitude toward product nationality (Indonesia and foreign country) between the low and high ethnocentrism . Product nationality does not necessarily mean that the origin of the product is actually coming from one specific country since it really depends on the visual representation that directs the consumer perception. Experimental method is used in this research and the stimuli are two different kind of packages. First packaging integrated Indonesian characteristics and the second one embedded Italian characteristics. Independent T-test was used to examine the attitude differences and ethnocentrism was measured using the CETSCALE. There are sixty four participants that divided into two groups based on its ethnocentrism levels. The finding showed that there is a difference of attitudes between these two groups although the gap is not significant.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>