Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Lontar Bali ini memuat teks lengkap dari Adiparwa, yakni parwa pertama dari Astadasaparwa. Tentang karya Jawa Kuna yang amat penting ini lihat, antara lain, Juynboll 1906, Zoetmulder 1983: 80-84, dan Poerbatjaraka 1957: 8-9. Menurut kolofon dan catatan lain, dapat diketahui bahwa naskah ini disalin untuk I Gusti Putu Jlantik pada tahun 1902 di Singaraja Bali. Lontar ini memiliki keistimewaan, sisi-sisi lempirnya bercat merah dan ilustrasinya wayang berprada. Lontar ini tersimpan dalam kropak kayu.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.1-LT 234
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Lontar Bali ini memuat teks lengkap dari Agastyaparwa (atau Anggastyaparwa), salah satu teks purana yang terpenting dalam sastra Jawa Kuna. Tentang teks ini lihat, antara lain, Gonda 1936a untuk edisi maupun komentar. Teks ini berisi percakapan Begawan Agastya dengan putranya (sang Dreda Syu), tentang permulaan adanya Tri Bhuwana (Bhur, Bhuwah, Swah) dan kandaning Brahmana beserta Dewatanya. Dalam percakapan tersebut diungkapkan juga bermacam-macam cerita antara lain: cerita tentang ciptaan Hyang Brahma, Begawan Daksya, sang Kasyapa (menantu Begawan Daksya), cerita Betara Rama, Begawan Wiswamitra, Begawan Pulaha, Begawan Wasista, cerita tentang bentuk-bentuk bintang, cerita Sanghyang Wulan, dan Iain-lainnya. Disebutkan juga keterangan tentang Panca Yadnya seperti: Dewa Yadnya, Resi Yadnya, Pitra Yadnya, Buta Yadnya, dan Manusa Yadnya; keterangan tentang reinkarnasi; uraian tentang keturunan Begawan Dyaksa; cerita Begawan Sukra; terbunuhnya Raksasa Kangsa oleh Kresna dengan Baladewa; keturunan tentang tokoh-tokoh Alengka; dan ajaran Tri Kaya Parisuda (Kayika, Wacika, Manacika). Teks berakhir dengan uraian Catur Asrama, yakni Brahmacari, Grehasta, Wanaprasta, dan Biksuka. Menurut kolofon dan catatan lain, naskah lontar ini disalin untuk I Gusti Putu Jlantik di Singaraja Bali, tahun 1896.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.2-LT 56
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Naskah ini disalin sekitar tahun 1860, kemungkinan dilakukan di sebuah desa di wilayah Pasisir Tengah. Naskah berisi teks Serat Panji Jayakusuma yang tersusun dalam 57 pupuh. Teks ini berbeda dengan Panji Jayakusuma Bedhah Negari Bali (MSB/L.252, L.255), meskipun menceritakan peristiwa yang sama. Bandingkan dengan KBG 46 untuk naskah lain dengan judul yang sama. Teks ini memuat episode petualangan Raden Panji, putra mahkota kerajaan Jenggala, dalam penyamarannya sebagai pengembara bernama Jayakusuma. Diceritakan, Jayakusuma tengah mengabdi kepada Raja Batukawarna, dan berkat kecakapannya ia dianugerahi pangkat tumenggung. Suatu ketika Tumenggung Jayakusuma diperintahkan untuk menaklukkan kerajaan Bali yang pada masa itu diperintah oleh Maharaja Sri Jayalengkara. Sementara itu Raja Bali sendiri telah mendapat firasat apabila akan mendapat serangan dari luar. Menjelang dimulainya penyerbuan ke Bali, Tumenggung Jayakusuma (sang Panji atau sang Klana) kedatangan dua orang yang berniat mengabdi kepada sang Tumenggung, masing-masing bernama Gunungsari dan Undhakan Sastramiruda (kemudian pada bagian akhir cerita diketahui sebagai putra raja kerajaan Kadiri). Keduanya mengaku hanya melalui pengabdian kepada sang Panjilah mereka dapat bertemu kembali dengan Dewi Candrakirana. Dalam pertempuran yang sengit, patih kerajaan Bali berhasil diperdaya dan terungkapkan identitasnya, yakni Dewi Ragil Kuning. Akhirnya Raja Bali Sri Jayalengkara berhasil ditaklukkan dengan cara dipermalukan, celananya tanggal akibat terkena sambaran panah Jayakusuma, sehingga kaki mulus sang Raja terlihat dengan jelas. Di sini terungkap tabir Raja Bali, yang sesungguhnya Dewi Candrakirana. Akhirnya Jayakusama pun menyatakan diri sebagai Raden Panji, dan berjumpa kembali dengan Candrakirana. Sementara itu di Jawa, kerajaan Kadiri jatuh di tangan kekuasaan Raja Tambini dari Sabrang. Raden Panji yang kembali menyamar sebagai Tumenggung Jayaskusuma, bersama-sama dengan pasukan kerajaan Jenggala, Urawan, dan Singasari berhasil membebaskan Kadiri dari tangan Raja Tambini. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) sinom; (3) asmarandana; (4) sinom; (5) asmarandana; (6) sinom; (7) dhandhanggula; (8) pangkur; (9) durma; (10) sinom; (11) pangkur; (12) sinom; (13) durma; (14) mijil; (15) pangkur; (16) dhandhanggula; (17) durma; (18) dhandhanggula; (19) pangkur; (20) mijil; (21) kinanthi; (22) sinom; (23) pangkur; (24) durma; (25) sinom; (26) kinanthi; (27) mijil; (28) durma; (29) pangkur; (30) mijil; (31) dhandhanggula; (32) mijil; (33) sinom; (34) kinanthi; (35) durma; (36) sinom; (37) asmarandana; (38) sinom; (39) asmarandana; (40) durma; (41) pangkur; (42) durma; (43) sinom; (44) kinanthi; (45) pangkur; (46) durma; (47) pangkur; (48) durma; (49) mijil; (50) pangkur; (51) kinanthi; (52) asmarandana; (53) dhandhanggula; (54) pangkur; (55) kinanthi; (56) pangkur; (57) mijil. Naskah ini diperoleh Pigeaud dari Surasa Surasudirja yang berasal dari Banasare Bondowoso. Transaksi serah terima naskah berlangsung di Yogyakarta pada bulan Desember 1931.Kemudian pada bulan September 1932, Mandrasastra membuat uittreksel teks naskah ini. Ikhtisar tersebut juga dikoleksi oleh FSUI.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.34-NR 153
Naskah  Universitas Indonesia Library