Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yassi, Annalee
New York : Oxford University Press, 2001
613.1 BAS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Subakir
"Keberhasilan kegiatan kesehatan lingkungan ditentukan oleh banyak faktor, baik dari pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Sanitarian Puskesmas sebagai pelaksana terdepan dari kegiatan kesehatan lingkungan, kinerjanya tentu mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan kegiatan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja sanitarian, tingkat kinerja sanitarian, hasil kegiatan kesehatan lingkungan, dan hubungan kinerja sanitarian dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Penelitian dilaksanakan dengan metode survei dan responden adalah sanitarian penanggung jawab kegiatan kesehatan lingkungan di Puskesmas, yang telah bertugas di Puskesmas tempat tugasnya sekarang minimal 2 tahun, seluruhnya berjumlah 86 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisa data dilakukan dengan analisa univariat, analisa bivariat dengan uji chi square, dan analisa multivariat dengan uji regresi logistik model prediksi.
Hasil penelitian diperoleh : tingkat pendidikan responden sebagian besar (74,4%) adalah SPPH, 57% responden belum banyak mengikuti pelatihan, 51,2% Puskesmas kurang tersedia peralatan kesehatan lingkungan, 72,1% responden kurang mendapat perhatian dari atasannya, 80,2% responden menerima insentif, 75,6% responden kurang mendapat bimbingan teknis, 50% Puskesmas tersedia pedoman/juklak kesehatan lingkungan, dan 88,4% responden mempunyai tugas rangkap. Kinerja sanitarian Puskesmas 68,6% termasuk kategori rendah dan hasil kegiatan kesehatan lingkungan 55,8% termasuk kategori rendah. Terdapat hubungan yang bermakna antara kinerja sanitarian Puskesmas dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. Variabel yang ada hubungan bermakna dengan kinerja sanitarian Puskesmas, yaitu : peralatan, perhatian, bimbingan teknis, dan pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Variabel yang paling dominan berhubungan adalah pedoman/ petunjuk pelaksanaan.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rendahnya hasil kegiatan kesehatan lingkungan ada hubungannya dengan rendahnya kinerja sanitarian, dan rendahnya kinerja sanitarian ada hubungannya dengan ketersediaan pedoman, ketersedian peralatan, bimbingan teknis dan perhatian dari atasan. Disarankan kepada pimpinan instansi kesehatan di semua jenjang, untuk mengambil langkah-langkah dalam upaya memperbaiki/meningkatkan kinerja sanitarian Puskesmas, yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan hasil kegiatan kesehatan lingkungan.

The success of the environmental health activities are determined by several factors, either by the government, non-governmental institution, or the people themselves. The sanitarians of public health centers as the front implementer of the environmental health, the quality of their work should have a great role in determining the success of those activities.
This research aims to find out factors which deal with the job quality of sanitarians, level of the job quality of sanitarians, result of environmental health activities, and the relationship between the job quality of sanitarians and the result of environmental health activities.
The research is held with survey and respondent methods by sanitarians who are responsible to the environmental health activities in the public health centre, who have worked in the public health center where they are working now minimum 2 years, all of them are 86 people. The collection of the data using questionnaire and data analysis are done by univariat analysis, bivariat analysis with chi square test and multivariate analysis with logistic regression of predictive model test.
From the result of the research is required: the level of almost respondents' education (74.4%) are SPPH, 57% of respondents have not followed the training yet, 51.2% of the public health centers are available fewer equipment of environmental health, 72.1% of respondents got less attention from their leaders, 80.2% of respondents earned incentive, 75.6% of respondents got less technical guidance, 50% of public health centers are available guidelines of environmental health, and 88.4% of respondents had double duties. The job quality of the public health centers sanitarians 68.6% included to the low category and the result of the environmental health activities 55.8% included to the low category. There is a significant relationship between the job quality of public health centers sanitarians and the result of the environmental health activities_ Variables which has a significant relationship between the job qualities of public health centers sanitarians, are: equipment, attention, technical guidance, and guidelines. The most dominant correlative variable is the guidelines.
From the result of the environmental activities have a connection between the low of the job quality of sanitarians, and guidelines availability, equipment availability, technical guidance and the attention from the leader. In accordance with the result of this research, it is suggested to the leaders of the health institute for the whole levels, to take steps in improving the job quality of public health centers sanitarians which are desired to be able to improve the result of the environmental health activities in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif HM
"Pesantren sebagai lembaga pendidikan pada umumnya merupakan komplek yang cenderung dibangun tanpa perencanaan yang matang. Pada umumnya tata bangunan pesantren di dalam menurut kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal amtara lain yaitu pesantren sebagai lembaga pendidikan lebih menekankan kemandirian dan kesederhanaan. Komplek pesantren yang terdiri dari bangunan; rumah kiai, pondok (asrama) santri, masjid, dan beberapa sarana penunjang lain (jamban, tempat mandi, cuci, dapur, kakus) yang pada awal-awal lebih bersifat "darurat" atau sementara.
Beberapa kendala yang dihadapi pesantren untuk menyediakan atau dalam pengadaan fasilitas fisik (gedung dan saran lainnya) yang sesuai dengan kebutuhan adalah masih terbatas kemampuan dalam penyediaan areal bagi perluasan komplek, dan keterbatasan dana karena sumber dana yang terbatas dan minim.
Pesantren dengan sistem asrama/pondok (boarding school) dihadapkan berbagai permasalahan dalam memenuhi kebutuhan bagi Para santri yang tinggal di pesantren asrama (pondok), penyediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari (mimum, masak, mandi, cuci, wudlu) sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK) dan tempat pembuangan limbah (padat dan cair).
Pada gilirannya, hal tersebut memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pesantren secara keeeluruhan, yaitu bagaimana masyarakat pesantren mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan dukungan dari lingkungan hidupnya. Di sisi lain, bagaimana lingkungan hidup pesantren mampu memberi dukungan tanpa memberi pengaruh negatif bagi kehidupan masyarakat pesanten Karena pada dasarnya interaksi lingkungan hidup dengan kehidupan manusia adalah sating bergantung satu dengan lainnya (interdependensi).
Dengan demikian masih banyak dijumpai beberapa pesantren yang dilihat dari alat bangunan fisik terkesan tak beraturan, bahkan terkesan seadanya. Misalnya, asrama/pondok yang sempit dengan jumlah santri yang cukup banyak, bahkan melebihi kapasitas daya tampung. Penyediaan air bersih yang belum mencukupi kebutuham sehari-hari, serta tempat pembuangan kotoran manusia dan limbah yang belum memadai.
Keadaan tersebut di atas akan memberikan dampak pada aspek kehidupan masyarakat pesantren secara keseluruhan. Aspek kehidupan yang diduga akan terkena pengaruh adalah kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Dengan demikian pengelolaan linglamgan hidup menjadi suatu yang penting untuk meningkatkan kemampuan fungsi daya dukung lingkungan hidup bagi upaya mowujudkan keadaan "hidup sehat" warga pesantren. Secara hipotetis jawaban bagi upaya mewujudkan lingkungan hidup terhadap keadaan hidup sehat memerlukan "kesadaran" dari masyarakat pesantren.
Kesadaran masyarakat pesantren, yang dalam hal ini para santri, terhadap kesehatan linkungan dapat diketahui dari aspek: pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap lingkungan hidup yang mendukung terhadap kesehatan. Di samping faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup yang mendukung kesehatan.
Penelitian dilakukan di pesantren Ma'haduttholabah, Babakan, Tegal, Jawa Tengah, dengan tujuan:
1. Mengetahuai pengetahuan, sikap dan perilaku warga pesantren kususnya para santri dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berpotensi menunjang kesehatan.
2. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan warga pesantren untuk mewujudkan kondisi lingkungan hidup yang berpotensi bagi kesehatan.
3. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan kendala dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berdampak terhadap kesehatan.
Penelitian bersifat studi kasus (case study) yaitu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek yang diteliti. Data dikumpulkan dan dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh (terintegrasi). Tujuannya untuk mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang diteliti. Studi kasus sebagai suatu metode penelitian bukan untuk tujuan generalisasi. Data dikumpulkan melalui observasi terlibat (participant observation), wawancara mendalam (indepth interview) dan penyebaran kuesioner kepada para santri yang dipilih dengan teknik proporsional sampling. Sampel berjumlah 120 dengan perincian santri kalong 15 orang, dan santri mukim 105 orang dari populasi 1.200 santri."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Panisean
"Keadaan kesehatan lingkugan di Indonesia dewasa ini masih belum memadai, contohnya seperti belum terpenuhinya kebutuhan sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih, masalah sampah, perbaikan gizi, jamban keluarga., air limbah, kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, dan lain-lain. Di mana hal ini selanjutuya akan dapat mempengaruhi terhadap tingginya angka kesakitan dan kematian.
Banyak faktor yang berhubungan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Pengetahuan kesehatan lingkungan seseorang mempunyai hubungan yang erat dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Dengan pengetahuan dapat dipecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari termasuk masalah kesehatan lingkungan (Suriasuruantri, 1993). Faktor lain yang berhubungan dengan kualitas kesehatan lingkungan adalah status sosial ekonomi. Achmadi (1990) mengatakan antara kemampuan sosial ekonomi baik skala individual maupun keluarga berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kesehatan lingkungan. Demikian juga halnya dengan mentalitas dan perilaku masyarakat (Achmadi, 1991).
Dari permasalahan tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana kualitas kesehatan lingkungan permukiman di Kecamatan Kedaton, dan mencari hubungan secara empiris antara faktor-faktor pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, dan perilaku dalam pengelolaan lingkungan permukiman dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman.
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
"Ada hubungan positif dan signifikan antara pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, dan perilaku pengelolaan lingkungan permukiman dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman".
Penelitian dilakukan di kecamatan Kedaton Kotamadya Bandarlampung, dengan menggunakan metode survai. Unit sampel yang menjadi obyek penelitian adalah rumahtangga dengan kepala keluarga sebagai responden. Untuk pengambilan ukuran sampel digunakan teknik Multi Stage Cluster Random Sampling, dan untuk itu diambil 150 rumah tangga sebagai sampel. Pengumpulan data setiap variabel masing-masing menggunakan instrumen penelitian dengan kuesioner (angket) sebagai alat penjaring data yang utama, di samping observasi. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif sedangkan pengujian hipotesis dengan teknik korelasi sederhana "Pradua Moment' Pearson dan korelasi ganda serta "Regresi Linear Ganda", dengan menggunakan fasilitas program komputer SPSS for Windows.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan kesehatan lingkungan roempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan kualitas kesehatan lingktmgan pennukiman (r = 0,669). Dengan koefisien determinasi (f2) sebesar 0,4486 yang berarti 44,86% baik tidaknya kualitas kesehatin lingkungan permukiman (Y) dapat dijelaskcm oleh variabel pengetahuan kesehatan lingkungan (X,). Ini bernrti kontribusi pengetahuan terhadap kualitas kesehatan lingklmgan permukiman adalah sebesar 44,8%,jika variabel lain yang mempengaruhi tidak diperbitungkan.
2. Status sosial ekonomi mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukim.an (r = 0,713). Dengan koefisien detenninasi (r2 ) sebesar 0,508 yang berarti 50,80/o baik tidaknya kualitas kesehatan lingkungan (Y) dapat dijelaskan oleb variabel status sosial ekonomi (~). Ini berarti kontribusi status sosial ekonomi terhadap kualitas kesehatan lingktmgan pennukiman adalah 50,8%, ji.ka variabel lain yang mempepgaruhi tidak diperhitungkan.
3. Perilaku dalam peogelolaan lingkungan pemukiman mempunyai hubungan yang positif dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman (r = 0,821). Dengan koefisien determinasi (r) sebesar 0,6737, hal ini menunjukkan bahwa baik tidaknya kualitas kesehatan. Lingkungan pemukiman dapat dijelaskan oleh perilaku dalam pengelolaan lingkungan permukiman (X3) sebesar 67.37% Ini berarti kontribusi perilaku dalam mengelola lingkungan pemukiman terhadap kualitas kesebatan lingkungan permukiman adalah sebesar 67,3 7%, j ika variabel lain yang mempengaruhi tidak diperhitungkan.
4. Analisis hubungan ganda antara pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, perilaku dalam pengelolaan lingkuogan permukiman mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan kualitas kesehatm lingkungan permukiman (r = 0~889). Dengan koefisien determinasi (1) sebesar 0,7916. Hal ini menunjukkan bahwa baik tidaknya kualitas kesehatan lingkungan permukiman (Y) dapat dijelaskan oleh pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, dan perilaku dalam pengelolaan lingkungan permukiman sebesar 79,16%. Hal ini berarti kontribusi pengetalruan, status sosial ekonomi dan perilaku terhadap kualitas kesehatan lingkungan pemukiman adalah sebesar 79,16%. Sedangkan sisanya ditentukan oleh variabel lain yang tidak diperhibmgkan dalam penelitian ini.
Berdasarkan baik hasil pengujian hipotesis, maka terbukti bahwa ketiga variabel pengetahuan, status sosial ekonomi, dan perilaku pengelolaan lingkungan pemukiman mempengaruhi baik tidaknya kualitas kesehatan lingkungan pemukiman di Kecamatan Kedaton. Dari ketiga faktor tersebut fuktor perilaku merupakan .faktor yang paling besar pengaruhnya (67,37%), kemudian status sosial ekonomi (50,8%), dan faktor pengetdruan (44,86%). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pentingnya lebih digalakkan upaya-upaya pendidikan kesehatan lingkungan dan penyuluhan kepada masyarakat ycmg ada selama ini, hal ini dimaksudkan untuk lebih menanamkan kesadaran kepada masyarakat di dalam mengubah sikap maupun_perilakunya tenang pentingnya kebersihan lingkungan pemukiman. Demikian juga perlunya pembudayaan hidup sehat bagi setiap orang yang dapat diawali dari diri sendiri, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat.

Some Factors Relating to the Quality of Settlement Environmental Health (Case Study in District of Kedaton, Bandar Lampung Regency)In the reality in Indonesia now, the environmental health condition is not as we expect it is, for example the need of sanitation is still beyond the reach; water supply, garbage, nutrition, family toilet, unhealthy housing condition, and etc. It causes high member of illness and mortality (According to Household Health Survey, 1980; 1986; 1992; 1995; Report of Statistic Centre (BPS) 1995; Indonesia Environment Statistic, 1995; National Socio-Economic Survey, 1995 about Housing and Settlement Statistic in Indonesia, 1995). The same cases also occur in Bandar Lampung.
Knowledge is a standard to think as well as to change the attitude and behavior. It can also solve the daily life problems including environment health Suriasumantri (1993) adds the higher the knowledge of a person has, the higher is his rationale. Another factor concerning the quality of environment health is social economic status Achmadi (1990) says that socio-economic capability either individually or family has direct or indirect relationship can be positive or negative, so is the mentality and behavior of the community (Achmadi, 1991).
Therefore, this study will find out the correlation between the basic knowledge of environmental health, socio-economic status, behavior in managing settlement environment and the quality of settlement environment health.
This research hypotheses are:
" There is positive and significant correlation between the knowledge, socio-economic status, behavior and the quality of settlement environment health".
This study was conducted in Kedaton, Bandar Lampung using survey method. The samples were the head of household as respondents. The samples were 150 household taken by using multi stage cluster random sampling. Questionnaire, as well as survey was used to collect the data. To analyze the data qualitative and quantitative methods were used, whereas the hypothesis analyzed by simple correlation "Product Moment" Pearson, and multi correlation and "Multiple Regression" were tested using computer programs SPSS for Windows:
The researchs results revealed that:
1. The knowledge of the head of :fum.ily on the environment health has positive correlation with the quality of settlement environment health (r = 0.669). The close relationship between the variable X, - Y can be seen from determination coefficient (r2 = 0.448) which means that 44.8% variation occuring to the quality of settlement environment health (Y) can be described by the knowledge of environment health variable (X 1 ). The contribution given by the knowledge towards the quali1y of settlement environment health was 44,8%.
2. The socio-economic status of the head of the family has positive correlation to the quality of settlement enviromnent health (r = 0.713). The close relationship between the two variables X2 - Y illustrated in the detennination coefficient (r2 = 0.508) means that 50.SO/o variation occuring in the quality of environment health (Y) can be described by the socio-economic (X2). The contribution given by the socio-economic status towards the quality of settlement environment health was 50.8%.
3. The behaviour of the bead of the family in managing settlement environment health has positive correlation with the quality of settlement environment health (r = 0.821). The close relationship between the two variables x3 - y illustrated in the determination coefficient (r2) = 0.6737, means 67.37% variation occuring in the quality of settlement environment health (Y) can be described by the behaviour in managing settlement environment health (X:3). The contribution given by the behaviour towards the quality of settlement environment health was 67.3%.
4. Multi correlation analysis between the knowledge of environment health, socio-economic status, behaviour in managing settlement environment health have positive correlation (r = 0.889). The close correlation bowed by determination coefficient (r2 = 0. 7916). It indicates that the variation of knowledge of enviromnent health, socio-economic status, behaviour of managing settlement enviromnent health= 79.16%. The contribution given by the knowledge, the socio-economic status, and the behaviow- simultaneously towards the quality of settlement enviromnent health was 79.16%. Based on the hypotheses, it can be concluded that the education of enviromnent health, the efforts through cotmcelling activities should be promoted to make the people conciously aware of changing their behaviour about the importance of the cleanliness of the enviromnent. And it is also necessary to live heallhy which it should be started within own self: the family and the community.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Karimuddin
"

Ilmu genetika telah memperlihatkan bahwa individu adalah resultante dari interaction 2 elemen, yang satu elemen intrinsik sebagai kumpulan faktor turun-menurun, jang lain elemen extrinsic sebagai kumpulan faktor lingkungan dimana individu berada dalam masa pertumbuhannya. Pengaruh lingkungan menarik pula perhatian ahli biologi, sehingga timbul ilmu ecologi yang mempelajari hubungan antara djasad dan lingkungan. HERBERT SPENCER, ahli biologi ternama mengatakan bahwa proses kehidupan adalah penjesuaian terus menerus dari fungsi tubuh terhadap lingkungan yang dapat berubah.

Akan tetapi Loch kehidupan dapat berlangsung terus. Ini tidak lain disebabkan karena daya adaptasi manusia adalah sangat besar. Akan tetapi tidak sukar untuk dimengerti bahwa kehidupan manusia tidak dapat berfungsi baik dalam keadaan lingkungan yang sangat ekstrim. Dengan sendirinya ahli physiologi tidak ketinggalan dalam mencari pengaruh lingkungan terhadap penghuninya. Satu abad yang lampau CLAUDE BERNARD telah mengemukakan bahwa untuk melanjutkan kehidupan, mahluk hidup harus mempertahankan apa yang ia namakan milieu intdrieur terhadap perubahan luar sekelilingnya, oleh karena proses kehidupan adalah interplay antara individu dan lingkungannja. Dan kalau keadaan ini tidak seimbang dapatlah dia menjadi sakit atau cidera.

Dari uraian diatas jelas bahwa lingkungan berpengaruh timbal balik terhadap manusia, baik jasmaniah maupun rohaniah.

"
Jakarta: UI-Press, 1967
PGB Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Soetarjono
"PREFACE
The Jakarta Workshop on Environmental Health 1998 is the second meeting of the UNESCO UNITWIN Programme and UNESCO UNISPAR Programme on Environment in Asia. The first meeting was hosted by Bunkyo University in Tokyo from 10 to 12 April 1997. This second meeting is hosted by the Centre for Research of Human Resources and the Environment (CRHRE) from 16 to 17 February 1998.
This proceedings reported the implementation of the Workshop Programme from 16 - 17 February 1998. The Organizing Committee (OC) did its utmost towards the realization of both the UNESCO UNITWIN Programme Director and Co-Directors' meeting as well as the UNESCO UNISPAR Programme member Universities meeting. The former was attended by Bunkyo University, Griffith University, Prince of Songkla University and the University of Indonesia. The latter was attended by representatives of Prince of Songkla University, Suranaree University of Technology, the University of Indonesia, the University of the Philippines and Griffith University was present as observer, whilst Dr Y Aoshima of UNESCO Regional Office for Science and Technology in Southeast Asia chaired the meeting.
Apologies came from Nankai University, China due to Chinese New Year Holidays, Vietnam National University due to Professor Nguyen Van Davis tight schedule and Kong Hee University, Korea due to inability of Professor Chungwon Chone to leave his post. Further apologies came from UNEP, both Dr Wimala Ponniah and Dr Mahesh Pradhan of NETTLAP in view of prior commitments; the same is true with Professor Wang Yi Bing. The Director of CRHRE, Professor Retno Soetaryono SH; MSi, due to ill health and on the advice of her Family Physician prevented her participation in the event.
The OC extends its earnest appreciation to UNESCO UNITWIN Programme partner universities and UNESCO UNISPAR partner universities who participated in the workshop, hence fostered closer relations with each other. Finally, our thanks are due to UNESCO for the assistance and advice as well as TOYOTA Motor Corporation for sponsoring both this workshop and the UNESCO UNISPAR Programme.
The third workshop will be held in either Brisbane, Australia or Hatyay, Thailand in 1999. The decision will be cast in July oe August this year. It is hoped that this proceedings will be of interest and informative as well."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
UI 616 98 Uni t
Prosiding - Seminar  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadhi Purwana
Jakarta: UI-Press, 2010
PGB 0262
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Wilman Ramdani
"ABSTRAK
Adagium Pesantren sebagai lembaga yang tidak menjaga kesehatan lingkungan perlu dibuktikan secara ilmiah. Tentunya citra buruk ini menjadi beban dalam upaya mendudukan pesantren sebagai lembaga yang peduli terhadap kesehatan lingkungan. Pesantren, diakui atau tidak, telah memberikan alternatif pendidikan bagi umat Islam Indonesia terutama yang menginginkan pendalaman materi keagamaan. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga pesantren tidak terbatas memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak sekitar lembaga tersebut berada, bahkan lebih luas. Pesantren Nurul Hidayah yang berlokasi di Leuwiliang Kabupaten Bogor memiliki keunikan tersendiri. Hiruk pikuk modernitas yang terus menyebar ke pelosok desa tidak menyurutkan pesantren tersebut mempertahankan tradisionalisme ( assalafiyah) sebagai cara pandang dalam mengamalkan dan mengajarkan ajaran-ajaran agama. Fenomena ini membuat Nurul Hidayah memiliki en lain. Pesantren umumnya selalu dijadikan teladan (rujukan) bagi masyarakat yang lain, termasuk dalam hal kesehatan. Tujuan penelitian terhadap pesantren ini adalah berupaya menganalisis kesadaran santri terhadap kesehatan lingkungan sesuai dengan pengetahuan nilai-nilai keagamaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan kesehatan; menganalisis upaya yang dilakukan para santri dalam memanfaatkan infrastruktur atau sarana dan prasarana yang menjadi indikator kesehatan lingkungan hidup di pesantren; menganalisis upaya manajemen pendidikan keagamaan yang diterapkan pesantren dalam mendukung para santri untuk sadar lingkungan terutama upaya menjaga kesehatan lingkungan hidup. Pesantren Nurul Hidayah, yang memiliki santri 420 orang memberikan suatu gambaran lain mengenai sebuah pesantren pada umumnya. Lokasi pesantren ini sangat terbuka dengan masyarakat, sehingga arus komunikasi dan informasi terus menerus terjadi setiap saat. Keadaan ini membuat pesantren semakin dekat dengan masyarakat. Kedekatan inilah yang secara tidak sadar menjadi kontrol yang kuat kepada para santri untuk selalu menjaga citra yang baik. Salah satu citra yang ditimbulkan adalah objek yang kasat mata, yang dilihat langsung, yaitu kebersihan dan kesehatan lingkungan. Tentunya, keadaan ini membuat para Ustaz dan Kyai berupaya menyadarkan para santri untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Upaya-upaya yang telah dilakukan, selain mengisi anjuran setiap mengaji, Kyai dan ustaz serta para pengurus santri membuat sebuah program dan aturan yang dikelola secara rutin dan berkelanjutan. Program ini cukup, efektif, karena selain impelementasi, para santri juga menyadari secara umum mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan. Kesadaran inilah yang kali pertama dimunculkan dengan sebuah pengetahuan atau pengajaran tentang kebersihan seperti yang diajarkan para Kyai dan ustaz dalam Al Qur?an dan Al Hadits. Pengetahuan ini yang menimbulkan sebuah pemahaman ( verstehen) yang mendalam akan pentingnya kebersihan lingkungan seperti yang dianjurkan oleh Al- Qur?an dan Al Hadits.

ABSTRACT
The Pesantren institution is not limited only for giving education service of people live around, but also for people outside the area who come to study the religious knowledge at there. Santri study at Pesantren, live and remain at boarding houses built by Kyai (Muslim scholar). The higher amounts of santri live and remain at boarding houses during they are studying Islamic knowledge, the higher problems emerge. The problem encountered by the institution is preparing and supplying needs of santri during they are studying there; such as building boarding houses, supplying the clean water for daily needs (drinking, having meal, bathing, and washing), loosing the bowels, and other solid and liquid disposals. Man always lives interacting with his environment in persistence. The interaction gives experiences. The observation and experience will cause ?image of environment? which describes about life experience. If a man whose image of environment is negative that means he does not understand how importance of preserving environmental functions for viability and life, the man tends to be apathetic about his environment. That negative image of environment drives various environmental problems. Consequently, it will affect for all structures of life including man himself. Man holds the essential role of managing ecosystem, yet man also carries destruction of the system. Therefore, it needs man?s awareness about functions of ecosystem. This awareness deeply related with man position which is central among other creature. The awareness toward environment turns up from man ability to understand about ecosystem functions for his life. That understanding is based on knowledge belongs to an individual or community derived through experience as well as information of ecosystem. The research is a case study, which means the approach orients to maintain the wholeness of the researched object. Moreover, as the case study, this research is able to study, explore, or interpret particular case naturally in its context without any interference. Whereas viewed from aspect of selecting case, the research is categorized as instrumental case study, which prefers to elaborate and prove the theory made before. Data is collected and studied as the massive wholeness (integrated) which head for bolster deeper knowledge about the researched object. This case study asserts to develop hypothesis designed as work hypothesis. The developing of the hypothesis is through collecting data/information by observation and indepth interview technique. Viewed from the nature of study, the research uses qualitative approach grounded in facts. It orients to give detail description of background of natures, exclusive character of the case, and the general status of the related case. Pesantren Nurul Hidayah has 420 santri, giving another picture about a pesantren in general. The location of the pesantren is open-air for society, so those communication and information streams occur persistently in any time. This xvi closeness unconsciously becomes a strong control for santri to keep their good image. One of images controlled by is visible object and directed sight that is cleanliness and environmental health. This condition insists ustadz (teachers) and kyai bring santri round to keep cleanliness and environmental health. The efforts conducted are besides they give advices during they are studying, kyai, ustdaz and santri board create programs and rules which are managed continually and routinely. The program is quite effective because it is not only implementation, but also santri realize generally about cleanliness as thought by ustadz and kyai derived from al- Qur?an and Hadith massages. The knowledge causes deep understanding ( versetehen) of importance of clean environment as withdrawn by those two Islamic sources. This phenomenon will raise the image gives argumentation about santri?s behaviour and implementation toward the environmental health of pesantren. The image can not be valued by their selves, because it comes from other?s interpretation about the pesantren condition. From environmental awareness aspect, several primary aspects of the image can be viewed from the advancement of amount of santri come to study in every year. Furthermore, Pesantren Nurul Hidayah is more openly for society; interaction with surrounding is tight, attitude of helping each other, mutual assistance, voluntary work, and night watch etc. become evidences of that image of pesantren leads to the better level. In this field, researcher gives conclusions: 1) knowledge, attitude and behaviour of pesantren community, especially santri, indicate good response and high care on any efforts and attempts of environmental management which support the healthy life condition. 2) Efforts of pasantren in supplying infrastructure of health which is related with ecosystem by creating rules and regulations state all pesantren inhabitants are necessary to keep and create cleanliness and beauty of environment and also to give punishment for regulation violators. They should conduct program of cleaning environment in daily and weekly as well as supply cleaning equipments/devices, and the disposal spot and obliteration. Besides that, the santri board or santri organization is established as the programs implementer as well as implementing function of control. 3) Process of managing environment is norm and value of santri life which bears the life philosophy of self-help and considered as the worship (ibadah). Togetherness becomes a basis and responsibility of santri community who live together. The program of clean environment and healthy as well as implementing punishment for the violators, are in the form of such the program of clean Friday (jumat) and contest of cleanliness of religious institutions. The realization of those programs needs further support from competent institution in delivering health counseling. Some of the handicaps are process of ecosystem supports health is fund and hygienist and none of a subject that is dealt generally with environment. 4) The image made in very long time is not true which states santri and pesantren are slovenly, exclusive, anti-social, and irresponsible. Some evidences in semiotic study point out alteration or transition of image into better toward the santri life. The suggestions will be offered by the researcher are: 1) to increase more cooperation among related and competent institutions through designing integrated programs of advancing society especially pesantren community in order to increase ecosystem quality support the health. 2) to develop efforts of socializing ecosystem functions to society and pesantren community trough both counseling and program of simulation of ecosystem functions persistently by related institutions. 3) to xvii allocate government aids in both hardware and software which are dealt directly with efforts of enhancing ecosystem quality, such supplying books, magazines, brochures, and cleaning devices and hygienists for pesantren. 4) to attempt to design particular curriculum of ecosystem-based religious education. The curriculum is very essential; furthermore santri in the future will become leader assigned as model for other communities.
"
2008
T25364
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Nefawam
"Masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor Community Led Total Sanitation (CLTS) mana yang berkontribusi dalam pencapaian masyarakat 100 persen tidak buang air besar di sembarang tempat di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan tujuan umumnya adalah diketahuinya penerapan pendekatan CLTS di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008, khususnya mengenai elemen pemicuan dalam CLTS yang paling berpengaruh terhadap motivasi masyarakat, kegiatan pendampingan dari Puskesmas untuk menjaga konsistensi proses pemicuan CLTS, peran kepemimpinan lokal dalam mendorong motivasi masyarakat untuk membangun fasilitas sanitasi, komitmen sosial di antara masyarakat untuk memelihara kesinambungan perilaku buang air besar pada fasilitas sanitasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, mengamati penerapan tahapan CLTS yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalannya dalam mencapai masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat. Tahapan CLTS menempati variabel independen, yakni faktor internal berupa elemen pemicuan CLTS, kepemimpinan lokal dan komitmen sosial serta faktor eksternal berupa pendampingan dari Puskesmas terhadap pencapaian masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat sebagai variabel dependen.
Elemen pemicuan yang paling mempengaruhi tergugahnya responden di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi adalah rasa malu. Kecamatan Lembak mengalami kenaikan status sanitasi sebesar 81,1%, sedangkan Kecamatan Talang Ubi sebesar 9,6%. Pendampingan oleh fasilitator pasca pemicuan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak adalah sebesar 77,0%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya sebesar 6,2%. Kepemimpinan lokal sangat berperan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak mencapai 75,6%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 16,5%. Komitmen sosial di kalangan masyarakat sangat mempengaruhi peningkatan status sanitasi termasuk ke dalam tahap peningkatan, di Kecamatan Lembak yang diakui responden sebanyak 75,5%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 27,8% responden.

The issue in this study is not recognized Community Led Total Sanitation (CLTS) factors contributed in the attainment of 100 percent community to open defecation free in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub Dsitrict, District of Muara Enim, Province of South Sumatera. The general objective of this study is recognized the applying of CLTS approach, specifically in trigerring elements of CLTS which influence to community motivation, encourage and support from Public Health Centre facilitator to keep the change consistency, role of local leadership to support the community motivation on installing sanitation facility and social commitment among communities to keep the sustainability of behavior change of defecation in sanitation facility.
Research method of this study is descriptive that observe the applying of CLTS steps that influence its success and failure rates in achieving community 100% to open defecation free. Steps of CLTS occupies independent variable, in the internal factor, there are trigerring elements, local leadership and social comitment, and in the external factor is encouraging and supporting from Public Health Centre facilitator to community in achieving community 100% open defecation free as dependent variable.
Trigerring elements which most influence the responders awaking in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub District is ashamed. Lembak Sub District has increased the sanitation status as high as 81,1%, whereas Talang Ubi Sub District as high as 9,6%. Encouraging and supporting by fasilitator at post- trigerring was very influence the successfullness in improving sanitation status, in Lembak Sub District is as high as 77,0%, whereas in Talang Ubi Sub District was only as high as 6,2%. Local Leadership have a role in improving sanitation status, in Lembak Sub District reaches 75,6%, whereas in Talang Ubi only reaches 16,5%. Social Commitment among society was very influence the improvement of sanitation status as in improvement phase, in Lembak Sub District that confessed responder of 75,5%, whereas in Talang Ubi Sub District was only reaches 27,8% responder."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Morgan, Monroe T.
Australia: Thomson, 2003
613.1 MOR e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>