Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Subakir
Abstrak :
Keberhasilan kegiatan kesehatan lingkungan ditentukan oleh banyak faktor, baik dari pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Sanitarian Puskesmas sebagai pelaksana terdepan dari kegiatan kesehatan lingkungan, kinerjanya tentu mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja sanitarian, tingkat kinerja sanitarian, hasil kegiatan kesehatan lingkungan, dan hubungan kinerja sanitarian dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei dan responden adalah sanitarian penanggung jawab kegiatan kesehatan lingkungan di Puskesmas, yang telah bertugas di Puskesmas tempat tugasnya sekarang minimal 2 tahun, seluruhnya berjumlah 86 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisa data dilakukan dengan analisa univariat, analisa bivariat dengan uji chi square, dan analisa multivariat dengan uji regresi logistik model prediksi. Hasil penelitian diperoleh : tingkat pendidikan responden sebagian besar (74,4%) adalah SPPH, 57% responden belum banyak mengikuti pelatihan, 51,2% Puskesmas kurang tersedia peralatan kesehatan lingkungan, 72,1% responden kurang mendapat perhatian dari atasannya, 80,2% responden menerima insentif, 75,6% responden kurang mendapat bimbingan teknis, 50% Puskesmas tersedia pedoman/juklak kesehatan lingkungan, dan 88,4% responden mempunyai tugas rangkap. Kinerja sanitarian Puskesmas 68,6% termasuk kategori rendah dan hasil kegiatan kesehatan lingkungan 55,8% termasuk kategori rendah. Terdapat hubungan yang bermakna antara kinerja sanitarian Puskesmas dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. Variabel yang ada hubungan bermakna dengan kinerja sanitarian Puskesmas, yaitu : peralatan, perhatian, bimbingan teknis, dan pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Variabel yang paling dominan berhubungan adalah pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rendahnya hasil kegiatan kesehatan lingkungan ada hubungannya dengan rendahnya kinerja sanitarian, dan rendahnya kinerja sanitarian ada hubungannya dengan ketersediaan pedoman, ketersedian peralatan, bimbingan teknis dan perhatian dari atasan. Disarankan kepada pimpinan instansi kesehatan di semua jenjang, untuk mengambil langkah-langkah dalam upaya memperbaiki/meningkatkan kinerja sanitarian Puskesmas, yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. ...... The success of the environmental health activities are determined by several factors, either by the government, non-governmental institution, or the people themselves. The sanitarians of public health centers as the front implementer of the environmental health, the quality of their work should have a great role in determining the success of those activities. This research aims to find out factors which deal with the job quality of sanitarians, level of the job quality of sanitarians, result of environmental health activities, and the relationship between the job quality of sanitarians and the result of environmental health activities. The research is held with survey and respondent methods by sanitarians who are responsible to the environmental health activities in the public health centre, who have worked in the public health center where they are working now minimum 2 years, all of them are 86 people. The collection of the data using questionnaire and data analysis are done by univariat analysis, bivariat analysis with chi square test and multivariate analysis with logistic regression of predictive model test. From the result of the research is required: the level of almost respondents' education (74.4%) are SPPH, 57% of respondents have not followed the training yet, 51.2% of the public health centers are available fewer equipment of environmental health, 72.1% of respondents got less attention from their leaders, 80.2% of respondents earned incentive, 75.6% of respondents got less technical guidance, 50% of public health centers are available guidelines of environmental health, and 88.4% of respondents had double duties. The job quality of the public health centers sanitarians 68.6% included to the low category and the result of the environmental health activities 55.8% included to the low category. There is a significant relationship between the job quality of public health centers sanitarians and the result of the environmental health activities_ Variables which has a significant relationship between the job qualities of public health centers sanitarians, are: equipment, attention, technical guidance, and guidelines. The most dominant correlative variable is the guidelines. From the result of the environmental activities have a connection between the low of the job quality of sanitarians, and guidelines availability, equipment availability, technical guidance and the attention from the leader. In accordance with the result of this research, it is suggested to the leaders of the health institute for the whole levels, to take steps in improving the job quality of public health centers sanitarians which are desired to be able to improve the result of the environmental health activities in the future.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 7846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif HM
Abstrak :
Pesantren sebagai lembaga pendidikan pada umumnya merupakan komplek yang cenderung dibangun tanpa perencanaan yang matang. Pada umumnya tata bangunan pesantren di dalam menurut kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal amtara lain yaitu pesantren sebagai lembaga pendidikan lebih menekankan kemandirian dan kesederhanaan. Komplek pesantren yang terdiri dari bangunan; rumah kiai, pondok (asrama) santri, masjid, dan beberapa sarana penunjang lain (jamban, tempat mandi, cuci, dapur, kakus) yang pada awal-awal lebih bersifat "darurat" atau sementara. Beberapa kendala yang dihadapi pesantren untuk menyediakan atau dalam pengadaan fasilitas fisik (gedung dan saran lainnya) yang sesuai dengan kebutuhan adalah masih terbatas kemampuan dalam penyediaan areal bagi perluasan komplek, dan keterbatasan dana karena sumber dana yang terbatas dan minim. Pesantren dengan sistem asrama/pondok (boarding school) dihadapkan berbagai permasalahan dalam memenuhi kebutuhan bagi Para santri yang tinggal di pesantren asrama (pondok), penyediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari (mimum, masak, mandi, cuci, wudlu) sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK) dan tempat pembuangan limbah (padat dan cair). Pada gilirannya, hal tersebut memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pesantren secara keeeluruhan, yaitu bagaimana masyarakat pesantren mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan dukungan dari lingkungan hidupnya. Di sisi lain, bagaimana lingkungan hidup pesantren mampu memberi dukungan tanpa memberi pengaruh negatif bagi kehidupan masyarakat pesanten Karena pada dasarnya interaksi lingkungan hidup dengan kehidupan manusia adalah sating bergantung satu dengan lainnya (interdependensi). Dengan demikian masih banyak dijumpai beberapa pesantren yang dilihat dari alat bangunan fisik terkesan tak beraturan, bahkan terkesan seadanya. Misalnya, asrama/pondok yang sempit dengan jumlah santri yang cukup banyak, bahkan melebihi kapasitas daya tampung. Penyediaan air bersih yang belum mencukupi kebutuham sehari-hari, serta tempat pembuangan kotoran manusia dan limbah yang belum memadai. Keadaan tersebut di atas akan memberikan dampak pada aspek kehidupan masyarakat pesantren secara keseluruhan. Aspek kehidupan yang diduga akan terkena pengaruh adalah kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Dengan demikian pengelolaan linglamgan hidup menjadi suatu yang penting untuk meningkatkan kemampuan fungsi daya dukung lingkungan hidup bagi upaya mowujudkan keadaan "hidup sehat" warga pesantren. Secara hipotetis jawaban bagi upaya mewujudkan lingkungan hidup terhadap keadaan hidup sehat memerlukan "kesadaran" dari masyarakat pesantren. Kesadaran masyarakat pesantren, yang dalam hal ini para santri, terhadap kesehatan linkungan dapat diketahui dari aspek: pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap lingkungan hidup yang mendukung terhadap kesehatan. Di samping faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup yang mendukung kesehatan. Penelitian dilakukan di pesantren Ma'haduttholabah, Babakan, Tegal, Jawa Tengah, dengan tujuan:
1. Mengetahuai pengetahuan, sikap dan perilaku warga pesantren kususnya para santri dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berpotensi menunjang kesehatan.
2. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan warga pesantren untuk mewujudkan kondisi lingkungan hidup yang berpotensi bagi kesehatan.
3. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan kendala dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berdampak terhadap kesehatan. Penelitian bersifat studi kasus (case study) yaitu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek yang diteliti. Data dikumpulkan dan dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh (terintegrasi). Tujuannya untuk mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang diteliti. Studi kasus sebagai suatu metode penelitian bukan untuk tujuan generalisasi. Data dikumpulkan melalui observasi terlibat (participant observation), wawancara mendalam (indepth interview) dan penyebaran kuesioner kepada para santri yang dipilih dengan teknik proporsional sampling. Sampel berjumlah 120 dengan perincian santri kalong 15 orang, dan santri mukim 105 orang dari populasi 1.200 santri.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Panisean
Abstrak :
Keadaan kesehatan lingkugan di Indonesia dewasa ini masih belum memadai, contohnya seperti belum terpenuhinya kebutuhan sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih, masalah sampah, perbaikan gizi, jamban keluarga., air limbah, kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, dan lain-lain. Di mana hal ini selanjutuya akan dapat mempengaruhi terhadap tingginya angka kesakitan dan kematian. Banyak faktor yang berhubungan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Pengetahuan kesehatan lingkungan seseorang mempunyai hubungan yang erat dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Dengan pengetahuan dapat dipecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari termasuk masalah kesehatan lingkungan (Suriasuruantri, 1993). Faktor lain yang berhubungan dengan kualitas kesehatan lingkungan adalah status sosial ekonomi. Achmadi (1990) mengatakan antara kemampuan sosial ekonomi baik skala individual maupun keluarga berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kesehatan lingkungan. Demikian juga halnya dengan mentalitas dan perilaku masyarakat (Achmadi, 1991). Dari permasalahan tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana kualitas kesehatan lingkungan permukiman di Kecamatan Kedaton, dan mencari hubungan secara empiris antara faktor-faktor pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, dan perilaku dalam pengelolaan lingkungan permukiman dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: "Ada hubungan positif dan signifikan antara pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, dan perilaku pengelolaan lingkungan permukiman dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman". Penelitian dilakukan di kecamatan Kedaton Kotamadya Bandarlampung, dengan menggunakan metode survai. Unit sampel yang menjadi obyek penelitian adalah rumahtangga dengan kepala keluarga sebagai responden. Untuk pengambilan ukuran sampel digunakan teknik Multi Stage Cluster Random Sampling, dan untuk itu diambil 150 rumah tangga sebagai sampel. Pengumpulan data setiap variabel masing-masing menggunakan instrumen penelitian dengan kuesioner (angket) sebagai alat penjaring data yang utama, di samping observasi. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif sedangkan pengujian hipotesis dengan teknik korelasi sederhana "Pradua Moment' Pearson dan korelasi ganda serta "Regresi Linear Ganda", dengan menggunakan fasilitas program komputer SPSS for Windows. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan kesehatan lingkungan roempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan kualitas kesehatan lingktmgan pennukiman (r = 0,669). Dengan koefisien determinasi (f2) sebesar 0,4486 yang berarti 44,86% baik tidaknya kualitas kesehatin lingkungan permukiman (Y) dapat dijelaskcm oleh variabel pengetahuan kesehatan lingkungan (X,). Ini bernrti kontribusi pengetahuan terhadap kualitas kesehatan lingklmgan permukiman adalah sebesar 44,8%,jika variabel lain yang mempengaruhi tidak diperbitungkan. 2. Status sosial ekonomi mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukim.an (r = 0,713). Dengan koefisien detenninasi (r2 ) sebesar 0,508 yang berarti 50,80/o baik tidaknya kualitas kesehatan lingkungan (Y) dapat dijelaskan oleb variabel status sosial ekonomi (~). Ini berarti kontribusi status sosial ekonomi terhadap kualitas kesehatan lingktmgan pennukiman adalah 50,8%, ji.ka variabel lain yang mempepgaruhi tidak diperhitungkan. 3. Perilaku dalam peogelolaan lingkungan pemukiman mempunyai hubungan yang positif dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman (r = 0,821). Dengan koefisien determinasi (r) sebesar 0,6737, hal ini menunjukkan bahwa baik tidaknya kualitas kesehatan. Lingkungan pemukiman dapat dijelaskan oleh perilaku dalam pengelolaan lingkungan permukiman (X3) sebesar 67.37% Ini berarti kontribusi perilaku dalam mengelola lingkungan pemukiman terhadap kualitas kesebatan lingkungan permukiman adalah sebesar 67,3 7%, j ika variabel lain yang mempengaruhi tidak diperhitungkan. 4. Analisis hubungan ganda antara pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, perilaku dalam pengelolaan lingkuogan permukiman mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan kualitas kesehatm lingkungan permukiman (r = 0~889). Dengan koefisien determinasi (1) sebesar 0,7916. Hal ini menunjukkan bahwa baik tidaknya kualitas kesehatan lingkungan permukiman (Y) dapat dijelaskan oleh pengetahuan kesehatan lingkungan, status sosial ekonomi, dan perilaku dalam pengelolaan lingkungan permukiman sebesar 79,16%. Hal ini berarti kontribusi pengetalruan, status sosial ekonomi dan perilaku terhadap kualitas kesehatan lingkungan pemukiman adalah sebesar 79,16%. Sedangkan sisanya ditentukan oleh variabel lain yang tidak diperhibmgkan dalam penelitian ini. Berdasarkan baik hasil pengujian hipotesis, maka terbukti bahwa ketiga variabel pengetahuan, status sosial ekonomi, dan perilaku pengelolaan lingkungan pemukiman mempengaruhi baik tidaknya kualitas kesehatan lingkungan pemukiman di Kecamatan Kedaton. Dari ketiga faktor tersebut fuktor perilaku merupakan .faktor yang paling besar pengaruhnya (67,37%), kemudian status sosial ekonomi (50,8%), dan faktor pengetdruan (44,86%). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pentingnya lebih digalakkan upaya-upaya pendidikan kesehatan lingkungan dan penyuluhan kepada masyarakat ycmg ada selama ini, hal ini dimaksudkan untuk lebih menanamkan kesadaran kepada masyarakat di dalam mengubah sikap maupun_perilakunya tenang pentingnya kebersihan lingkungan pemukiman. Demikian juga perlunya pembudayaan hidup sehat bagi setiap orang yang dapat diawali dari diri sendiri, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. ......Some Factors Relating to the Quality of Settlement Environmental Health (Case Study in District of Kedaton, Bandar Lampung Regency)In the reality in Indonesia now, the environmental health condition is not as we expect it is, for example the need of sanitation is still beyond the reach; water supply, garbage, nutrition, family toilet, unhealthy housing condition, and etc. It causes high member of illness and mortality (According to Household Health Survey, 1980; 1986; 1992; 1995; Report of Statistic Centre (BPS) 1995; Indonesia Environment Statistic, 1995; National Socio-Economic Survey, 1995 about Housing and Settlement Statistic in Indonesia, 1995). The same cases also occur in Bandar Lampung. Knowledge is a standard to think as well as to change the attitude and behavior. It can also solve the daily life problems including environment health Suriasumantri (1993) adds the higher the knowledge of a person has, the higher is his rationale. Another factor concerning the quality of environment health is social economic status Achmadi (1990) says that socio-economic capability either individually or family has direct or indirect relationship can be positive or negative, so is the mentality and behavior of the community (Achmadi, 1991). Therefore, this study will find out the correlation between the basic knowledge of environmental health, socio-economic status, behavior in managing settlement environment and the quality of settlement environment health. This research hypotheses are: " There is positive and significant correlation between the knowledge, socio-economic status, behavior and the quality of settlement environment health". This study was conducted in Kedaton, Bandar Lampung using survey method. The samples were the head of household as respondents. The samples were 150 household taken by using multi stage cluster random sampling. Questionnaire, as well as survey was used to collect the data. To analyze the data qualitative and quantitative methods were used, whereas the hypothesis analyzed by simple correlation "Product Moment" Pearson, and multi correlation and "Multiple Regression" were tested using computer programs SPSS for Windows: The researchs results revealed that: 1. The knowledge of the head of :fum.ily on the environment health has positive correlation with the quality of settlement environment health (r = 0.669). The close relationship between the variable X, - Y can be seen from determination coefficient (r2 = 0.448) which means that 44.8% variation occuring to the quality of settlement environment health (Y) can be described by the knowledge of environment health variable (X 1 ). The contribution given by the knowledge towards the quali1y of settlement environment health was 44,8%. 2. The socio-economic status of the head of the family has positive correlation to the quality of settlement enviromnent health (r = 0.713). The close relationship between the two variables X2 - Y illustrated in the detennination coefficient (r2 = 0.508) means that 50.SO/o variation occuring in the quality of environment health (Y) can be described by the socio-economic (X2). The contribution given by the socio-economic status towards the quality of settlement environment health was 50.8%. 3. The behaviour of the bead of the family in managing settlement environment health has positive correlation with the quality of settlement environment health (r = 0.821). The close relationship between the two variables x3 - y illustrated in the determination coefficient (r2) = 0.6737, means 67.37% variation occuring in the quality of settlement environment health (Y) can be described by the behaviour in managing settlement environment health (X:3). The contribution given by the behaviour towards the quality of settlement environment health was 67.3%. 4. Multi correlation analysis between the knowledge of environment health, socio-economic status, behaviour in managing settlement environment health have positive correlation (r = 0.889). The close correlation bowed by determination coefficient (r2 = 0. 7916). It indicates that the variation of knowledge of enviromnent health, socio-economic status, behaviour of managing settlement enviromnent health= 79.16%. The contribution given by the knowledge, the socio-economic status, and the behaviow- simultaneously towards the quality of settlement enviromnent health was 79.16%. Based on the hypotheses, it can be concluded that the education of enviromnent health, the efforts through cotmcelling activities should be promoted to make the people conciously aware of changing their behaviour about the importance of the cleanliness of the enviromnent. And it is also necessary to live heallhy which it should be started within own self: the family and the community.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Afriansyah
Abstrak :
Kurang gizi adalah penyakit yang berhubungan dengan rendahnya keadaan sosial ekonomi penduduk dan buruknya kebersihan lingkungan/sanitasi dan kebersihan diri/hygiene. Balita yang kurang gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang tidak kurang gizi. Setiap tahun kurang lebih 11 juta bayi dan balita di seluruh dunia meninggal oleh karena penyakit-penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), diare, malaria, campak dan lain-lain. 54% dari kematian tersebut berkaitan dengan adanya kurang gizi. Kekurangan gizi pada balita ini meliputi kurang energi dan protein serta kekurangan zat gizi seperti vitamin A, zat besi, iodium dan zinc. Seperti halnya dalam angka kematian ibu (AKI), angka kematian balita di Indonesia juga tertinggi di Asia Tenggara. Masa balita menjadi lebih penting lagi oleh karena merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Terlebih lagi enam bulan terakhir masa kehamilan dan dua tahun pertama pascakelahiran merupakan masa emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Gangguan kesehatan dan gizi yang terjadi pada masa anak, terutama yang menyangkut tumbuh kembang organ otak bersifat menetap dan tak terpulihkan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sebaran wilayah rawan gizi di wilayah Kabupaten Tangerang dengan mengetahui perbedaan dan faktor-faktor penyebabnya baik secara langsung maupun tidak langsung dengan melihat status gizi pada Balita. ......Undernutrition is a disease related to economy social status in the community and poor hygiene and sanitation. Under-five children with undernutrition status have a higher risk to death than those who are not. More less 11 million infants and children all over the world died due to the upper respiratory tract infection, diarrhea, malaria, mumps, etc. There was 54% out of all children died related malnutrition. Undernutrition occurred on under-five children consists of protein energy malnutrition and vitamin A, iron, iodium, and zinc malnutrition. Like maternal mortality rate, under-five children mortality rate is also the highest in South East Asia. Under-five children period becomes more important due to its critical period in forming a quality human resource. Furthermore, the last six-month pregnancy and the first two-year postpartum are golden years in which brain cells grow and develop optimally. Health and nutrition disorder occurred in the children period, particularly related to development and growth of the brain was permanently disorder and irreversible. The aim of this study was to assess the distribution of undernutrition vulnerable area in the District of Tangerang by assessing the differences, direct and indirect determinant factors from nutrition status on under-five children.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T29020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanit Wediarsih
Abstrak :
Menurut laporan MDG's tahun 2007, 30,7% masyarakat Indonesia tanpa akses sanitasi yang layak. Provinsi Banten memiliki masalah yang cukup besar terkait dengan masalah air, higiene dan sanitasi. Beberapa cakupan sanitasi dasar di Provinsi Banten merupakan cakupan terendah di Pulau jawa, seperti cakupan jamban keluarga pada tahun 2007 yang hanya 67,69 %. Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk ini akhirnya menyebabkan masih seringnya terjadi KLB diare dan demam berdarah di Provinsi Banten. Selain itu kejadian demam tifoid dan malaria juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko dan dampak sanitasi lingkungan terhadap status kesehatan balita di Provinsi Banten dengan menggunakan data sekunder hasil RISKESDAS 2007. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah balita (12 - 59 bulan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang pernah menderita sakit sebanyak 17,2%. Sedangkan faktor sanitasi lingkungan yang memiliki risiko terhadap status kesehatan balita adalah ketersediaan air bersih (OR = 1,6; 95%CI 1,2 - 2,3), sarana pembuangan air limbah (OR = 1,7; 95% CI 1,0 - 3,1) dan tempat penampungan air (OR = 1,9; 95%CI 1,2 - 2,9). Sarana pembuangan air limbah memberikan dampak yang paling besar diantara ketiga variabel yang berisiko, dimana jika di populasi, sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat diperbaiki, maka akan menurunkan kejadian sakit pada balita sebanyak 36,9%. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa untuk mengurangi risiko dan dampak sanitasi lingkungan diperlukan upaya pengelolaan terhadap air, mulai dari air bersih sampai dengan air buangan. ......According to the MDG's in 2007, 30.7% of Indonesian people without access to improved sanitation. Banten province has a considerable problem associated with the problem of water, hygiene and sanitation. Some basic sanitation coverage in Banten Province is the lowest coverage in Java, such as family latrine coverage in 2007 is only 67.69%. Conditions of poor environmental sanitation is still ultimately lead to frequent outbreaks of diarrhea and dengue fever in the province of Banten. In addition to the incidence of typhoid fever and malaria also increased from year to year. The purpose of this study was to determine the risk and impact of environmental sanitation on the health status of children under five in Banten province by using secondary data from RISKESDAS 2007. This research is quantitative cross-sectional design. Population and sample of the study was a toddler (12-59 months). The results showed that infants who have suffered from as much as 17.2%. While environmental sanitation factors that have exposure to the health status of children under five are the availability of clean water (OR = 1.6, 95% CI 1.2 to 2.3), wastewater disposal (OR = 1.7, 95% CI 1, 0 to 3.1) and a reservoir of water (OR = 1.9, 95% CI 1.2 to 2.9). Wastewater disposal provide the greatest impact among the three variables is at risk, which if in the population, wastewater disposal are not eligible eliminated, it will reduce the incidence of illness in infants as much as 36.9%. Results of this study suggest that to reduce the risk and impact of environmental sanitation to water management efforts are needed, ranging from clean water to waste water.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedectus Bayu Sabdo Kusumo
Abstrak :
Konsentrasi 1-Hydroxypyrene di dalam urin dipengaruhi beberapa faktor pajanan, salah satunya adalah konsentrasi pajanan Benzo (a) Pyrene di udara. Didalam penelitian ini selain meneliti hubungan BAP dan 1-OHP juga diteliti faktor lain yang dapat menpengaruhi konsentrasi 1-OHPu, yaitu : karakteristik individu (Jenis kelamin, berat badan dan IMT), lama pajanan, dan sumber pajanan lain (makanan bakar/panggang, bahan bakar memasak, perokok dirumah). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pajanan BAP dan konsentrasi 1-OHPu dan faktor lain yang mempengaruhi. Penelitian cross-sectional ini dilakukan dengan mengambil sampel udara dilingkungan SMPN 16 Bandung, dan memeriksa 36 sampel urin siswa kelas 2 SMPN 16 untuk pemeriksaan 1-OHPu, dan dilakukan wawancara terstruktur dengan kuisioner. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara BAP di udara dan 1-OHPu siswa kelas 2 SMPN 16. Kesimpulan penelitian ini : faktor paling mempengaruhi konsentrasi 1-OHPu siswa kelas 2 SMPN 16 secara berurutan adalah : bahan bakar memasak dirumah, adanya perokok dirumah, makanan bakar/panggang, IMT, dan lama pajanan. ...... The concentration of 1-Hydroxypyrene in urine is affected by several exposure factors, one of which is the concentration of Benzo (a) Pyrene in the air exposure. In this study, in addition to studying the relationship between BAP and 1-OHP, other factors that can influence the concentration of 1-OHPu are: individual characteristics (sex, weight and BMI), duration of exposure, and other sources of exposure (grilled, Cooking fuel, and smokers at home). This study aims to determine the relationship of BAP exposure and concentration of 1-OHPu and other factors that influence. This cross-sectional study was conducted by taking air samples in SMPN 16 Bandung, and examining 36 urine samples of second grade students of SMPN 16 for 1-OHPu examination, and structured interview with questionnaire. The results of this study indicate that there is no correlation between BAP in the air and 1-OHPu of second grade students of SMPN 16. The conclusion of this research: the most influencing factor of 1-OHPu concentration of second graders of SMPN 16 in sequence are: home cooking fuel, Grilled/baked foods, BMI, and duration of exposure
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilman Ramdani
Abstrak :
ABSTRAK
Adagium Pesantren sebagai lembaga yang tidak menjaga kesehatan lingkungan perlu dibuktikan secara ilmiah. Tentunya citra buruk ini menjadi beban dalam upaya mendudukan pesantren sebagai lembaga yang peduli terhadap kesehatan lingkungan. Pesantren, diakui atau tidak, telah memberikan alternatif pendidikan bagi umat Islam Indonesia terutama yang menginginkan pendalaman materi keagamaan. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga pesantren tidak terbatas memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak sekitar lembaga tersebut berada, bahkan lebih luas. Pesantren Nurul Hidayah yang berlokasi di Leuwiliang Kabupaten Bogor memiliki keunikan tersendiri. Hiruk pikuk modernitas yang terus menyebar ke pelosok desa tidak menyurutkan pesantren tersebut mempertahankan tradisionalisme ( assalafiyah) sebagai cara pandang dalam mengamalkan dan mengajarkan ajaran-ajaran agama. Fenomena ini membuat Nurul Hidayah memiliki en lain. Pesantren umumnya selalu dijadikan teladan (rujukan) bagi masyarakat yang lain, termasuk dalam hal kesehatan. Tujuan penelitian terhadap pesantren ini adalah berupaya menganalisis kesadaran santri terhadap kesehatan lingkungan sesuai dengan pengetahuan nilai-nilai keagamaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan kesehatan; menganalisis upaya yang dilakukan para santri dalam memanfaatkan infrastruktur atau sarana dan prasarana yang menjadi indikator kesehatan lingkungan hidup di pesantren; menganalisis upaya manajemen pendidikan keagamaan yang diterapkan pesantren dalam mendukung para santri untuk sadar lingkungan terutama upaya menjaga kesehatan lingkungan hidup. Pesantren Nurul Hidayah, yang memiliki santri 420 orang memberikan suatu gambaran lain mengenai sebuah pesantren pada umumnya. Lokasi pesantren ini sangat terbuka dengan masyarakat, sehingga arus komunikasi dan informasi terus menerus terjadi setiap saat. Keadaan ini membuat pesantren semakin dekat dengan masyarakat. Kedekatan inilah yang secara tidak sadar menjadi kontrol yang kuat kepada para santri untuk selalu menjaga citra yang baik. Salah satu citra yang ditimbulkan adalah objek yang kasat mata, yang dilihat langsung, yaitu kebersihan dan kesehatan lingkungan. Tentunya, keadaan ini membuat para Ustaz dan Kyai berupaya menyadarkan para santri untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Upaya-upaya yang telah dilakukan, selain mengisi anjuran setiap mengaji, Kyai dan ustaz serta para pengurus santri membuat sebuah program dan aturan yang dikelola secara rutin dan berkelanjutan. Program ini cukup, efektif, karena selain impelementasi, para santri juga menyadari secara umum mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan. Kesadaran inilah yang kali pertama dimunculkan dengan sebuah pengetahuan atau pengajaran tentang kebersihan seperti yang diajarkan para Kyai dan ustaz dalam Al Qur?an dan Al Hadits. Pengetahuan ini yang menimbulkan sebuah pemahaman ( verstehen) yang mendalam akan pentingnya kebersihan lingkungan seperti yang dianjurkan oleh Al- Qur?an dan Al Hadits.
ABSTRACT
The Pesantren institution is not limited only for giving education service of people live around, but also for people outside the area who come to study the religious knowledge at there. Santri study at Pesantren, live and remain at boarding houses built by Kyai (Muslim scholar). The higher amounts of santri live and remain at boarding houses during they are studying Islamic knowledge, the higher problems emerge. The problem encountered by the institution is preparing and supplying needs of santri during they are studying there; such as building boarding houses, supplying the clean water for daily needs (drinking, having meal, bathing, and washing), loosing the bowels, and other solid and liquid disposals. Man always lives interacting with his environment in persistence. The interaction gives experiences. The observation and experience will cause ?image of environment? which describes about life experience. If a man whose image of environment is negative that means he does not understand how importance of preserving environmental functions for viability and life, the man tends to be apathetic about his environment. That negative image of environment drives various environmental problems. Consequently, it will affect for all structures of life including man himself. Man holds the essential role of managing ecosystem, yet man also carries destruction of the system. Therefore, it needs man?s awareness about functions of ecosystem. This awareness deeply related with man position which is central among other creature. The awareness toward environment turns up from man ability to understand about ecosystem functions for his life. That understanding is based on knowledge belongs to an individual or community derived through experience as well as information of ecosystem. The research is a case study, which means the approach orients to maintain the wholeness of the researched object. Moreover, as the case study, this research is able to study, explore, or interpret particular case naturally in its context without any interference. Whereas viewed from aspect of selecting case, the research is categorized as instrumental case study, which prefers to elaborate and prove the theory made before. Data is collected and studied as the massive wholeness (integrated) which head for bolster deeper knowledge about the researched object. This case study asserts to develop hypothesis designed as work hypothesis. The developing of the hypothesis is through collecting data/information by observation and indepth interview technique. Viewed from the nature of study, the research uses qualitative approach grounded in facts. It orients to give detail description of background of natures, exclusive character of the case, and the general status of the related case. Pesantren Nurul Hidayah has 420 santri, giving another picture about a pesantren in general. The location of the pesantren is open-air for society, so those communication and information streams occur persistently in any time. This xvi closeness unconsciously becomes a strong control for santri to keep their good image. One of images controlled by is visible object and directed sight that is cleanliness and environmental health. This condition insists ustadz (teachers) and kyai bring santri round to keep cleanliness and environmental health. The efforts conducted are besides they give advices during they are studying, kyai, ustdaz and santri board create programs and rules which are managed continually and routinely. The program is quite effective because it is not only implementation, but also santri realize generally about cleanliness as thought by ustadz and kyai derived from al- Qur?an and Hadith massages. The knowledge causes deep understanding ( versetehen) of importance of clean environment as withdrawn by those two Islamic sources. This phenomenon will raise the image gives argumentation about santri?s behaviour and implementation toward the environmental health of pesantren. The image can not be valued by their selves, because it comes from other?s interpretation about the pesantren condition. From environmental awareness aspect, several primary aspects of the image can be viewed from the advancement of amount of santri come to study in every year. Furthermore, Pesantren Nurul Hidayah is more openly for society; interaction with surrounding is tight, attitude of helping each other, mutual assistance, voluntary work, and night watch etc. become evidences of that image of pesantren leads to the better level. In this field, researcher gives conclusions: 1) knowledge, attitude and behaviour of pesantren community, especially santri, indicate good response and high care on any efforts and attempts of environmental management which support the healthy life condition. 2) Efforts of pasantren in supplying infrastructure of health which is related with ecosystem by creating rules and regulations state all pesantren inhabitants are necessary to keep and create cleanliness and beauty of environment and also to give punishment for regulation violators. They should conduct program of cleaning environment in daily and weekly as well as supply cleaning equipments/devices, and the disposal spot and obliteration. Besides that, the santri board or santri organization is established as the programs implementer as well as implementing function of control. 3) Process of managing environment is norm and value of santri life which bears the life philosophy of self-help and considered as the worship (ibadah). Togetherness becomes a basis and responsibility of santri community who live together. The program of clean environment and healthy as well as implementing punishment for the violators, are in the form of such the program of clean Friday (jumat) and contest of cleanliness of religious institutions. The realization of those programs needs further support from competent institution in delivering health counseling. Some of the handicaps are process of ecosystem supports health is fund and hygienist and none of a subject that is dealt generally with environment. 4) The image made in very long time is not true which states santri and pesantren are slovenly, exclusive, anti-social, and irresponsible. Some evidences in semiotic study point out alteration or transition of image into better toward the santri life. The suggestions will be offered by the researcher are: 1) to increase more cooperation among related and competent institutions through designing integrated programs of advancing society especially pesantren community in order to increase ecosystem quality support the health. 2) to develop efforts of socializing ecosystem functions to society and pesantren community trough both counseling and program of simulation of ecosystem functions persistently by related institutions. 3) to xvii allocate government aids in both hardware and software which are dealt directly with efforts of enhancing ecosystem quality, such supplying books, magazines, brochures, and cleaning devices and hygienists for pesantren. 4) to attempt to design particular curriculum of ecosystem-based religious education. The curriculum is very essential; furthermore santri in the future will become leader assigned as model for other communities.
2008
T25364
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Iswanto
Abstrak :
Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 (empat) di dunia. Perkembangan penduduk yang pesat yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas pendukung akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Begitu halnya Kota Depok yang setiap tahunya mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok serta mengetahui hubungan seberapa besar pengaruh sosial ekonomi terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dapat diketahui dari hasil perhitungan indek parameter setiap indikator dan pemberian bobot setiap indikator yang digunakan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis keruangan, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan status sosial ekonomi digunakan bantuan analisis statistik dengan metode Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok tergolong baik. Sebagian besar tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman tergolong baik terdapat diwilayah perkotaan (urban) dan wilayah peralihan (sub urban), sedangkan pada wilayah perdesaan (rural) memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dalam kategori sedang. Kondisi sosial ekonomi (status sosial ekonomi) memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. ......Indonesia is a developing country with the largest population of 4 (four) position in the world. The rapid growth of population, which is not supported by the provision of infrastructure and supporting facilities will impact the health and environmental quality of settlements. This situation will also happen in Depok City due to the growth population is increasing every year. This study aims to determine the spatial patterns of health and environmental quality level of Depok settlements and to know the effect of social relationship factor on the level of healthcare economics settlements quality. The level of health and environmental quality settlements can be known from the calculation of the parameter index of each indicator and the weighting of each indicator used. Data analyzing in this study obtained by using descriptive analysis and spatial analysis, whereas the relation between health and environmental quality settlements with the socioeconomic status obtained by using statistical analysis Chi Square method. The results indicate the level of health and environmental quality Depok settlement is fair. Most of the health and environmental quality level are quite good in residential urban region (urban) and of health and environmental quality settlements. The Socio-economic conditions (socioeconomic status) effect the level of health care quality residential environment.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44237
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listy Ayuningtias
Abstrak :
Meningkatnya produksi sampah akibat aktivitas manusia mengakibatkan terjadinya penumpukan di Tempat Pemrosesan Akhir TPA. Kondisi tersebut menyebabkan lahan TPA menjadi semakin terbatas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat proses stabilisasi landfill melalui mekanisme resirkulasi lindi. Dalam prosesnya mendekomposisi sampah air lindi yang dihasilkan dari landfill akan berpotensi mencemari lingkungan bila tidak ditangani dengan tepat. Di antara senyawa berbahaya yang terdapat dalam air lindi diantaranya adalah senyawa nitrogen baik berupa ammonia nitrit maupun nitrat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi ammonia nitrit dan nitrat pada air lindi yang dihasilkan dari lysimeter dengan dan tanpa proses resirkulasi serta untuk mengetahui waktu pembentukan senyawa ammonia nitrit dan nitrat dalam lysimeter terkait dengan kondisi temperatur sampah dan pH lindi. Penelitian dilakukan dengan membuat pemodelan sistem sanitary landfill dalam dua buah lysimeter masing masing untuk proses dengan resirkulasi dan tanpa resirkulasi. Pada lysimeter juga diberikan asupan air sesuai dengan data curah hujan yang ada. Hasil pengamatan terhadap kedua lysimeter selama 100 hari menunjukkan bahwa konsentrasi ammonia dan nitrat pada lysimeter dengan resirkulasi lysimeter A cenderung lebih tinggi dibandingkan pada lysimeter tanpa resirkulasi lysimeter B. Sedangkan untuk konsentrasi nitrit pada kedua lysimeter tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Senyawa ammonia nitrit dan nitrat pada kedua lysimeter sudah terbentuk sejak awal penelitian meskipun pada awalnya memiliki nilai yang relatif rendah. Terkait dengan temperatur sampah diketahui bahwa pelepasan ammonia tertinggi terjadi pada temperatur 30°lC Sedangkan terkait dengan pH lindi konsentrasi ammonia meningkat pada rentang nilai pH 7 5 8.
A rapid increase in waste volumes caused by human activities resulted in the accumulation of waste in landfill. This condition causes landfill that willrun out of space within years In order to overcome this problem leachate recirculation is applied to accelerate waste stabilisation. Leachate generated from landfill would potentially contaminate the environment if not handled properly. Among the hazardous substances contained in leachate some of them are nitrogen compounds such as ammonia nitrite and nitrate. The objective of the research project was to investigate ammonia nitrite and nitrate concentrations in leachate generated from lysimeters with and without recirculation as well as to determine the time formation of ammonia nitrite and nitrate in lysimeters associated with waste temperature and leachate pH. Two lysimeters were used to simulated sanitary landfill with and without recirculation. Water was added to both lysimeters in accordance with the rainfall data. Experiments carried out in lysimeters demonstrated that for 100 days the concentrations of ammonia and nitrate in lysimeter with recirculation lysimeter A tend to be higher than in lysimeter without recirculation lysimeter B. However nitrite concentration in both lysimeters showed no significant differences. Ammonia nitrite and nitrate in both lysimeters have been formed since the beginning of the study in low concentration. Associated with waste temperature the highest ammonia release occured at temperature of 30°C andrelated to leachate pH ammonia concentration increased in the range of 7 5 8 pH value.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Anindita
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resirkulasi air lindi terhadap kualitas air lindi. Penelitian ini menggunakan 2 lysimeter dengan sistem pengoperasian yang berbeda, lysimeter 1 dengan proses resirkulasi air lindi dan lysimeter 2 tanpa proses resirkulasi. Sampah yang digunakan pada kedua lysimeter merupakan sampah organik (buah dan sayur) yang berasal dari Pasar Kemiri Muka, Depok. Berat sampah pada lysimeter 1 dan 2 secara berurutan adalah 205 kg dan 180 kg dengan kadar air sebesar 89,5% dan 86,8%. Penambahan air dilakukan pada kedua lysimeter untuk menstimulasi pembentukan air lindi dan sebagai simulasi infiltrasi air hujan dengan mengasumsikan adanya kebocoran sebesar 24% pada lapisan geotextile. Volume penambahan air pada kedua lysimeter yaitu 1,4 L yang disesuaikan dengan curah hujan kota depok, sedangkan volume air lindi yang diresirkulasikan pada lysimeter 1 yaitu 1,5 L. Pengukuran karakteristik air lindi yang meliputi pH air lindi, konsentrasi TSS dan TDS serta temperatur sampah pada kedua lysimeter dilakukan selama 100 hari. pH air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 (dengan resirkulasi) cenderung lebih rendah hingga akhir pengoperasian lysimeter karena penerapan resirkulasi air lindi, yaitu berada pada rentang 5,73-8,25 pada lysimeter 1 dan 5,93-8,94 pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS pada lysimeter 1dan lysimeter 2 secara berurutan berada pada rentang 660-2792,411 mg/L dan 200-1660 mg/L, sedangkan untuk konsentrasi TDS berada pada rentang 6004-17120 pada lysimeter 1dan 3340-14860 mg/L pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 karena proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1 menyebabkan akumulasi material organik (volatile fatty acids) pada air lindi selama fase awal degradasi sampah (asidogenesis) serta akumulasi material anorganik (amonia dan klorida) pada air lindi hingga akhir pengoperasian lysimeter 1 karena material anorganik tersebut tidak digunakan lagi pada proses degradasi sampah.
This study aims to determine the effect of leachate recirculation on leachate quality. It uses two lysimeter with different operating systems, lysimeter 1 with leachate recirculation process and lysimeter 2 without recirculation process. Waste which used in both lysimeter is organic waste (fruit and vegetable) derived from Pasar Kemiri Muka, Depok. Respectively, the weight of waste in lysimeter 1 and 2 were 205 kg and 180 kg and the water content were 89,5% and 86,8 %. The addition of water carried in both lysimeter was to stimulate the formation of leachate and to simulate the infiltration of rain water by assuming the occurrence of the leakage (24%) in the geotextile layer. The volume of water added in both lysimeter was 1,4 L adjusted with rain fall intensity in Depok, while the volume of leachate that resirculated in lysimeter 1 was 1,5 L. The leachate samples from both of lysimeters were monitored for pH, TSS, TDS and waste temperature during 100 days of study. Leachate pH generated from lysimeter 1 (with resirculation) tended to be lower by the end of the operation because the application of leachate resirculation, which is in the range 5,73 to 8,25 in lysimeter 1 and 5,93 to 8,94 in lysimeter 2. TSS concentrations in lysimeter 1 and 2 respectively in the range from 660 to 2792.411 mg /L and 200-1660 mg/L, while the concentration of TDS lies in the range 6004 to 17120 in lysimeter 1 and 3340 to 14860 mg/L in lysimeter 2. TSS and TDS concentrations in lysimeter 1 were higher than lysimeter 2 due to the recirculation process that was applied to the lysimeter 1 which causes accumulation of organic material (volatile fatty acids) in the leachate generated in the initial phase of waste degradation (asidogenesis) and accumulation of inorganic material (ammonia and chloride) in lysimeter 1 until the end of the operation as the inorganic material is no longer used in the process of waste degradation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52701
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>