Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardemas Sulthon Priautama
"Penelitian ini mengkaji dampak lingkungan dari bioplastik biodegradable poli-laktat (PLA) dan plastik berbasis fosil polietilena tereftalat (PET) dengan menilai potensi pemanasan global dan konsumsi energi melalui analisis siklus hidup (LCA). Dengan asumsi penggunaan bahan bakar fosil selama proses manufaktur, hasil menunjukkan bahwa PET memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi, rata-rata 4,67 kg CO2 eq/1 kg, dibandingkan dengan PLA sebesar 3,89 kg CO2 eq/1 kg, yang mengindikasikan jejak karbon PLA lebih rendah. Dalam hal konsumsi energi, PET membutuhkan 97,4 MJ/1 kg, sedangkan PLA hanya membutuhkan 66,2 MJ/1 kg. Kontributor terbesar untuk emisi CO2 dan penggunaan energi dari kedua jenis material berasal dari fase ekstraksi material, yang mencakup lebih dari 50% dampak total. Pada PET, fase ini melibatkan transformasi bahan mentah menjadi plastik, sedangkan pada PLA, fase ini mencakup ekstraksi komponen dari gula fermentasi (misalnya, tebu, akar tapioka, pati jagung). Meskipun PET memiliki potensi untuk didaur ulang, PET dengan kandungan daur ulang 30% masih menghasilkan potensi pemanasan global lebih tinggi dibandingkan PLA. Literatur sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatkan kandungan daur ulang PET hingga 50% diperlukan untuk menyamai dampak lingkungan PLA yang lebih rendah. Studi ini menyimpulkan bahwa meskipun PLA secara umum menunjukkan potensi pemanasan global yang lebih rendah, peningkatan tingkat daur ulang PET dapat secara signifikan mengurangi jejak lingkungannya, sehingga berpotensi menjadi sebanding dengan PLA.

This paper investigates the environmental impact of biodegradable bioplastic polylactic acid (PLA) and fossil-based polyethylene terephthalate (PET) by assessing their global warming potential (GWP) and energy consumption throughout their life cycle assessment (LCA). Assuming fossil-based fuel during the manufacturing processes, the findings reveal that PET has a higher GWP, averaging 4.67 kg CO2 eq /1kg, compared to PLA’s 3.89 kg CO2 eq /1kg, indicating PLA’s lower carbon footprint. In terms of energy consumption, PET requires 97.4 MJ/1kg, while PLA only require a smaller 66.2 MJ/1kg. The largest contributor to both CO2 emissions and energy usage for both type of materials, comes from the material extraction phase, accounting for over 50% of the total impact. For PET, this phase involves transforming raw materials into plastic, whereas for PLA, it involves extracting components from fermented sugars (e.g., sugarcane, tapioca root, cornstarch). Despite the potential for PET to be recycled, PET with a 30% recycled content still results in a higher GWP than PLA. Past literature suggests that increasing PET’s recycled content to 50% is necessary to match PLA’s lower environmental impact. The study concludes that while PLA generally demonstrates lower GWP, improving PET’s recycling rates can significantly reduce its environmental footprint, potentially making it comparable to PLA"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library