Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tina Mellani
"Alfa arbutin merupakan bahan aktif penghambat enzim tirosinase pada proses melanogenesis. Efek mencerahkan kulit juga diperoleh dari asam laktat yang mengangkat sel-sel terpigmentasi pada epidermis dan niasinamid yang menghambat transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit. Kombinasi zat aktif tersebut dibuat dalam bentuk sediaan mikroemulsi dan emulsi ganda W/O/W dengan memvariasikan konsentrasi Tween 80 sebagai emulgator. Evaluasi dan uji stabilitas fisik dilakukan selama 8 minggu pada suhu 28°±2°C, 4°±2°C, 40°±2°C dan cycling test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroemulsi berhasil dibuat dengan Tween 80 (surfaktan) 25-35% dan etanol (kosurfaktan) 10% dengan karakteristik jernih, memiliki ukuran globul 2,397-16,8 nm, sifat alir pseudoplastis dan stabilitas yang paling baik di suhu 28°±2°C. Mikroemulsi dengan Tween 80 35% merupakan formula mikroemulsi yang paling stabil karena memiliki ukuran globul paling kecil, viskositas paling tinggi dan profil distribusi ukuran globul yang stabil selama 8 minggu di ketiga suhu penyimpanan. Emulsi ganda W/O/W berhasil dibuat dengan Tween 80 (emulgator eksternal) 2,5-4,5% dan Span 80 (emulgator internal) 3% yang memiliki karakteristik sifat alir pseudoplastis thiksotropik dan stabilitas yang paling baik di suhu 28°±2°C. Emulsi ganda dengan Tween 80 2,5% merupakan formula emulsi ganda yang paling stabil karena memiliki profil distribusi ukuran globul yang stabil selama 8 minggu di ketiga suhu penyimpanan.

Alpha arbutin is an active ingredient which inhibits tyrosinase in melanogenesis process. Skin lightening effect is also obtained from lactic acid that accelerates pigmented cells turnover in epidermis and niacinamide which inhibits the transfer of melanosoms from melanocytes to keratinocytes. Combination of those active ingredients were made in microemulsion and W/O/W multiple emulsions dosage forms in various concentrations of Tween 80 as emulsifier. Evaluation and physical stability test performed during 8 weeks of storage at 28°±2°C, 4°±2°C, 40°±2°C and cycling test.
Results showed that microemulsion could be made in 25-35% of Tween 80 (surfactant) and 10% of ethanol (cosurfactant) which had globule sizes 2.397-16.8 nm, transparent, pseudoplastic flow and most stable at 28°±2°C storage. Microemulsion with 35% of Tween 80 was the most stable microemulsion formula because it had smallest globule sizes, the most stable distribution profiles of globule sizes and highest viscosity. W/O/W multiple emulsions could be made with 2.5-4.5% of Tween 80 (external emulsifier) and 3% of Span 80 (internal emulsifier) which had pseudoplastic-thixotropic flow and most stable at 28°±2°C storage. Multiple emulsions with 2.5% of Tween 80 was the most stable formula because it had stable distribution profile of globul sizes during 8 weeks of storage at temperature 28°±2°C, 4°±2°C and 40°±2°C.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilla Fauzy
"Minyak ikan mengandung asam-asam lemak tidak jenuh yang berpotensi sebagai agen peningkat penetrasi obat.. Pada penelitian ini kurkumin digunakan sebagai model obat untuk menguji pengaruh konsentrasi minyak ikan terhadap penetrasi obat. Minyak ikan diformulasikan dalam mikroemulsi gel dengan konsentrasi 5,8, dan 10 % serta digunakan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan konsentrasi 5 % sebagai pembanding. Penelitian ini bertujuan menguji stabilitas fisik dan menguji pengaruh konsentrasi minyak ikan terhadap penetrasi kurkumin dalam sediaan mikroemulsi gel. Stabilitas fisik sediaan diuji dengan cycling test dan penyimpanan pada suhu rendah (4 ± 2°C), suhu kamar (25 ± 2°C), serta suhu tinggi (40 ± 2°C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroemulsi gel dengan konsentrasi minyak ikan 5 , 8 , dan 10 % stabil pada suhu rendah. Pada suhu kamar formula dengan konsentrasi minyak ikan 5 dan 8 % stabil, tetapi pada konsentrasi 10 % tidak stabil. Pada cycling test dan penyimpanan suhu tinggi mikroemulsi gel pada ketiga formula tidak stabil. Aktivitas minyak ikan sebagai enhancer diuji secara in vitro dengan menggunakan alat difusi frans. Hasilnya adalah dengan meningkatnya konsentrasi minyak ikan dapat meningkatkan penetrasi kurkumin.
Fish oil contains unsaturated fat acids, its can increase penetration of drugs for transdermal. In this research, curcumin is used as drug model to know effect concentration of fish oil on penetration of drugs. Fish oil was formulated into microemulsion gel with concentration of 5, 8, and 10 % also is used Virgin Coconut Oil (VCO) with concentration 5 % as blanco. This research was designed to investigate the physical stability and the influence of fish oil in penetration of drugs. To look physical stability, the centrifugal test, cycling test, and storage at low (4 ± 2°C), room (25 ± 2°C), and high temperatures (40 ± 2°C) was carried out on this microemulsion gel. The result showed that microemulsion gel with concentration of fish oil 5 , 8 , and 10 % was stable at low temperature. At room temperature only formula with concentration of fish oil 10 % did not stable. The activity of fish oil as enhancer was tested by Frans diffusion Cell. The result was with increasingly of fish oil concentration could increase penetration of curcumin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42849
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suesti Devi Purnamasari
"Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang dapat mengiritasi lambung dan mengalami metabolisme lintas pertama. Untuk mengatasi hal ini, natrium diklofenak dibuat dalam bentuk sediaan transdermal. Dalam penelitian ini dibuat dua bentuk sediaan transdermal yaitu emulsi dan mikroemulsi, guna membandingkan perbedaan jumlah kumulatif natrium diklofenak yang terpenetrasi. Formulasi sediaan emulsi dan mikroemulsi menggunakan Virgin Coconut Oil sebagai fase minyak dengan natrium diklofenak sebagai model obat. Daya penetrasi sediaan emulsi dan mikroemulsi melalui kulit diuji secara in-vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Spraque-Dawley. Jumlah kumulatif natrium dikofenak yang terpenetrasi selama 8 jam dari sediaan emulsi dan mikroemulsi berturut-turut adalah 911,00 ± 3,67 μg/cm2 dan 445,41 ± 6,14 μg/cm2. Fluks natrium diklofenak pada sediaan emulsi dan mikroemulsi berturut-turut adalah 107,42 ± 1,25 μg/cm2.jam dan 49,29 ± 0,63 μg/cm2.jam. Persentase kumulatif jumlah natrium diklofenak dalam sediaan emulsi dan mikroemulsi yang terpenetrasi berturut-turut adalah 15,68 ± 1,17 % dan 8,80 ± 0,12 %. Selain itu juga dilakukan uji stabilitas fisik meliputi cycling test, uji sentrifugasi dan pengamatan pada penyimpanan selama 8 minggu pada suhu kamar (28° ± 2°C), suhu rendah (4° ± 2°C) dan suhu tinggi (40° ± 2°C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi memiliki stabilitas fisik yang lebih baik daripada sediaan emulsi.

Diclofenac sodium is a drug that can irritate the gastrointestinal tract and has first pass metabolisme, to overcome this problem, diclofenac sodium was made in transdermal dosage form. In the present study was formulated two kinds of transdermal dosage form in order to compare the differences in the total cumulative penetration of diclofenac sodium, i.e. emulsion and microemulsion using Virgin Coconut Oil as Oil Phase. Penetration ability through skin was examined by in-vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin. Total cumulative amount of diclofenac sodium penetrated from emulsion and microemusion were 911,00 ± 3,67 μg/cm2 and 445,41 ± 6,14 μg/cm2, respectively. Flux of diclofenac sodium from emulsion and microemulsion were 107,42 ± 1,25 μg/cm2.jam and 49,29 ± 0,63 μg/cm2.jam, respectively. The cumulative percentage of diclofenac sodium penetrated from emulsion and microemulsion were 15,68 ± 1,17 % and 8,80 ± 0,12 %, respectively. On the other hand, stability test including cycling test, centrifugation test and eight weeks storage at room temperature (28° ± 2°C), low temperature (4° ± 2°C) and high temperature (40° ± 2°C) was also done. The results showed that the microemulsion was more physically stable than emulsion.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43302
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Minyak buah merah (Pandanus conoideus) adalah hasil alam khas dari Papua yang bermanfaat untuk membantu pengobatan beberapa penyakit, food supplement, dan perawatan serta kecantikan kulit manusia. Tetapi, hal ini tidak didukung oleh bentuk sediaan minyak buah merah. Minyak sulit larut di dalam saluran pencernaan dan sulit menembus lapisan kulit manusia sehingga memperlambat proses absorbsi.
Mikroemulsi adalah suatu sistem dispersi yang dapat membantu mengatasi masalah ini. Mikroemulsi dapat meningkatkan kelarutan minyak di dalam saluran pencernaan dan penetrasi minyak ke dalam kulit manusia. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Mikroemulsi akan dievaluasi secara fisik selama 2 bulan. Komposisi bahan yang digunakan adalah 5% gliserin dan 15% sorbitol sebagai kosolven serta surfaktan tween 20 dengan konsentrasi 20%, 30%, dan 40%. Tween 20 dengan konsentrasi 40% dapat membentuk sediaan mikroemulsi. Dari hasil pengamatan, formula mikroemulsi ini tetap stabil secara fisik selama dua bulan penyimpanan pada suhu kamar.

Abstract
Red fruit oil (Pandanus conoideus) is a natural product typicaly from Papua used as a medication for some disease, as a food supplement, and for beauty skin care. But this advantages are not supported by an appropriate dosage form. Oils are difficult to dissolve in GIT and difficult to penetrate the human skin, slower the absorption then.
Microemulsion is a dispersion system which can help to solve the problems by enhancing the oil solubility in GIT and the oil penetration through the skin. The objective of this study is to formulate a clear and stabile microemulsion. Microemulsion will be
physically evaluated for 2 months. The material composition is 5% glycerin and 15% sorbitol as the cosolvent, and 20% , 30%, and 40% tween -20 as the surfactants. The result showed that formula of 40% tween-20 gave a good microemulsion which is physically stable as long as 2 months stored at room temperature."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Purnama
"Emuisi wax semakin dibutuhkan dalam industri seperti industri tekstii,
kertas, kayu dan lain - lain. Produksi slack wax dalam negeri cukup besar,
namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Tujuan penelitian ini adalah membuat emuisi wax dari slack wax, uji
kestabilan serta aplikasinya dalam industri tekstii, kertas dan kayu. Emuisi
wax dibuat dengan menggunakan slack wax SPG (Spindle 01') dan LMO
(Light Machine Oil). Emulsifier yang digunakan adalah emulsifier kationik
(Inter 95) dan emulsifier non-ionik (Sinopol T-4). Uji kestabilan dilakukan
secara makroskopik dan mikroskopik dengan memvariasikan kadar emulsifier
5 sampai 25% terhadap wax, pH 4, 7, dan 9, serta perbandingan volume fasa
30% dan 50%. Selanjutnya emuisi yang stabil secara mikroskopik ditentukan viskositas, kadar padatan, ukuran partikel, dan kerapatannya. Data yang
diperoleh dibandingkan terhadap parameter standar emuisi wax yang
dibutuhkan oieh industri. Emuisi wax yang memenuhi parameter dilakukan uji
aplikasi kuat tarik benang untuk industri tekstil, uji kandungan wax dan daya
serap air untuk industri kertas, serta uji daya rekat iem untuk industri kayu.
Dari hasil percobaan diperoleh emuisi wax M/A yang stabil pada pH
<9, emuisi wax kationik lebih stabil dibandingkan emuisi wax non-ionik,
dengan kadar emulsifier di atas 2,727% dan perbandingan fasa 30%. Di
antara emuisi wax yang stabil tersebut, yang memenuhi kriteria industri tekstil
ada 11, industri kertas ada 11 dan industri kayu ada 3. Emuisi wax yang
memenuhi standar kuat tarik benang ada 7, standar daya serap kertas ada
11, dan daya rekat Iem kayu ada 3."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu teknik pemisahan dengan menggunakan membran adalah sistem membran cair ernulsi (emulsion liquid membrane), yang merupakan pengembangan dari teknik pemisahan yang sudah dikenal lebih dahulu, yaitu sistem ekstraksi pelarut (solvent extracion).
Mernbran cair emulsi dibuat dengan cara membentuk emulsi ganda dari dua zat cair yang tidak saling larut. Emulsi pertama merupakan emulsi air dalam minyak (wlo), kemudian didispersikan ke dalam fasa kontinyu yang merupakan lammnfasaakmtHcumpan,dimanadidahmnyaterlamtzatyangakandipisahlmn
Kemampuan ekstraksi untuk setiap sistem berbeda-beda, dipengaruhi oleh jenis ekstraktan (zat pembawa), konsenlrasi ekslraktan, kecepatan pengadukan, perbandingan volume, pH fiasa umpan, dan sebagainya.
Logam cadmium dapat dipisahkan dengan menggunakan sistem membran cair ernulsi. Salah satu ekstral/:tan yang sering digunakan untuk sistem ini adalah D2EI-IPA (di-ze:/zyfhexyl-phosparic acid).
Penggunaan DZEHPA d¢ngan pelaxut tetradecane dan surfaktan ECASOZS mampu mengekstraksi iogam dari suatu larutan umpan sebesar 100%."°' Pada penelitian ini diguuakan sistem membran cair emulsi D2EI-IPA-Span 80-Isopar H.
Sebelum eksperimen membran cair emulsi dilakukan, terlebih dahulu dilaksanakan eksperimen penentuau kestabilan emulsi, untuk mengetahui perbandingan volume fasa org:-mjk terhadap ibsa akuatlk internal, dan untuk rnengetahui waktu kestabilan emulsi pertama.
Dengan melakukan variasi konsenirasi ekslralctan sebanyak tiga kali yaitu untuk 5, 7, dan 10% berat serta kecepatzn pengadukan emulsi kedua untuk 300, 350, dan 400 rpm, kemampuan ekstraksi untuk sistem ini dapat diketahui. Pada penelitian ini diketahui bahwa secara umum, peningkatan konsentrasi ekstraktan dan kecepatan pengadukan akan meningkatkan hasil ekstraksi. Tetapi kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan jumlah logam yang terekstraksi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S49068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Indah Sofiyani
"Emulsi ganda merupakan sistem yang dikenal dengan nama emulsi dalam emulsi yang mengandung droplet kecil dalam fase terdispersinya. Sistem ini dapat menggabungkan bahan yang tidak bercampur dan melindungi zat aktif dari pengaruh luar. Akan tetapi, emulsi ganda memiliki beberapa kekurangan seperti kesulitan dalam formulasi, berukuran besar, dan rentan terhadap berbagai degradasi fisik dan kimia. Pada penelitian ini digunakan tokotrienol dan natrium askorbil fosfat yang merupakan antioksidan pada kulit. Tokotrienol yang larut dalam minyak dan natrium askorbil fosfat yang larut dalam air diformulasikan dalam bentuk emulsi ganda tipe w/o/w dengan memvariasikan konsentrasi tween 80 sebagai emulgator. Kemudian dilakukan evaluasi fisik yang diamati dari penyimpanan pada 2 suhu berbeda, yaitu suhu kamar 30°±2°C dan suhu 40°±2°C; uji sentrifugasi; dan cycling test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa droplet kecil yang terbentuk dalam fase terdispersi masih sangat sedikit. Emulsi ganda dengan konsentrasi tween 80 2% memiliki ukuran globul eksternal lebih kecil, viskositas yang lebih tinggi dan stabilitas yang lebih baik. Emulsi ganda stabil selama cycling test dan penyimpanan 3 minggu pada suhu kamar (30°±2°C) dan suhu 40°±2°C.

Multiple emulsion is a system known as emulsion of emulsion which contain small droplets in dispersed phase. The system can incorporate substances that are not immiscible and protect the active substance from external influences. However, the multiple emulsions has some shortcomings such as difficulties in formulation, large size, and susceptible to various physical and chemical degradation. In this research, tocotrienols and sodium askorbyl phosphate which are a skin antioxidant were used. Oil-soluble tocotrienol and water-soluble sodium ascorbyl phosphate were formulated in W/O/W multiple emulsions by varying the concentrations of Tween 80 as an emulsifier. Then, the multiple emulsions were physically evaluated at two different temperatures which were 30°±2°C and 40°±2°C, centrifugation test, and cycling test. The results showed that the small droplets formed in the dispersed phase were still less in quantity. Multiple emulsions with a concentration of 2% Tween 80 had smaller external globule sizes, higher viscosity and better stability. Multiple emulsions were stable during cycling test and 3 weeks of storage at room temperature (30°±2°C) and 40°±2°C."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Pambudi
"Minyak biji jinten hitam yang dikenal memiliki khasiat sebagai obat herbal mempunyai bau dan rasa yang khas. Oleh karena itu dibuat sediaan emulsi minyak biji jinten hitam tipe O/W. Penelitian ini bertujuan untuk menutupi bau dan rasa serta mengetahui stabilitas sediaan emulsi yang baik dari esktraksi Jinten hitam (Nigella sativa Linn) dengan emulgator Span 80 dan Tween 80 dengan variasi konsentrasi 20%,50% dan 70 % dari jumlah minyak biji jinten hitam dalam sediaan. Evaluasi yang dilakukan meliputi volume sedimentasi, viskositas, ukuran partikel, uji stabilitas fisik, pH, dan penetapan kadar. Dari hasil pengujian, emulsi dengan konsentrasi emulgator 70% memiliki stabilitas yang baik. Formula emulsi tersebut telah dapat memperbaiki aroma dan rasa minyak biji jinten hitam, tetapi belum untuk penampilannya.

The black seeds cumin oil known to have efficacy as medicinal herbs having peculiar odor and taste. Hence preparation made emulsify oils black seeds cumin type O/W. This study aims to cover odor and taste and knowing stability emulsion preparation of black cumin esktract (nigella sativa linn) with emulgator span 80 and tween concentration with variations 20%, 50% and 70% of the oil of cumin black seeds in preparation. Evaluation volume discontinuous, conducted include viscosity, size of particles, the physical stability pH levels and determination. The evaluation of emulsion with concentration emulgator 70% having good stability. This formula could prove the odor and taste of black seeds cumin oil."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Simon
"Natrium diklofenak adalah obat AINS yang banyak digunakan menjadi bentuk sediaan transdermal. Obat AINS yang diberikan secara transdermal mempunyai konsentrasi obat di plasma yang lebih rendah daripada pemberian secara oral. Peristiwa itu mungkin disebabkan karena adanya interaksi antara natrium diklofenak dengan stratum korneum kulit. Dalam penelitian ini, digunakan bentuk sediaan mikroemulsi. Mikroemulsi diharapkan dapat meningkatkan penetrasi obat karena mengandung konsentrasi surfaktan yang tinggi. Kemampuan berpenetrasi natrium diklofenak dari sediaan mikroemulsi diuji secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dan metode tape stripping.
Hasil uji penetrasi dengan sel difusi Franz menunjukkan bahwa selama 8 jam, natrium diklofenak telah terpenetrasi sebesar 9,3185%. Hasil uji penetrasi dengan metode tape stripping menunjukkan bahwa obat tidak tertahan di kulit dalam jumlah besar. Jumlah konsentrasi obat yang terdapat di kompartemen reseptor, membran kulit dan kompartemen donor sel difusi Franz mendekati 100%.

Sodium diclofenac is one of NSAIDs which widely formulated as transdermal dosage form. The transdermal dosage form of NSAIDs has a lower concentration in plasma than oral route. This phenomenon may be caused of interaction between sodium diclofenac and skin?s stratum corneum. Microemulsion dosage form was used in this research. The use of microemulsion dosage form is aimed to increase drug penetration because of its high surfactant content. The penetrability of sodium diclofenac microemulsion was tested by in vitro method using Franz diffusion cell and tape stripping method.
The result from penetration test by Franz diffusion cell was sodium diclofenac had penetrated for about 9.3185% during 8 hours. Penetration test by tape stripping method revealed that sodium diclofenac was not restrained in skin membrane for significant amount. The sum of sodium diclofenac in compartment receptor, skin membrane and compartment donor of Franz diffusion cell is around 100%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42486
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Syafitri Utami
"Kurkumin merupakan salah satu bahan alam yang berfungsi sebagai antiinflamasi. Kurkumin memiliki bioavailabilitas yang rendah, dan tidak larut dalam air. Oleh karena itu, dapat diaplikasikan dalam bentuk nanoemulsi. Teknologi ini digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas pada obat lipofilik. Tujuan penelitian ini ialah membuat dan membandingkan penetrasi dari sediaan nanoemulsi, nanoemulsi gel, dan emulsi gel kurkumin. Nanoemulsi dan nanoemulsi gel dibuat dengan 36% Tween 80 sebagai surfaktan, minyak kelapa sawit dan virgin coconut oil (VCO) sebagai fase minyak, dan etanol 96% sebagai kosurfaktan. Sedangkan emulsi gel dibuat dengan 15% Tween 80 sebagai surfaktan dan karbopol 940 2% sebagai gelling agent. Nanoemulsi, nanoemulsi gel, dan emulsi gel dibuat dan diukur ukuran globulnya menggunakan zetasizer. Ukuran partikel nanoemulsi, nanoemulsi gel dan emulsi gel berturut-turut ialah 10,07, 7,981, dan 4553 nm. Uji penetrasi in vitro kurkumin dilakukan menggunakan sel difusi Franz. Nanoemulsi gel memiliki jumlah kumulatif tertinggi yaitu 88,88± 22,58μg.cm-².

Curcumin is one of the natural compounds that used as an antiinflammation. Curcumin has a low bioavailability and insoluble in water. Because of that, curcumin can be applied in nanoemulsion form. This technologies being applied to enhance the solubility and bioavailability of lipophilic drugs.The aim of this study was to prepared and compared the in vitro penetration study of nanoemulsion, nanoemulsion gel, and emulsion gel curcumin. Nanoemulsion and nanoemulsion gel were prepared by 36% Tween 80 as surfactant, palm oil and virgin coconut oil (VCO) as oil phase, and 96% ethanol as cosurfactant. While emulsion gel were prepared by 15% tween 80 as surfactant and 2 % carbopol 940 as gelling agent. Their droplets size were measured using a zetasizer. Droplet size of nanoemulsion, nanoemulsion gel, and emulsion gel were 10.07, 7.981, and 4553 nm, respectively. In vitro penetration study was determined with Franz diffusion cell. Nanoemulsion gel showed the highest cumulative amount which was 88.88± 22.58μg.cm-²."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S43026
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>