Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizkita Mandraguna Fatah
Abstrak :
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan outsourcing atau alih daya di Indonesia diatur dalam Pasal 59, 64, 65, dan Pasal 66 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pengertian outsourcing atau alih daya adalah adalah suatu tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama. Dengan kata lain, perusahaan memanfaatkan sumber daya dari luar menggantikan sumber daya dari dalam perusahaan untuk menyelesaikan tugas tertentu yang selama ini dianggap kurang efisien. Hak pengambilan keputusan yang dimaksudkan disini adalah tanggung jawab untuk mengambil keputusan terhadap aspek-aspek penting yang terkait dengan aktifitas yang dialihkan tersebut. Jadi untuk melakukan pekerjaan dan/atau produksi, perusahaan penerima pekerjaan sepenuhnya menggunakan fasilitas dan aset yang dimiliki oleh perusahaan penerima pekerjaan, termasuk menurut kualifikasi dan keahlian khusus yang dimilikinya. Sebagai contoh adalah produsen pesawat terbang BOEING yang mengalihkan pekerjaan pembuatan mesin pesawat nya kepada Rolls Royce, dan produsen kendaraan bermotor Mercedes Benz yang mengalihkan pekerjaan pembuatan komponen peredam kejut nya kepada BILLSTEIN, atau produsen pesawat terbang AIRBUS yang mengalihkan pekerjaan pembuatan mesin pesawatnya kepada General Electrics. Jadi dapat dipahami konstruksi outsourcing adalah hubungan bisnis murni yang tidak perlu dan tidak boleh serta tidak dapat diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Namun definisi, penerapan dan pengaturan outsourcing di Indonesia malah diatur dalam Pasal 64, 65, dan 66 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sehingga sangat menyimpang jauh dari sifat pengalihan pekerjaan yang seharusnya dan menimbulkan celah hukum yang menganga untuk memuluskan praktek perbudakan modern (modern slavery). Konsep atau konstruksi hukum mengenai outsourcing di Indonesia adalah adanya suatu perjanjian kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (perusahaan outsourcing) dengan pekerja otsourcing, lalu adanya perjanjian antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (perusahaan outsourcing) dengan perusahaan pemberi kerja/perusahaan pengguna jasa, dimana diperjanjikan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (perusahaan outsourcing) akan mengirimkan dan menempatkan karyawan nya/ pekerja pada perusahaan pemberi kerja/pengguna jasa. Dengan demikian konsep outsourcing di Indonesia adalah konsep pengalihan pekerja/buruh dan bukanlah pengalihan pekerjaan, pekerja/buruh diposisikan sebagai komoditi yang dapat disewakan atau diperjualbelikan. Seringkali penerapan dan pelaksanaan outsourcing juga ?dipaketkan? dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, sehingga selain status pekerja menjadi tidak jelas, juga tidak terdapat kepastian mengenai kontinitas pekerjaan. Hal ini dipandang sebagai perbudakan modern (modern slavery) dan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan "Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang Iayak bagi kemanusiaan", dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan Iayak dalam hubungan kerja". Berdasarkan hal-hal tersebut, maka diajukanlah Uji Materi pada Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 59, 64, 65, dan Pasal 66 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
The implementation of the Pecific Time Employment Agreement and outsourcing in Indonesia regulated under Article 59, 64, 65, and Article 66 of Law No. 13 Year 2003 on Manpower. Definition of outsourcing is an act of diverting some of the company's activities and decision rights to another party (outside provider), where the action is bound in a contract of cooperation. In other words, the company utilizes outside resources replaces the resources of the company to complete a specific task that is considered less efficient. Thus decision rights meant the responsibility to take decisions on important aspects related to the transferred activities. So to do the work and / or production, the company fully use the facilities and assets owned by the company which implementing production, including by qualifications and expertise of its. An example is aircraft manufacturer Boeing were transferred manufacturing operations of its aircraft engines to Rolls Royce, and motor vehicle manufacturer Mercedes Benz that transfer the job of making its shock absorbers to Billstein, or the aircraft manufacturer AIRBUS which divert the aircraft engine manufacturing operations to General Electrics. So it can be understood outsourcing construction is purely a business relationship that is not necessary and should not be and can not be regulated in Employment / Manpower Act. But definition, the implementation and outsourcing arrangement in indonesia instead arranged in article 64, 65, and 66 the act of no. 13 year 2003 on manpower so that highly distorted far of the nature of the transfer of work that is supposed to be and cause a gaping legal loophole to smooth over the practice of modern slavery. Concept or construction law regarding outsourcing in Indonesia is the existence of a working agreement between the worker/labor service provider company (outsourcing company) with otsourcing workers, and the agreement between the worker/labor service provider company (outsourcing company) with user company, where the worker/labor service provider company (outsourcing company) will send and puts their employees / workers at user company. Thus the concept of outsourcing in Indonesia is the concept of the transfer of workers / laborers and not a transfer of work, the worker / laborer is positioned as a commodity that can be leased or sold. Often the application and implementation of outsourcing also "bundled" with the Specific Time Employment Agreement, so in addition to the status of workers is not clear, nor is there certainty about job continuity. This is seen as modern slavery (modern slavery) and contrary to Article 27 paragraph (2) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 which states " Every citizen shall have the right to work and to earn a humane livelihood.", and Article 28D (2 ) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 which states " Every person shall have the right to work and to receive fair and proper remuneration and treatment in employment.". Based on these things, it is referred to the Constitutional Court Judicial Review of Articles 59, 64, 65, and Article 66 of Law No. 13 of 2003 on Manpower.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T41479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaeni Asyhadie
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007
344.01 ZAE h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pitt, Gwyneth
London: Sweet & Maxwell, 2011
344.01 PIT e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Umar Hasan
Abstrak :
Pada hakekatnya anak adalah tulang punggung pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu anak harus mendapat kesempatan, perhatian dan kesejahteraan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan aspek kesejahteraan lainnya, agar ia dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya seorang anak. Pada prinsipnya anak tidak boleh melakukan pekerjaan, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Kerja No. 12 Tahun 1948. Namun pada kenyataannya di Indonesia belum memungkinkan untuk itu. Karena latar belakang kondisi ekonomi menyebabkan anak terpaksa bekerja, dan itu pula yang mengilhami dikeluarkannya Permenaker No. 01/Men/1987 jo. Undang-Undang No. 25 Tahun 1997, agar tenaga kerja anak mendapat perlindungan hukum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara deskriptif tentang bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja anak yang bekerja di sektor formal di Kota Jambi. Oleh karena tidak tersedianya data sekunder tenaga kerja anak yang berumur antara 10 - 14 tahun, maka penentuan sampel dilakukan secara random sampling yang ditetapkan berdasarkan temuan di lapangan dengan jumlah sampel 61 orang. Variabel yang digunakan untuk mengukur sejauhmana perlindungan hukum terhadap tenaga kerja anak adalah: Hubungan kerja, waktu kerja, jenis pekerjaan dan tempat kerja, pengupahan, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, tunjangan hari raya dan kesehatan dan keselamatan kerja. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan cara menganalisis jawaban responden berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
T2358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.M. Karina Citra
Abstrak :
Dengan semakin meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sinetron Indonesia maka rumah produksi dalam negeri berlomba-lomba untuk dapat menghasilkan suatu produksi sinetron yang bermutu dan menarik minat masyarakat. Saat ini jenis sinetron keluarga sangat diminati oleh masyarakat, karena sifatnya lebih mendidik terutama bagi pemirsa anak-anak. Kebutuhan akan tenaga anak dalam industri sinetron yang bertemakan keluarga sangatlah tinggi. Untuk mewujudkan produk sinetron keluarga yang berkualitas maka dibutuhkan pemain sinetron yang dapat dihandalkan dari segi penampilan dan juga kualitas. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai pelaksanaan praktek perjanjian ikatan kerja yang dilakukan oleh rumah produksi dengan pemain sinetron dibawah umur, bagaimana kekuatan mengikat perjanjian tersebut serta sampai sejauh mama perjanjian ikatan kerja tersebut memberi perlindungan hukum bagi pihak dibawah umur. Penulisan tesis yang dipergunakan penulis menggunakan metode penelitian empiris dan metode penelitian normatif, karena penelitian ini didasarkan dengan melakukan pengamatan serta wawancara langsung dengan pihak terkait dan dengan melakukan studi kepustakaan. Perjanjian ikatan kerja antara rumah produksi dengan pemain sinetron dibawah umur dalam pembuatan sinetron keluarga cemara kembali ke asal merupakan suatu bentuk perjanjian kerja khusus yaitu perjanjian untuk melakukan sementara jasa yang diatur sesuai dengan Bab VII A Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam perjanjian ikatan kerja yang salah satu pihaknya di bawah umur hendaknya diperhatikan ketentuan mengenai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya mengenai syarat subjektif yaitu kecakapan para pihak dalam perjanjian. Rumah Produksi disini hendaknya lebih memperhatikan hak-hak anak antara lain hak untuk bersosialisasi, bermain, belajar dan mempunyai waktu istirahat yang cukup. Anak tetap harus mempunyai kesempatan untuk tumbuh seperti anak-anak pada umumnya, walaupun ia bekerja pada Rumah Produksi tersebut. Setidaknya anak lebih banyak mempunyai waktu untuk bermain daripada untuk bekerja.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Nugroho Wicaksono
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam Tesis ini Penulis akan membahas dan mengembangkan secara rinci yang mengenai bagaiman perlindungan Tenaga Kerja Wanita di Malaysia yang dalam hal sekarang-sekarang ini banyak terjadi polemic di dalam nya. Penulis juga ingin meneliti apakah UU No 39 Tahun 2004 yang berisi tentang perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sudah benar diterapkan oleh pihak yang berwajib dalam hal penanganan Tenaga Kerja Indonesia khususnya Tenaga Kerja Wanita.
2011
T38067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Farrazka Hilmilla Indiriani
Abstrak :
Hak maternitas adalah salah satu hak asasi bagi wanita yang timbul sebagai salah satu wujud implementasi dari hak asasi manusia. Hak ini timbul sebagai kondrat wanita yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki sejumlah perbedaan kondisi fisik dan kondisi psikis dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan mendasar ini yang kemudian menjadikan wanita memiliki kondisi-kondisi khusus yang berpotensi menimbulkan kemungkinan terjadinya diskriminasi atau pembatasan-pembatasan dalam aktivitasnya. Bagi wanita yang bekerja, kondisi-kondisi khusus ini merupakan suatu hambatan yang mendasar dalam menjalani aktivitas pekerjaannya secara optimal. Selain itu, pemenuhan atas hak maternitas bagi pekerja wanita terkait berkelindan dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang berkorelasi erat dengan kebutuhan dasar manusia untuk merasakan aman dan nyaman. Hal ini disebabkan oleh kondisi-kondisi khusus tersebut memiliki sejumlah dampak psikis serta fisiknya yang membutuhkan penangananpenanganan tertentu agar mampu tetap beraktivitas secara normal. Menyadari hal ini, masyarakat internasional mengakui eksistensi atas urgensi pemenuhan pelindungan hak maternitas, khususnya bagi wanita yang bekerja. Pemerintah melalui peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, peraturan perundang-undangan kesehatan, peraturan perundang-undangan hak asasi manusia, dan peraturan perundang-undangan terkait juga mengatur mengenai urgensi pelindungan hak maternitas. Dalam pembahasan menggunakan metode yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif-analitis. Lebih lanjut, jenis data yang digunakan ialah data sekunder yang didukung dengan data lapangan melalui wawancara terhadap informan. Berdasarkan penelitian, pemenuhan atas pelindungan hak maternitas menjadi hal yang esensial dan fundamental bagi pemberi kerja terhadap pekerja wanitanya. Selain sebagai pemenuhan kebutuhan dasar pekerja wanita, pelindungan hak maternitas yang optimal dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi pekerja wanita selama menjalani aktivitas pekerjaannya. Atas dasar hal tersebut, penerapan atas pemenuhan pelindungan hak maternitas pekerja wanita merupakan salah satu kunci dalam menciptakan hubungan kerja yang harmonis. ......Maternity rights are one of the human essential rights for women that arise as a form of implementation of human rights. This right arises as a condition of women who are creatures of God Almighty who have several differences in physical and psychological condition to men. This fundamental difference then makes women have special conditions that have the potential to cause the possibility of discrimination or restrictions in their activities. For working women, these special conditions are a fundamental obstacle to optimal performance of their work activities. In addition, the fulfilment of maternity rights for women workers is intertwined with occupational safety and health, which is closely correlated with the basic human need to feel safe and comfortable. This is because these special conditions have several psychological and physical impacts that require certain treatments to be able to continue their normal activities. Recognizing this, the international community recognizes the urgency of fulfilling maternity rights protection, especially for working women. The government through labour legislation, health legislation, human rights legislation, and related legislation also regulates the urgency of protecting maternity rights. In this discussion, the author uses a juridicalnormative method with a descriptive-analytical research type. Furthermore, the type of data used is secondary data supported by field data through interviews with sources. Based on the research, the fulfilment of maternity rights protection is essential and fundamental for employers toward their female workers. In addition to fulfilling the basic needs of women workers, optimal protection of maternity rights can create a sense of security and comfort for women workers while carrying out their work activities. Based on this, the implementation of the fulfilment of maternity rights protection for female workers is one of the keys to creating harmonious working relationships.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Diandra Putri Sandiya
Abstrak :
Keppres No. 33 Tahun 2000 telah memberikan perizinan pengoperasian bagi maskapai penerbangan, sehingga memunculkan berbagai perusahaan maskapai penerbangan berjenis Low-Cost Carrier yang menawarkan jasa angkutan penumpang dan kargo. Hal ini berimbas pada peningkatan persaingan di pasar bersangkutan. Persaingan tersebut acap kali dijadikan alasan bagi pelaku usaha untuk melakukan tindakan anti persaingan untuk dapat mempertahankan penguasaan pangsa pasar bersangkutan, dimana salah satunya dilakukan melalui praktik diskriminasi untuk menghalangi atau menyingkirkan pelaku usaha pesaing. Maka, melalui Penelitian ini Penulis memiliki tujuan untuk menganalisis pembuktian praktik diskriminasi serta pelaksananaan denda yang ditetapkan oleh KPPU terhadap pelanggar Hukum Persaingan Usaha. Permasalahan tersebut terdapat pada Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-I/2020, yang sejatinya mencoba membuktikan keterlibatan PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, PT Wings Abadi, dan PT Lion Express dan penangguhan pelaksanaan sanksi denda bagi Terlapor yang memang terbukti melakukan tindakan praktik diskriminasi akibat kesepakatan perjanjian pemberian kapasitas kargo eksklusif sebesar 40-ton per hari kepada PT Lion Express pada rute Bandara Hang Nadim ke Bandara Soekarno- Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma, Bandara Juanda dan Bandara Kualanamu. Pada pokoknya, UU No. 5 Tahun 1999 tidak mengatur mengenai penangguhan pelaksanaan denda, melainkan hanya pemberian kelonggaran proses pembayaran denda saja. Dalam menganalisis permasalahan ini, Penulis melakukan penelitian yuridis normatif melalui pendekatan kualitatif dengan memberikan pemahaman mengenai praktik penetapan kapasitas kargo, dan menganalisis syarat pembuktian Pasal 19 huruf D UU No. 5 Tahun 1999 terhadap kasus tersebut, serta memberikan saran agar pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 lebih ditingkatkan dan ......Presidential Decree No. 33 of 2000 has given operating permission for Airlines in Indonesia, which resulted in bringing out plenty of new Low-Cost Carrier Airlines that offer passenger and cargo transportation services. This matter has caused an impact on the increase of competition in the relevant market. The competition itself frequently being used as a reason for the company to conduct an anti-competition practice to maintain control of the relevant market shares, one of them is through discrimination practice in order to prevent or to eliminate competitors. Therefore, in this research, the writer aims are to analyze the proof of discrimination practices and the implementation of fines that have been settled by KPPU against the violators of competition law. The issues can be found in KPPU's Verdict Number 07/KPPU-I/2020, which are trying to prove the involvement of PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, PT Wings Abadi, and PT Lion Express and the suspension of execution of fines towards the companies that are found guilty of discrimination practice as a result of the agreement to give exclusive cargo's capacity as much as 40-ton per days to PT Lion Express on the route from Hang Nadim Airport heading to Soekarno-Hatta Airport, Halim Perdana Kusuma Airport, Juanda Airport, and Kualanamu Airport. Fundamentally, Law No. 5 of 1999 doesn't accommodate rules about the suspension of fines execution, however, it does regulate of giving some loose in terms of how the payment process will be conducted. In the analysis of these issues, the author uses normative-juridical based research through a qualitative approach by giving further understanding about cargo capacity determination and analyzing the evidentiary requirement of Article 19 letter D Law No. 5 of 1999 on the verdict, as well as providing suggestions to enhance the implementations of Law No. 5 of 1999 and maintains a deterrent effect through the imposition of fines
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London Pitman Pub. 1992,
344.01 Eur
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>