Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moehammad Rizky Pratama
Abstrak :
Berbicara mengenai masalah hubungan industrial selalu saja tidak pernah ada habisnya. Konflik antara Pengusaha dengan Buruh selalu saja timbul. Dalam perkembangan saat ini, hubungan antara pengusaha dan buruh berangsur mulai sejajar. Dampaknya pihak Pengusaha tidak dapat bertindak semena-mena terhadap buruh yang dipekerjakannya. Termasuk untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pihak Buruh melakukan suatu kesalahan berat. Langkah awal yang dilakukan pihak Pengusaha ialah dengan mengeluarkan surat skorsing terhadap pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat. Pada kenyataannya, dikeluarkannva surat skorsing seringkali malah dijadikan pihak Buruh sebagai alat bukti untuk melaporkan pihak Pengusaha kepada pihak Kepolisian yang telah melakukan tindak pidana ?enghinaan. Hal tersebut tentu saja sangat menyulitkan bagi pihak Pengusaha. Di satu sisi, pihak Pengusaha (dengan jalan mengeluarkan surat skorsing) ingin secepat mungkin agar pihak Buruh yang melakukan kesalahan berat tadi segera 'diamankan' dari tempat kerja guna menghindari kerugian yang lebih besar. Namun di sisi lain bila surat skorsing tetap dikeluarkan, maka akan terjadi semacam serangan balik dari pihak Buruh dengan memperrnasalahkan substansi dari surat skorsing tersebut yang sering diartikan bertentangan dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Hal semacam ini tentunya akan memperuncing masalah. Pihak Pengusaha akan merasa dipojokkan akibat laporan yang terkesan berat sebelah. Menilik kepada kondisi yang dihadapi oleh pihak Pengusaha sehubungan dengan kenyataan yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini ingin diketahui bagaimana langkah yang sebaiknya dilakukan oleh pihak Pengusaha dalarn melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat, tentunya dengan tetap menjunjung Asas Praduga Tidak Bersalah. Selain itu pe_masa]ahan yang ingin diajukan dalam penelitian ini adalah, bagaimana pihak Pengusaha menyikani setiap la:_,eran dari pihak Buruh kepada pihak penyidik Kepolisisan yang dimana sebenarnya laporan tersebut cenderung diurnikan sebagai media untuk mendongkrak posisi tawar (bargaining position) pihak Buruh yang sedang dalam proses Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) oleh pihak Pengusaha. Dalam rangka mencari jawaban atas pertanyaan diatas, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yuridis normatif. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh jawaban, bahwa langkah yang dilakukan pihak Pengusaha dengan mengeluarkan surat skorsing kepada pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat adalah sudah tepat. Surat skorsing tersebut pada intinya berisikan hal yang menyatakan bahwa pihak Buruh yang bersangkutan dinonaktifkan dari aktivitas pekerjaannya sehari-hari di lingkungan Perusahaan tempat ia bekerja. Satu hal yang perlu diingat dan diper.hatikan adalah mengenai redaksi dan substansi dari surat skorsing tersebut, yang mana harus tetap menjunjung tinggi Asas Praduga Tidak Bersalah. Bila isi surat skorsing tersebut dianggap pihak Buruh tidak menjunjung tinggi Asas Praduga tidak Bersalah serta cenderung menyudutkannya, bukan tidak mungkin surat skorsing tersebut malah dijadikan alat oleh pihak Buruh untuk mengadukan juga pihak Pengusaha ke pihak berwajib, yakni Kepolisian. Hal ini dimungkinkan, karena dalam Undang-undana Nomor 2 Tabun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dikatakan bahwa balk pihak Buruh maupun pihak Majikan sama-sama mempunyai hak untuk nvenempur upaya hukum atas setiap perbuataa mereka yang dianggap mempunyai aspek pidana. Di sisi lain, kedua belah pihak juga mempunyai kemungkinan untuk dikenakan pidana dalam hal mereka melakukan pelanggaran sesusai peraturan perundarig-undangan yang berlaku pada masing-masinc pihak. Tujuan laporan dari pihak Buruh yakni untuk mendongkrak posisi tawar (bargaining position) mereka, sehingga semakin mempersulit pihak Pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Selanjutnya untuk menyikapi setiap laporan dari pihak Buruh kepada pihak Kepolisian, pihak Pengusaha sebagai terlapor harus mengur«pulkan bukti-bukti yang terkait dengan dugaan pihak Buruh telah melakukan kesalahan berat. Guna menghindari kemungkinan untuk menderita kerugian dalam iumlah yang lebih besar lagi, maka tindakan skorsing terhadap pihak Buruh yang diduga melakukan kesalahan berat tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Lebih lanjur mengenai penyelesaiannya, para pihak dapat meminta pihak Kepolisian untuk menjembatani perselisihan yang terjadi di antara kedua belah pihak yang berselisih.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Fardy
Abstrak :
Tesis ini mengkaji mengenai pemutusan hubungan kerja akibat penggabungan perusahaan asuransi jiwa PT FWD Life Indonesia (“FWD Life”) dan PT FWD Insurance Indonesia (“FWD Insurance”) setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UUCK”). Tujuan dari penggabungan FWD Life dan FWD Insurance adalah untuk mematuhi ketentuan Kebijakan Kepemilikan Tunggal (Single Presence Policy) berdasarkan Pasal 16 UU No. 40/2014 dan Pasal 28 POJK No. 67/2016. Penggabungan perusahaan FWD Life dan FWD Insurance memiliki akibat hukum kepada para pekerja dari kedua perusahaan yang salah satunya adalah pemutusan hubungan kerja karena pekerja tidak bersedia untuk melanjutkan hubungan kerja dengan FWD Insurance sebagai perusahaan hasil penggabungan yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja. Penggabungan perusahaan efektif terjadi setelah diundangkannya UUCK atau dikenal dengan Omnibus Law yang dimana undang-undang ini menimbulkan keresahan bagi para pekerja. Dengan latar tersebut, permasalahan yang diajukan mencakup dua hal, yaitu (1) Bagaimana penyelesaian pemutusan hubungan kerja terhadap penggabungan perusahaan asuransi jiwa setelah diundangkannya UUCK? (2) Bagaimana dampaknya terhadap hak-hak pekerja atas pemutusan hubungan pekerja pada penggabungan perusahaan FWD Life dan FWD Insurance setelah diundangkannya UUCK? Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengidentifikasi penyelesaian pemutusan hubungan kerja terhadap penggabungan perusahaan asuransi jiwa setelah diundangkannya UUCK di Indonesia; (2) untuk merumuskan dampaknya terhadap hak- hak pekerja atas pemutusan hubungan pekerja pada penggabungan perusahaan FWD Life dan FWD Insurance setelah diundangkannya UUCK. Penelitian ini menggunakan kerangka teoretis pendekatan Economic Analysis of Law dari Richard Posner (1986). Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian kepustakaan—yang dilakukan dengan metode penelusuran kepustakaan. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum diaturnya formula perhitungan pesangon bagi pemutusan hubungan kerja karena penggabungan perusahaan oleh UUCK mengakibatkan penyelesaian pemutusan hubungan kerja harus dilakukan dengan perundingan bipartite untuk menentukan dasar hukum dari pemutusan hubungan kerja tersebut. Keputusan FWD Life dan FWD Insurance untuk memberikan hak-hak pekerja setara dengan hak-hak pekerja dalam Pasal 163 ayat (1) UU Naker melalui kesepakatan dalam perundingan bipartit untuk mengikat para pihak yang membuatnya, adalah suatu keputusan yang efisien, memiliki nilai ekonomi dan dapat diterima oleh para pekerja FWD Life dan FWD Insurance. ......This thesis examines the termination of employment due to the merger of two life insurance companies, PT FWD Life Indonesia ("FWD Life") and PT FWD Insurance Indonesia ("FWD Insurance") after the enactment of Law Number 11 of 2020 regarding Omnibus Law ("UUCK"). The purpose of the merger of FWD Life and FWD Insurance is to comply with the provisions of the Single Presence Policy based on Article 16 of Law No. 40/2014 and Article 28 POJK No. 67/2016. The merger of FWD Life and FWD Insurance companies has legal consequences for the employees of two companies, one of which is termination of employment because employees are not willing to continue their employment with FWD Insurance as a merged company which results in termination of employment. The merger of companies was effective after the enactment of the UUCK or known as the Omnibus Law, which this law caused restlessness for employees. With this background, the problems raised cover two things, namely (1) How to resolve the termination of employment for the merger of life insurance companies after the enactment of the UUCK? (2) What is the impact on employees’ rights due to termination of employment because of merger of FWD Life and FWD Insurance after the enactment of UUCK? The objectives of this research are (1) to identify the settlement of employment termination for the merger of life insurance companies after the enactment of UUCK in Indonesia; (2) to formulate the impact on employees' rights due to termination of employment because of merger of FWD Life and FWD Insurance after the enactment of UUCK. This study uses a theoretical framework of Richard Posner's Economic Analysis of Law approach (1986). The method used is normative legal research and literature research — which is done by using the literature search method. Based on this research, it can be concluded that the formula for severance payment calculation for employment termination due to the merger of companies by UUCK should be settled by bipartite negotiation to determine the legal basis for the employment termination. FWD Life and FWD Insurance decision to pay employees rights equal to employees rights in Article 163 paragraph (1) of the Employment Law through mutual termination agreement in bipartite negotiations to bind the parties in the agreement, is an efficient decision, has economic value and acceptable by FWD Life and FWD Insurance employees.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernaldy Dwi Putra, autrhor
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha/perusahaan serta pelaksanaanya dalam praktek sesuai dengan Undang-Undang ketenagakerjaan dan peraturan terkait, serta implikasi terhadap penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal ini mediasi. Kasus yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini ialah kasus pemutusan hubungan kerja oleh PT. Indonesia Air Asia kepada seorang pegawai yang menjabat sebagai pramugara akibat adanya tuduhan mengenai kesalahan berat yang dilakukan pegawai, yakni mencuri dompet salah satu penumpang maskapai Air Asia, yang dilanjutkan dengan menganalisa Putusan Mahkamah Agung No.63K/Pdt.Sus- PHI/2015. Dalam tingkat pertama pengadilan negeri pada kasus ini, majelis hakim menolak gugatan yang diajukan oleh pekerja PT Indonesia Air Asia tersebut dan selanjutnya pekerja mengajukan permohonan kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Adapun didalam kasus ini, pemutusan hubungan kerja akibat kesalahan berat yang dituduhkan PT Indonesia Air Asia kepada pekerja tidak terbukti. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan salah satu jenis perselisihan hubungan industrial yang tidak diinginkan oleh perusahaan maupun pekerja, dan dalam kasus ini PT Indonesia Air Asia dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial nya terhadap pekerja juga tidak sesuai. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian hukum yang mengacu pada norma hukum sebagaimana terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Didalam penelitian ini, mengacu pada Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial serta peraturan terkait dengan pemutusan hubungan kerja dan proses penyelesaiannya.
ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses the regulation of termination of employment by the employer and its implementation in accordance to the Act 13 of 3003 about Labor Law and other related regulations, as well as the implication to the industrial relation dispute settlement, in this case, mediation. The case that is used in the writing of this thesis is termination of employment by PT. Indonesia Air Asia to an employee working as flight attendant due to a serious mistake accusation given to the employee, which is stealing of a wallet belongs to an Air Asia's passenger, followed by analyzing Supreme Court's Decision no. 63K/Pdt.Sus-PHI/2015. On the Public Court in this case, the judges rejected the lawsuit that was submitted by the worker, and as a result, the worker submitted a cassation to the Supreme Court. In this case, the termination of employment due to serious mistake that is accused by PT. Indonesia Air Asia to its worker was not proven and fall under the category of serious mistakes. The termination of employment is one of the industrial disputes that are unwanted by the employer as well as the worker, and in this case, the industrial relation dispute settlement process between PT. Air Asia and its worker was not in accordance with the regulations. In the writing of this thesis, the author uses normative method that refers to the regulations, which in this case, Act 13 of 2003 about Labor Law, Act 2 of 2004 about Industrial Relations Disputes Settlement, as well as other regulations related to the termination of employment and settlement process.
2016
S66528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Khwarizmi Maulana
Abstrak :
Dengan berkembangnya hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh, hubungan keduanya semakin kompleks. Aspirasi pengusaha semakin beragam sehingga para pekerja dituntut untuk memenuhi cita-cita tersebut. Pada kasus 870/K/PDT.SUS-PHI/2017, pengusaha menerapkan sistem pencapaian target sebagai alasan pemutusan hubungan kerja (PHK). Apakah mungkin melakukan PHK dengan alasan pekerja tidak mencapai target. Dan hak apa yang diterima? Undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia tidak secara khusus mengatur pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh tidak mencapai target. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh tidak mencapai target yang ditentukan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yaitu dengan mengkaji norma hukum positif tertulis melalui penelusuran literatur. Dalam penelitian ini mengacu pada UU No. 13 tahun 2003 dan peraturan terkait pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja tidak mencapai target dapat dibenarkan, alasan tersebut antara lain pemutusan hubungan kerja karena pekerja/buruh melakukan pelanggaran, demikian bila diinginkan. pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh tidak mencapai target, hal itu dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sasaran/sasaran yang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dan pengusaha kemudian dituangkan dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan. Upaya perlu dilakukan untuk mencegah pemutusan hubungan kerja. Apabila pekerja/buruh tidak mencapai target maka dapat dilakukan upaya terkait manajemen kinerja. ......With the development of the relationship between employers and workers/laborers, the relationship between the two of them becomes increasingly complex. The aspirations of employers are increasingly diverse so that workers are required to fulfill these ideals. In the case of 870/K/PDT.SUS-PHI/2017, employers implemented a target achievement system as a reason for termination of employment (PHK). Is it possible to do layoffs on the grounds that workers do not reach the target. And what rights do you receive. The labor law in Indonesia does not specifically regulate termination of employment on the grounds that the worker/laborer does not reach the target. The purpose of writing this thesis is to analyze termination of employment on the grounds that the worker/laborer did not reach the specified target. In preparing this thesis, the author uses the juridical-normative research method, namely by examining written positive legal norms through literature searches. In this research refers to Law no. 13 of 2003 and regulations related to termination of employment. Based on the results of this study, it can be concluded that termination of employment on the grounds that the worker did not reach the target can be justified. These reasons include termination of employment because the worker/laborer committed an offense, if desired. Termination of employment on the grounds that the worker/laborer does not reach the target, this is done in accordance with the provisions of Article 161 paragraph (1) of Law Number 13 Year 2003 concerning Manpower. The targets/targets that have been determined based on the agreement between the worker/laborer and the entrepreneur are then set forth in the work agreement, collective working agreement and company regulations. Efforts need to be made to prevent layoffs. If the worker/laborer does not reach the target, efforts can be made related to performance management
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sweet, Donald H.
Reading, Mass. : Addison-Wesley, 1975
658.313 3 SWE d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zarrah Mutia Sakinah
Abstrak :
Peraturan perusahaan merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh pengusaha untuk mengatur hubungan kerja di lingkungan perusahaan. Aturan ini menjadi dasar hukum bagi pengusaha dan pekerja/buruh dalam menjalankan aktivitasnya. Namun, jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan perusahaan oleh pekerja/buruh, hal ini dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak cenderung menimbulkan konflik antara pengusaha dan pekerja/buruh. Penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi deskriptif analitis. Data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumen dan dianalisis dengan metode kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami serta menganalisis kompensasi dan implikasi hukum dari pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan dengan alasan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Perusahaan (PP). Studi kasus pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1076 K/Pdt.Sus-PHI/2023 menunjukkan bahwa PHK yang dilakukan oleh pengusaha tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, sehingga dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Penelitian ini mengungkap bahwa PHK yang dilakukan secara semena-mena dan sepihak oleh pengusaha, tanpa mengikuti prosedur yang berlaku, berpotensi menimbulkan dampak yang serius. Sebagai akibat dari PHK tersebut, pekerja berhak menerima kompensasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kehati-hatian Majelis Hakim dalam memutus perkara mengakibatkan penggugat tidak menerima ganti rugi sebagai akibat dari PHK yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. ......Company regulations are written rules made by employers to regulate working relationships within the company. This rule becomes the legal basis for employers and workers/laborers in carrying out their activities. However, if there is a violation of company regulations by workers/laborers, this can result in termination of employment. Unilateral termination of employment tends to cause conflict between employers and workers/laborers. This research uses a doctrinal approach with analytical descriptive typology. Secondary data is collected through document study and analyzed using qualitative method. The purpose of this study is to understand and analyze the compensation and legal implications of termination of employment carried out by the company on the grounds of violation of provisions in the Company Regulation. The case study on the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1076 K/Pdt.Sus-PHI/2023 shows that the layoffs carried out by employers are not in accordance with the provisions of Article 52 paragraph (1) of Government Regulation Number 35 of 2021, so they are categorized as Unlawful Acts. This research reveals that layoffs carried out arbitrarily and unilaterally by employers, without following the applicable procedures, have the potential to cause serious impacts. As a result of such termination, workers are entitled to receive compensation in accordance with applicable regulations. However, the results showed that the lack of caution of the Panel of Judges in deciding the case resulted in the plaintiff not receiving compensation as a result of the termination which was categorized as a tort.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Threea Meli Djuwita
Abstrak :
ABSTRAK
Pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang terjadi dikarenakan perusahaan mengalami kondisi keuangan yang buruk. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan menimbulkan perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pengusaha dan pekerja. Perselisihan tersebut dapat diselesaikan dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang selama prosesnya di awasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan, sudah menjadi tugas dari penyelesaian perselisihan hubungan indutrial untuk menyelesaiakan permasalahan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja. Pada penelitian kali ini penulis mengangkat pengawasan Kementerian Ketenagakerjaan dalam penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja antara PT. X dengan Pekerja Y. Adapun pada penelitian ini teori yang digunakan adalah teori hubungan indutrial, pemutusan hubungan kerja, dan pengawasan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data sekunder dan primer. Kurangnya jumlah pegawai pengawasan dan proses penyelesaian perselisihan PHK yang lamban menjadi faktor hambatan selama prosesnya
ABSTRACT
Termination of employment by management of the company, usually caused by financial difficulties of the company. The termination of employment by the company usually follows by industrial dispute between the company and employees. The dispute can be settled by the industrial relations dispute settlement which controlled by the ministry of labor. This study focused on the control of the ministry of labor, in the proceses of industrial relation dispute settlement between management of PT. X and it?s employee (Y). The study uses theories and concepts of industrial relation, work termination and control theory. This study use qualitative approach, with data collection from primary and secondary source. The study concludes that the lack number of employee to do control and to process industrial dispute settlement, had become factors that delayed the process.
2016
S62836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Lofina
Abstrak :
Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak terhadap pekerja/buruh yang terbukti melakukan pelanggaran peraturan perusahaan setelah memberikan Surat Peringatan (SP) berkelanjutan. SP merupakan bentuk pembinaan pengusaha kepada pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran peraturan perusahaan. SP tidak wajib apabila pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang terbukti melakukan pelanggaran bersifat mendesak. Peraturan perusahaan merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh pengusaha, memuat ketentuan selama hubungan kerja berlangsung serta hak, kewajiban, dan bentuk kesalahan yang dapat dikenakan PHK. PHK secara sepihak ini menimbulkan suatu perselisihan hubungan industrial. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini menganalisis keabsahan PHK tanpa adanya SP dan akibat hukum terjadinya PHK karena alasan berat yang tercantum dalam peraturan perusahaan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 916 K/Pdt. Sus-PHI/2023. Dalam putusan Mahkamah Agung terdapat pembuktian pelanggaran bersifat mendesak. Namun dalam peraturan perusahaan  terdapat ketidaksesuaian besaran hak terhadap PHK karena pekerja/buruh terbukti melakukan pelanggaran bersifat mendesak dengan Pasal 52 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Dalam peraturan perusahaan pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran bersifat mendesak hanya diberikan uang pisah. Selain itu Majelis Hakim juga kurang tepat dalam memperhitungkan uang pisah yang diterima oleh pekerja/buruh. ......The employer can unilaterally terminate the employment of workers who are proven to have violated provisions of company regulations after giving continuous warning letters. Warning letter is a form of guidance from the employer to workers who violate the provisions of company regulations. Warning letters is not mandatory if the employer wants to terminate workers are proven committed urgent violations. The company regulation is a written by the employer, containing provisions during the employment relationship as rights, obligations, and forms of misconduct that can be subject to termination. This unilateral dismissal gives to industrial relations dispute. This article is prepared by using doctrinal research method. This research analyses the validity of layoffs without a warning letter and the legal consequences of layoffs due to serious reasons stated in company regulations based on Supreme Court Decision Number 916 K/Pdt.Sus-PHI/2023. There was evidence of urgent violations committed by workers. In the company regulation, there are discrepancies with Article 52 paragraph (3) of Government Regulation Number 35 of 2021 because workers are only given separation money. In addition, the Judges also incorrect calculating the separation pay received by workers.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Istiningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Kedudukan Hukum dan Hak Tenaga Kerja Asing Akibat Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Studi Kasus Disparitas Putusan Mahkamah Agung No. 115 PK/PDT.SUS/2009 dan No. 29 PK/PDT.SUS/2010 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 eksplisit menyebutkan bahwa TKA dapat dipekerjakan hanya dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu. Namun demikian, penyimpangan ketentuan tersebut telah memunculkan adanya disparitas putusan Mahkamah Agung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kedudukan hukum dan hak TKA yang diPHK, dapatkah berubah kedudukan hukumnya dari hubungan kerja waktu tertentu menjadi hubungan kerja waktu tidak tertentu berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 serta menganalisis dua putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung yang pointnya memberikan pembedaan hak bagi TKA yang diPHK. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang meletakkan hukum sebagai sistem norma dimana jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bertumpu pada pengkajian data-data sekunder. Kesimpulan yang diperoleh yakni TKA terikat dalam hubungan kerja waktu tertentu dan jabatan tertentu, adanya pembatasan berupa perizinan serta untuk melindungi kesempatan bekerja bagi tenaga kerja Indonesia maka demi hukum kedudukan hukum TKA tidak dapat berubah menjadi hubungan kerja waktu tidak tertentu. Perbedaan hak bagi TKA yang diPHK disebabkan disparitas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan hubungan kerja TKA tidak dapat berubah menjadi hubungan kerja waktu tidak tertentu sedangkan putusan lain menyatakan hubungan kerja TKA dapat berubah menjadi hubungan kerja waktu tidak tertentu. Kata Kunci: TKA, PHK, Hubungan Kerja.
ABSTRACT
Legal Position and the Right of Foreign Worker due to the Termination of Employment Based on Act No. 13 Year 2003 on Employment Case Study Disparities Decisions of the Supreme Court No. 115 PK PDT.SUS 2009 and No. 29 PK PDT.SUS 2010 Act No. 13 Year 2003 explicitly states that foreign worker may be employed only in certain time relations. The deviation of these provisions has led to the disparity decisions of the Supreme Court. The purpose of this study is to analyze the legal position and rights of foreign worker due to termination of employment, can it change the legal status from certain time to permanent working relations according to Act No. 13 Year 2003 and analyzing two Supreme Court decisions with the main idea are differentiate the rights of foreign worker due to termination of employment. This study uses normative legal research methods that put the law as a norm system where the type of data used from secondary data that are primary, secondary and tertiary legal materials. Techniques and methods of data collection are literature methods that based on the assessment of secondary data. The conclusion of this study is that foreign worker are bound in certain time relations, there are restrictions in the form of licensing as well as to protect the opportunities for Indonesian workers hence by law foreign workers can rsquo t be transformed into permanent working relations. The difference in the rights of foreign worker is caused by the disparity of the Supreme Court decision which states that the working relations of foreign worker can rsquo t be transformed into a permanent employment relations whereas other decisions states that the working relations of foreign worker may turn into a permanent working relations. Keywords Foreign Workers, Termination of Employment, Employment Relation
Universitas Indonesia, 2017
T48882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
El Khaidir Natakusumah
Abstrak :
ABSTRAK
Rekrutmen tenaga honorer masih tetap dilakukan oleh instansi pemerintah walaupun larangan rekrut sudah dikeluarkan melalui PP Nomor 48 Tahun 2005. Adanya moratorium penerimaan CPNS juga semakin menyuburkan praktik rekrutmen tenaga honorer. Status tenaga honorer menjadi tidak jelas ketika UU Nomor 5 Tahun 2014 menghapus keberadaan tenaga honorer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal hubungan kerja yang terjadi terhadap tenaga honorer dan penerapan ketentuan PKWT bagi tenaga honorer. Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa hubungan hukum yang terjadi terhadap tenaga honorer memenuhi unsur pekerjaan, perintah, upah dan waktu sebagai unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam hubungan kerja. Penerapan ketentuan PKWT terhadap tenaga honorer dapat diberlakukan dengan mengangkat tenaga honorer sebagai Calon PNS sesuai ketentuan PP Nomor 48 Tahun 2005, sedangkan bagi tenaga honorer yang direkrut setelah tahun 2005 akan berstatus sebagai tenaga kontrak biasa yang tunduk pada hukum perdata. Ketiadaan pengaturan mengenai tenaga honorer menyebabkan sulitnya dilakukan perlindungan bagi tenaga honorer yang berpotensi konflik di kemudian hari.
ABSTRACT
Recruitment of non staff employee is still done by the government institution although the prohibition of recruit has been issued through Government Regulation Number 48 Year 2005. The existence of moratorium on acceptance Civil Servant Candidates also increasingly nurtures the practice of recruitment of non staff employee. The status of non staff employee becomes unclear when Law Number 5 of 2014 removes the existence of non staff employee. The purpose of this study is to find out the employment relationship to Non Staff employee and application of the provisions of PKWT Temporary Work Agreement for non staff employee. The research method used is juridical normative. The results of the research showed that the legal relationship that occurs to the non staff employee has covered the elements of work which are order, job, wages and time condition that must be met in a working relationship. The implementation of PKWT 39 s provision to non staff employee can be applied by appointing non staff employee as Candidate of Civil Servant in accordance with Government Regulation Number 48 Year 2005, while for non staff employee recruited after 2005 will be applied as a regular contract subject to private law. The absence of regulation regarding non staff employee causes a difficulty of providing protection for non staff employee and potentially conflict in the future.
2017
T48381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>