Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Wahyuningsih
Abstrak :
Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kecerdasan tertinggi (ultimate Intelligence) yang dirniliki manusia. Kecerdasan ini menghantar manusia pada penemuan dan pernahaman akan makna dan nilai dalam menjalani atau melakukan sesuatu. Pencapaian kualitas kecerdasan spiritual (SQ), tidak terlepas dari kerjasama dan dukungan dua kecerdasan terdahulu (IQ & EQ). Idealnya, ketiga kecerdasan utama tersebut harus saling sejajar, meskipun masing-masing memiliki kekuatan wilayah tersendiri dan dapat berfungsi secara terpisah. Karena kecerdasan dapat berkembang dan meningkat, maka diperlukan metode untuk peningkatannya. Dan literatur yang ada, diketahui bahwa riyadhah (olah jiwa) dan iqra' (kemampuan membaca ayat-ayat qauliyah dan kauniyah) memiliki pengaruh tcrhadup peningkatan kecerdasan spiritual (SQ). Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besar pengaruh intensitas riyadhah dan intensitas iqra' terhadap peningkatan kecerdasan spiritual (SQ), apakah kedua variabel memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan kecerdasan spiritual (SQ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh intensitas riyadhah dan intensitas iqra' terhadap peningkatan kecerdasan spiritual (SQ) pada jama'ah kajian Daarul Muwahhid Jakarta-Barat. Desain penelitian adalah non eksperimen dengan pendekatan kuantitatif serta mengguna';an metode ex post facto. Regresi tinier digunakan untuk menganalisis data dengan bantLan SPSS var. 11.5 for windows. Populasi penelitian adalah kelornpok-kelompok kajian yang melakukan riyadhah dan. iqra' dalam kehidupannya sehari-hari. Adapun sampel penelitian adalah jama'ah kajian' Daarul Muwahhid, dengan pertimbangan, jama'ah kajian ini selain mengkaji Al-Qur'an, Al-Hadits dan Al-Hikam untuk meningkatkan IQ, juga bersbsialisasi dengan masyarakat sekitar, guna meningkatkan EQ serta bertekad memperbaiki hubungan vertikal dengan Sang Khalik melalui peningkatan SQ. Penelitian ini menggunakan metode pengtunpulan data berapa kusioner yang disebarkan kepada 40 responder, yang sebelumnya telah di try out pada jama'ah kajian Darin Tauhid Cipaku Jakarta-Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel memberi pengaruh terhadap peningkatan kecerdasan spiritual (SQ) sebesar 85.5 %, sisanya dipengaruhi oleh factor-faktor yang lain.
Spiritual Quotient constitutes an ultimate intelligence owned by a human being. This intelligence accompanies a human being to the discovery and understanding of a meaning and value in performing something. As the intelligence may escalate an individual to a better Ievel, therefore a methed is required to enhance the intelligence. It is known from the existing literature that Riyadhah (spiritual processing) and Igra' (capability to read verses of gauliyah and kauniyah) have an effect towards the enhanc Arent of spiritual intelligence. Therefore it is necessary to know how much effect of the intensity of riyadhah and iqra' is with respect to the enhancement of SQ, whether both variables have a big influence in the enhancement of SQ. The objective of this research is to know how much effect of the intensity of riyadhah and iqra' is with respect to the enhancement of spiritual intelligence in the community for Daarul Muwahhid study in West Jakarta. Research design is non-experimental by using a quantitative approach and using method of ex post facto. Linear Regression is used to analyze data by help of SPSS ver. 11.5 for Windows. Research population is groups who perform riyadhah and iqra' in their daily life. As regards research sample, the community for Daarul Muwahhid study in West Jakarta, with the consideration, that the study community besides studying al-Qur'an, Al-Hadits and Al-Hikant, to enhance IQ, also socializing with the surrounding community to enhance EQ, simultaneously with the faith to correct vertical relations with the Creator through the effort of SQ improvement. This research uses data collecting method in the form of a questionnaire distributed to forty (40) respondents, the questionnaires of which have previously been tried out in the community of Daarut Tauhid Study, Cipaku, South Jakarta. Research results show that riyadhah and iqra' have an effect of 85.5% with respect to the enhancement of spiritual intelligence.
2007
T17578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Wijaya
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan komitmen organisasi terhadap kinerja pelayanan pegawai Kantor Pelayanan Tipe A Tanjung Priok III, baik secara parsial maupun secara simultan. Kecerdasan emosional menurut Coleman (I955: 57) adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dalam berinteraksi dengan orang lain. Komitmen menurut Greenberg dan Baron (2003: 159) adalah tingkat dimana orang mengidentifikasikan dan terlibat dengan organisasinya atau tidak tertarik untuk keluar dari organisasinya. Sedangkan kinerja menurut Robbins (1986: 410) adalah aktivitas yang menggambarkan bagaimana seseorang berusaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan juga merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan beruama. Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok III yang berjumlah 249 orang. Sedangkan sampel penelitian diambil dengan metode stratified random sampling yaitu sebesar 60 responden. Metode penelitian yang digunakan adalah metode asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Sementara itu instrumen pengumpulan data disusun dalam angket yang menggunakan skala model Likert. Analisis data dilakukan pada taraf signifikansi 95 % dan hasilnya adalah: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap kinerja pelayanan. Koefisien korelasi untuk hubungan kedua variabel ini adalah sebesar 0,562. Dari angka korelasi ini maka taksiran koefisien determinasinya adalah 0,316. Angka ini dapat diinterpretasikan bahwa 31,6 % variansi yang ada pada variabel kinerja pelayanan dapat diprediksi oleh variabel kecerdasan emosional. Berdasarkan basil pengujian signifikansi ternyata bahwa korelasi X~ dengan Y sangat signifikan, hal disebabkan karena t hitung 4,743 > tabel 2,00, maka Ho ditolak yang berarti variabel kecerdasan emosional secara signifikan mempengaruhi kinerja pelayanan. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan variabel komitmen organisasi terhadap kinerja pelayanan .Koefisien korelasi untuk hubungan kedua variabel ini adalah sebesar 0,626. Berdasarkan angka korelasi ini maka harga koefisien detenninasinya 0,391, yang berarti 31,9 % variansi yang ada pada variabel kinerja pelayanan dapat diprediksi oleh variabeI komitmen organisasi. Berdasarkan basil pengujian signifikansi ternyata bahwa korelasi X2 dengan Y sangat signifikan, hal disebabkan karena t hitung 5,681 > t tabel 2,00, maka Ho ditolak yang berarti variabel komitmen organisasi secara signifikan mempengaruhi kinerja pelayanan. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional dan komitmen organisasi secara bersama-sama terhadap kinerja pelayanan. Koefisien korelasi antara kedua variabel babas dengan variabel terikat adalah sebesar 0,751. Koefisien deterrninasinya dapat dihitung menjadi 0,564. Angka ini mencerminkan bahwa variansi kinerja pelayanan dapat dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosional dan komitrnen organisasi secara bersama-sama sebesar 56,4 %. Dengan kata lain variabel kecerdasan emosional dan komitmen organisasi secara bersama-sama dapat memprediksi variansi yang ada pada variabel kinerja pelayanan sebesar 56,4 %, meiaiui regresi Y = 11,877+ 0,416 Xi + 0,429 X2. Uji keberartian dengan menggunakan uji F menghasilkan F hitung sebesar 36,793 Karena (Fh = 36,793 > F, 3,15), dengan demikian variabel kecerdasan emosional dan komitmen organisasi secara serentak (simultan) berpengaruh terhadap kinerja pelayanan. Saran-saran yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain (1) instansi DJBC diharapkan memberikan perhatian yang lebih terhadap faktor ini. Perhatian ini berupa pelatihan dan kursus yang diberikan sesuai jenjang dan kepangkatan serta sesuai kebutuhan--pekerjaannya berkaitan dengan pengguna jasa dan (2) ,pihak DJBC perlu memberikan perhatian kusus pada masalah komitmen organisasi. Peningkatankomitmen organisasi dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta mekanisme reward dan punishment untuk meningkatkan integritas yang arahnya kepada peningkatan komitmen pegawai.
The aim of the research is to identify the influence of emotional intelligence and organization commitment toward service performance at Customs Service Office Type A Tanjung Priok III. Emotional Intelligence is the ability to understand self emotion, manage emotion, motivate himself or herself, to recognize other people emotion and to make good relation between himself or herself with another. Commitment is the extent to which an individual identifies and is involved with his or her organization or is unwilling to leave_ Meanwhile performance is how well you do a please of work and activity. Population of the research is all of customs officer at Customs Service Office Type A Tanjung Priok III which are 249 people. The sample was taken by using stratified random sampling method, namely 60 respondents. The method of research is associative method with quantitative approach. Meanwhile, instrument for data collection is questionnaire using Likert scale model. Data analysis is applied in significancy level of 95 % and the results are as follow : 1. There is a significant influence between emotional intelligence and service performance. Correlation coeficient of this both variable is 0.562. Determination coeficient is 0.316. It can be interpreted that 31.6 percent variance of service performance variable can be predicted by emotional intelligence variable. Based on significance test, correlation between X1 and Y is relatively significant. It can be seen from tcounted 4,743 which is bigger than ttable 2.39, so that Ho is denied. It means that emotional intelligence variable significantly influence the service performance. 2. There is a significant influence between organization commitment and service performance. Correlation coeficient of this both variable is 0.626. Determination coeficient is 0.391. It can be interpreted that 31.9 percent variance of service performance variable can be predicted by organization commitment variable. Based on significance test, correlation between X2 and Y is relatively significant. It can be seen from tcounted 5.681 which is bigger than ttable 239, so that Ho is denied. It means that organization commitment variable significantly influence the service performance. 3. There is a significant influence between emotional intelligence and organization commitment simultaneously toward service performance. Carrel-it-ion coefficient of the both independant variable and dependant variable is 0.751. Determination coeficient is 0.564. It can be interpreted that 56.4 percent variance of service performance variable can be predicted by organization commitment and emotional intelligence trough regression equation Y= 11.887 + 0.416 Xi + 0.429 X2. Trough F test found F counted is 36.793. Becaused Fcounted = 36.793 is bigger than Ftable =5.01, so that emotional intelligence and organization commitment variable simultaneously influence service performance. Recommendations that can be suggested here are: (I) Customs should pay more attention on emotional intelligence. This attention can be in shape of trainning and course for customs officer that is suitable for their job needs. (2) Customs should pay special attention on organization commitment. It can be implemented trough course and trainning as well as reward and punishment mechanism in order to improve integrity and finally to improve organization commitment.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinarwiyata
Abstrak :
Marah adalah emosi manusia yang normal sifatnya. Marah yang tidak terkendali berlanjut pada perilaku kekerasan. Kurangnya pengendalian marah pada remaja mengakibatkan perilaku kekerasan dalam lingkup personal maupun kelompok dan membawa korban harta, benda jiwa, lingkungan. Tujuan penelitian mengidentifikasi pengaruh Pendidikan kesehatan dan Terapi Kelompok Terapeutik Remaja Terhadap Pengendalian Emosi Marah Remaja di SMK Kota Depok. Metode penelitian memakai pre test - post test with control group dengan teknik consecutive sampling. Terapi kelompok terapeutik bertujuan meningkatkan pengendalian emosi marah remaja. Hasil penelitian menunjukkan penurunan emosi marah signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dan Terapi Kelompok Terapeutik Remaja (p < 0,05). Perbedaan skor emosi marah antara kelompok kontrol dan perlakuan signifikan (p = 0,05). Terapi kelompok terapeutik remaja dapat digunakan sebagai alternatif meningkatkan pengendalian emosi marah remaja disamping terapi yang lain. ......Anger is a nature of human emotion. Uncontrolled anger may lead to violent behavior. Inability to control the angry adolescents could result in violent behavior in the personal and group and could yield the damage of treasures, objects, people, and environments. The research objectives were to identify the influence of health education and Therapeutic Adolescent group therapy to Control Angry Emotions of teenagers in SMK Kota Depok. This study used pre test - post test control group with consecutive sampling technique. The therapeutic group therapy aimed at improving the control of emotions angry teens. The results showed a significant decrease in angry emotions after the health education and Therapeutic Adolescent group therapy (p < 0.05) were given. The difference between a group of angry emotion score control and significant treatment (p = 0.05) . Adolescent therapeutic group therapy can be used as an alternative to increase anger management in addition to other therapies.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Velda Ruth Ruminar
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kecerdasan emosional dan coping to change terhadap ambidexterity pada perawat Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan analisis antar dimensi dari variabel yang diteliti. Variabel kecerdasan emosional memiliki empat dimensi, yaitu self emotion appraisal, others emotion appraisal, use of emotion dan regulation of emotion. Variabel coping to change tidak memiliki dimensi. Variabel ambidexterity memiliki dua dimensi yaitu eksploitasi dan eksplorasi. Penelitian dilakukan terhadap 122 perawat di pelayanan rawat inap Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 21 yaitu analisis deskriptif dan general linear model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) self emotion appraisal memiliki pengaruh terhadap eksploitasi, sementara others emotion appraisal, use of emotion, regulation of emotion dan coping to change tidak memiliki pengaruh terhadap eksploitasi, 2) self emotion appraisal dan coping to change memiliki pengaruh terhadap eksplorasi, dimensi lainnya yaitu others emotion appraisal, use of emotion dan regulation of emotion tidak memiliki pengaruh terhadap eksplorasi.
The purpose of this study is to analyze the influence of emotional intelligence and coping to change to the ambidexterity by focussing the study on nurses that work at the Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Jakarta. This study is a quantitative study that analyze within dimensions from the variables emotional intelligence has four dimensions such as self emotion appraisal, others emotion appraisal, use of emotion, and regulation of emotion. While coping to change variable has no dimension. Moreover, the ambidexterity variable has two dimensions, such as exploitation and exploration. In addition, this study is conducted to 122 inpatientnurses at Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. The collected data then analyzed by using SPSS 21, using methods descriptive statistic and general linear model. Furthermore, the result of the study shown us that 1) self emotion appraisal has an impact to the exploitation, while others emotion appraisal, use of emotion, regulation of emotion and coping to change have no impact to exploitation, 2) self emotion appraisal and coping to change have an influenced to the exploration. However, the other dimensions, such as others emotion appraisal, use of emotion, and regulation of emotion have no influence to the exploration.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T44816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Harjoyo
Abstrak :
This research is aimed at knowing the relationship between compensation and emotional intelligence with officer organizational commitment of the Supreme of Audit Board (Badan Pemeriksa Keuangan) Jakarta. Compensations is remuneration that giving by employee for their jobs that done include: salary, incentives, and allowance. Emotional Intelligence is capability to feel, understand, and actively to implement energy and power sensitively as energy resource information, relationship and human's influence based on capability indicator regarding self emotion, managing self emotion, self motivating, empathy and building relations with others. Meanwhile, organizational commitment is relative power from individual about trust to the organization goals, willingness to do efforts as good as possible for sake of organizational interest, to be member of such related organization and attractiveness to objective that include affective, normative and rational components. This research using both descriptive and correlation method involving 90 respondents randomized simply. Data collection is conducted by questioner which of validity and reliability had been tested. Validity test using Spearman Rank correlation and Reliability test by Spearmen Brown. Subsequently, the obtained data is analyzed using statistical formulation, i.e. both Spearman Rank correlation and t-test. The result of hypothesis testing show that the compensation and emotional intelligence have positive and significant relationship with officer organizational commitment. Likewise for emotional intelligence also have positive and significant relationship with officer organizational commitment. This is mean that more good the compensation system and more high emotional intelligence, then more high organizational commitment. Otherwise more bad the compensation system and more low emotional intelligence, then more low organizational commitment. Based on this finding, then officer organizational commitment need to be improved with improving compensation system and improving emotional intelligence. The improving of compensation system that need to give priority is health allowance, special allowance for work accident, the objectivity of salary increasing, big days allowance and incentive. The compensation also need to be improved according to the spreading of feasible need. Meanwhile related to improving of emotional intelligence need to doing by giving understanding to officer about emotional intelligence autodidacly by officer or through the emotional intelligence training periodically.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompensasi dan kecerdasam emosional dengan komitmen organisasi pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta. Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas pekerjaan yang dilakukan yang meliputi: gaji, insentif, dan tunjangan. Kecerdasan emosional merupakan kecakapan untuk merasakan, memahami, dan mengimplementasikan kepekaan tenaga dan emosional secara aktif sebagai sumber energi, informasi, hubungan dan pengaruh yang manusiawi yang dilihat berdasarkan indikator kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. Sementara komitmen organisasional adalah kekuatan bersifat relatif dari individu mengenai kepercayaan terhadap tujuan organisasi, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan, yang meliputi komponen afektif, normatif dan rasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan korelasional dengan melibatkan 90 responden yang diambil secara acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas menggunakan rumus korelasi Spearman Rank dan uji reliabilitas menggunakan Spearman Brown. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan formula statistika, yakni korelasi Spearman Rank dan t-test. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kompensasi memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Demikian pula kecerdasan emosional juga memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik sistem kompensasi dan semakin tinggi kecerdasan emosional, maka semakin tinggi komitmen organisasi. Sebaliknya, semakin buruk kompensasi dan semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah komitmen organisasi pegawai. Berdasarkan temuan temuan penelitian ini, maka komitmen organisasi pegawai perlu ditingkatkan dengan cara memperbaiki sistem kompensasi dan meningkatkan kecerdasan emosional. Perbaikan sistem kompensasi yang perlu diprioritaskan adalah tunjangan kesehatan, tunjangan khusus untuk perlindungan dari kecelakaan kerja, obyektivitas kenaikan gaji bulanan, tunjangan hari besar, insentif. Pemberian kompensasi kepada pegawai juga perlu ditingkatkan sesuai perkembangan kebutuhan hidup yang layak. Sementara terkait dengan peningkatan kecerdasan emosional perlu dilakukan dengan memberikan pemahaman terhadap para pegawai mengenai hakikat kecerdasan emosional baik secara otodikdak oleh pegawai sendiri maupun melalui penyelenggaraan pelatihan kecerdasan emosional secara berkala.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26359
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anisah Ardiana
Abstrak :
Perilaku caring perawat yang didasari kecerdasan emosional tinggi dapat mendorong pencapaian pelayanan keperawatan yang berkualitas. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat. Jenis penelitian deskriptif korelasi dengan sampel 92 perawat pelaksana dan 92 pasien. Analisis menggunakan uji Chi-Square dan regresi logistik berganda. Sebanyak 54 % perawat berperilaku caring menurut persepsi pasien. Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi memahami dan mendukung emosi orang lain dengan perilaku caring perawat (p = 0,049). Perawat yang memiliki dimensi ini berpeluang 2,567 kali lebih caring. Rumah sakit perlu mengembangkan program pelatihan komunikasi efektif dan komunikasi terapeutik, sebagai salah satu bentuk perilaku caring. ...... Nurses caring behavior based on high emotional intelligence can encourage the achievement of quality nursing service. This research was to recognize the relationship between nurses emotional intelligence with their caring behavior according to patients perceptions. This is a descriptive correlation, with 92 nurses and 92 patients as samples. Analysis was using Chi Square and multiple logistic regressions. An approximately 54 % of nurses are caring. The result showed that the dimension of understanding and support of other people's emotions is significantly associated with nurses caring behavior (p= 0,049). Nurses who are having high level in this dimension are having opportunity as much as 2,567 times more caring. The manager of hospital can develop a sustainable training program on effective and terapheutic communication as one of nurses caring behavior.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T29396
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sholeh
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk menguji hubungan antara aspek-aspek dari kecerdasan emosional, itsar (altruism), dan spiritualitas dengan kepuasan kerja. Pada penelitian ini variable independent (IV) berjumlah 15 dan kepuasan kerja sebagai dependent variable (DV). Dengan teknik sampel total, diperoleh sampel sebanyak 66 orang guru yang bekerja di Sekolah Dwi Matra. Data penelitian diolah dengan metode regresi linear berganda dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil dan kesimpulan penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan antara aspek-aspek kecerdasan emosional, itsar (altruism), dan spiritualitas dengan kepuasan kerja (r=0,577) namun tidak signifikan (sig 0,090). Nilai R2 dari seluruh varabel yang diujikan sebesar 0,333 atau setara dengan 33 %. Aspek self awareness merupakan satusatunya variabel bebas yang terbukti berkorelasi positif dengan kepuasan kerja (sig.0.039, R2 : 0,130). Aspek ini perlu menjadi prioritas jika akan dilakukan intervensi kepuasan kerja pada guru di Sekolah Dwi Matra. ......This thesis aims to examine the relationship between aspects of emotional intelligence, itsar (altruism), and spirituality with job satisfaction. In this study, the independent variable (IV) amounted to 15 and job satisfaction as the dependent variable (DV). With this technique the total sample, obtained a sample of 66 teachers who work at Sekolah Dwi Matra,Jakarta. The research data were processed by the method of multiple linear regression with a significance level of 0.05. Results and conclusions of this study prove that there is a relationship between aspects of emotional intelligence, itsar (altruism), and spirituality with job satisfaction (r = 0.577) but not significant (sig .090). R2 values of all tested variable of 0.333, equivalent to 33%. Aspects of self-awareness is the only independent variables that proved to be positively correlated with job satisfaction (sig.0.039, R2: 0.130). This aspect needs to be a priority if the intervention will be conducted on teacher job satisfaction at Sekolah Dwi Matra.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29665
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arsdianti N. Boediono
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecerdasan emosional antara individu yang mengikuti pendidikan balet klasik dengan individu yang tidak mengikuti pendidikan balet kiasik. Pendidikan balet klasik dipilih karena selain mengajarkan gerakan, juga melatih penari untuk berekspresi sesuai dengan tuntutan tarian. Untuk dapat berekspresi denga baik seorang penari harus mau dan dapat memperhatikan emosinya (Attention to Feelings), mengenali emosinya dengan tepat (Clarity of Feelings) untuk kemudian dapat mengatur dan mengendalikan emosinya (Mood Repair) agar sesuai dengan emosi tarian yang dibawakan. Attention to Feelings, Clarity of Feelings dan Mood Repair adalah komponen-komponen kecerdasan emosional (Salovey dkk, dalam Pennebaker, 1995; Salovey dkk, 2002). Oleh karena itu peneliti mengajukan hipotesa alternatif yang berbunyi, "Ada perbedaan yang signifikan pada kecerdasan emosional individu yang mengikuti pendidikan balet klasik dengan individu yang tidak mengikuti pendidikan balet klasik". Penelitian ini bersifat non-eksperimental, di mana peneliti tidak memiliki kendaii langsung terhadap variabel bebas, karena variabel bebas tersebut telah terjadi atau tidak memungkinkan dilakukannya manipulasi (Kerlinger & Lee, 2000). Subyek dalam penelitian ini adalah remaja/dewasa awal perempuan, berusia 12 sampai 26 tahun dengan pembagian karakteristik sebagai berikut: mengikuti pendidikan balet klasik (untuk keiompok eksperimen) dan tidak mengikuti pendidikan balet klasik (untuk keiompok kontrol). Subyek yang diambil untuk keiompok eksperimen adalah murid Namarina Dance Academy Jakarta yang telah berada di level Higher Grades, menurut kurikulum The Royal Academy of Dance, (RAD) London, yaitu di tingkat Grade 6 ke atas. Level Higher Grades penekanan kurikulumnya selain pada penguasaan teknik juga pada style balet Romantik abad ke 19 {Royal Academy of Dance, 1993). Balet Romantik memiliki kekhasan pada keringanan langkah dan kualitas puitis dari tarian (Au, 1988), yang menuntut pengendalian emosi dari penari. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Jumlah subyek adalah 30 orang untuk tiap kelompok, dengan jumlah total subyek sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang diadaptasi dari Trait Meta-Mood Scale (TMMS) (Salovey dkk, dalam Pennebaker, 1995) yang mengukur Perceived Emotional Intelligence (PEI) yaitu kecerdasan emoslonal dlllhat dari persepsi indlvidu tentang kemampuannya untuk memperhatikan emosi (attention), mengenali emosi dengan tepat (clarity), dan mengelola emosi (repair). Analisa data menggunakan t-test for independent samples, karena pengambilan sampel untuk kelompok yang satu tidak dipengaruhi pengambilan sampel kelompok yang lain (Minium dkk, 1993). Dari data yang diperoleh ditemukan bahwa skor rata-rata kecerdasan emosional kelompok balet lebih tinggi (136.03) daripada skor rata-rata kecerdasan emosional kelompok non balet (129.1). Setelah dilakukan uji signifikansi terhadap perbedaan tersebut diperoleh t = 2.39 dengan signifikansi 0.02, yang berarti bahwa perbedaan skor rata-rata kedua kelompok signifikan di los 0.05. Dengan adanya perbedaan yang signifikan tersebut maka hipotesa alternatif yang berbunyi "Ada perbedaan yang signifikan pada kecerdasan emosional antara individu yang mengikuti pendidikan balet klasik dengan individu yang tidak mengikuti pendidikan balet klasik" diterima. Dengan adanya perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan antara kelompok balet dengan kelompok non balet maka peneliti berkesimpulan bahwa pendidikan balet klasik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional seseorang. Perbedaan kecerdasan emosional kedua kelompok terjadi karena selama bertahun-tahun individu yang mengikuti pendidikan batet klasik telah dilatih untuk memperhatikan, mengenali dan mengendalikan emosinya - kemampuan-kemampuan yang membentuk kecerdasan emosional. Meskipun demikian disarankan untuk menggunakan alat ukur yang lebih baku seperti Mayer-Salovey- Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT) (Mayer, Salovey & Caruso, dalam Mayer & Salovey, 1997) yang ability-based, karena TMMS berbasis skaia sikap dan membuka kemungkinan bagi responden untuk faking good. Saran lain adalah agar dilakukan penelitian longitudinal, dan/atau kualitatif untuk mengetahui dengan pasti aspek pendidikan balet klasik yang mana yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional dan bagaimana pengaruhnya. Disarankan pula untuk mengadakan penelitian lintas kurikulum pendidikan balet klasik agar hasil penelitian dapat digeneralisir ke pendidikan balet klasik secara umum.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Faizal
Abstrak :
Untuk menjadi bangsa yang sejahtera, maju dan mandiri, adalah penting bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas generasi mudanya; mengingat mereka adalah sumber daya manusia Indonesia yang akan memegang peranan dalam pembangunan bangsa pada masa yang akan datang. Namun, kenyataan sebagian besar generasi muda (remaja) kita saat ini. nyaris menempatkan kepercayaan masyarakat akan kemampuan, kualitas dan peran generasi muda di masa depan pada titik nadir. Sebagian dari mereka melakukan kenakalankenakalan seperti minum minuman keras, menonton film biru, tawuran, penggunaan obat terlarang, dan lain-lain (Sutoyo dalam Susiwo, 1995). Satu hal pokok yang agaknya disepakati adalah bahwa perilaku kenakalan berpangkal dari lemahnya pengendalian diri (Biran, dalam Sanusi, Badri, Syafruddin, 1996). Oleh karena pengendalian diri merupakan komponen dari kematangan emosi, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang mendukung pembentukan kematangan emosi secara optimal pada remaja. Peneliti berasumsi bahwa salah satu wahana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kematangan emosi remaja adalah aktivitas waktu luang. Adapun salah satu aktivitas remaja yang dapat digolongkan ke dalam aktivitas waktu luang adalah aktivitas/kegiatan ekstrakurikuler sekolah atau sering disingkat dengan ekskul. Kegiatan ekstrakurikuler sekolah dipilih sebagai wakil dari aktivitas waktu luang remaja disebabkan karena kegiatan ekstrakurikuler sekolah merupakan bagian dari sekolah sebagai suatu institusi yang memberikan lebih banyak evaluasi pada remaja dibandingkan rumah atau keluarga (Burns. 1993). Di dalamnya remaja dituntut untuk secara dinamis menyesuaikan diri dan belajar menghadapi aneka karakter manusia dan situasi yang pada akhirnya mengarah kepada terbentuknya kematangan diri remaja, khususnya pada aspek emosi. Oleh karena itu. dalam kesempatan ini akan diteliti hubungan antara partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan kematangan emosi siswa SMU. Selain itu, juga diteliti dimensi manakah dari kematangan emosi yang secara signifikan berhubungan dengan partisipasi siswa SMU dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Kemudian, kegiatan ekstrakurikuler manakah yang secara signifikan berhubungan dengan kematangan emosi siswa SMU, serta memberikan sumbangan terbesar bagi kematangan emosi. Untuk itu selam korelasi Pearson Product Moment. digunakan perhitungan statistik Multiple Regression. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 3 minggu (25 Mei 2001-14 Juni 2001). Dengan menggunakan metode accidental sampling, peneliti menyebarkan 100 kuesioner kepada penghubung di 4 sekolah di Jakarta Selatan, yaitu SMUN 34, SMUN 28, SMUN 38, SMUN 97; masing-masing 25 buah. Hingga tanggal 14 Juni 2001, terkumpul 100 kuesioner. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara antara partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan kematangan emosi, terutama pada dimensi Mandiri. Mampu Beradaptasi, dan Mampu Berempati. Ini berarti bahwa makin tinggi level partisipasi siswa SMU dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, maka makin tinggi pula tingkat kematangan emosinya. Kemudian dari 4 kegiatan ekstrakurikuler yang diteliti, diperoleh hasil bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang secara signifikan dan positif berhubungan dengan kematangan emosi siswa SMU adalah kegiatan ekstrakurikuler ROHIS. Ini berarti bahwa makin tinggi level partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler ROHIS, makin matang pula ia secara emosi. Mengingat satu-satunya variabel bebas yang layak dimasukan dalam model regresi adalah variabel level partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler ROHIS, maka dapat dikatakan bahwa level partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler ROHIS memberikan sumbangan terbesar terhadap kematangan emosi. Sebagai tambahan, hasil pengolahan data kontrol subyek menunjukan bahwa subyek yang berpartisipasi dalam kegiatan luar sekolah lebih matang secara emosi dibandingkan subyek yang tidak berpartisipasi dalam kegiatan luar sekolah. Untuk penelitian lanjutan, sebaiknya tidak menggunakan metode accidental sampling karena metode ini memungkinkan terjadinya distribusi frekuensi yang scewed sehingga dapat menimbulkan bias dalam melakukan interpretasi hasil penelitian. Bila memungkinkan, sebaiknya sampel diambil dari seluruh kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan proporsi yang seimbang sehingga tidak ada kegiatan ekstrakurikuler yang luput dari perhatian. Agar lebih mendalam, dapat dilakukan penelitian tentang pengaruh dari masing-masing kegiatan ekstrakurikuler sekolah terhadap kematangan emosi. Selain itu, dapat juga diteliti kegiatan di luar sekolah dalam hubungannya dengan kematangan emosi remaja. Bagi pihak-pihak yang berwenang (Departemen Pendidikan Nasional, kepala sekolah, guru, dan para pendidik) dan para pelaksana kegiatan ekstrakurikuler sekolah, diharapkan untuk lebih menggalakan kegiatan ekstrakurikuler sekolah dengan merancang program-program menarik.sedemikian rupa sehingga seluruh siswa tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Kepada orang tua dan keluarga, disarankan untuk memberi kebebasan yang seluas-luasnya bagi anak/keluarganya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada, baik kegiatan ekstrakurikuler sekolah maupun kegiatan luar sekolah, dalam rangka mencapai kematangan emosi yang optimal.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nailiu, Christina
Abstrak :
Salah satu masalah yang dihadapi pemerintah dewasa ini adalah mutu pendidikan yang belum merata di Indonesia. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Atamimi & Soeranto (1991) menemukan bahwa sekolah- sekolah yang ada di pulau Jawa memiliki kualitas yang lebih baik daripada sekolah-sekolah yang ada di luar pulau Jawa. Hal ini menyebabkan setiap tahun banyak lulusan SLTA dari luar pulau Jawa maupun dari daerah kecil Iainnya di pulau Jawa harus pindah dan tinggal secara terpisah dari orang tuanya untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Tinggal di tempat yang baru monuntut mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya agar mereka dapat sukses/berhasil. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan seorang mahasiswa selama tinggal terpisah dari orang tua adalah faktor perpisahan dari orang tua (Sullivan & Sullivan, 1980; Moore, 1987; Rice, dkk, 1990). Perpisahan dari orang tua pada masa remaja merupakan salah satu tugas perkembangan yang panting selama periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam perpisahan dari orang tua, yang menjadi sorotan utama adalah hal-hal yang berhubungan dengan kemandirian dan kelekatan pada orang tua, karena selama proses perpisahan terjadi penurunan ketergantungan terhadap keluarga, terutama orang tua (Smolak, 1993) dan remaja dapat lebih jelas mengaktualisasikan kemandirian serta menjadi pribadi yang dewasa. Becker (1992) mengatakan bahwa menurunnya ketergantungan ini merupakan gerbang awal menuju kedewasaan. Penelitian Murphey (dalam Moore, 1987) tentang reaksi mahasiswa terhadap perpisahan dari orang tua, menemukan bahwa mahasiswa yang sukses dalam penyesuaian dirinya selama tinggal terpisah dari orang tua akan relatif lebih mandiri (misalnya, memiliki kesadaran dan tanggung jawab dalam mengambil keputusan) dan memiliki hubungan yang positif dengan orang tuanya. Kurash (dalam Bloom, 1988) mengatakan bahwa terjadi peningkatan afeksi pada remaja yang tinggal berpisah dari orang tua, yaitu remaja justeru akan merasa lebih erat dengan keluarganya bila tinggal terpisah dari orang tua. Hal ini didukung oleh Sullivan & Sullivan (1980) bahwa ada peningkatan afeksi, komunikasi dan ketidaktergantungan pada anak laki-laki selama tinggal terpisah dari orang tua. Sebaliknya, wanita yang biasanya Iebih dekat pada orang tua akan merasa kehilangan kedekatan dari orang tua karena orang tua memiliki peranan yang lebih besar dalam memberikan dukungan emosi. Kemandirian dan hubungan keluarga yang positif merupakan karakteristik dari perkembangan psikososial remaja yang sehat. Penelitian ini mencoba untuk melihat berbagai pendapat mahasiswa sehubungan dengan kemandirian dan kedekatannya pada orang tua, selama proses perpisahan dari orang tua. Ada mahasiswa yang menganggap bahwa keterpisahannya dari orang tua adalah suatu kehilangan yang berat, misalnya tidak Iagi mendapat dukungan emosi ketika menghadapi masalah, tidak ada orang yang dapat membuat keputusan bagi dirinya, tetapi ada pula mahasiswa yang menganggap keterpisahannya ini sebagai salah satu cara agar ia menjadi orang yang mandiri. Peneliti ingin melihat gambaran arti kedewasaan, perbedaan arti kedewasaan serta hubungan antara kondisi dan dukungan orang tua dengan arti kedewasaan pada mahasiswa/mahasiswi UI yang tinggal terpisah dari orang tua. Subyek dalam penelitian adalah para mahasiswa dan mahasiswi UI yang tinggal terpisah dari orang tua, khususnya mereka yang berasal dari luar wilayah Jabotabek. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, kemudian diolah dengan menggunakan mean, t-test serta chi square. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa ada 4 aspek arti kedewasaan yang menonjol pada mahasiswa dan mahasiswi UI yaitu, pertama, kedewasaan yang diartikan sebagai kemampuan mengatur dan mengarahkan diri sendiri (self-governance); kedua, ketidaktergantungan secara finansial pada orang tua (finacial independence); ketiga, hubungan dengan Iingkungan di luar rumah (school affiliation); keempat, mulai membentuk keluarga baru (starting a family). Sementara itu, perbedaan yang signifikan antara kelompok mahasiswa dan kelompok mahasiswi terjadi pada kedewasaan yang diartikan sebagai ketidaklekatan secara emosional (emotional independence) dan kedewasaan sebagai tinggal secara terpisah dari orang tua (separate residence). Dibandingkan dengan kelompok mahasiswi/wanita, kelompok mahasiswa/pria iebih setuju dengan pendapat bahwa seorang dewasa tidak merasa dekat dengan keiuarga, merasa hanya sebagai tamu biia berada di rumah orang tua, merasa tidak lagi menjadi bagian dari anggota keluarga. Dewasa berarti pula memiliki tempat tinggal yang terpisah dari orang tua, tidak pulang ke rumah orang tua terlalu sering, dan tidak kembaii ke rumah orang tua setiap liburan panjang. Selain itu, ditemukan pula adanya hubungan antara arti kedewasaan dengan alasan utama seseorang berpisah, perasaan ketika berpisah, suku bangsa dan asal propinsi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi literatur Indonesia tentang kemandirian dan kedewasaan pada mahasiswa/i yang tinggal terpisah dari orang tua.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>