Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamri
"ABSTRAK
Pertumbuhan jumlah industri yang pesat mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi listrik. Tetapi, peningkatan pemenuhan kebutuhan listrik belum diiringi dengan peningkatan keandalan suplai energi listrik. Banyak industri yang mengalami kerugian akibat gangguan suplai listrik.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar biaya kerugian yang ditanggung industri akibat terputusnya suplai energi listrik, juga PLN sebagai pemberi jasa untuk suplai energi listrik pada konsumen. Hasil Kajian ini memperlihatkan, hasil kerugian biaya akibat gangguan terputusnya suplai listrik serta lamanya gangguan dan biaya pengadaan pencegahan terputusnya suplai yang ditanggung industri sebagai pelanggan.
Jumlah kuesioner yang diterima 11 terdiri dari 15 pabrik, dimana industri ada yang mempunyai lebih dari satu pabrik. Hasil analisa kerugian biaya, kerugian tertinggi untuk per-lamanya gangguan adalah Rp 18.916,- per-kWh bagi Industri minuman. Sedangkan biaya per-gangguan adalah Rp 26.676,- per-kW untuk industri alat listrik dan elektronika, untuk biaya pencegahan adalah industri tekstil yaitu Rp 1.426.234.528; pertahun. Sedangkan PLN mengalami kerugian sebesar Rp 10,391 milliar pada tahun 1994 untuk Jakarta dan Jawa Barat.
PLN sepatutnya meningkatkan keandalan pelayanan terhadap pelanggan karena melihat jumlah kerugian yang dialami oleh industri dan kerugian PLN akibat tidak terjualnya kWh karena terputusnya suplai listrik.

ABSTRACT
A rapid industrial growth leads to increase in electrical energy demands. However, the increase in satisfying electrical requirements is not incorporated with the increase in the excellent electric energy supply. Many industries suffered from electrical supply disruption.
This study aim at knowing the amount of financial loss borne to the industry owing to the halt of electric power supply, also PLAN as the service supplier for electric power to consumer. Result of this study shows that the financial are loss owing due to the disruption of electric supply, and duration of halt and is cost of avoiding the supply halt are borne to industry as the subscribe customer.
Total questionnaires received are 11 comprising 15 factories. The result of loss analysis of highest cost; metal product industry, is Rp 26.676,- per-kWh per halt. Halt duration for electrical and electronic product industry is Rp 18.916,- per-kWh and avoiding cost for textile industry is Rp 1.425.234.528,- per year . Whereas PLN lost Rp 10.391 million in 1994 for Jakarta and West Java area.
It suggested that PLN should improve its better service to the customers owing .to the amount of loss due to unsalable kWh because of electric supply halts."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, N. Suriaty
"Sistem tenaga listrik di Indonesia di desain untuk bekerja pada frekuensi listrik 50 Hz, dimana salah sat'u komponen penting yang digunakan pada suatu sistem tenaga listrik adalah transformator. Namun, meski sistem dirancang untuk bekerja pada frekuensi 50 Hz, jenis beban tertentu yaitu jenis beban non-linear, dapat mengakibatkan sistem bekerja tidak hanya pada frekwensi dasar tersebut. Sehagian besar dari distorsi ini merupakan gejala pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat frekuensi dasarnya yang dikenal sebagai distorsi harmonisa. Setiap komponen pada sistem distribusi tenaga listrik dapat dipengaruhi oleh harmonisa walaupun dengan akibat yang berbeda. Meski demikian, pengaruh distorsi harmonisa pada komponen secara umum adalah penurunan kinerja dan bahkan kerusakan.
Oleh karena itu, perlu pada penulisan ini akan dijelaskan hasil pengamatan atas pengaruh distorsi harmonisa pada kinerja transformator sebagai salah salu komponen dasar sistem tenaga listrik Kinerja trafo daya dapat ditentukan melalui parameter rugi-rugi daya yang terjadi pada transformator pada saat melayani beban linier dan non linier. Hasil pengujian menunjukkan bahwa saat bekerja melayani beban, distorsi harmonisa mengakibatkan nilai rugi-rugi daya pada transformator bertambah proporsional terhadap besar arus komponen-komponen harmonisa yang terdapat di dalam arus beban. Kinerja transformator Jaya dapat ditentukan melalui parameter rugi-rugi yang terjadi pada transformator serta penurunan kapasitas kerja atau derating yang juga dapat terjadi akibat distorsi harmonis tersebut. Dan dalam pengamatan ini juga akan dilakukan terhadap pengaruh suhu terhadap pada transformator."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruman Widodo
"Meningkatnya kemakmuran suatu wilayah, salah satunya ditandai dengan meningkatnya permintaan listrik karena sangat dibutuhkan masyarakat wilayah itu untuk menunjang aktivitas dan kenikmatan hidupnya. Untuk menghindari terjadinya pemadaman listrik (black out) karena kekurangan listrik (shortfall) maka perlu perencanaan pembangunan pembangkit listrik yang benar berdasarkan variabel konsumsi listrik tahun sebelumnya dan variabel yang menyebabkan perubahan pada permintaan listrik, misalnya harga listrik dan jumlah pelanggan.
Metodologi penelitian ini menggunakan uji regresi panel data untuk 5 wilayah daerah Jawa-Bali yaitu Jakarta-Tangerang, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali dalam perioda 1994-2002. Varabel terikat yang yang digunakan adalah konsumsi listrik, sedang variabel bebasnya adalah PDRB, pelanggan, harga listrik, jumlah pegawai PLN, dan panjang jaringan.
Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien PDRB, jumlah pelanggan dan panjang jaringan mempunyai tanda positif terhadap permintaan listrik Jawa-Bali, sedangkan harga listrik dan jumlah pegawai mempunyai koefisien yang bertanda negatif terhadap permintaan listrik Jawa-Bali.
Permintaan listrik Jawa-bali pada tahun 2015 akan mencapai 182.952 GWh yang berarti terjadi pertumbuhan sebesar 7,7 % per tahun pada perioda 2003-2015. Untuk memenuhi kebutuhan permintaan listrik tersebut akan membutuhkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 23.999 MW. Investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan pembangkit listrik adalah 15.749 - 19.499 juta dolar. Penambahan bahan bakar yang dibutuhkan sebesar 239,4 ton batubara dan 2,62 TCF. Emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar tersebut adalah sebagai berikut 2,46 juta PM, 1,45 juta SOx, 1,82-4,17 juta ton NOx, dan 171-182 juta CO2."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franky
"Indonesia menggunakan sistem tenaga listrik tiga fasa secara keseluruhan yang disalurkan ke konsumen baik dengan 2 kawat maupun 3 kawat fasa dan 1 kawat netral. Dalam jual-beli listrik yang dilakukan, diperlukan alat ukur energi listrik yaitu kWh-meter yang tersedia untuk satu fasa maupun tiga fasa. Pada sistem arus tiga fasa, daya yang disalurkan sama dengan jumlah daya pada masing-masing fasanya, sehingga hasil pengukuran dengan menggunakan kWh-meter satu fasa dan kWhmeter tiga fasa seharusnya sama. Tetapi pada kenyataanya, hasil pengukuran yang didapat tidak selalu sama.
Dalam sistem tenaga listrik, kinerja pembangkit dan saluran transmisi keadaannya cenderung tetap dalam operasinya. Sedangkan komponen beban merupakan komponen yang paling bersifat variatif atau nilainya berubah-ubah (impedansi dan faktor daya-nya). Perubahan yang terjadi ini juga berbeda-beda pada setiap fasanya, sehingga bukan hanya besar nilai beban yang berubah, tetapi juga menimbulkan ketidakseimbangan.
Skripsi ini menunjukkan bahwa pembebanan tidak seimbang akan membuat hasil pengukuran dengan kWh-meter tiga fasa bergerak lebih besar dari hasil pengukuran dengan kWh-meter satu fasa. Perubahan ini tergantung dari nilai ketidakseimbangan beban yang diberikan.
Karena beban bersifat variatif, maka faktor beban (dalam hal ini ketidakseimbangan beban) menjadi faktor dominan yang mempengaruhi perbedaan hasil pengukuran dengan menggunakan kWh-meter satu fasa dan kWh-meter tiga fasa.

Nationally, Indonesia use three phase electrical system that transmitted by two wires or three phase wire and a netral wire. In electrical transaction, we need energy measurement device called kWh-meter for one phase or three phase electrical circuit. Power in three phase electrical system are similar with sum of each phase power, so the measurement data using one phase or three phase kWh-meter are should be similar. But in fact, the measurement datas is not always similar.
In power systems, generator and transmission line operated in static setting. So, the most affecting component in power systems is load (dynamic set in impedance and power factor). This value of load change not only in a phase. But also in every phase, so it also change the unbalance load.
In this script, will be showed that unbalanced load will cause measurement datas by using three phase kWh-meter move higher that one phase kWh-meter. These changes depended by unbalanced load level given.
Due to variative load, power factor (unbalanced load) will be the main cause that affect difference of measurement datas by using one phase kWh-meter or three phase kWh-meter.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40553
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuwono Wicaksono
"Listrik merupakan sebuah kebutuhan primer di zaman teknologi saat ini. Tak terkecuali di dalam dunia industri. Karena kebutuhan akan listrik yang memiliki ketahanan terhadap gangguan, maka diciptakanlah alat-alat yang mendukung hal tersebut agar system listrik tidak menganggu kegiatan produksi didunia industri.
PT. Chevron Pacific Indonesia yang bergerak dibidang eksplorasi minyak bumi, sangat membutuhkan listrik dengan tingkat kehandalan yang tinggi. Pada tahun 2005, diadakan pembelian produk Static Transfer Switch (STS) untuk meningkatkan produksi minyak mereka. Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi akan energy yang efisien dan tahan terhadap gangguan.
Static Transfer Switch adalah sebuah alat elektronik yang dapat memindahkan secara cepat sumber tenaga listrik dari satu sumber ke sumber lainnya tanpa harus mematikan beban. Kecepatan waktu perpindahan dapat diartikan, jika satu sumber mati, maka STS mengalihkan sumber ke sumber cadangan dengan sangat cepat sehingga beban tidak dapat merasakan pengalihan tersebut. STS dapat melakukan transfer antara dua sumber dengan kecepatan kerja empat sampai 20 milidetik sehingga dapat digunakan untuk mengamankan beban dalam jumlah besar dan beberapa fasilitas lainnya dari gangguan singkat. Kedua buah sumber harus memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda, sehingga beban akan benar-benar tidak terganggu.

Electricity is a primary need in this era of technology, including in the industrial sector. Therefore, to fulfill the demand of reliable electricity against disturbance; there is a necessity to create electrical devices which are designed to meet the required standards in the industrial sector in order to keep the production running.
PT. Chevron Pacific Indonesia , a multinational energy company specifically specializes in the oil exploration, is one of the big industries in high needs. In 2005, this company applied the Static Transfer Switch (STS) so that the oil production would keep increasing. The STS is expected to be part of solution of efficient and resilient energy against disturbance.
Static Transfer Switch is an electronic device that functions to switch the supply of electricity instantly from one source to other source without having to deactivate the connected load. The switching is such a rapid-timing process that the load would not even affected. STS can deal a transfer between two sources within only 4 to 20 milliseconds. This allows STS to safely protect even the massive load and other components from brief disturbance. One of the requirements to make the STS work in full capacity is that the both sources must have similar characteristics so that the load will not be greatly affected.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
R.03.08.163 Wic a
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Ramadhianto
"Di dalam suatu sistem tenaga listrik terdapat suatu faktor yang dinamakan faktor rugi rugi atau penyusutan dari energi. Penyusutan ini dapat ditemui di berbagai tempat pada jaringan tenaga listrik, mulai dari pembangkitan, transmisi, sampai dengan kepada distribusi kepada konsumen.
Terdapat dua jenis penyusutan pada sistem tenaga listrik, yaitu penyusutan teknis dan non-teknis. Penyusutan teknis adalah penyusutan yang terjadi sebagai akibat adanya impedansi pada peralatan pembangkitan maupun peralatan penyaluran dalam transmisi dan distribusi sehingga terdapat daya yang hilang. Penyusutan secara non teknis adalah susut yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembacaan alat ukur, kesalahan kalibrasi di alat ukur, dan kesalahan akibat pemakaian yang tidak sah (pencurian) atau kesalahan kesalahan yang bersifat administratif lainnya.
Penyusutan daya tidak mungkin dihindari karena pada peralatan tidak mungkin memiliki tingkat efisiensi 100%, namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah apakah penyusutan yang terjadi di dalam batas kewajaran. Sebagian besar penyusutan yang ada berada pada jaringan distribusi. Hal ini disebabkan karena pada jaringan distribusi, tegangan yang dipakai berada dalam rentang tegangan menengah dan tegangan rendah. Dimana untuk tegangan menengah dan tegangan rendah, arus yang mengalir pada jaringan nilainya besar untuk nilai daya yang sama, sehingga penyusutan energi juga akan besar.

On power ystem there is a factor known as losses factor of energy. These losses could be found in several places all over power network, from the power plant, transmission system, until the network end in distribution system.
Actually, there are two kinds of losses on power system network, which are technical losses and non-technica losses. Technical losses is losses that happen not only as an effect of impedance on power plant utilities,but also as an effect of impedance on equipment that used in transmission and distribution. In other side, the non-technical losses is a losses that caused by the mistake tha occurred when reading the measurement equipment, the mistake of equipment calibration, and a mistake that caused by illegal user or other administrative mistakes.
We can not avoid energy losses, because the equipment that we used can not possible have 100% efficiency, but there is one thng that should become our primary concern is the losses that occur are still in normal level or not. Mostly the energy losses happen on distribution network. Because on distribution network, the rate of voltage that being used is located in middle voltage and low voltage range. As we know, on middle voltage and low voltage, the amount of current that flow in the cable increasing for the same power. In the simple word, it will cause te energy losses bigger than before.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40523
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Brown, Richard E.
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2009
621.319 BRO e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Spangenberg, Karl R.
New York: McGraw-Hill Book, 1957
621.319 8 SPA f (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S23235
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pansini, Anthony J.
New York: McGraw-Hill, 1983
621.319 2 PAN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>