Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi perilaku oportunistik, terutama incumbent, dalam menggunakan discretionary spending (terdiri dari belanja hibah, bantuan sosial, dan bantuan, keuangan) untuk kepentingan Pemilukada dan menginvestigasi pengaruh discretionary spending terhadap kemenangan incumbent. Total sampel dalam penelitian ini adalah 225 Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selama tahun 2013-2016. Metode yang digunakan adalah content analysis, uji beda, dan uji regresi. Hasil penelitian ini menemukan bukti adanya indikasi perilaku oportunistik incumbent yang dapat dilihat dari rendahnya kualitas pengungkapan, masih banyaknya temuan audit, serta proporsi discretionary spending disekitar tahun Pemilukada yang terbukti lebih tinggi dibandingkan sebelum Pemilukada. Selain itu, Re-election dan re-election time berpengaruh positif terhadap discretionary spending, namun motif oportunistik tersebut dapat ditekan dengan adanya political monitoring dari partai oposisi yang terbukti mempunyai efek negatif terhadap proporsi discretionary spending. Proporsi discretionary spending tidak terbukti berpengaruh terhadap probabilitas kemenangan Incumbent. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori pilihan publik dan juga menguatkan dugaan KPK dan hasil penelitian sebelumnya mengenai motif oportunistik incumbent menggunakan discretionary spending untuk kepentingan politiknya meskipun hal tersebut tidak serta merta membuat incumbent memenangkan kembali Pemilukada. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan input kepada regulator untuk mengembangkan regulasi yang lebih komprehensif untuk membatasi perilaku oportunistik kepala daerah.
This study aims to investigate incumbent opportunistic behavior in using discretionary spending (grant, social assistance, and financial assistance spending) for election purposes and investigate discretionary spending effects on incumbent victories. Total sample is 225 Local Government during year 2013-2016. The method used is content analysis, different test, and regression test. This study found evidence of incumbent opportunistic behavior that can be seen from low disclosure quality, audit findings, and the proportion of discretionary spending around the electoral year that proved to be higher than before the election. In addition, re-election and re-election time have a positive effect on discretionary spending, but the opportunistic motive can be suppressed by the political monitoring that have a negative effect on discretionary spending proportion. Discretionary spending proportion has not been shown to affect incumbent victory probability. The results are in accordance with public choice theory and also corroborate the alleged KPK and previous research results about incumbent opportunistic motives using discretionary spending for its political interests although it does not necessarily make the incumbent win the election. The results of this study are expected to provide input to regulators to develop more comprehensive regulation to limit the opportunistic behavior of regional heads.
Perbedaan pola migrasi antar daerah menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan, salah satunya dari sisi fasilitas serta penyediaan barang dan layanan publik. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong orang untuk melakukan migrasi. Desentralisasi merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi kesenjangan dan mempercepat proses pemerataan pembangunan daerah, diantaranya melalui pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada). Kepala daerah terpilih diharapkan dapat menghasilkan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakatnya. Pada saat pelaksanaan pilkada akan ada perubahan arah kebijakan terkait fasilitas dan penyediaan barang publik dari pemerintah daerah. Hal ini akan mempengaruhi pola migrasi yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pola migrasi pada saat pelaksaan Pilkada di Indonesia menggunakan data Migrasi persemester tahun 2014-2018 dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri pada 514 kabupaten/kota. Hasil estimasi menggunakan model panel fixed effect menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan Pilkada berkorelasi negatif dengan migrasi keluar pada waktu menjelang pelaksanakan pilkada karena adanya efek antisipasi masyarakat terhadap arah kebijakan baru dari calon kepala daerah.
Differences in migration flow between regions suggest a gap in development, such as amenities and public goods provision. Indonesia has decentralized to reduce this gap, including through direct election in region level (Pilkada). The elected leader can provide public goods according to people’s needs and preferences. A change in policy direction related to amenities and the provision of public goods from local government will occur at the time of election. This influences different migration patterns. This study specifies and estimates a panel model for intermunicipal out-migration in Indonesia during the elections period using Indonesia's 514 municipal migration data between 2014 and 2018 from the Ministry of Home Affairs, we show that throughout the observed year our regression analysis demonstrates that there’s a strong lead effect of election on the size of out-migration flows. Our findings thus suggest that local election can reduce outmigration flow due to the effect of public anticipation on the new policy direction of the prospective regional head.