Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Popi Aprilianti
"Cyphomandra betacea Mart. Et. Sendt. yang dikenal dengan nama terong betanda atau terong tamarillo merupakan salah satu jenis buah yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Masyarakat di Brastagi dan Tana Toraja telah memanfaatkannya sebagai bahan baku industri makanan dan minuman seperti selai, jus, dan sirup. Pembudidayaan terong tamarillo diarahkan pada program intensiflkasi yang menuntut ketersediaan bibit siap tanam bcrumur 2-3 bulan. Bibit yang berkualitas dapat dihasilkan melalui tahap pembibitan yang memperhatikan kebutuhan unsur hara melalui pemupukan. Untuk mengetahui kadar pupuk NPK yang tepat telah dilakukan penelitian di rumah kaca Departcmcn Biologi FMIPA-Ul pada bulan Febmari sampai dengan Mei 2003 menggunakan pupuk NPK dengan perbandingan N:P:K masing-masing 5:6:6. Peneliiian bersifat eksperimenial menggunakan Rancangan Acak Lengkap terdiri alas 5 perlakuan, yaitu kadar 0; 0,2; 0.4; 0.6; dan 0,8 g/ 1 kg media' tanaman. Pemberian pupuk dengan cara tugal (7 cm dan batang) sebanyak 6 kali dengan interval waktu 15 hari. sejak hari ke-35 sampai hari ke-110 setelah penanaman biji. Hasil analisis menunjukkan pemberian pupuk NPK kadar 0,2-0,6 g/kg media meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tanaman konirol (0 g), sedangkan pemberian NPK 0,8 g/kg media menyebabkan penurunan rerala seluruh parameter penumbulian yang diukur. Perlakuan kadar 0,6 g/kg media menunjukkan rerata tertinggi untuk jumlah daun (9 helai), luas daun (670.8 cm2), panjang akar (15,375 cm), volume akar (3,188 ml), berat basah (=BB) tanaman (27,25 g). berat kerins (=BK) tanaman (1,412 g), BB tajuk (24,537 g), BK tajuk (0.993 g), BB akar (2,712 g), dan BK akar (0,419 g). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 0,6 g NPK/ kg media/ tanaman merupakan kadar yang sesuai bagi pertumbuhan bibit tanaman terong tamariHo.

Cyphomandra betacea Mart. Et. Sendt known as tamarillo has become a potential fruit to be developed in Indonesia. People in Brastagi and Tana Toraja have used tamarillo as raw material for food and beverages such as jam. juice and lemonade. Crop improvement of tamariHo is focused on intensification program which needs availability of 2-3 months of seedlings. Good quality seedlings can be obtained by sequential seedling, that focus on nutrient requirement through fertilizer application. To determine the right dose of NPK. research has been done under green house condition from February until May 2003 using NPK fertilizer with a ratio of 5:6:6 respectively. The research design was a completely randomized design with five treatments, which are 0; 0.2; 0.4; 0.6; and 0.8 g/1 kg media. Fertilizer was applied by burying the NPK 7 cm away from the stem, 6 times with 15 days interval, starting from the 35th day until 110th day after sowing. Analysis show that NPK with a dose of 0.2 - 0.6 g/kg media increased plant growth compared to control (0 g), while NPK 0.8 g/kg media caused a decrease in all growth parameters. Treatment 0.6 g/kg of NPK showed the highest average for leaf number (9), leaf area (670,8 cm2), root length (15,375 cm), root volume (3,188 ml), plant fresh weight (=FW) (27,25 g), plant dry weight (-DW) (1,412 g), canopy FW (24,537 g), canopy DW (0,993 g), root FW {2,712 g), and root DW (6,419 g). Therefore, it can be concluded that 0.6 g NPK /kg media/plant was the right dose for growth of tamarillo seedlings."
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2005
SAIN-10-2-2005-26
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Maretha Putri
"Terjadi penurunan jumlah produksi Terung ungu (Solanum melongena L.) akibat berkurangnya lahan pertanian dan hanya tersisa lahan marginal dengan kondisi tanah yang kurang optimal. Di Indonesia terdapat banyak lahan marginal seperti tanah salin yang kurang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian sehingga perlu dilakukan penanaman tanaman pada lahan marginal dengan memilih varietas tumbuhan budidaya yang toleran terhadap kondisi lingkungan lahan marginal. Tanaman terung diduga dapat menyintesis senyawa prolin ketika dihadapkan dengan cekaman salinitas sebagai bentuk pertahanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons tanaman terung melalui pengamatan parameter kuantitatif, kualitatif, dan kadar senyawa prolin yang dihasilkan saat diberikan perlakuan berupa kadar salinitas (NaCl) pada konsentrasi 0% (kontrol), 0,3%, 0,6%, dan 0,9%. Penanaman terung dilakukan selama 40 hari dengan pemberian perlakuan salinitas (NaCl) setiap 2 hari selama 14 hari terakhir. Metode yang digunakan untuk analisis prolin adalah metode Bates, dkk. (1973). Hasil penelitian menunjukkan pemberian perlakuan salinitas pada konsentrasi yang sudah ditentukan terhadap tanaman terung berpengaruh nyata (Sig. < 0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, berat segar tanaman, dan klorofil tanaman. Prolin juga berhasil diproduksi oleh terung yang diberikan perlakuan cekaman dan terjadi peningkatan antar perlakuan kontrol, perlakuan NaCl 0,3% dan 0,9%. Namun, terdapat penurunan produksi kadar prolin pada perlakuan 0,6%. Tidak terdapat hubungan antara kadar prolin dengan parameter kuantitif, namun terdapat hubungan antara kadar prolin dengan parameter kualitatif seiring meningkatnya konsentrasi cekaman NaCl yang diberikan.

Eggplant (Solanum melongena L.) production has declined due to a decrease in available agricultural land and only marginal land remains with suboptimal soil conditions. In Indonesia, there is plenty of marginal land such as saline soil that underutilized for agriculture, so it is necessary to planting plants on marginal land by selecting cultivated plants that are tolerant of marginal land environmental conditions. Eggplant is thought to synthesize proline compounds when faced with salinity as a form of defense. This study aims to determine the quantitative and qualitative parameters also the level of the proline compounds produced by eggplants when treated in salinity (NaCl) at concentrations of 0,3%, 0,6%, and 0,9%. The planting carried out for 40 days with giving salinity treatment every 2 days on the last 14 days. The method used for proline analysis is the Bates, et al. method (1973). Results show the treatment of salinity at a predetermined concentration on eggplant has a significant effect (Sig. < 0.05) on plant height, number of leaves, root length, fresh weight, and chlorophyll content. Proline is also successfully produced by plants and there is an increase in control treatment, NaCl treatment 0,3%, and 0,9%. However, there was a decrease in proline production in the treatment of 0,6%. There was no relation between proline levels and quantitative parameters, but there is a relation between proline levels and qualitative parameters as the NaCl stress concentration increased."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josiana Nethania
"Peningkatan kebutuhan pangan yang diproduksi secara berkelanjutan terhambat oleh keterbatasan lahan subur. Perluasan lahan pertanian dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan marginal yang dicirikan dengan pH masam, defisiensi unsur P, Ca, dan Mo, serta toksisitas Al dan Mn. Amelioran tanah masam yang biasa digunakan oleh petani adalah dolomit. Eco-enzyme merupakan cairan hasil fermentasi sisa buah dan sayur yang berfungsi sebagai pupuk organik dan berpotensi dapat meningkatkan pH tanah. Terung ungu (Solanum melongena L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura penting di Indonesia yang tumbuh pada tanah sedikit masam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah eco-enzyme dapat berfungsi sebagai amelioran tanah masam serta konsentrasi optimal untuk meningkatkan pH tanah, mengetahui dampak eco-enzyme pada pertumbuhan tanaman S. melongena, dan membandingkan kemampuan eco-enzyme dan dolomit sebagai amelioran. Penelitian meliputi tahap pembuatan eco-enzyme buah, sayur dan campuran dan pengencerannya menghasilkan tiga konsentrasi yang berbeda, penanaman dan pengamatan pertumbuhan terung, serta analisis tanah. Parameter pertumbuhan yang diukur meliputi parameter vegetatif dan generatif, serta parameter lingkungan. Eco-enzyme dapat berfungsi sebagai amelioran tanah masam, terlihat dari semua perlakuan eco-enzyme telah berhasil menaikkan pH tanah secara nyata (P < 0,05). Aplikasi eco-enzyme memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman S. melongena, terlihat dari tinggi tanaman, berat, jumlah bunga, serta umur berbunga yang berbeda secara nyata (P < 0,05) terhadap kontrol. Eco-enzyme memiliki kemampuan sebagai amelioran sama baiknya dengan dolomit karena dapat mempertahankan pH tanah pada nilai yang sama, dan bahkan lebih baik dari dolomit karena menaikkan pH tanah menjadi lebih tinggi.

The increasing demand for sustainable food production is impacted by the limited availability of fertile ground. Agricultural land expansion into utilizing marginal land with acidic soil, P, Ca, and Mo deficiency, as well as Al and Mn toxicity is a possible alternative. Dolomitic lime is a common soil ameliorant. Eco-enzyme is the liquid product from the fermentation of fruit and vegetable waste that serves as an organic fertilizer and potentially could raise soil pH. Eggplant (Solanum melongena L.), one of the most important crops in Indonesia, can grow on slightly acidic soil. The aim of this research is to determine whether eco-enzyme could ameliorate acidic soil and its optimum concentration in doing so, to determine the effect of eco-enzyme on the growth of S. melongena, and to compare the ability of eco-enzyme and lime in raising soil pH. This research began with fruit, vegetable and mixed eco-enzyme production and its subsequent dilution into three concentrations, followed by eggplant planting and observation, and lastly soil analysis. Vegetative and generative growth traits as well as environmental parameters are measured. Eco-enzyme raised soil pH significantly (P < 0.05) compared to the control. Eco-enzyme application had a positive effect on eggplant growth as observed in the significant (P < 0.05) increase of plant height, weight, number of flowers, and earlier age of flowering. Eco-enzyme had a similar effect as lime on soil pH as their pH were not significantly different and some eco-enzyme treatments resulted in higher pH than soil treated with lime."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library