Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sasanti Yuniar
Abstrak :
ABSTRACT
Abbreviated Conners' Teacher Rating Scale (ACTRS) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diuji validitasnya sebagai penyaring Gangguan Pemusatan Perhatian dengan Hiperaktivitas (GPPH), serta reliabilitasnya untuk digunakan oleh guru Sekolah Dasar. Diperiksa 66 anak Sekolah Dasar sebagai subjek penelitian, yang terbagi atas kelompok GPPH sebanyak 33 orang dan kelompok kelola dalam jumlah yang sama. ACTRS terbukti sahib sebagai alat penyaring GPPH, pada "cutoff score" 12 dan 13 dengan sensitivitas ? 90%. ACTRS juga terbukti dapat dipercaya ("reliable") untuk digunakan oleh guru Sekolah Dasar. llntuk penggunaan secara umum dianjurkan memakai "cutoff score" 13, karena jarak kesalahannya, baik yang "false positive" maupun yang "false negative" masing-masing kurang dari 10%.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belline Sucipto
Abstrak :
Sindroma Down adalah suatu kelainan genetik yang disebabkan kesalahan pembagian set yang terjadi sasudah pembuahan sehingga memiliki kelebihan satu kromosom pada setiap selnya, yaitu 47 kromosom. Kelebihan kromosom ini berdampak pada ciri-ciri fisik pada anak Sindroma Down (Mangunsong dick, 1998). Selain ciri-ciri fisik, anak Sindroma Down memiliki keterbelakangan mental dari mild hingga moderate yang berdampak pada keterlambatan kognitif, bahasa, kemampuan bina diri dan sosial (Hallahan & Kauffman, 2006)

Untuk mengembangkan potensi anak Sindroma Down secara maksimal, diperlukan kolaborasi antara rumah dan sekolah. Dalam konteks sekolah, kolaborasi merupakan interaksi langsung minimal antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang sederajat dan sukarela, keduanya terlibat dalam pembuatan keputusan bersama untuk mencapai suatu tujuan (Gable & Manning, 1997). Kolaborasi membawa dampak positif bagi tenaga profesional baik guru maupun terapis, orang tua, dan tentu saja anak Sindrorna Down itu sendiri.

Salah satu sekolah yang khusus menangani anak Sindroma Dawn di Jakarta adalah sekolah M. Sekolah ini memiliki sembilan murid dengan empat guru dan dua terapis. Berdasarkan pengamatan peneliti, baik guru, terapis, dan orang tua jarang bertemu dan berdiskusi. Melihat fenomena ini, peneliti ingin meneliti gambaran kolaborasi guru, terapis, dan orang tua di sekolah ini, dan secara khusus mengenai aspek-aspek kolaborasi yang penting bagi guru dan terapis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang gambaran kolaborasi guru, terapis, dan orang tua anak Sindroma Down di sekolah M. Hasil penelitian ini berupa data partisipan penelitian, gambaran umum sekolah M, gambaran umum kolaborasi guru, terapis, dan orang tua anak Sindroma Down. Data ini diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif secara mendalam terhadap tiga orang partisipan, yaitu dua guru dan satu terapis yang menangani anak Sindroma Down minimal satu tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum terjadi kolaborasi di sekolah M. Kolaborasi dapat terjadi apabila ada dukungan dari kedua pihak, tenaga profesional bersikap terbuka, mau mendekatkan diri kepada orang tua, dan orang tua mau menerima keadaan anak sepenuhnya.

Dalam penelitian ini, guru menginginkan hubungan timbal balik, komunikasi yang lancar dengan orang tua karena guru menganggap orang tua sangat berperan dalam perkembangan anak Terapis merasa tidak perlu melibatkan orang tua pada penentuan tempi, karena terapis merasa orang tua sudah menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya ke sekolah dan hanya menginginkan anaknya tidak memalukan di hadapan saudaranya.

Dalam penalitian ini juga ditemukan komitmen dalam aspek nilai berkaitan dengan aspek peran, yaitu melakukan observasi dan memuat laporan. Selain itu juga ditemukan keterkaitan antar aspek nilai, yaitu kedudukan yang sederajat dan sikap terbuka. Aspek keterampilan, dalam hat ini pengetahuan dan kompetensi menjadi dasar dari aspek peran. Dari data demografis, ditemukan pengalaman berkaitan aspek keterampilan, yaitu pengetahuan dan kompetensi. Dan semua aspek yang mendukung terjadinya kolaborasi antara guru, terapis dengan orang tua, guru menekankan komunikasi dan empati, sedangkan terapis menekankan keterampilan menangani anak (kompatensi).
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie Tjun Tjie
Abstrak :
ABSTRAK
Munculnya isu penelitian ini diawali dengan adanya tingkat kesenjangan yang signifikan di bidang studi perancangan arsitektur, yaitu antara konsep verbal yang diinginkan oleh seorang perancang dengan konsep figural yang dihasilkan. Hasil pengamatan banyak menunjukan pola hubungan yang tidak signifikan atau tidak sejalan. Peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh terhadap fenomena tersebut.

Melalui kajian bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan, peneliti menganalisis beberapa teori yang relevan seperti; teori kreativitas khususnya pada proses berpikir kreatif teori perancangan arsitektur, dasar-dasar teori neurologi, dan teori belajar. Hasil analisis beberapa teori tersebut disintesakan oleh peneliti dalam bentuk model pembelajaran yaitu ?model pembelajaran transfomasi kreatif dalam proses berpikir?.

Tujuan penelitian adalah ingin membuktikan pengaruh model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir terhadap prestasi belajar di bidang perancangan arsitektur (bangunan). Sedangkan masalah utama penelitian ini adalah ?apakah ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar pada matakuliah perancangan arsitektur yang disebabkan oleh model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir dan model pernbelajaran konvensional (analisis tugas)?.

Prosedur penelitian meliputi: sampel berasal dari mahasiswa arsitektur, metode yang digunakan untuk interpretasi hasil penelitian menggunakan rancangan eksperimen, alat analisis datanya menggunakan Uji-U, dan koefisien jalur atau path analysis.

Dari hasil analisis atau olah data, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar antara kelompok yang diberi model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir dan model pembelajaran konvensional (analisis tugas), disamping itu terdapat juga peningkatan yang signifikan pada kemampuan berpikir transformasi kreatif pada kelompok yang diberi model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir serta mampu menghasilkan karya-karya kreatif dan inovatif.

Model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir ini merupakan inovasi terkini (2005) dalam ilmu psikologi khususnya bidang kreativitas dan perancangan arsitektur.
Abstract
The emergence of the research topic was initiated by the significant discrepancies found in the field of architectural designs, particularly between the verbal concept, which is desired by a designer and the figural concept, which results in. The results of the observation have indicated that the relationship is not significant or inconsistent. The researcher is interested to explore such phenomena further.

Based on the analysis in the psychological Held, particularly the educational psychology, the researcher attempted to analyze some relevant theories, such as: creativity theory - particularly the creative thinking process, theory of architectural designs, basic theory of neurology, and theory of learning. The results of the analysis on the theories are synthesized by the researcher in the form of a learning model, which is ?the creative transformational learning model of the thinking process".

The objective of the research is to prove the influence of the creative transformational learning model of the thinking processes on the academic achievements in the areas of architectural designs. Whereas the main problem of this research is whether there is a significant difference between the academic achievements in the architectural design class, caused by the creative transformational learning model of the thinking process and the conventional learning model (based on the assignment analysis)

The research procedure includes the following aspects: samples taken from the architect students. The research methods used to interpret the data were based on the experimental design. The data analysis tools used were the U-Test and path analysis.

Based on the data analysis, it is indicated that there is a significant difference towards die academic achievements between the groups where the creative transformational learning model was applied and the groups where the conventional learning model was applied. Some significant components, which have contributed to the academic achievements, are as follows: the improvement of the creative transformational abilities and the works produced are innovative and original.

The creative transformational learning model of the thinking process is the most recent innovation in Psychology, specifically in the areas of creativity and architectural designs.
2005
D684
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avecienna
Abstrak :
ABSTRAK
Rendahnya mutu dan prestasi belajar matematika, yang mempakan mata pelajaian yang sangat penting untuk masa depan siswa terutama siswa sekolah dasar, merupakan raasalah yang dihadapi berbagai pihak, karena matematika berperan untuk melatih aspek-aspek beipikir yang juga digunakan dalam berbagai mata pelajaran lainnya. Penelitian yang dilakukan Miller dkk. (1996) pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah matematika menemukan beberapa jenis orientasi tujuan akademik (OTA) yang mempunyai hubungan dengan prestasi belajai- matematika. Menmnt mereka pengadopsian jenis OTA tertentu memungkinkan teijadi tidaknya proses belajar matematika yang optimal. Penelitian ini mencoba mengembangkan penelitian Miller ini pada budaya dan sampel yang berbeda yaitu pada murid-murid sekolah dasar di Indonesia. Penelitian dilakukan pada 109 siswa SD I dan SD 11 Yasporbi Jakaita Selatan untuk menguji kembali hubungan antara pengadopsian jenis-jenis OTA dengan prestasi belajar matematika mereka. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. InstTumen yang digunakan pada penelitian ini kiiesioner OTA yang mempakan hasil modifikasi dari alat Survey toward Mathemaiic dari Miller dkk. (1996).sedangkan untuk pengukuran prestasi matematika digunakan nilai rapor siswa tiga caturwulan terakhir yang dijadikan skor skala {standarl score). Untuk pengolahan data digunakan teknik statistik pariial correlation dengan kovarian rctw score Raven's Standard Progressive Matrices untuk mengontrol intelegensi. Penelitian ini tidak mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian Miller dkk. (1996) yang menyatakan bahwa jenis OTA future consequences, OTA learning goals dan OTA performance goals mempunyai hubungan bermakna positif dengan prestasi belajar maatematika siswa. Hasil penelitian ini mendapatkan hasil bahwa jenis OTA future consequences goals, learning goals, dan pleasing the family goals tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan prestasi belajar matematika. Sedangkan jenis OTA performance goals dan OTA pleasing the teacher mempunyai hubungan yang bermakna secaia berlawanan (negatif) dengan prestasi belajar matematika.
1999
S2586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Sari Dewi
Abstrak :
Teori Goals orientation menjelaskan kinerja dan proses belajar anak dalam tugas-tugas akademik dan lingkungan sekolah (Pintrich, 1996). Lebih lanjut lagi i^oal orientation menjelaskan alasan-alasan mengapa siswa berusaha untuk mencapai prestasi akademis (Ames, 1992; Dweck & Legget, 1998; Nicholls 1984 dalam Wentzel 1998). Para ahli goal orientation menemukan dua tipe goal yang diadopsi siswa yang dapat mempengaruhi pelibatan siswa dalam tugas yaitu fask-invoh ed orientation dan ego-involved orientation (Nicholls, 1984 dalam Pintrich, 1996) yang memiliki perbedaan dalam memandang kemampuan dan usaha. Siswa yang mengadopsi task-involved oriental ion adalah yang memiliki keinginan untuk memperoleh prestasi atau sukses Nan berasal dari proses belajar melalui minat terhadap pengembangan keterampilan baru, penguasaan terhadap tugas, perbaikan kemampuan dan kinerja-dan menjadikan kemajuan diri sendiri sebagai acuan kesuksesan. Sedangkan siswa yang mengadopsi ego-involved orientation memiliki keinginan mencapai sukses yang berasal dari penilaian orang lain terhadap hasil/performansi pada tugas, hal ini disebabkan oleh keyakinan bahwa hasil/performansi yang tinggi disebabkan oleh kemampuan yang tinggi juga. Dilain pihak kesulitan atau kegagalan adalah hal yang biasa ditemui ketika mempeiajari sesuatu terutama peiajaran matematika. Namun sering kali terjadi bila individu mengalami kegagalan yang berulang-ulang terjadi perubahan performansi berupa kinerja- yang memburuk yang disebabkan oleh keyakinan bahwa hasil yang diperoleh tidak ada hubungannya dengan usaha melainkan dipengaruhi oleh faktor diluarnya, individu yang demikian dikatakan mengalami learned helpless (Diener & Dweck, 1978 dalam Hokoda & Fincham, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua tipe goal orienfation dengan pola motivasi learned helplessness. Elliot dan Dweck (1988 dalam Hokoda &. Fincham) menyebutkan bahwa anak-anak yang berpola motivasi helpless memiliki ego-involved orienia/ion, sedangkan anak-anak dengan pola motivasi mastery-oriented memiliki task-involved orientation. Maka dapat ditegakan hipotesis bahwa taskinvolved berhubungan negatif dan sigifikan dengan learned helplessness sedangkan ego-involved berhubungan positif yang signifikan dengan learned helplessness. Selanjutnya dilakukan penelitian terhadap siswa kelas 1 SMP Al-Izhar, Jakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner goal orientation dan kuesioner learned helplessness pada pelajaran matematika. Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi Pearson's Product Moment. Dari hasil perhitungan ditemukan bahwa task-involved orientation berhubungan negatif yang signifikan dengan learned helplessness (r=-0,462 los 0,05), sedangkan ego-involved tidak berhubungan secara signifikan dengan learned helplessness. Dari hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi task-involved orientation kecenderungan helpless dalam pelajaran matematika semakin rendah. Karena perhitungan tidak dapat menunjukkan hubungan yang signifikan dengan learned helplessness peneliti menduga hal ini mungkin disebabkan oleh sampel yang homogen dan tambahan pula pengujian validitas instrumen goal orientation belum pernah diteliti menggunakan kriterion eksternal. Sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya sampel penelitian berasal dari berbagai sekolah agar diperoleh sampel yang heterogen, karena diduga latar belakang sekolah, faktor keluarga dan perlakuan guru mempengaruhi goal orientation. Untuk penelitian selanjutnya dapat berupa pengujian validitas instrumen goal orientation menggunakan kriterion eksternal.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Rini Lutanida
Abstrak :
Berbeda dari pendekatan tradisional yang selama ini cenderung mengutamakan pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan siswa seraata, menurut perspektif konstruktivisme sasaran utama dari sistem pengajaran di sekolah lebih difokuskan pada hal-hal afektif seperti learning how to learn dan juga untuk mengembangkan kreativitas dan potensi manusia. Oleh sebab itu yang lebih diutamakan dari proses belajar adalah mengembangkan aspek-aspek yang ada didalam diri individu. Ide yang ingin disampaikan oleh pendekatan ini ialah anak sebagai seorang pelajar atau siswa seharusnya mampu mengarahkan pendidikan bagi dirinya sendiri. Pandangan ini mensyaratkan agar siswa dapat lebih aktif berperan dalam proses belajaraya, ungkapan ini dikenal dengan istilah self-regulated learning. Salah satu ciri yang dimiliki seorang self-regulated learner ialah siswa tersebut lebih mengandalkan penggunaan metode belajar yang terencana dan otomatis atau sering disebut strategi belajar. Dalam kegiatan belajar akademis, self-regulation siswa dapat diamati melalui berbagai strategi belajar yang digunakannya saat menghadapi tugas. Strategi belajar adalah proses yang diarahkan siswa untuk memperoleh keterampilan atau informasi. Tindakan ini dipersepikan oleh siswa sebagai alat dan juga perantara dalam mencapai tujuan belajar. Prinsip ini menjadi latar belakang penelitian yang secara umum diarahkan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku self-regulated siswa. Temuan para ahli mendukung diungkapkannya hubungan antara kineija akademis siswa dengan peran aktifhya dalam mengarahkan proses-proses metakognitif, motivasi, dan perilakunya sewaktu belajar. Dengan demikian tampak bahwa ada peibedaan individu dalam mengaktualisasikan keterampilan belajar tersebut. Siswa yang aktif mengarahkan diri sendiri akan mampu mengoptimalkan hasil belajamya atau sering dikatakan sebagai prestasi akademis. Dengan perkataan lain model self-regulated learning ini identik dengan siswa-siswa yang berprestasi {high achievers). Kelebihan yang dimiliki oleh kelompok siswa ini diantaranya, mereka mempunyai tujuan belajar yang lebih spesifik dan lebih mampu menggunakan strategi-strategi belajar yang sesuai utuk memenuhi harapannya tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran penggunaan strategi self-regulated learning pada kelompok siswa yang berpotensi tinggi (unggul) dengan siswa yang berpotensi lebih rendah. Penelitian ini diarahkan untuk nienggali perbedaan penggunaan strategi belajar diantara dua kelompok siswa tersebut. Sampel yang digunakan adalah siswa sekolah pada SMUN unggulan dan siswa sekolah SMUN non-unggulan di DKI Jakarta. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuisioner SRLIS-Q. Alat ukur yang ikembangkan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) ini dirancang untuk menggali strategi-strategi self-regulated learning yang digunakan siswa sekolah dalam kegiatan belajamya. Studi ini melibatkan 73 orang subyek penelitian, yang terdiri dari 37 orang subyek yang berasal dari SMUN unggulan dan 36 orang subyek yang berasal dari SMUN non-unggulan. Berdasarkan respon yang terkumpul dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan range penggunaan strategi diantara kelompok siswa unggulan dan kelompok siswa non-unggulan tidak jauh berbeda.Urutan strategi yang paling sering digunakan oleh masing-masing kelompok siswa memperlihatkan pola yang berbeda. Berdasarkan basil penelitian ditemukan ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan dua macam strategi. Satu diantaranya menunjukkan bahwa kelompok siswa unggulan lebih sering menggunakan strategi "writing outline/darft", hal ini menunjukkan upaya siwa untuk meningkatkan basil belajar dengan mengatur kembali materi pelajaran baik secara overt maupun covert. Proses ini berfimgsi untuk mengoptimalkan proses metakognitif siswa. Perbedaan signifikan lainnya adalah pada penggunaan strategi "seeking information", hal ini mengindikasikan bahwa kelompok siswa unggulan lebih berinisiatif untuk mencari informasi yang berasal dari sumber nonsosial seperti perpustakaan dan media massa. Data basil penelitian menunjukkan bahwa tipe strategi yang paling sering dan konsisten digunakan oleh kedua kelompok subyek adalah sama yaitu strategi "seeking peer assisstance". Dengan cara ini berarti siswa tersebut berupaya untuk mengoptimalkan lingkungan belajamya, dapat dikatakan teman mempakan sumber utama yang paling diandalkan sebagai dukungan sosial dibandingkan guru atau orang-orang terdekat lainnya. Menyimak basil yang diperoleh dari penelitian ini, kelompok siswa yang sering diasumsikan sebagai siswa berprestasi (unggulan) cenderung memperoleh nilai yang lebih tinggi pada sebagian besar kategori strategi yang ada. Temuan ini mengindikasikan bahwa siswa dengan prestasi yang lebih rendah kurang memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi belajar secara selektif. Faktor lain yang diduga juga turut mempengaruhi berkaitan dengan motivasi siswa, diasumsikan bahwa untuk meraih prestasi tidak cukup hanya mengandalkan aktualisasi strategi kognitif saja tetapi siswa juga harus termotivasi untuk menggunakan strategi tersebut. Teori sosial kognitif mendukung penjelasan ini dengan uraiannya tentang self-efficacy sebagai faktor kunci yang mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan uraian tersebut disarankan perlu penelitian lanjutan yang membahas selfefficacy subyek sebagai faktor lain diluar kemampuan yang juga memberi andil dalam menentukan keberhasilan seorang siswa. Mengingat besarnya pengaruh self-regulative knowledge dalam efektivitas penggunaan strategi maka dibutuhkan suasana akademis yang baik didalam kelas, misalnya dengan mengadakan latihan-latihan tertentu. Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan belajar ini sangat dibutuhkan agar nantinya siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas yang lebih sulit pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti di universitas.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sentari
Abstrak :
ABSTRAK
Penguasaan bacaan, dalam hal ini recall bacaan, sebagai sarana memperoleh pengetahuan siswa, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain strategi belajar. Dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh penggunaan strategi belajar dalam membaca, yaitu strategi yang digunakan untuk mengolah informasi dalam teks bacaan, sehingga proses penguasaan dan pemahaman bacaan dapat lebih efektif dan efisien. fc Atkinson dan Shifffin (dalam Reed, 1996) menyatakan bahwa salah satu strategi yang dapat digunakan seseorang dalam memperlajari informasi untuk memfasilitasi perolehan pengetahuan adalah imaging. Jacob (dalam Sadoski, 1983) menguatkan bahwa kemampuan subyek untuk menghasilkan atau menggunakan mental imagery untuk memahami bacaan adalah faktor utama untuk membedakan antara pembaca yang baik dan tidak. Sehingga, pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah mengukur sejauhmana penggunaan strategi mental imagery dapat berpengaruh secara signifikan terhadap recall bacaan dan sekaligus melihat gambaran strategi mental imagery yang digunakan selama membaca pada siswa SMU Negeri I Depok. Teori Kognitif Dual Coding memiliki kapabilitas untuk menjelaskan tentang mental imagery dalam kinerja kognisi., dimana Dual Coding Theory membagi sistem kognisi menjadi dua subsistem representasi mental, verbal dan imagery. Kedua subsistem ini terpisah, tapi terhubung satu sama lain, dengan cara paralel atau dalam suatu integrasi (Sadoski & Paivio, 1994) Metode yang digunakan adalah situasi eksperimental dengan menggunakan disain randomized, two group design, posttest only. Ada dua kelompok independen, dimana kelompok pertama akan dijadikan kelompok eksperimen yaitu kelompok yang dilatih menggunakan dan dinstruksikan menggunakan strategi belajar mental imagery dan melakukan think-aloud selama membaca; sedangkan kelompok kedua akan dijadikan kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak dilatih menggunakan strategi tersebut namun tetap melakukan think-aloud selama membaca. Setelah proses membaca selesai, kedua kelompok diminta untuk melakukan free recall terhadap bacaan. Data verbatim think-aloud dan pernyataan-pernyataan dalam free recall dirating ke dalam kategorisasi terlengkap dan reliabel yang pernah ada (Sadoski, dkk., 1990). Untuk pengolahan pernyataan-pernyataan recall dan verbatim mental imagery menggunakan teknik pengujian U-Mann Whitney sebagai analisa utama, dan teknik pengolahan persentase sebagai analisa tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa tidak ada satu subkategoripun yang berbeda secara signifikan dalam hal recall bacaan antara kedua kelompok independen. Analisa tambahan menggunakan pengolahan persentase mengindikasikan ada pebedaan kemampuan menghasilkan free recall bacaan antar subyek dalam setiap kelompok. Selain itu, ada perbedaan karakter yang menandai proses pengkodean bacaan selama membaca, yang direpresentasikan lewat hasil free recall subyek. Karakter pada kelompok eksperimen adalah pada pernyataan recall yang merupakan kalimat sendiri, dan tidak terdapat pada teks serta masih berhubungan dan sesuai dengan isi kalimat pada teks; dan pada pernyataan recall yang merupakan elaborasi dari satu atau beberapa T-unit pada teks. Sedangkan pada kelompok kontrol, karakter yang menandai proses pengkodean bacaannya ada pada pernyataan recall yang berhubungan langsung dengan satu T-unit dengan sedikit kesalahan atau bagian yang hilang, tapi tanpa merubah makna kalimat pada teks ; pernyataan recall yang merupakan gabungan dari beberapa T-unit pada teks; dan pada pernyataan recall yang merupakan bagian dari satu T-unit pada teks. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa gambaran strategi mental imagery kedua kelompok independen berbeda. Dari pengujian signifikansi didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada gambaran strategi mental imagery antara kedua kelompok. Subkategori yang berbeda adalah pada mental imagery yang merupakan elaborasi dari satu atau beberapa T-unit, mental imagery yang merupakan sintesa dari dua atau beberapa T-unit, mental imagery yang termasuk komponen sintesa, dan mental imagery yang menggunakan modalitas ganda. Hasil pengolahan persentase mengindikasikan ada perbedaan kemampuan menghasilkan mental images antara kedua kelompok. Selain itu ada perbedaan karakter yang menandai proses membaca pada kedua kelompok. Pada kelompok eksperimen subkategori yang menandai proses membacanya adalah pada mental imagery yang merupakan elaborasi dari satu atau beberapa T-Unit, mental imagery yang merupakan sintesa dari satu atau beberapa T-unit, dan mental imagery yang menggunakan kata-kata sendiri dan tetap konsisten dengan isi kalimat pada teks. Sedangkan pada kelompok kontrol, karakter yang menandai proses membacanya adalah mental imagery yang konsisten dengan isi kalimat pada teks, dan kategorisasi terhadap mental imagery yang termasuk komponen sintesa. Untuk penggunaan modalitas dalam mental imagery-nya, subkategori yang persentasenya cenderung kepada kelompok eksperimen adalah pada modalitas ganda dan modalitas afeksi. Sedangkan pada kelompok kontrol adalah modalitas visual dan kinestetik.
2002
S3090
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Emil Mukti
2004
S3355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Washarti Siregar
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pembelajaran di Sekolah Dasar di Brisbane, Australia. Antara masyarakat Indonesia dan masyarakat Barat terdapat banyak perbedaan. Contohnya, masyarakat Barat, termasuk Australia dididik untuk berpikir mandiri dan kritis, sedangkan masyarakat Timur, termasuk Indonesia tidak dibiasakan untuk mengemukakan pendapatnya di dalam kelas. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor kultur dan pendidikan yang berbeda. Karena faktor kultur mencakup hal-hal yang cukup luas, maka skripsi ini hanya akan meneliti faktor pendidikan. Penelitian ini akan membahas faktor-faktor yang terkait dalam proses pembelajaran seperti kurikulum, metode pengajaran, cara evaluasi dan pengelolaan kelas. Kurikulum adalah perencanaan untuk belajar, yang disusun agar siswa memiliki serangkaian pengalaman yang berurutan dengan tujuan supaya siswa dapat lebih disiplin dalam berpikir dan bertindak (Mclnemey & Mclnemey, 1998). Metode pengajaran adalah pengulangan dari bentuk tingkah laku guru yang bisa diterapkan ke berbagai macam mata pelajaran (Gage & Berliner, 1991). Metode pengajaran yang digunakan dalam skripsi ini meliputi metode-metode pengajaran oleh Gage dan Berliner (1991) serta Barry dan King (1998). Evaluasi siswa adalah pengujian dari pekeijaan siswa yang dilakukan di sekolah (Slavin, 1991). Tujuan dari pengaturan kelas adalah untuk mempertahankan lingkungan belajar yang positif dan produktif (Woolfolk, 1998). Apabila diperoleh gambaran proses pembelajaran di Australia, maka diharapkan metode yang sama dapat diterapkan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada seorang guru kelas dua Sekolah Dasar Rainworth, Bardon, Brisbane, Australia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan tipe studi kasus. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dan mengajukan pertanyaan melalui e-mail. Proses pengumpulan data dilanjutkan dengan analisa data. Proses analisa data ini menggunakan metode-metode pengajaran dari Gage dan Berliner serta teori pendidikan adaptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek guru menggunakan kurikulum pemerintah yang dapat dimodifikasi oleh guru. Secara umum, metode pengajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan metode-metode yang dikemukakan oleh Gage dan Berliner (1991) serta Barry dan King (1998), yaitu pendekatan humanistik dan metode adaptif. Kemudian tampak pula bahwa guru menggunakan evaluasi formal dan informal untuk mengetahui kemampuan orang tuanya. Selain itu, ia merasa memiliki hubungan yang baik dengan murid-muridnya serta orang tua mereka. Pada penelitian di masa yang akan datang, peneliti sebaiknya memiliki waktu yang memadai sehingga dapat melakukan observasi-observasi dan wawancarawawancara lanjutan. Selain itu, disarankan agar menggunakan subyek yang lebih banyak di penelitian yang akan datang. Salah satu saran lain untuk penelitian lanjutan adalah penggunaan gabungan dari metode kualitatif dan kuantitatif agar mendapatkan data yang lebih kaya. Melakukan perbandingan, misalkan membandingkan proses pembelajaran di Australia dengan di Indonesia, juga adalah salah satu hal menarik yang dapat dilakukan peneliti selanjutnya.
2005
S3387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>