Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Hidayati
Abstrak :
Pengelolaan ekosistem lamun yang tepat perlu dilakukan untuk mencapai keberlanjutan. Pendekatan yang dapat digunakan yaitu jasa ekosistem. Tujuan riset ini adalah menganalisis struktur komunitas lamun, nilai ekonomi ekosistem lamun, serta persepsi pemangku kepentingan, penduduk, dan wisatawan. Penelitian dilakukan di pulau pemukiman di Kepulauan Seribu. Analisis yang digunakan yaitu analisis struktur komunitas lamun, analisis total nilai jasa ekosistem lamun, serta analisis deskriptif untuk menjelaskan persepsi masyarakat. Hasil riset menunjukkan bahwa ada enam jenis lamun yang ditemukan yaitu Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides. Tutupan lamun berkisar antara 13,16 – 58,87%. Densitas lamun 57,00-246,86 ind/m2. Indeks diversitas 0,796-1,326, dan indeks dominansi 0,576-1,04. Status lamun di Kepulauan Seribu secara umum tergolong miskin. Total nilai ekonomi lamun di Kepulauan Seribu yaitu Rp21.501.460.102.547/tahun. Nilai ekonomi ekosistem lamun dipengaruhi oleh kondisi padang lamun. Ada perbedaan persepsi tentang ekosistem lamun antara pemangku kepentingan, penduduk, dan wisatawan. Perbedaan dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. ......The proper management of seagrass ecosystems needs to be done to achieve sustainability. The approach that can be used is ecosystem services. The purpose of this research is to analyze the structure of seagrass communities, the monetary value of seagrass ecosystems, as well as perceptions of stakeholders, residents and tourists. The research was conducted on residential islands in Kepulauan Seribu, Jakarta. The method used is analysis of seagrass community structure, analysis of the total value of seagrass ecosystem services, and comparing people's perceptions. Research shows that there are six types of seagrass found, namely Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, and Enhalus acoroides. Seagrass cover ranges from 13.16 - 58.87%. Seagrass density 57.00-246.86 ind/m2. Diversity index 0.796-1326, and dominance index 0.576-1.04. The status of seagrass in the Kepulauan Seribu is classified as poor. The total economic value of seagrass in the Kepulauan Seribu is IDR 21,501,460,102,547/year. The economic value of seagrass ecosystems is affected by seagrass conditions. There are differences in perceptions of seagrass ecosystems between stakeholders, residents, and tourists. Differences are affected by the knowledge and experience.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
T51742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bustamin
Abstrak :
ABSTRAK
Analisis siklus karbon pada ekosistem pesisir menunjukkan pentingnya keberadaan vegatasi pesisir seperti alga makro, lamun, dan mangrove, tetapi diabaikan dari penghitungan siklus karbon di lautan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biomassa, kandungan karbon, dan nilai ekonomi pada kandungan karbonnya di perairan Lombok Barat. Untuk Biomassa yang terbesar di Stasiun 1 dan 2 terdapat pada jenis Thalassia hemprichii 2.424.50 dan 809.50 gbk/m2 dan jenis Syringodium isoetifolium 174.75 gbk/m2 pada Stasiun 3. Laju kecepatan penyerapan karbon pada Stasiun 1 0.50 gC/m2/hari sehingga bila setahun sebesar 180,68 gC/m2/tahun untuk jenis T. hemprichii dan C. rotundata. Sedangkan pada Stasiun 2 laju penyerapan karbon sebesar 0.37 gC/m2/hari sehingga bila setahun sebesar 133,83 gC/m2/tahun untuk jenis E. acoroides, S. isoetifolium dan C. serrulata. Harga karbon global sebesar 20-50 USD per ton CO2 pada tahun 2020-2030 atau dalam rupiah per ton CO2 setara dengan Rp. 270.000-675.000 1 USD = Rp 13.500 . Stasiun 1, sekitar 82,2 ha, estimasi harga cadangan karbon sebesar Rp. 11.093.639.405 - Rp. 27.734.098.512, dan Stasiun 2 sekitar 27,74 ha, estimasi harga cadangan karbon sebesar Rp. 3.232.497.935 - Rp. 8.081.244.838. Stasiun 3, sekitar 175.13 ha, estimasi harga cadangan karbon sebesar Rp. 26.513.474.319 - Rp. 66.283.685.798.
ABSTRACT
Analysis of the carbon cycle in coastal ecosystems demonstrates the importance of coastal vegetation such as macro algae, seagrass, and mangroves, but neglected from carbon cycle calculations in the oceans. This study aims to determine the biomass, carbon content, and economic value of carbon content in the waters of West Lombok. The largest biomass in Station 1 and 2 is found on Thalassia hemprichii 2,424.50 and 809.50 gbk m2 and Syringodium isoetifolium 174.75 gbk m2 type on Station 3. The rate of carbon absorption rate at Station 1 0.50 gC m2 day so that if a year of 180.68 gC m2 year for the type of T. hemprichii and C. rotundata. While at Station 2 the rate of carbon absorption is 0.37 gC m2 day so that if a year of 133.83 gC m2 year for the type of E. acoroides, S. isoetifolium and C. serrulata. Global carbon price of 20 50 USD per ton CO2 in 2020 2030 or in Rupiah per ton CO2 equivalent to Rp. 270,000 675.000 1 USD Rp 13,500 . Station 1, about 82.2 ha, estimated carbon stock price of Rp. 11,093,639,405 Rp. 27,734,098,512, and Station 2 about 27,74 ha, estimation of carbon stock price equal to Rp. 3,232,497,935 Rp. 8,081,244,838. Station 3, about 175.13 ha, estimated carbon stock price of Rp. 26,513,474,319 Rp. 66.283.685.798
2017
T49583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Charles Johan Parlindungan
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang kekuatan Non Governmental Organization (NGO) dalam menjalankan strategi kampanye mereka untuk mengubah kebijakan aktor yang menjadi target mereka. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisa studi kasus Strategi Advokasi Rainforest Action Network dalam Perlindungan Kawasan Ekosistem Leuser periode tahun 2013-2019. Pertanyaan penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah “Bagaimana strategi advokasi Rainforest Action Network untuk melindungi Kawasan Ekosistem Leuser dari masalah kerusakan lingkungan periode tahun 2013-2019?”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Rainforest Action Network (RAN) berhasil dalam menjalankan kampanye mereka terhadap berbagai perusahaan besar yang melakukan deforestasi di Kawasan Ekosistem Leuser. Kerangka teori yang digunakan adalah Transnational Advocacy Network (TAN) oleh Keck dan Sikkink. RAN menggunakan empat strategi utama dalam kampanyenya yaitu Information Politics, Symbolic Politics, Leverage Politics, and Accountability Politics. Jejaring transnasional yang dimiliki, sarana penyebaran informasi serta kemampuan RAN dalam menjalankan kampanye mereka adalah faktor-faktor penting yang berkontribusi terhadap keberhasilan advokasi RAN di Kawasan Ekosistem Leuser. ......This thesis discusses the power of Non Governmental Organizations (NGOs) in carrying out their campaign strategies to change the policies of their target actors. This research uses qualitative research methods using case study analysis of the Rainforest Action Network Advocacy Strategy in the Protection of the Leuser Ecosystem for the period 2013-2019. The research question used in this thesis is "What is the Rainforest Action Network's advocacy strategy to protect the Leuser Ecosystem from environmental damage for the period 2013-2019?". The Purpose of this study is to find out how Rainforest Action Network (RAN) is successful in running their campaigns against large companies that are deforesting in the Leuser Ecosystem. The theoretical framework used is the Transnational Advocacy Network (TAN) by Keck and Sikkink. RAN used four main strategies in its campaign namely Information Politics, Symbolic Politics, Leverage Politics, and Accountability Politics. Transnational network, the dissemination information and the ability of RAN to run their campaigns are important factors that contribute to the success of RAN’s advocacy in the Leuser Ecosystem.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah
Abstrak :
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis karena mengalami dua proses yaitu alami dan non alam. Proses alam seperti gelombang dan pasang surut serta proses non alami aktivitas manusia dapat merubah garis pantai pada pesisir pantai. Aktivitas manusia banyak dilakukan di wilayah pesisir termasuk reklamasi pelabuhan. Wilayah pesisir Cirebon merupakan salah satu wilayah yang mengalami penambahan lahan dan pengurangan lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai. Adapun ekosistem yang berada di Pesisir mengalami perubahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perubahan luas lahan yang terjadi secara temporal dari tahun 2009 hingga 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan garis pantai dan ekosistem pada tahun 2009 dan 2020 dengan mengetahui luas abrasi, akresi dan perubahan ekosistem yang terjadi. Interpretasi citra merupakan salah satu cara untuk mengetahui perubahan yang terjadi di wilayah pesisir dengan menggunakan citra Landsat 8 OLI dan Landsat 5TM. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis spasial untuk menggambarkan wilayah dan deskriptif kuantitatif untuk menjelaskan perubahan luas. Hasil dari penelitian ini adalah perubahan luas lahan yang didominasi penambahan lahan atau akresi dengan luas 862.27 Ha dan abrasi 124.81 Ha. Adapun faktor yang memengaruhi garis pantai Pesisir Cirebon yaitu arus laut. Perubahan ekosistem terjadi pada Pesisir Cirebon mengalami penamban lahan berupa hutan mangrove ......The coastal area is a very dynamic area because it experiences two processes, namely natural and non-natural. Natural processes such as waves and tides as well as non-natural processes of human activity can change the shoreline on the coast. Human activities are mostly carried out in coastal areas including port reclamation. The coastal area of Cirebon is one of the areas that has experienced additional land and land reduction which causes changes in the coastline. The ecosystems that are on the coast are experiencing changes. This could lead to changes in land area that occurred temporally from 2009 to 2020. The purpose of this study was to analyze changes in coastlines and ecosystems in 2009 and 2020 by knowing the extent of abrasion, accretion and changes in the ecosystem that occurred. Image interpretation is one way to determine changes that occur in coastal areas using Landsat 8 OLI and Landsat 5TM imagery. The method used in this research is spatial analysis and quantitative descriptive analysis. Spatial analysis to describe areas and quantitative descriptive to explain changes in area. The results of this study were changes in land area which were dominated by land additions or accretions with an area of 862.27 hectares and 124.81 hectares of abrasion. The factors that affect the coastline of Cirebon Coast are sea currents. Changes in the ecosystem occurred on the Cirebon Coast, experiencing land expansion in the form of mangrove forests
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Kartiwa
Abstrak :
Gunung Salak merupakan ekosistem alami dan salah satu bagian dari ekosistem pulau Jawa yang masih tersisa. Gunung Salak mempunyai peranan penting dalam penyedian jasa-jasa lingkungan bagi masyarakat di Jawa Barat terutama di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek), dan Sukabumi. Gunung Salak juga merupakan kawasan yang secara ekonomi penting bagi peningkatan pendapatan daerah. Kelestarian manfaat ekonomi tersebut sangat tergantung pada kelestarian ekosistem Gunung Salak. Dalam pengelolaan kawasan konservasi seringkali menglami kendala-kendala, baik internal maupun eksternal, seperti: gangguan dari pencurian kayu, perburuan liar, dan lain-lain. Masyarakat lokal (masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Salak) maupun masyarakat Jawa Barat secara keseluruhan, berperan penting dalam pelestarian ekosistem Gunung Salak. Tujuan dari penelitian ini adalah; 1) Mengetahui potensi social-ekonomi, sosial-budaya masyarakat lokal kawasan Gunung Salak dan potensi sumberdaya alam ekosistem Gunung Salak; 2) Mengetahui peranserta/partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan Gunung Salak; 3) Mengetahui persepsi, sikap dan prilaku masyarakat terhadap pengelolaan kawasan Gunung Salak, sebagai dasar pengembangan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pengelolaan kawasan Gunung Salak untuk menekan dan mengendalikan kerusakan ekosistem kawasan Gunung Salak; 4) Mengembangkan model/konsep partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan Gunung Salak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Pengambilan data masyarakat dilakukan dengan menggunakan model Rapid Rural Appraisal (RRA). Pemilihan responden sebagai unit terkecil penelitian dilakukan secara acak sederhana / Simple Random sampling. Partisipasi masyarakat lokal sekitar kawasan dalam kegiatan pengelolaan kawasan Gunung Salak telah dilaksanakan oleh masyarakat kampung Tapos, Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, dengan program tumpangsari yang mereka lakukan di areal hutan Perum Perhutani KPH Bogor atas dasar kesepatan bersama. Program tumpangsari tersebut berhasil mengalihkan kegiatan/aktivitas masyarakat lokal yang bersifat destruktif (berburu burung, menebang potion, dan lain sebagainya) menjadi kegiatan yang bersifat konstruktif, selain itu masyarakat lokal juga memantau dan menjaga kelestarian ekosistem kawasan Gunung Salak pada umumnya, dan Elang Jawa khususnya. Dengan diterapkannya sistem agroforestri tersebut dalam pengelolaan kawasan Hutan Lindung Gunung Salak, masyarakat dan Perum Perhutani dapat sama-sama merasakan hasilnya untuk kesejahteraan hidup mereka bersama, dalam hubungan yang sating diuntungkan satu sama lainnya. Pengembangan partisipasi masyarakat lokal sekitar kawasan dalam kegiatan pengelolaan kawasan Gunung Salak merupakan hal yang perlu diwujudkan dalam suatu tindakan pengelolaan terpadu demi terwujudnya kelestarian ekosistem Gunung Salak yang selaras dengan pembangunan yang berkelanjutan. Dari hasil analisis dan pembahasan dalam tesis ini, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Masyarakat lokal sekitar kawasan Gunung Salak memiliki potensi sosial, ekonomi dan budaya yang baiklpositif, yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan dan pelestarian ekosistem kawasan Gunung Salak; 2) Partisipasi masyarakat lokal sekitar kawasan Gunung Salak yang bersifat destruktif (penangkap burung) dapat diubah menjadi bersifat konstruktif (menjaga dan melestarikan Elang Jawa). Partisipasi tersebut masih dapat ditingkatkan dan dikembangkan, dad yang bersifat pasif menjadi aktif; 3) Masyarakat lokal sekitar kawasan Gunung Salak memiliki persepsi, sikap dan prilaku yang balk terhadap sumberdaya hutan ekosistem kawasan Gunung Salak, juga memiliki motivasi yang tinggi untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan kawasan Gunung Salak; dan 4) Model/konsep partisipasi yang sesuai dan tepat untuk diterapkan dan dikembangkan pada masyarakat lokal sekitar kawasan Gunung Salak adalah sistem agroforestri kompleks. Saran penulis dalam tesis ini, adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan paradigma baru yang menerapkan sistem agroforestri kompleks perlu ditumbuhkembangkan dalam sistem pengelolaan di seluruh kawasan Gunung Salak khususnya dan di seluruh kawasan konservasi umumnya; 2) Pihak pengelola kawasan Gunung Salak harus mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak (kepentingan bersama), tidak hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Pelaksanaan pengelolaan tersebut harus berjalan pada alur yang sesuai dengan kaidah-kaidah ekonomi kerakyatan dan kaidah ekologis, demi terwujudnya kelestarian ekosistem kawasan Gunung Salak dan kesejahteraan masyarakat yang selaras dengan pembangunan yang berkelanjutan.
Mount Salak is one of Java Island's natural ecosystems left. It plays a vital role in providing environmental services to communities in West Java especially ones in Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) and Sukabumi. Mount Salak?s is also economically important in generating regional income. Sustainability of economical benefit depends a great deal on the conservation of Mount Salak?s ecosystem. Unfortunately, most of the time the management of conservation area faces many internal and external constraints such as illegal logging, illegal hunting, etc. The local community living in Mount Salak?s area as well as communities in West Java as a whole is of significant role in the conservation of Mount Salak?s ecosystem. Objectives of the research are as follow: 1) to have knowledge on social-economic and social-culture potentials of local community living in Mount Salak?s area as well as natural resource potential of Mount Salak?s ecosystem; 2) to have knowledge on existing local community participation in managing Mount Salak?s area; 3) to have knowledge on local community's perception, attitude, and behavior toward conservation of Mount Salak, as the basis of development of local community participation in order to controlling and mitigating the degradation of Mount Salak?s ecosystem; 4) to develop local community participatory management of Mount Salak?s area. The correlation-descriptive method was used in this research. Data from the community was gathered using Rural Rapid Appraisal (RRA) model. Respondent sampling was conducted using Simple Random Sampling technique. The community of Kampung Tapos, Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor has been implementing the local community participation in the management of Mount Salak?s area, by conducting simple agro forestry (tumpangsan} in protected forest area based on the mutual agreement with Perum Perhutani KPH Bogor. This program successfully altered destructive activities (bird hunting, illegal logging, etc.) into constructive ones such as conserving of Mount Salak?s ecosystem as a whole and Javan Hawk Eagle in particular. Implementation of simple agro forestry in the management of Mount Salak?s protected forest enables the local community and Perum Perhutani KPH Bogor to gain mutual benefit. Furthermore, the development of local community participation in the management of Mount Salak?s area needs integrated management. It is necessary in order to bring the sustainability of Mount Salak?s ecosystem into reality. Conclusion of the research are as follow: 1) Local community (community based) in Mount Salak?s area have good knowledge and potentials of social-economic and social-culture that may be useful for management and conservation of Mount Salak?s ecosystem; 2) The destructive participation of local community can be changed into constructive one and it may still be increased and developed; 3) Local community have good perception, attitude, and behavior toward biodiversity of Mount Salak?s forest as well as good motivation for participating in the management of Mount Salak?s area; and 4) The complex agro forestry system may be implemented & developed in management of Mount Salak?s area. Based on the result above, it is suggested that: 1) implementation of agro forest system (complex agro forestry) is necessary to the management of Mount Salak?s area; 2) the executive of Mount Salak?s area management (Perum Perhutani) should have the ability to accommodate interests of every stakeholder. Management of Mount Salak?s area must meet the principles of ecology and people economy in order to bring conservation of Mount Salak?s ecosystem and community welfare into reality in accordance with sustainable development concept.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T3500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indroyono Soesilo
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, l994
333.9 BAD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library