Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widya Indah Sari
Abstrak :
Pada akhir tahun 2015 kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mulai berlaku bagi seluruh negara anggota ASEAN. Dengan pemberlakuan tersebut maka pasar ASEAN akan berubah menjadi daerah dengan perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang meningkat secara tajam. Hal tersebut akan menciptakan persaingan usaha di antara Negaranegara anggota ASEAN. Sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Kode Etik Advokat Indonesia dan peraturan-peraturan pelaksanannya, Indonesia telah mengatur mengenai persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh advokat lokal dan advokat asing yang ingin bekerja di firma hukum Indonesia. Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, para pelaku usaha juga diwajibkan untuk tunduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Dewasa ini, sudah banyak terdapat firma hukum lokal yang berafiliasi dengan firma hukum asing, namun regulasi yang mengatur mengenai kerjasama atau afiliasi tersebut belum ada. Dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa negara harus mengutamakan kesejahteraan masyarakat diatas hal-hal lainnya (welfare state). Oleh karena itu pemerintah harus mengamandemen undang-undang yang ada atau membuatkan undang-undang baru yang mengatur mengenai kerjasama atau afiliasi tersebut agar persaingan usaha antara firma hukum lokal yang terafiliasi firma hukum asing dengan firma hukum lokal tanpa afiliasi dapat dilakukan dengan sehat dan kondusif. ...... By the end of 2015, ASEAN Economic Communiy (AEC) will take effect for all country members of ASEAN. With such effect, ASEAN market in selling goods, services, investments, skilled labours and capital flows will increase incisively. The mentioned matters will create competitions among the country members of ASEAN. As stated in the Law number 18 of 2003 on Advocate, Indonesia Advocate Code of Conduct and the implementing regulations, Indonesia has set of conditions that must be fulfilled by both local and foreign advocate before working in Indonesia law firms. In conducting business activities in Indonesia, all entrepreneurs should obey the Law number 5 of 1999 on The Prohibition of Monopolistic Practices and Unhealthy Competition in Business and all its implementing regulations. Nowadays, there are many local law firms affiliated with foreign law firms, however, there are no regulations governing the procedures for such cooperation or affiliation. Expressly stated in the Constitution of 1945, that the country shall prioritize the people’s welfare above all other things (welfare state). Therefore, the government should amend the existing laws or enacted new laws to govern such affiliation in order to keep the competitions between local law firms and local law firms affiliated with foreign law firms can be conducted in legal will and conducive.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arina Haqqo Hidayah
Abstrak :
Indonesia merupakan negara terbesar kedua pengekspor kopi instan di dunia setelah Brazil. Integrasi ekonomi merupakan langkah yang penting bagi pencapaian ASEAN Economic Community (AEC) yang berdaya saing dan dapat berperan aktif dalam ekonomi global. Kopi instan adalah salah satu makanan olahan kopi yang merupakan produk ekspor unggulan Indonesia serta termasuk dalam perdagangan barang dari 12 Priority Integrated Sector (PIS) untuk AEC. Tesis ini meneliti hal apa yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi Indonesia dan strategi Market Intelligence seperti apa yang harus dilakukan untuk memperkuat posisi Indonesia di AEC dan mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara pengekspor kopi instan kedua di dunia. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan cara menganalisis faktor lingkungan eksternal dan internal. Data kuantitatif digunakan untuk memperkuat hasil analisis. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis PESTEL, analisis Teori Berlian dari Porter, analisis Rantai Nilai dan Pemetaan Kompetitif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kopi instan Indonesia sudah berdaya saing saat ini, namun ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian terkait kebijakan dan strategi yang digunakan karena akan mempengaruhi daya saing kopi instan Indonesia kedepannya. Strategi Market Intelligence dapat dilakukan dengan peningkatan teknologi desain kemasan, pengembangan jaringan ekspor dan penguatan promosi untuk kopi ins. ......Indonesia is the second largest exporter of instant coffee in the world after Brazil. Economic integration is an important step to achieve competitiveness of ASEAN Economic Community (AEC) so that, it could take an active role in the global economy. Instant coffee is a processed food from Indonesian export commodities of superior products which are included in the trade in goods of 12 Priority Integrated Sector (PIS) for the AEC. The focuses of this study are to examine what the government do can to improve the welfare of Indonesian coffee farmers and what kind of Market Intelligence strategy should be implemented to strengthen the position of Indonesia in the AEC and to maintain Indonesia's position as the second instant coffee exporting country in the world. This research uses qualitative approach by analyzing internal and external environment. Quantitative data is used to support the result of analysis. Analysis were performed using PESTEL analysis, Porter?s Diamond Theory analysis, Value Chains analysis and Competitive mapping. Data collection techniques are done by doing literature study and interviews. The result shows that the instant coffee of Indonesia is already competitive, still there are somethings that need more attention related to the policies and strategies used because it will affect the competitiveness of Indonesia?s instant coffee in the future. Market Intelligence strategy can be done by improving the technology for packaging design, developing the network of export and strengthening promotion for instant coffee.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irzal Zainal
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada faktor pemerintahan Jokowi-JK dalam mengoptimalkan energi dalam interaksi masyarakat ASEAN 2015. Adanya niat kuat dalam bentuk kebijakan dapat menjadi arah baru dalam melahirkan kepentingan nasional Indonesia. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan kebijakan energi Jokowi-JK dalam implementasi pemanfaatan energi nasional. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang mengolah data primer dan sekunder dari bahan bacaan dan wawancara, Informan yang diwawancara sebanyak tiga Orang yang terdiri dari Unsur Pemerintah, Legislatif, dan Pengamat. Penelitian ini selanjutnya menunjukkan hasil bahwa adanya langkah langkah kebijakan dari pemerintahan Jokowi-JK dapat memberikan harapan dalam penempatan energi sebagai bagian dari modal Indonesia dalam interaksi masyarakat ekonomi ASEAN.
This research focused on leadership of Jokowi-JK factor in energy optimalized on ASEAN Economic Community. Strong willing to shape a policy could being a new direction to born indonesia national interest. That way, this research will show the policy of Jokowi-JK in implementing national energy resources. This research used qualitative analyzes that has obtain a primer and seconder of data from books and interviews. The informan has interviewed 3 persons by government, member of house representative and observer organ. The results of this research shown to us that steps of Jokowi-Jk policy has a hopes in energy position to being a Indonesia resources in ASEAN economic interaction.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Widodo
Abstrak :
Penulisan tesis adalah hasil obserrrasi penulis terhadap Peranan Perancis dibidang ekonomi yang melibatkan Bank Sentral Eropa (ECB) sebagai organisasi regional yang dilalui dengan tahapan-tahapan dari Masyarakat Batubara dan Baja Eropa hingga Masyarakat Ekonomi Eropa sampai dengan terbentuknya sebuah bank sentral yang ada pada saat ini, yang merupakan titik kulminasi tertinggi dari sebuah integrasi. Peranan yang diambil Perancis sangat berpengaruh pada tatanan ekonomi regional yang ada di kawasan Eropa sejak era Masyarakat Batubara dan Baja Eropa hingga terwujud dan terbentuknya Bank Sentral Eropa.

Perancis adalah salah satu arsitek pendiri organisasi regional Uni Eropa yang termasuk salah satu The Founding Father atau The Origin of Six yakni enam negara anggota asli pendiri Uni Eropa yang ketika itu masih bemama Coal and Steel European Community (Masyarakat Batubara dan Baja Eropa) pada tahun 1951, dengan adanya Perjanjian Paris (la Nita de Pads).

Adapun negara-negara yang termasuk dalam enam negara asli pendiri Uni Eropa itu adalah Peraricis, Jerman Barat, Belgia, Belanda, Luksemburg dan Italia. Latar belakan terbentuknya CSEC (Coal and Steel European Community) ialah untuk meredakan ketegangan perang ekonomi dalam industri batubara dan baja dikawasan eropa barat antara Perancis dan Jerman Barat. Setelah terbentuk Masyarakat Batubara dan Baja Eropa pada tahun 1951, maka timbul atau terbentuk lagi dua organisasi regional dikawasan Eropa yakni Masyarakat Ekonami (EEC, European Economic Community) dan Euralom (European Atomic Community) dengan ditandai adanya Perjanjian Roma, pada tahun 1957.

Kini, ketiga organiasi regional dikawasan Eropa Barat ini dinaungi oleo Uni Eropa setelah terjadi atau setelah terjadi atau terbentuknya Maastricht 1992 lalu dan keanggotaan Uni Eropa bertambah jumlahnya hingga Lima belas negara yakni : Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Irlandia, Jarman, Luksemburg, Italia, Inggris, Portugal, Perancis, Swedaa, Spanyol, dan Yunani. Pada perjanjian Maastricht 1992 ada terdapat tiga pilar utama didalamnya, yaitu: CFSP (Common Foreign Security Policy), EMU (European Monetary Union) dan ECJ (European Court of Justice). Karla sama dalam bidang ekonomi moneter Eropa (EMU) adalah salah satu yang paling cepat dan tepat dari ketiga pilar perjajian Maastichl 1992, dimana awal 1999 telah diluncurkan program kerja European Singgle Cummncy atau mata uang tunggal Eropa.

Adapun peranan yang dimainkan oleh Perancis dalam Uni Eropa adalah sangat besar sekali disamping sebagai arsitektur Uni Eropa, hal ini terlihat dengan adanya peran Jean Monnet dan Robert Schuman yang jauh sebelumnya telah berkiprah dalam organisasi regional itu. Peran Perancis Iainnya adalah dengan adanya kompetisi yang kuat antara Jarman dan Perancis dalam organisasi Uni Eropa. Oleh sebab itu, sangat diharapkan oleh anggota-anggota Uni Eropa lainnya peranan dari Inggris sebagai penyeimbang dari kekuatan besar di Eropa antara Peracis dan Jerman.

Perancis, dibawah Presiden Francois Mitterand dan Jarman Barat, dibawah kanselir Helmut Kohl, ingin berkolaborasi untuk menguasai Uni Eropa dalam bidang kerja sama Ekonomi-moneter, khusus dalam mata uang tunggal Eropa dengan konsep two speed of Europe ditahun 1990-1991, setebenluknya Perjanjian Maastricht 1992. ide tentang two speed of Europe ini secara garis besar program Uni Moneter Eropa adalah terdapat dua gerbong lokomotif yakni antara negara-negara kaya Uni Eropa yang akan dipacu kekuatannya ekonominya derngan lokomotif Franco-allemande dan gerbong kereta yang diisi dengan negara-negara yang tidak kaya Uni Eropa yang akan dipacu kekautannya ekonomi Inggris, tetapi Perdana menteri Inggris, Margaret Thalcer menolak keras ide dari Perancis dan Jerman Barat ini hingga saat akan terbentuknya EMI (Instutusi Moneter Eropa) ditahun 1994 lalu sebagai institusi awal Bank Sentral Eropa yang bermarkas besar di kota Frankfurt (Jarman), friksi antara Perancis dan Jerman dalam Uni Eropa tetap ada.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Sawery Gading Dzetaj Notonegoro
Abstrak :
ABSTRAK Sejak 31 Desember 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah secara formal didirikan. Melalui MEA, negara anggota ASEAN berkomitmen untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang berlandaskan aturan hukum. Sebagai integrasi ekonomi regional, MEA didirikan dengan dukungan dari berbagai instrumen hukum yang telah disepakati oleh para negara anggota, khususnya ATIGA, AFAS dan ACIA. Mengingat keanggotaan negara anggota ASEAN dalam WTO, mereka juga memiliki komitmen pada sistem perdagangan multilateral WTO untuk memastikan relevansi dan kompatibilitas instrumen-instrumen hukum tersebut dengan aturan dalam WTO. Satu-satunya instrumen hukum pendukung MEA yang telah dinotifikasi kepada WTO adalah ATIGA, berdasarkan Enabling Clause. Penelitian ini meragukan relevansi dari notifikasi ATIGA berdasarkan Enabling Clause sekarang ini, karena terdapat beberapa negara anggota ASEAN yang tidak lagi dapat dikategorikan sebagai negara berkembang. Berdasarkan analisis kompatibilitas, aturan dalam ATIGA dan AFAS cukup sesuai dengan aturan dalam Pasal XXIV GATT 1994 dan Pasal V GATS. Untuk itu penelitian ini mendesak ASEAN untuk menggunakan kewenangannya untuk mengajukan notifikasi kepada WTO atas ATIGA berdasarkan Pasal XXIV GATT 1994, dan atas AFAS berdasarkan Pasal V GATS. Diharapkan dengan diajukannya notifikasi tersebut, negara anggota ASEAN dapat mengambil manfaat dari MEA tanpa mengesampingkan komitmennya pada WTO, dan MEA dapat terealisasikan sebagai pelengkap dalam pencapaian tujuan sistem perdagangan multilateral WTO. Selain itu penelitian ini merekomendasikan ASEAN untuk menjadikan pendekatan yang berlandaskan aturan hukum sebagai karakteristik utama ASEAN dalam merealisasikan MEA. Bila ASEAN terus bergantung pada keinginan politik dari setiap negara anggota atau organ institusional, maka ASEAN akan kehilangan kredibilitasnya sebagai organisasi yang berlandaskan aturan hukum.
ABSTRACT Since 31 December 2015, the ASEAN Economic Community (AEC) has been formally established. Through AEC, the ASEAN member states (AMS) are committed to turn ASEAN into a rules-based single market and production base. As a regional economic integration, AEC is based on legal instruments agreed by the AMS, especially ATIGA, AFAS and ACIA. Considering the position of the AMS as members of the WTO, they are also committed to the multilateral trading system of the WTO to ensure the relevance and compatibility of those legal instruments with the WTO rules. The only legal instrument related to the AEC that has been notified to the WTO is ATIGA, based on the Enabling Clause. The research argues that the relevance of the notification for ATIGA based on the Enabling Clause is questionable, due to the fact that some ASEAN member states no longer fall within the category of developing countries. Based on a compatibility analysis, the provisions in the ATIGA and AFAS are quite compatible with the Article XXIV of the GATT 1994 and Article V of the GATS. With that being said, this research urges ASEAN to utilise its authority to submit notifications to the WTO for ATIGA based on Article XXIV of the GATT 1994, and for AFAS based on Article V of the GATS. The research believes that the submission of the notifications will allow the AMS to gain benefits from the AEC without undermining their commitment to the WTO, and that the AEC will be realised as a complement in achieving the objectives of the multilateral trading system of the WTO. Moreover, ASEAN is recommended to consider the rules-based approach as a primary feature of engagement within ASEAN. If ASEAN keeps relying on the political will of its member states or institutional organs, ASEAN will lose the credibility as a rules-based organisation.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lasut, Linda E.A.
Abstrak :
ABSTRAK
Semakin meningkatnya kuantitas hubüngan kerjasama dunia internasional masa kini tidaklah berarti bahwa dunia telah benar-benar menemukan suatu kehidupan bersama yang aman, tenteram dan damai. Sebab di samping kerjasama yang terjalin sudah semakin berkembang, namun hambatan masih juga ditemui mengganggu kelancaran hubungan tersebut. Hal ini merupakan geja1a yang wajar, mengingat kecenderungan pihak negara yang selalu berusaha mempertahankan dan mengamankan kepentingan masing-masing. Pihak PBB melalui piagamnya pasal 33 telah mencoba untuk mengatasi dan mencari jalan keluar bagi, hambatan tersebut melalui beberapa cara, antara lain negosiasi, mediasi, pejabat baik, konsiliasi, arbitrasi dan penyelesaian di depan pengadilan internasional, dan lain-lain. Berdasarkan pasal 33 inilah MEE yang merupakan salah satu organisasi internasional regional telah ikut serta dalam usaha mencari perdamaian dan kesatuan pendapat antara sesama anggota, pun dengan negara-negara lain di luar para anggotanya, melalui cara yang sudah ditetapkan dalam traktat Roma pada pasal-pasal 93, 8, 102, 170, yaitu negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi dan penyelesaian di depan pengadilan. SekaLipun MEE hanya merupakan salah satu bagian kecil dari sedemikian banyaknya organisasi internasional regional yang ada, namun mengingat negara-negara anggotanya termasuk salah satu negara industri yang cukup berpengaruh dalam percaturan politik dunia, sekaligus merupakan suatu organisasi internasional regional yang bergerak di bidang ekonomi dan sosial (bidang yang mendapat perhatian cukup besar masa ini) maka boleh dikatakan organisasi inipun punya peranan dalam aktivitas kehidupan dunia sekarang. Segala kegiatan MEE, khususnya usahanya dalam mencapai persesuaian clan kesatuaii pendapat, baik. di antara para anggota maupun dengan pihak lain di luar negara-negara anggota, tak pelak dapat dianggap memberikan sumbangan untuk mencapai keteraturan dan keseimbangan di antara negara-negara dunia. Akan tetapi , dalam prakteknya bukan tidak jarang ditemui kegagalan untuk menyelesaikan suatu sengketa yang timbul, bahkan hal tersebut kadang-kadang menimbulkan tindakan kekerasan yang dicela oleh dunia internasional seperti pembajakan, terorisme, sikap proteksionisime dan lain-lain. Dan bagi organisasi internasional regional seperti MEE yang berangotakan sejumlah negara dengan berbagai perbedaan di antara mereka, terutama perbedaan kepentingan maka kegagalan sedemikian ini akan sering ditemui dalam kelangsungan hubungan yang terjalin di antara negara-negara tersebut. Hal di atas menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas cara penyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum internasional bagi kelangsungan kehidupan dunia yang aman, tenteram dan damai. Pertanyaan seperti ini sebenarnya tak perlu di tanggapi secara pesimis, mengingat ketergantungan negara-negara dunia pada huhungan internasionalnya di mana hukum internasional diadakan untuk mengatur bentuk hubungan sedemikian ini dan cara-cara penyeisaian sengketa yang diatur di dalamnya paling tidak masih dianggap sebagai cara-cara yang memuaskan untuk mencari jalan keluar dari konflik yang timbul.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Harris
Abstrak :
Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 maka pasar barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara akan terintegrasi menjadi satu membentuk suatu pasar regional yang menghilangkan hambatan arus barang dan jasa secara administrasi dan hukum. Akan tetapi hingga berlakunya MEA belum ada suatu instrumen ataupun otoritas yang mengatur dan menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini membahas mengenai perbandingan otoritas pengawas persaingan usaha di Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk mengetahui langkah apa yang harus ditempuh dalam menghadapi MEA. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dari otoritas pengawas persaingan usaha di ketiga negara karena masing-masing negara saling melengkapi dalam bidang Hukum Persaingan Usaha. Dalam menghadapi MEA negara-negara di ASEAN perlu melakukan harmonisasi Hukum Persaingan Usaha serta membentuk suatu otoritas yang bertugas menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN.
By the enactment of the ASEAN Economic Community (AEC) in the end of 2015, the market for goods and services in the Southeast Asia region will be integrated together to form a regional market that eliminates barriers to the flow of goods and services in administration or law. But until the entactment of the MEA there is no instrument or authority to regulate and enforce the Competition Law in the ASEAN region. This thesis using normative juridical research method, which is explanatory descriptive. This thesis analyizes the comparison of competition law supervisory authorities in Indonesia, Singapore, and Malaysia to determine what steps should be taken in facing the MEA. The results from this study is that there is no significant difference from the regulatory authorities of competition in the three countries because each country complement each other in the field of Competition Law. In facing MEA, ASEAN countries need to harmonize Competition Law and establish an authority that is in charge of enforcing the Competition Law in the ASEAN region.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Harris
Abstrak :
Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 maka pasar barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara akan terintegrasi menjadi satu membentuk suatu pasar regional yang menghilangkan hambatan arus barang dan jasa secara administrasi dan hukum. Akan tetapi hingga berlakunya MEA belum ada suatu instrumen ataupun otoritas yang mengatur dan menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini membahas mengenai perbandingan otoritas pengawas persaingan usaha di Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk mengetahui langkah apa yang harus ditempuh dalam menghadapi MEA. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dari otoritas pengawas persaingan usaha di ketiga negara karena masing-masing negara saling melengkapi dalam bidang Hukum Persaingan Usaha. Dalam menghadapi MEA negara-negara di ASEAN perlu melakukan harmonisasi Hukum Persaingan Usaha serta membentuk suatu otoritas yang bertugas menegakkan Hukum Persaingan Usaha di kawasan ASEAN. ...... By the enactment of the ASEAN Economic Community (AEC) in the end of 2015, the market for goods and services in the Southeast Asia region will be integrated together to form a regional market that eliminates barriers to the flow of goods and services in administration or law. But until the entactment of the MEA there is no instrument or authority to regulate and enforce the Competition Law in the ASEAN region. This thesis using normative juridical research method, which is explanatory descriptive. This thesis analyizes the comparison of competition law supervisory authorities in Indonesia, Singapore, and Malaysia to determine what steps should be taken in facing the MEA. The results from this study is that there is no significant difference from the regulatory authorities of competition in the three countries because each country complement each other in the field of Competition Law. In facing MEA, ASEAN countries need to harmonize Competition Law and establish an authority that is in charge of enforcing the Competition Law in the ASEAN region.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Shafira Salim
Abstrak :
Regional Comprehensive Economic Partnership (“RCEP”) baru-baru ini telah mulai berlaku pada Januari 2022 setelah melewati masa perundingan selama 9 tahun, dengan ditanda-tanganinya perjanjian tersebut oleh lima belas dari keenam belas negara awal yang terlibat dalam penyusunannya. Lingkup geografis, perwakilan jumlah GDP serta populasi yang besar menegakkan status RCEP sebagai salah satu blok ekonomi terbesar di luar World Trade Organization (“WTO”). Salah satu inisiatif yang diprakarsai oleh RCEP adalah peraturan mengenai Rules of Origin (“ROOs”), sebuah fitur pokok dari Free Trade Agrement (“FTAs”) yang menjabarkan kriteria barang-barang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan yang ditawarkan oleh RCEP. RCEP menawarkan ROO-nya sebagai alternatif yang lebih fleksibel dan selaras dari sekian jumlah ROO yang sudah berlaku di kawasan ASEAN dan berbagai FTA di bawah naungannya. Tesis ini bertujuan untuk membahas hal tersebut menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan komparatif. Tesis ini akan membandingkan ROO RCEP dengan ROO milik FTA kunci lain, yakni ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (“AJCEP”), dan dampak hukumnya pada Usaha Kecil dan Menengah (“UKM”) Indonesia. Dari pendekatan tersebut, tesis ini menemukan bahwa ROO RCEP dibandingkan dengan AJCEP menawarkan lebih banyak fleksibilitas dari segi metode perhitungan alternatif, aturan akumulasi, toleransi de minimis, serta bukti asal barang. Selain itu, tesis ini juga menemukan bahwa UKM Indonesia dapat menuai keuntungan dari persyaratan bukti asal barang RCEP yang telah disederhanakan. ......The Regional Comprehensive Economic Partnership ("RCEP") entered into force on January 2022 after multiple negotiations spanning over nine years, with fifteen out of the original sixteen negotiating countries signing its ratification. The agreement's enormous geographical scope and substantial representation of GDP and population have cemented its status as one of the largest trade blocs outside the World Trade Organization ("WTO"). Among many of the initiatives heralded by the RCEP is the agreement's provisions on Rules of Origin ("ROOs"), a staple feature in Free Trade Agreements ("FTAs") which detail the criteria of goods eligible to receive the benefits offered by the agreement. The RCEP proposes its ROOs to be a more flexible and harmonized alternative to existing ROOs within the ASEAN region and the many FTAs it has entered into. This thesis intends to examine using the juridical-normative research method with a comparative approach. This thesis shall compare the RCEP's ROOs with that of another essential FTA, namely the ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership ("AJCEP"), and evaluate the legal effects of the RCEP's ROOs on Indonesian SMEs. Through the aforementioned approach, this thesis finds that the RCEP's ROOs, compared to the AJCEP, offer more flexibility due to the RCEP's alternate origin calculation methods, cumulation rules, de minimis derogations, and proofs of origin. Additionally, this thesis finds that Indonesian SMEs may benefit from the RCEP's streamlined proof of origin requirements.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Anabella
Abstrak :
Kendati bertujuan untuk mencapai kemakmuran dan pemerataan ekonomi antar negara anggota sebagai bagian dari usaha integrasi ekonomi ASEAN, data menunjukan bahwa ASEAN-Plus justru meningkatkan kesenjangan antar anggota. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah usaha ASEAN-Plus merupakan langkah yang tepat untuk mencapi tujuan akhir dari integrasi ekonomi ASEAN. Penelitian mencakup 5 perjanjian dalam ASEAN-Plus yakni ACFTA, AKFTA, AJCEP, AANZFTA dan RCEP dengan periode 2000 – 2019. Seluruh data diolah dengan menggunakan metode data panel dimana untuk memilih antara Fixed Effect dan Random Effect dilakukan Hausman Test. Hasil menunjukan bahwa pembentukan ASEAN-Plus meningkatkan kemakmuran namun tidak terdapat pengaruh konvergensi. Tidak terlihatnya pengaruh konvergensi dapat terjadi berkaitan dengan limitasi penelitian yang tidak melakukan pengujian dalam jangka waktu panjang seperti pengujian dengan menggunakan metode Panel Cointegration dan juga analisis yang dilaksanakan pada tingkat negara dan bukan dalam tingkat produk. ......Although ASEAN-Plus aim to achieve economic prosperity and equality among its members as part of ASEAN economic integration effort, data shows that there is rising gap after the formation of ASEAN-Plus. This study aims to determine whether the ASEAN-Plus effort is the right one to achieve the goal of ASEAN economic integration. The study covers 5 agreements in ASEAN-Plus namely ACFTA, AKFTA, AJCEP, AANZFTA and RCEP with the period 2000 – 2019. All data is processed using the panel data method where to choose between Fixed Effect and Random Effect the Hausman Test is carried out. The results show that the formation of ASEAN-Plus increases prosperity but there is no convergence effect. The invisibility of the convergence effect may occur due to the limitation of research, that does not conduct testing in the long term, such as testing using the Panel Cointegration method as well as its analysis that is conducted at country-level and not on product-level.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>