Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Albert Steven Budisusetija
Abstrak :
ABSTRAK PT. TRIPATRA ENGINEERS AND CONSTRUCTORS sebagai perusahaan yang bergerak pada industri jasa rekayasa dan konstruksi di sektor MIGAS merasakan akibat langsung dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 dengan dibatalkan dan atau dijadwal ulangnya sejumlah proyek yang sedang dikerjaan maupun baru diperoleh. Menilai mempunyai kemampuan yang memadai, TRIPATRA merencanakan untuk mcmperluas pasar ke wilayah regional lain guna mengurangi dampak dari terganggunya kondisi ekonomi dari salah satu pasar tempatnya beroperasi. Analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa yang pertama kali akan dilaksanakan adalah melakukan penyesuaian terhadap ?Visi Perusahaan" guna memberi penekanan pada pasar intemasional sebagai pasar yang harus diterjuni. Visi yang telah disesuaikan tersebut selanjutnya akan dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan strategi yang dipilih, kompetensi yang diperlukan serta implementasinya. Pasar internasional industri jasa rekayasa dan konstruksi sektor MIGAS dikuasai oleh lebih kurang 19 buah perusahaan multinasional. Persaingan dipasar ini sangat ketat dan sangat di warnai oleh persaingan harga antara perusahaan-perusahaan yang sudah tidak dipertanyakan lagi mutu produk jasa yang dihasilkannya. Dalam jangka panjang meningkatnya tekanan pada harga MIGAS akan meningkatkan intensitas persaingan harga ini. Untuk dapat bersaing di pasar tersebut maka akan diandalkan kemampuan untuk melakukan produksi dengan biaya rendah, menyelesaikan proses produksi secepat mungkin dengan tetap mengutamakan keselamatan kelja dan menghasilkan produk yang memenuhi standar internasional. Kombinasi ?strategi keunggulan biaya? dan ?straregi differensiasi"? adalah strategi yang akan dijalankan. Keterbatasan dalam sumber daya, usaha untuk memanfaatkan keunggulan biaya dengan sebesar-besarnya serta usaha untuk mengurangi resiko terhadap pasar dalam negeri yang masih merupakan sumber utama kehidupan perusahaan mendorong pemilihan strategi ?strategi ekspor? sebagai usaha jangka pendek dalam memasuki pasar internasional kompetensi dasar kemampuan ?rekayasa? dan ?manajemen proyek? akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya guna dapat memilih dan membuat produk yang dapat di ekspor dengan biaya yang rendah. ?Strategi diversifikasi produk? akan diterapkan sejalan dengan ?strategi ekspor".
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayat Amir
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perubahan struktur perekonomian Jawa Timur pada periode tahun 1994 dan 2000 sebagai sumber pijakan bagi penentuan kebijakan pembangunan selanjutnya, (2) mengetahui berbagai sektor unggulan (key sector) dalam pembangunan perekonomian di Jawa Timur periode tahun 1994 dan 2000 dan keterkaitan antarsektor yang terjadi dalam perekonomian. Penelitian ini merupakan salah satu dari sekian banyak analisis perekonomian dengan metode Input-Output. Hal baru yang dianalisis dalam penelitian ini adalah selain mengetahui tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian, sektor unggulan, dan angka pengganda sektor ekonomi juga mencoba menggambarkan perubahan struktur perekonomian Jawa Timur tahun 1994 dan 2000 dengan grafik economic landscape. Hasil penelitian ini kemudian digunakan untuk analisis strategi pembangunan yang sebaiknya dilaksanakan untuk mencapai dampak pertumbuhan dan kemajuan ekonomi lain yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur ekonomi Jawa Timur selama periode 1994 sampai 2000 telah terjadi perubahan struktur ekonomi walaupun tidak drastis. Hal ini ditunjukkan oleh visualisasi economic landscape dari nilai Multiplier Product Matrix (MPM) tahun 1994 dan 2000. Selain itu juga telah terjadi pergeseran dalam beberapa sektor unggulan dan angka pengganda sektoral. Peranan sektor industri lainnya dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau sangat dominan dari sisi besaran outputnya, juga memiliki angka pengganda yang cukup tinggi. Secara umum dapat dijelaskan bahwa sebaiknya pembangunan Jawa Timur diarahkan untuk menjadi: (1) Pusat Industri, yaitu industri lainnya dan indutri makanan, minuman dan tembakau, karena kedua sektor ini sangat menonjol peranannya dalam output maupun angka pengganda pendapatan dan tenaga kerja, (2) Pusat Perdagangan dan Distribusi, hal ini didukung oleh sektor perdagangan yang bergeser menjadi sektor unggulan pada tahun 2000 dengan peningkatan dan kontribusi output yang besar. Juga didukung oleh kondisi geografis yang strategis sebagai pintu timur dan barat serta penghubung Jawa Tengah dan Bali, dan (3) Pusat Pertanian, mengingat kondisi alami Jawa Timur sebagai daerah agraris yang menonjol. Juga penyerapan tenaga kerja di sektor ini sangat besar. Sehingga peningkatan pembangunan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan.
This research objectives are (1) identifying the changing of East Java's economic structures from 1994 -- 2000 as one of the policies considerations, (2) identifying the various development's key sectors in East Java and their linkage into the dynamics of development process from 1994 - 2000. Those objectives made this research as one of the Input-Output Method's Research with the new focus on description of the structural changing in East Java's economic development in 1994 and 2000 by using Economic Landscape Graphic. This pattern will be useful for the policies recommendations. This research shows that the East Java's economic structures from 1994 to 2000 has been change although not significant. This dynamics can be seen from the economic landscape graphic as visualization of Multiplier Product Matrix (MPM) values 1999 and 2000. Besides, there has been a regression at the various key sectors and multiplier sector index. At the output and the multiplier sector index, the significance of the other industrial sector and the foods and beverages and tobaccos sector are very dominant. As the conclusions, the East Java's development process can be emphasized into three sectors: (1) as the industrial center, especially at the other industrial sector and the foods, beverages and tobaccos sector. These focuses will be significantly support the process because these two sectors are dominant in the output result, multiplier sector index, and their absorption on the labor force; (2) as the trade and distribution center, this reason is significantly supported with the changing trend of the key sectors into trade sector in 2000. Geographically, it is supported with its presence as the strategic "East and West Gate" and as the intermediary between Central Java and Bali; (3) as the agriculture center, remained by the objective of nature in East Java as the agrarian. These sectors are significantly support the improvement of increasing household income and creating new jobs.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayashida, Akiko
Abstrak :
The Asian currency and financial crisis since the middle of 1997 was a big historic happening for the world economy, as well as for the Asian economy. The economic difficulties in East Asia began when the Thai government was forced to abandon the currency peg and allow the Baht to float on July 2, 1997. The devaluation raised concerns about the economic outlook and exchange rate arrangements in the neighboring countries. Subsequently, capital outflows triggered the depreciation of their currencies and propelled several East Asian economies into crisis. In this thesis, I have considered why the crisis caused and why contagion effect happened, in other words, why the crisis in Thailand triggered the crisis in neighboring countries.

In chapter 2 and chapter 3, I explain 2 crisis models, i.e. 1S4 generation model (the crisis model based on the fundamentals), and 2'd generation model (the crisis model with self-fulfilling features).

In the chapter 4, I considered some supplementary issues, especially the contagion effect which is characteristic of the East Asian crisis, and the relation between currency crisis and financial crisis. In the 2nd generation model, investor's behavior is an important channel for the contagion. Investors can cause contagion in the event of, for instance, liquidity problems and information asymmetries. In addition, changes in the rules of the game on international financial markets can result in contagion by making investors change their behavior.

In the chapter 5, I overviewed and examined the macroeconomic fundamentals of the East Asian economy. I can say that the East Asian economies enjoyed the highest economic growth, low inflation, a relatively modest current account deficit, rapid export growth and growing international currency reserves, before the crisis, except Thailand, which had relatively large amount of current account deficit. When seeing the economic situations in the East Asian countries before the crisis, I can say that the causality between the macroeconomic fundamentals and the crisis was not strong. Judging from such East Asian macroeconomic fundamentals data , the 1" generation model of the crisis ( the crisis model based on the fundamentals) introduced in the chapter 2 is only appropriate for explaining the beginning of the crisis in Thailand. This raises the question of why the crisis in the East Asia was so severe and the crisis contagion happened all over this region, despite of the sound economic fundamentals of moat of those countries. Then, I consider that the 2" generation model (the model of the crisis with self-fulfilling features) introduced in the chapter 3 is more appropriate for the contagion and `panic' of the East Asian crisis. In conclusion, I can say that the 1" generation model and the 2m generation model complement each other; the relatively bad fundamentals of Thailand triggered the crisis in Thailand, and after that, the change of investors' expectation worsened the crisis and spread the crisis from Thailand to all over East Asia.

Lastly, I point put that strengthening the financial system is important. Because the rapid capital outflow and the contagion would not have happened, if there was not the vulnerability of fmancial sectors and the corporation finances in those countries. There was the vulnerability which the financial sectors and the corporation finances in those countries originally had, in the background of the capital inflow before the crisis, and a great deal of capital outflow at the time of the crisis. Therefore, when seeing the economic structure of a country, we need have wide viewpoints and pay attention to the financial system and the corporation finance, in addition to the typical macro economic index.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammas Arif Tasrif
Abstrak :
Ketimpangan ekonomi antarwilayah di Indonesia telah membentuk suatu pola makro dimana Sumatera, Jawa dan Bali menjadi pusal (core) bagi Kalimantan, Sulawesi dan Wilayah Lain di bagian timur nusantara yang berperan sebagai sekitar (periphery) yang marjinal. Dekomposisi dengan metoda Block Structrural Path Analisis (BSPA) terhadap IRIO Indonesia membuktikan bahwa ketimpangan tersebut secara umum disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam struktur economic influence, yang terdiri atas economic self-influence dan transfers of economic influence. Membandingkari kedua struktur tersebut, kontribusi economic self-influence yang jauh lebih besar menunjukkan bahwa perekonomian setiap wilayah sangat bertumpu pads permintaan intrawilayah, dengan kata lain produksi di setiap wilayah sebagian besar berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan lokal. Proses produksi itu jugs sebagian besar memanfaatkan suplai input barang dan jasa lokal, karena jarak geografi maupun jarak ekonomi memiliki implikasi biaya tersendiri. Selain itu, kecilnya kontribusi transfers of economic influence terjadi karena wilayah-wilayah dalam studi ini pada dasarnya mewakili daratan yang sangat luas, yang terkendala oleh kondisi geografis karena terpisahkan oleh laut, selat atau samudera. Meski kontribusi relatifnya sangat kecil, struktur feedback mengkonfirmasikan bahwa perekonomian Sumatera sangat terikat dengan Jawa. Sebaliknya, Jawa lebih terbuka dengan membagi keterkaitan ekonominya hampir secara berimbang dengan Sumatera dan Kalimantan. Sebaliknya, Kalimantan dan Sumatera sangat terkait dengan Jawa dalam struktur ini. Pala keterkaitan ekonomi yang melibatkan ketiga wilayah tersebut menunjukkan bahwa integrasi ekonomi Jawa dan Sumatera cenderung berlanjut dengan melibatkan Kalimantan. Di sisi lain, struktur feedback yang diperlihatkan Sulawesi dan Wilayah Lain secara urnum mengisyaratkan adanya tarikan terhadap perekonomian di kedua wilayah tersebut yang relatrif berimbang antara untuk terintegrasi kedalam (ke kawasan timur Indonesia) dan keluar (ke kawasan barat Indonesia), khususnya ke Jawa dan Kalimantan. Kombinasi masalah tipikal tingkat rata-rata pendapatan perkapita yang rendah, dan distribusi spasial pendapatan yang sangat tidak merata antarwilayah maupun intrawilayah, rnenyebabkan upaya mengatasi ketimpangan struktural di Indonesia menjadi lebih remit dibandingkan pengalaman negara-negara maju dalam mengatasi ketimpangan antarwilayah. Oleh sebab itu dibutuhkan sinergi pendekatan dalam menyusun rekomendasi kebijakan bagi pembangunan ekonomi wilayah, khususnya dalam menciptakan keseimbangan antara pendekatan sektoral dan spasial dalam perencanaan pembangunan. Kebijakan pembangunan ekonomi wiIayah hares bertujuan mendorong spesialisasi di satu sisi, dan meningkatkan perdagangan antarwilayah di sisi lain. Tujuan pertama menyangkut aspek sektoral, sedangkan yang kedua menekankan aspek spasial.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Miaprajna Utari
Abstrak :
Prediksi perkembangan kontribusi industri pariwisata terhadap Gross Domestic Product (GDP) memicu persaingan ketat antar negara dalam menarik perhatian wisatawan. Oleh karena itu, diperlukan pembentukan merek yang berbeda dengan negara lain. Penggunaan strategi merek underdog telah berhasil digunakan dalam konteks politik dan produk. Destinasi yang underdog adalah tempat yang berkompetisi dengan sumber daya yang lebih sedikit, namun dengan semangat masyarakat lokal, mereka mampu untuk mengadapi rintangan yang ada dalam mencapai kesuksesan. Mengingat sifat underdog yang menimbulkan empati, underdog dapat memberikan halo effect yang luas terhadap destinasi pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh underdog terhadap intention to visit dalam konteks destination branding. Efek moderasi underdog disposition dan personal inventory individualisme/kolektivisme telah diuji dalam penelitian ini. Menggunakan desain eksperimen, penelitian ini menemukan bahwa tidak ada pengaruh langsung secara umum merek underdog terhadap intention to visit. Pengaruh hanya ditemukan dalam kelompok subjek Indonesia. Secara umum, moderator-moderator dalam penelitian ini memengaruhi pengaruh tersebut. Underdog disposition, individualisme vertikal, kolektivisme horisontal, dan kolektivisme vertikal adalah moderator yang dapat mempengaruhi kekuatan pengaruh underdog terhadap intention to visit. ......The predicted growing contribution of tourism industry towards Gross Domestic Product (GDP) has led to an intense competition among countries to attract tourist. Thus, a differentiated brand is needed to brand tourist destination. The use of underdog brand strategy has been successful in the context of politics and products. Underdog destination is a place that competes with fewer privileges and resources, but with determination and perseverance of its local people they manage to face the obstacles to be successful. This study aims to examine the underdog effect towards intention to visit a tourist destination. Moderation effects of underdog disposition and individual/collective personal inventory was included in this research. Using experimental design, this research found that there is no general direct effect of underdog brand towards intention to visit a tourist destination. However, domestic and international tourist segment have different perception towards underdog branding. The underdog effect was only found in domestic tourist group. In general, the moderators did influence the effect. Underdog disposition, vertical individualism, horizontal collectivism, and vertical collectivism were the moderators that could influence the strength of underdog effect towards intention to visit.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Husna Natanegara
Abstrak :
Penelitian ini menyajikan hubungan kredit UMKM dan pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2010-2013. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hasil dari penyaluran kredit UMKM demi mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti yang tertera pada New Economic Policy Package 2007 dan financial inclusion Indonesia 2012. Penelitian ini menggunakan metode data panel dengan 33 provinsi di Indonesia dan rentang waktu 4 tahun, hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kredit UMKM, kredit non UMKM, suku bunga riil, dan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi. Namun tidak ada hubungan signifikan antara tenaga kerja dan pertumuhan ekonomi regional. Hasil menunjukkan terdapat signifikansi positif yang kuat antara kredit UMKM dan pertumbuhan ekonomi regional. Hal tersebut mengindikasikan rencana Pemerintah RI sudah menuju ke arah yang benar, tetapi masih dibutuhkan pembenahan upaya-upaya penyaluran kredit UMKM agar dampaknya ke perekonomian dapat ditingkatkan. ...... This study presents relations between SME loans and economic growth in Indonesia period 2010-2013. The main objective of this study is to evaluate the results of MSME loan portfolio in order to achieve economic growth as stated in the New Economic Policy of 2007 and financial inclusion Package Indonesia 2012. This study uses panel data of 33 provinces in Indonesia and a time span of 4 years, the results indicate that there is a significant correlation between SME loans, non MSME credit, real interest rates, and infrastructure to economic growth. However, there is no significant relation between labor and regional economic growth. Results showed that there was a strong positive significance between MSMEs and regional economic growth. This indicates that the strategy developed by Indonesian government is heading to the right direction, but still need much effort MSME loan program in order to achieve greater impact on the economy.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S60652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bandar Lampung Bagian Proyek Penelitian, Pengkajian & Pembinaan Nilai-Nilai Budaya 1995, 1995/1996
338.9 IND d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1981
338.991 UNI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Yayasan Agro Ekonomi, 1982
330.959 8 BUN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>