Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1031 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harsiti
Abstrak :
ABSTRAK Kota sebagai lingkungan hidup buatan dapat dilihat sebagai hasil dari suatu proses interaksi antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Kota, sebagai pusat kegiatan dan konsentrasi kehidupan manusia, dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk menuntut berbagai sarana dan prasarana untuk mencukupi kebutuhannya. Pembangunan dapat optimal bila didukung oleh perencanaan yang memadai. Salah satu dampak pembangunan terjadi pada sumber daya alam dan lingkungan. Akibat dampak berupa degradasi lingkungan, yang bila dibiarkan akan merusak lingkungan dan selanjutnya akan menurunkan kualitas lingkungan. Untuk menangani masalah perkotaan ini sangat diperlukan perangkat pengaturan pengelolaan yang memadai. Di Indonesia, permasalahan ini telah menjadi pusat perhatian berbagai pihak, baik pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum, terbukti dengan munculnya berbagai peraturan perundang--undangan, kelembagaan, dan aktivitas lainnya. Aktivitas tersebut perlu ditunjang oleh informasi akurat, tepat waktu, dan dipercaya. Namun informasi yang ada di berbagai lembaga sebagian tidak diterbitkan dan dikelola secara memadai sehingga tidak terjangkau oleh yang memerlukan. Informasi ini, apabila dikelola dengan baik dan dimanfaatkan secara optimal, akan sangat membantu para pengambil kebijakan pembangunan maupun pendidikan/pengembangan keilmuan. Selain itu terjadinya duplikasi penelitian akan sangat kecil. Penelitian difokuskan pada: menyusun sistem informasi dan mekanisme kerja organisasi yang efisien dan optimal untuk mengelola informasi ekologi perkotaan. Sampel/responden, berjumlah 100 orang yang dipilih dari berbagai instansi dan profesi (pengambil kebijakan, perencana/perancang, pengelola lingkungan, dan peneliti/staf pengajar), dan ditambah 100 orang pengelola informasi. Data diperaleh melalui kuesioner dan wawancara dengan para responden di berbagai kota yang telah ditentukan kriterianya. Survai dan studi kepustakaan dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan: 1. 1. Informasi ekologi perkotaan belum dikelola secara memadai 2. 2. Pusat informasi pada umumnya belum mendukung kebutuhan para pengambil kebijakan pembangunan maupun pendidikan/ pengembangan keilmuan. 3. 3. Responden (61%) menyatakan kesulitan mencari laporan penelitian, 88% menginginkan informasi mutakhir, 40% menginginkan abstrak, 26 % indeks, 16% resensi, 100% menghendaki informasi yang dibutuhkan harus dapat diketemukan; dan 95% menghendaki perlunya petugas pemandu subyek spesialis. Agar informasi ekologi perkotaan dapat dimanfaatkan secara optimal, diperlukan suatu sistem simpan temu kembali informasi yang berbentuk Pusat Analisis Informasi Ekologi Perkotaan (PAIEP). PAIEP sebagai wadah yang bertugas mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat tinjauan, untuk disebarluaskan kepada peminatnya. Untuk mengoptimalkan hasil informasi, diusulkan suatu mekanisme kerja dan struktur kelembagaan sebagai berikut: 1. Koordinasi meliputi: inventarisasi koleksi, pemanfaatan informasi, penyusunan bibliografi/katalog induk, analisis /evaluasi informasi, dan konsultasi untuk menghasilkan informasi baru yang lebih bermanfaat. 2. Koordinasi dengan pusat-pusat informasi dari berbagai pihak baik tingkat pusat (Bappenas, Pusat Studi Lingkungan (PSL), Pusat Informasi dan Dokumentasi untuk Perencanaan Kota dan Daerah (PUSIDO), Pusat Informasi Teknik Pembangunan (BIC), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional(BARORSURTANAL), dan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) dan tingkat daerah (Bappeda, PSL,PUSIDO, BIC, dan LSM) melalui hubungan kerja sama atau jaringan informasi. Untuk kelancaran dan kemudahan dalam pengoperasiannya, setiap jenis kelompok pusat informasi (PSL, PUSIDO, SIC,) menunjuk satu pusat informasi sebagai pusatnya. Pusat-pusat informasi daerah mempunyai kewajiban untuk mengumpulkan informasi di daerahnya masing-masing. 3. Pelayanan informasi di tingkat propinsi dilayani oleh PSL, sedangkan untuk tingkat pusat dilayani oleh PAIEP. 4. Sajian informasi berbentuk: Ringkasan literatur, laporan penelitian, bibliografi, brosur, buku penuntun, buku petunjuk alamat, daftar tambahan koleksi, informasi kilat, monografi, proseding, tinjauan kritis, dan sebagainya. 5. Untuk menjaga kelancaran dan kemudahan-kemudahan dalam pengelolaan, PAIEP sementara waktu sebaiknya berada di bawah koordinasi Kantor Menteri KLH. 6. Menemukan/memutakhirkan cara/prosedur yang efisien dan efektif berkenaan dengan pengumpulan, penyimpanan, analisis,evaluasi, dan penyajian informasi ekologi perkotaan.
ABSTRACT Urban areas as a made life environment may be seen as the results of the interaction process between man, between man and his environment. Urban areas as the centre of activities and the concentration of human life are growing very fast nowadays. Population growth and development need many kinds of facilities and infrastructure. Development could be optimal, if supported by proper planning. Development has an impact on natural resources and environment. The impact is found as environment degradation that, if neglected, could damage the environment, and further more, degrading its quality. Therefore, a proper environment management is really needed to handle this urban problem. In Indonesia, this problem becomes the focus of attention by many parties, including Government, and private sectors, to result in many kinds of rules, new established institutions and other activities. These activities need to be supported by an accurate, on time and trustworthy information. Unfortunately most of the information available in many of the institutions were not well published and well managed, resulting in being out of reach by those who need it. When this information is managed well and optimally employed it will be very useful for development policy makers as well as education and science. Besides, duplication in research will be reduced. This study focuses on information systems and the mechanism of proper and efficient organization of information on urban ecology. A sample of 100 persons as taken from a variety of institutions and professions (policy makers, planners/designers, environment officials, researcher lecturers) and an other 100 persons whose jobs deal with information. Data were gathered from questionnaires and interviews to respondents in many places of which its criteria has been indicated. Literature study was carried out to strengthen the results of the research. The conclusions of the research are as follows: 1. 1. The information of urban ecology is not well managed. 2. 2. Generally, the information centre is not capable of supporting the needs of development policy makers as well as education and science development. 3. 3. As many as 61% of the respondents state that they have difficulties in searching research reports, 88% of them are in need of current information, 26% need abstracts, 16% need reviews, 100% request that information they need must be found and 95% need the guidance of a subject specialist. Direct access to an information system is needed to enable optimal use of the urban ecology information and therefore, Information Analysis Centre for Urban Ecology {IACUE) is needed. IACUE as an institution whose tasks is to collect, maintain, analyze, evaluate and state of the art reviews to be distributed to those who are interested. To optimize the results of information, the study proposed an institutional structure and work mechanism as follows: 1. Coordination, including: collection inventory, the use of information, the preparation of bibliographies/union catalogue, analyzing/evaluating of information, and consultative work to produce new information that could be more useful. 2. Coordination through an information network covering centers of information of many parties including public offices suck as Bappenas, Pusat Studi Lingkungan (PSL), Pusat Informasi dan Dokumentasi untuk Perencanaan Kota dan Daerah (PUSIDO), Pusat Informasi Teknik Pembangunan (BIC), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Koordinasi Survay dan Pemetaan Nasional (BAKORSURTANAL), Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) and institutions at district areas (Bappeda, PSL, PUSIDO, BIC, and LSM).To make it easy in its operation, every information centre (PSL, PUSIDO, BIC) should appoint one of the information centers as a center (coordinator). The district information centers are responsible for collecting information in their district areas. 3. Information services at provincial level are served by PSL while at the central level PAIEP {IACUE) has the responsibility. 4. The information channels take the form of: literature summaries, research reports, bibliographies, brochures, guide books, directories, accession lists, current con-tents, monographies, proceedings, critical reviews, etc. 5. To facilitate its administration, IACUE is suggested to be under the Ministry of State for Population and Environment. 6. It needs to select or find the most efficient and effective procedure in collecting, maintaining, analyzing, evaluating, and presenting urban ecology information.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusli Cahyadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhisa Putra
Abstrak :
Ketika arus urbanisasi terhambat di pinggir kota bersamaan dengan dekonsentasi penduduk kota, nilai tambah ekonomi lahan dijadikan pedoman untuk mengokupasi situ. Fungsi ekologi, nilai ekonomi, dan manfaat sosial yang terabaikan menuai bencana, daya rusak air dan kelangkaan air datang silih berganti. Penguasaan lahan, pembangunan fiik, dan peraturan yang selama ini diandalkan untuk menyelamatkannya, ternyata tidak memadai mencegah pengrusakan situ. Penting dan diperlukan pendekatan etnohidrologi, yaitu pemikiran yang didasarkan pada pemahaman mendalam mengenai realitas nilai-nilai, ekoliterasi, da tradisi yang dianggap berharga dan penting oleh masyarakat dalam menjaga keberlanjutan situ. pendekatan enohidrologi membutuhkan metode etnografi untuk menemukenali makna ekologi yang biasa pernah atau masi tersimpan dalam folklor. Lingkungan terbangun situ dan permukiman sekitarnya menggunakan metode kombinasi wawancara dengan pengamatan bersama, ekoliterasi dan kesakralan yang dipersepsikan masyarakat pendukungnya sebagai refleksi nonfisik dipelajari dengan metode survei. Baiknya kualitas fisik lingkungan terbangun Yeh Sanih ditopang oleh kuatnya kesakralan situ yang dipersepsikan masyarakatnya, Sungai Tanang terkait dengan ekoliterasi masyarakat yang baik. Nuruknya lingkungan terbangun SItu Mangga Bolong terkait dengan desentralisasi situ serta kurang baiknya ekoliterasi masyarakatnya. Namun demikian ekoliterasi yang dimiliki masyarakat dan penyakralan situ tidak dalat diandalkan secara tunggal untuk pemeliharaan situ di perkotaan, elaborasi keduanya dapat direkacipta dengan teknologi terapan sehingga terbentuknya kelompok budaya keairan berkelanjutan. ......By the time the flow of urbanization has reached urban fringe simultaneously with deconcentration of urban citizen, occupation of situ (man-made lakes) or other wetlands has always been perceivedto give added value to the land. Neglected ecological functions, economic values and social uses of water resources have, however, brought about the coming and going of disasters, water resource damages and water scarcity. Realizing the importance of situ, effort of saving the same which rely on land control, physical construction, and warning, in, fact the are still have not been succeeded in preventing damaging acts from being made on such situ. A deep understanding on the values, knowledge and traditions which are deemed valuable an important by each social group in maintaining the sustainability of water resources is therefore needed, which matters are usually once or still contained in folklore. The concept of ethno hydrology as proposed by this thesis will elaborate on such folklore with ethnographic manner, in order to explain eco literacy and sacred values which or adapted by supporting comunities as set out in surveys and observation on the quality of environment where the situ are made and of their surrounding areas through the uses of participatory local appraisal. The ethno hydrology approach of community group, which live alongside such situ is reflected in folklore on eco literacy and sacred nature of such situ as perceived by the communities The good quality of the Yeh Sanih developed environment such related to the strength of sacredness ass perceived by its community of example, as is the case with Sungai Tanang, eco literacy of wich is good. The poor quality of Setu Mangga Bolong developed environment, on the other hand related to each community low level of eco literacy and profane condition.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
D630
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Odum, Eugene Pleasants
Philadelphia: Saunders College, 1983
574.5 ODU b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
McIntosh, Robert P.
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1988
577 MCI b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan , 2004
639.2 EKO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
X Ben Wu
New York: Kendall, 2002
574.507 XBE f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Molles, Manuel C., Jr.
Boston: McGraw-Hill, 2005
577 MOL e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Taryati
Yogyakarta: Eja Publisher, 2007
302 TAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oswar Mungkasa
Jakarta: Pokja AMPL, 2007
553.7 OSW k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>