Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Tyas Ayunda
"Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). Kumpulan gejala ini dikenal dengan istilah sindroma dispepsia yang terdiri atas keluhan rasa tidak nyaman di perut bagian atas, mual, muntah, kembung, cepat merasa kenyang, rasa perut penuh, dan sendawa (Djoningrat, 2014). Keluhan yang dirasakan tiap seseorang berbeda-beda sesuai dengan gejala-gejalanya. Banyaknya penyebab dari gejala dispepsia dibagi menjadi dua kelompok yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional (Djoningrat, 2014). Dispepsia organik apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma lambung, dan cholelithiasis yang bisa ditemukan secara mudah melalui pemeriksaan klinis, radiologi, biokimia, laboratorium, maupun gastroentrologi konvensional (endoskopi). Sedangkan dispepsia fungsional apabila penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Djoningrat, 2014).
Dyspepsia is a collection of symptoms of upper gastrointestinal diseases that affects more than 29% of individuals in a community and the symptoms vary between individuals (Schmidt-Martin and Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). This collection of symptoms is known as dyspepsia syndrome which consists of complaints of discomfort in the upper abdomen, nausea, vomiting, bloating, feeling full quickly, feeling of a full stomach, and belching (Djoningrat, 2014). The complaints felt by each person vary according to their symptoms. The many causes of dyspepsia symptoms are divided into two groups, namely organic dyspepsia and functional dyspepsia (Djoningrat, 2014). Organic dyspepsia if the cause of dyspepsia is clear, for example the presence of peptic ulcers, gastric carcinoma, and cholelithiasis which can be found easily through clinical, radiological, biochemical, laboratory examinations or conventional gastroenterology (endoscopy). Meanwhile, functional dyspepsia occurs when the cause is unknown or no abnormalities are found on conventional gastroenterological examination or no organic damage or systemic diseases are found (Djoningrat, 2014)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Qinthara Alifya Pramatiara
"Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan atas. Terjadinya dispepsia pada pasien rawat inap dapat menambah beban ekonomi pasien yang sudah mengeluarkan biaya untuk pengobatan diagnosis lainnya. Omeprazol injeksi memiliki harga satuan per vial yang lebih mahal dibandingkan ranitidin injeksi per ampulnya. Namun, efektivitas omeprazol dinyatakan lebih baik dalam mengurangi gejala dispepsia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya terapi omeprazol injeksi dan ranitidin injeksi pada pasien dispepsia rawat inap di RSUD Pasar Rebo pada tahun 2021. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknik pengambilan data rekam medis dan biaya langsung medis secara retrospektif. Subjek penelitian adalah 158 pasien dispepsia rawat inap yang berumur 18–55 tahun di RSUD Pasar Rebo dengan persebaran 80 yang menggunakan terapi omeprazol injeksi dan 78 yang menggunakan terapi ranitidin injeksi. Berdasarkan hasil penelitian, terapi omeprazol injeksi lebih efektif dalam menghilangkan gejala dispepsia dibandingkan dengan ranitidin injeksi dengan persentase efektivitas berturut-turut sebesar 57,7% dan 39,7% (p=0,038). Total biaya terapi omeprazol injeksi sebesar Rp4.543.490 dan ranitidin injeksi sebesar Rp4.580.180 (p=0,174). Perbedaan efektivitas terapi omeprazol injeksi dibandingkan ranitidin injeksi dalam menghilangkan gejala dispepsia sebesar 17,8%, sedangkan perbedaan total biaya terapi berdasarkan perspektif rumah sakit sebesar Rp36.690. Hasil penelitian menunjukkan omeprazol injeksi memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan ranitidin injeksi dengan total biaya yang tidak berbeda bermakna.

Dyspepsia is a collection of symptoms in the form of discomfort in the upper digestive tract. The occurrence of dyspepsia in hospitalized patients can add to the economic burden of patients who already pay for other diagnostic treatments. Omeprazole injection has a unit price which is more expensive than ranitidine injection. However, the effectiveness of omeprazole was stated to be better in relieving symptoms of dyspepsia. This study aims to analyze the cost-effectiveness of omeprazole injection and ranitidine injection therapy in dyspepsia hospitalized patients at Pasar Rebo Hospital in 2021. This study used a cross-sectional design with medical record and direct medical costs data collection techniques retrospectively. The research subjects were 158 hospitalized dyspepsia patients aged 18–55 years at Pasar Rebo Hospital with a distribution of 80 who used omeprazole injection and 78 who used ranitidine injection. Based on the results of the study, omeprazole injection therapy was more effective in relieving symptoms of dyspepsia than ranitidine injection with effectiveness percentages of 57.7% and 39.7%, respectively (p=0.038). The total cost of omeprazole injection therapy was Rp. 4,543,490 and ranitidine injection was Rp. 4,580,180 (p=0.174). The difference in the effectiveness of omeprazole injection therapy compared to ranitidine injection in relieving symptoms of dyspepsia was 17.8%, while the difference in the total cost of therapy based on a hospital perspective was Rp.36,690. The results showed that omeprazole injection had a higher effectiveness than ranitidine injection with a total cost that was not significantly different."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library