Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: YLBHI, 1997
323.4 FAI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Shinta Ulie
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S25663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa apabila keadaan suatu daerah tidak
mengizinkan suatu Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu
perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung
mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau
menunjuk Pengadilan Negeri lain untuk mengadili perkara
tersebut. Namun dalam KUHAP tidak disebutkan dengan jelas
apakah yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
megizinkan” yang dijadikan dasar oleh Menteri Kehakiman
untuk mengalihkan wewenang mengadili suatu perkara pidana
kepada Pengadilan Negeri lain. Karena dalam Penjelasan
Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
mengizinkan” ialah antara lain tidak amannya daerah atau
adanya bencana alam. Akan tetapi pada prakteknya, aparat
penegak hukum terkadang dalam menunjuk Pengadilan Negeri
lain dalam hal terjadinya pengalihan wewenang memeriksa dan
mengadili suatu perkara pidana tidak mempertimbangkan
faktor tempat tinggal sebagian besar saksi-saksi sebagai
bahan pertimbangan, padahal faktor jauh dekatnya tempat
tinggal sebagian besar saksi-saksi dengan tempat
persidangan juga mempengaruhi kemudahan dan kelancaran
jalannya persidangan. Demikian juga dengan dasar aturan
yang digunakan, tidak ada satupun peraturan perundangundangan
atau surat penetapan di Indonesia yang mengatur
masalah dasar pertimbangan yang dipakai untuk menentukan
Pengadilan Negeri mana yang akan ditunjuk untuk memeriksa
dan mengadili suatu perkara pidana dalam hal terjadi
pengalihan wewenang memeriksa dan mengadili suatu perkara
pidana. Kemudian dengan diundangkannya Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman maka ketentuan
Pasal 85 KUHAP sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang ini."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S22139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Proses pemeriksaan di pengadilan merupakan salah satu tahap yang harus dilalui untuk dapat memutuskan suatu perkara pidana. Seperti yang sudah diketahui bahwa setiap putusan Pengadilan Negeri akan mempengaruhi pihak terdakwa dan keluarga bahkan dapat menimbulkan suatu rasa ketidakadilan bagi pihak yang diadili. Ketidakadilan dapat berupa terlalu cepatnya putusan diambil oleh majelis hakim karena tidak adanya batasan waktu yang jelas dalam mengambil keputusan. Bahkan terdapat kemungkinan suatu putusan hanya dilandasi pada surat dakwaan penuntut umum. Keadaan demikian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai penerapan due process of law dalam Criminal Justice System di Indonesia? Dan mengenai penerapan due process of law terhadap keseimbangan kedudukan penuntut umum dengan terdakwa dalam pemeriksaan di pengadilan dikaitkan dengan Criminal Justice System? Untuk mengetahui suatu proses hukum telah memenuhi due process of law, maka perlu dilakukan analisis proses tersebut terhadap unsur-unsur minimal due process of law. Analisis dapat dilakukan dengan meninjau ketentuan yang termuat dalam peraturan perundang-undangan. Seperti UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU HAM, KUHAP, Deklarasi Umum HAM, kovenan dan konvensi internasional. Sumber-sumber hukum tersebut telah menjamin adanya suatu peradilan sesuai dengan due process of law. Secara khusus hal tersebut diatur dalam hukum acara pidana Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP). Dengan meninjau ketentuan yang diatur dalam UU tersebut akan diketahui mengenai keseimbangan kedudukan penuntut umum dengan terdakwa dalam proses pemeriksaan di pengadilan. Keseimbangan tersebut merupakan implementasi dari pengakuan Negara terhadap harkat dan martabat manusia tanpa mempedulikan keadaan yang dimiliki oleh para pihak, terutama pihak terdakwa. Secara umum KUHAP memberikan kesempatan bagi para pihak untuk mendapatkan keadilan melalui konsep due process of law. Akan tetapi masih ada kekurangan dalam menerapkan konsep tersebut, seperti konsekuensi hukum terhadap perkara pidana jika terjadi suatu pelanggaran due process of law dan pengaturan waktu untuk menjatuhkan putusan pidana. Pengaturan masalah pelanggaran tersebut seharusnya tidak hanya diatur dalam KUHAP sebagai hukum formil, perlu pula diatur dalam UU yang berkaitan hukum acara pidana, seperti UU Kejaksaan, UU Kepolisian, UU Kekuasaan Kehakiman sebagai hukum materil"
Universitas Indonesia, 2007
S22035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Bachtiar
"Tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus yang berdampak merugikan terhadap kepentingan umum terkhusus generasi muda sehingga dapat mengancam ketahanan negara negara. Tindak pidana narkotika dilaksanakan secara terorganisir dan sistematis oleh pelakunya, maka dalam penegakannya dibutuhkan suatu upaya penanganan yang luar biasa. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur suatu bentuk perluasan tindakan penyidikan yang mengoptimalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi salah satunya ialah urinalisis yang pada dasarnya merupakan tindakan yang tergolong sebagai pemeriksaan barang bukti, di mana hasilnya berkedudukan sebagai alat bukti surat di pengadilan. Sebagai suatu bentuk tindakan hukum, jelas konsekuensinya bahwa pelaksanaan urinalisis harus dilaksanakan berdasarkan prinsip due process of law. Dalam penelitian yuridis-normatif ini penerapan prinsip due process of law dianalisis dengan menggunakan 5 (lima) asas yang mendasari admisibilitas alat bukti yakni, legality, necessity, legitimate aim, proportionality, dan safeguard against illegitimate access. Apabila, asas-asas tersebut tidak dipenuhi, maka akibatnya alat bukti hasil urinalisis yang dihadirkan di persidangan dapat dikesampingkan oleh hakim. Penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan urinalisis pada tindak pidana narkotika di Indonesia telah menerapkan ke-lima asas tersebut, akan tetapi belum terdapat unifikasi peraturan terkait tindakan urinalisis, dan terhadap asas safeguard against illegitimate access yang seharusnya dijamin oleh keberadaan lembaga praperadilan belum dapat diterapkan karena keterbatasan wewenang. Adapun saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini ialah, perancangan peraturan yang mengunifikasi mekansime pelaksanaan urinalisis dengan mempertimbangkan perspektif kepastian hukum, serta pemberian perluasan kewenangan pada lembaga praperadilan untuk menguji akuntabilitas aparat penegak hukum dalam pelaksanaan urinalisis pada tindak pidana narkotika.

Narcotics crime is a special crime that has a detrimental impact on the public interest, especially the younger generation so that it can threaten the resilience of the state. Narcotics crimes are carried out in an organized and systematic manner by the perpetrators, so in their enforcement extraordinary measures are needed. Therefore, Indonesian Narcotics Crime Acts regulates a form of expansion of investigative actions that optimizes the development of science and technology, one of which is urinalysis which is basically an action that is classified as an examination of evidence, where the results are located as documentary evidence in court. As a form of legal action, the consequence is clear that the urinalysis must be carried out based on the principle of due process of law. In this juridical-normative research the application of the due process of law principle is analyzed using 5 (five) principles that underlie the admissibility of evidence, namely, legality, necessity, legitimate aim, proportionality, and safeguard against illegitimate access. If, these principles are not met, then the result of the urinalysis evidence presented at the trial can be set aside by the judge. This study found that the implementation of urinalysis on narcotics crimes in Indonesia has implemented the five principles, but there has been no unification of regulations related to urinalysis, and the principle of safeguard against illegitimate access which should be guaranteed by the existence of pretrial institutions has not been implemented due to limited authority. . The suggestions that can be given through this research are the design of regulations that unify the mechanism for implementing urinalysis by considering the perspective of legal certainty, as well as granting expansion of authority to pretrial institutions to test the accountability of law enforcement officers in carrying out urinalysis on narcotics crimes. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eriyanto
Jakarta: AJI dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2007
342.085 3 ERI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyanto Prihartono
Yogyakarta: UPKM/CD RS Bethesda, 2003
347.015 98 DWI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library