Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bestha Inatsan Ashila
Abstrak :
[Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemidanaan dan pertimbangkan hakim terhadap perkara anak yang menjadi kurir narkoba, beserta proses pembimbingan dan pembinaan anak yang menyertainya di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Pusat dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang menjadi kurir narkoba dapat dijerat dengan Pasal 114 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan untuk pemidanaannya harus mengacu kepada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam memutus perkara anak yang menjadi kurir narkoba, hakim mempertimbangkan pertimbangkan yuridis maupun non-yuridis, yaitu laporan Litmas, tuntutan Jaksa Penuntut Umum, kondisi diri terdakwa baik yang ditemukan didalam Litmas maupun dalam fakta persidangan, kedudukan terdakwa sebagai kurir, aspek pemidanaan, serta perundang-undangan. Peran Bapas Pusat dalam menangani perkara anak yang menjadi kurir narkoba dimulai sejak tahap pra-adjudikasi, tahap adjudikasi dan tahap post adjudikasi. Sementara pembinaan di Lapas Salemba tidak ada pengkhususan bagi anak yang menjadi kurir narkoba. Proses pembinaan terhadap anak kurir narkoba dilaksanakan sama seperti dalam perkara lain., The aims of this study is to find out the criminal prosecution and judges’ consideration on the case of children who become drug couriers, along with the following mentoring and development processes at the Central Penitentiary (Bapas) and Salemba Prison (Lapas). The results show that children who become drug couriers can be charged under Article 114 Law No. 35 of 2009 on Narcotics. Meanwhile, the criminal prosecution must refer to Law No. 11 of 2012 on Children Criminal Justice System. In deciding the case of children who become drug couriers, the judges make both judicial and non-judicial considerations; Litmas (Penitentiary Study) report, Public Prosecutors’ claims, defendants’ conditions both in Litmas and in trial facts, defendants’ positions as couriers, the criminal prosecution aspects, as well as the legislations. The Central Penitentiary (Bapas) roles in handling the case of children who become drug couriers start since the pre-adjudication stage, adjudication stage, and post-adjudication stage. On the other hand, for the development process at Salemba Prison (Lapas), there is no specialization for children who become drug couriers. The development process for children who become drug couriers is implemented in the same way as other cases.]
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Yohanes Partogi
Abstrak :
Kesalahan merupakan salah satu unsur terpenting untuk meminta pertanggungjawaban pidana terhadap kurir narkotika. Tanpa adanya kesalahan kesengajaan/ kelalaian , maka tidak dapat dipidananya seorang terduga kurir narkotika. Namun, pada penerapannya Hakim dalam mengadili seorang kurir narkotika terkadang luput menggali lebih lanjut mengenai bentuk kesalahan dari siterdakwa. Kesalahan ini sangat erat hubungannya dengan suatu bentuk penyertaan dalam melakukan tindak pidana. Sebab, narkotika sebagai suatu kejahatan terorganisir memiliki suatu mata rantai yang luas dimana terdapat hubungan kerja sama antar para pelaku. Dalam konteks kurir narkotika, perlunya dikaji lebih lanjut pengetahuan dan kesadaran kurir narkotika sebagai pelaku yang bekerja sama dalam suatu sindikasi narkotika. ......Fault is one of the most important elements of criminal liability to the narcotics courier. Without a fault deliberate negligent , a narcotics courier cannot be held liable for its crime. However, in the application of the Judge in adjudicating a narcotics courier sometimes escapes further the error of the accused. This error is closely related to a form of participation in committing a crime. Therefore, narcotics as an organized crime has a wide chain where there is a relationship of cooperation between principals. In the context of narcotics couriers, the need to further examine the knowledge and awareness of narcotics couriers as actors who work together in a narcotic syndication.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69729
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meirizka Yolanda Yusuf
Abstrak :
Salah satu modus operandi yang banyak digunakan oleh jaringan perdagangan narkoba selama beberapa dekade terakhir adalah dengan memanfaatkan perempuan sebagai kurir dan/atau pengedar narkoba. Banyaknya jumlah perempuan yang dilibatkan dalam perdagangan gelap narkoba menjadikan hal tersebut sebagai isu yang sangat penting untuk dikaji, terutama karena sebagian besar jaringan perdagangan gelap narkoba melibatkan perempuan dengan tujuan untuk mengeksploitasi femininitas dan mengobjektifikasi tubuh mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai konteks sosial keterlibatan perempuan dalam jaringan perdagangan gelap narkoba serta eksploitasi femininitas yang dialami perempuan dalam jaringan perdagangan gelap narkoba. Penelitian ini merupakan penelitian feminis dengan tipe penelitian studi kasus yang mengkaji mengenai pengalaman eksploitasi tiga perempuan kurir narkoba. Data didapatkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap tiga perempuan kurir dan/atau pengedar narkoba. Temuan data dianalisis dengan menggunakan Teori Feminis Radikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilibatkan dan dieksploitasinya perempuan dalam perdagangan gelap narkoba tidak terlepas dari budaya patriarki di dalam masyarakat dan jaringan perdagangan gelap narkoba. Terdapat berbagai bentuk objektifikasi tubuh dan eksploitasi femininitas yang dilakukan oleh jaringan perdagangan narkoba terhadap perempuan kurir dan/atau pengedar narkoba yang sebagian besar terjadi tanpa disadari oleh perempuan kurir narkoba itu sendiri. Objektifikasi dan eksploitasi tersebut dilakukan terhadap, mulai dari tubuh perempuan, sampai dengan emosi dan penampilan perempuan. Para perempuan yang terlibat dengan jaringan perdagangan gelap narkoba dipaksa untuk memenuhi standar femininitas perempuan yang dikonstruksikan oleh laki-laki. Untuk kemudian femininitas tersebut dieksploitasi oleh para laki-laki sebagai alat untuk keuntungan mereka sendiri. ......One of the modus operandi used by drug trafficking networks over the last few decades is to use women as drug couriers an/or drug dealers. The large number of women involved in the illicit drug trade makes this a very important issue to address, especially since most of the illicit drug trafficking networks involve women with the aim of exploiting their femininity and objectifying their bodies. This study aims to explain the social context of women's involvement in drug trafficking networks and the exploitation of femininity experienced by women in drug trafficking networks. This research is a feminist research with a case study type that examines the experiences of exploitation of three female drug couriers and/or drug dealers. Data were obtained using in-depth interview techniques with three women drug couriers and/or drug dealers. Data findings were analyzed using Radical Feminist Theory. The results of the study show that the involvement and exploitation of women in drug trafficking is inseparable from the patriarchal culture in society and drug trafficking networks. There are various forms of objectification of the body and exploitation of femininity carried out by drug trafficking networks against women drug couriers and/or drug dealers, most of which occur without the women themselves realizing it. Objectification and exploitation are carried out on women's bodies, up to women's emotions and appearance. Women who are involved in drug trafficking networks are forced to meet the standards of women’s femininity that are constructed by men. For then the femininity is exploited by men as a tool for their own gain.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonella, Kathryn
Abstrak :
Snowing in Bali is the story of the drug trafficking and dealing scene that's made Bali one of the world's most important destinations in the global distribution of narcotics. With its central location to the Asia Pacific market, its thriving tourist industry to act as cover for importation, and a culture of corruption, Bali has long been a paradise for traffickers as well as for holiday-makers. The author has been give extraordinary access into the lives of some of the biggest players in Bali's drug world, both past and present. She charts their rise to incredible wealth and power, and their drug-fuelled lifestyles. But running international drug empires in Bali can also have terrible consequences for those caught and convicted.
London: Quercus, 2014
363.450 959 BON s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library