Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tumpal Eben Ezer
Abstrak :
Penjatuhan sanksi rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika adalah suatu tindakan yang penting karena disatu sisi penyalahguna narkotika merupakan korban dari tindak pidana narkotika. Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, kerangka yuridis yang telah ada di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika seharusnya digunakan dalam penerapannya pada masing-masing sub sistem peradilan pidana agar upaya pengobatan dan juga perawatan bagi penyalahguna, guna menyelaraskan penerapan rehabilitasi tersebut Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.04 Tahun 2010, begitu juga dengan Badan Narkotika Nasional mengeluarkan Peraturan Kepala BNN Nomor 2 Tahun 2011, Kejaksaan Agung pada tanggal 12 Januari 2012 telah menerbitkan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-136/E/EJP/01/2012 perihal tuntutan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, sedangkan Polri masih menyiapkan Rancangan Peraturan Kapolri tentang Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di lingkungan Polri untuk di jadikan pedoman Penyidik dalam melakukan rehabilitasi terhadap penyalahguna Narkotika yang menjadi Pecandu atau korban Penyalahgunaan Narkotika. Berkaitan dengan hal tersebut penulis nantinya akan membahas mengenai harmonisasi antara ukuran-ukuran yang digunakan oleh Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kejaksaan dan Pengadilan dalam merehabilitasi dilanjutkan dengan peranan Jaksa sebagai penyaring perkara dalam penanganan kasus-kasus Narkotika dan kewenangan penuntut umum dalam penanganan perkara Narkotika. ...... Rehabilitation sanctions against drug abusers is an important measure because on one hand, drug abusers are victims of crime narcotics. In Article 54 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics explain that addicts Narcotics and Narcotic abuse victims to undergo compulsory medical rehabilitation and social rehabilitation, the existing legal framework in the Act No. 35 Year 2009 on Narcotics and Government Regulation No. 25 of 2011 on the implementation of compulsory reporting of drug addicts should be used in the application on each - each sub-system of criminal justice in order to attempt treatment and also care for abusers, in order to harmonize the implementation of the rehabilitation of the Supreme Court has issued a Circular Letter of the Supreme Court (SEMA) No.04 of 2010, as well as with the National Narcotics Agency chief BNN issued Regulation No. 2 of 2011, the Attorney General on January 12, 2012 has issued Circular Attorney General for General Crimes Number: B-136/E/EJP/01/2012 demands concerning medical rehabilitation and social rehabilitation, while the police are still preparing the Draft Police Regulation on Narcotics Abuse Reduction in the police to make the guidelines at Investigators in rehabilitating narcotics abusers who become addicts or victims of Narcotics Abuse. In this regard the authors will discuss the harmonization between size - the size used by the Police, the National Narcotics Agency (BNN), and courts in rehabilitating followed by a role as a filter Attorney handling the case in the case - Narcotics and authority of the public prosecutor in handling Narcotics cases.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engkos Kosidin
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa sampai dengan saat ini masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia menjadi ancaman yang sangat serius terhadap ketahanan nasional sebuah bangsa dan negara, sehingga diperlukan strategi penanganan yang tepat dan proporsional dengan berbagai pendekatan yang meliputi aspek pencegahan, treatment dan rehabilitasi serta penegakan hukum yang konsisten. Penjara atau lembaga pemasyarakatan sebagai bagian dari system penegakan hukum yang diperuntukan melakukan pembinaan terhadap para narapidana, ternyata belum mampu memberikan kontribusi yang optimal terhadap penurunan angka prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia, bahkan kerasnya penegakan hukum terhadap tindak pidana narkoba, namun tidak proporsional dalam aplikasinya, hanya mampu memenjarakan para terpidana narkoba yang akhirnya berimplikasi pada penuhnya sebagian besar lembaga pemasyarakatan di Indonesia dewasa ini, namun dalam pemenjaraan yang dikemas dengan konsep pemasyarakatan tersebut belum diikuti dengan pola pembinaan yang tepat terutama terhadap para pengguna dan pecandu narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan. Berdasarkan penelitian ini bahwa, penjara/lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cibinong sejak 5 tahun terakhir telah terjadi mengalami peningkatan tingkat hunian narapidana terutama tindak pidana narkoba, namun dalam pembinaannya belum menerapkan pemisahan narapidana narkoba yang terdiri dari pengguna/pecandu, bandar, pengedar, kurir, sehingga sulit menerapkan metode treatment dan rehabilitasi yang tepat bagi narapidana pengguna/ pecandu narkoba karena sejak awal penjara tersebut tidak dipersipakan sebagai penjara/lapas khusus narkotika, disamping hal tersebut factor sumber daya manusia, sarana dan prasarana, fasilitas layanan kesehatan, system pengamanan, menjadi factor penghambat dalam pelaksanaan treatment dan rehabilitasi narapidana pecandu narkoba di lapas kelas II A Cibinong.
ABSTRACT This research was conducted with the background that up to now the problem of abuse and illicit drug trafficking in Indonesia into a very serious threat to the national security of a nation and state, so we need appropriate treatment strategies and proportionate to the variety of approaches that include aspects of prevention, treatment and rehabilitation and consistent law enforcement. Prisons or correctional institutions as part of a law enforcement system that is intended to provide guidance to the inmates, it has not been able to provide an optimal contribution to the reduction in the prevalence of abuse and illicit drug trafficking in Indonesia, even the rigors of law enforcement against drugs a criminal offense, but disproportionate in application, only capable of imprisoning drug criminals who ultimately has implications for the full majority of prisons in Indonesia today, but in imprisonment which is packed with the popularization of the concept has not been followed by appropriate development patterns, especially for users and drug addicts in prisons. Based on this study that, prisons / correctional institutions Class II A Cibinong since the last 5 years there has been a increase occupancy rates, especially the crime of drug convicts, but the coaching has not implemented the separation of inmates drugs consisting of user / addict, airports, dealers, couriers, making it difficult to apply the method appropriate treatment and rehabilitation for inmates users / drug addicts since the beginning of the prison do not dipersipakan as a prison / correctional special narcotics, in addition to this factor of human resources, facilities and infrastructure, health care facilities, system security, a factor obstacle in the implementation of treatment and rehabilitation of drug addicts in prison inmates class II A Cibinong.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahusilawane, Elvina Katerin
Abstrak :
Latar Belakang. Penyalahgunaan zat merupakan masalah global yang berkembang dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi. Undang undang no 35 tahun 2009 mewajibkan semua penyalahguna zat untuk mengikuti rehabilitasi, namun terdapat perbedaan pendapat terkait efektifitas terapi berdasarkan keinginan untuk mengikuti rehabilitasi. Faktor yang turut berperan dalam keberhasilan rehabilitasi adalah tingkat kesiapan untuk berubah yang terlihat dari motivasinya. Implikasi UU no 35 dapat dilihat melalui perbedaan tingkat motivasi dan hubungannya dengan karakteristik serta mekanisme koping dari individu yang telah menjalani rehabilitasi berdasarkan keinginannya. Metode. Potong lintang melibatkan 100 orang penyalahguna zat yang telah mengikuti rehabilitasi selama periode bulan Juli-September 2014 di Balai Besar Rehabilitasi BNN. Pengukuran tingkat motivasi dengan instrumen University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) dan mekanisme koping diukur dengan instrumen Brief-Coping Orientation to Problem Experienced (Brief-COPE). Hasil. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat motivasi antara penyalahguna zat yang mengikuti rehabilitasi secara sukarela dengan yang tidak sukarela setelah mengikuti proses terapi rehabilitasi. Terdapat hubungan antara tingkat motivasi dengan mekanisme koping (nilai p 0.001). Mekanisme koping yang digunakan pada subyek dalam penelitian berupa emotion-focus koping dan skor mekanisme koping yang terbanyak pada tingkat sedang. Simpulan. Tidak terdapat perbedaan tingkat motivasi pada penyalahguna zat yang telah menjalani rehabilitasi berdasarkan keinginan. ......Background. Substance abuse is a growing global problem at a fairly high recurrence rate. Indonesia narcotics law no 35 in 2009 requires compulsory treatment for people with drug dependence, nevertheless there are many differences in opinions regarding the effectiveness of therapy based on the willingness to participate. Factors that contribute to the outcomes of rehabilitation s the readiness to change seen by motivation. The implications of the Law No. 35 can be seen through motivational level differences and its relationship with the characteristics and coping mechanisms of substance abusers who have undergone a rehabilitation based on the willingness to be rehabilitated. Method. A crosssectional involving 100 substance abusers who have undergone a rehabilitation program during the period July-September 2014 at BNN rehabilitation center. Motivation level measurement by University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) instrument and coping mechanism by Brief-Coping Orientation to Problems Experienced (Brief-COPE) instrument. Result. There is no significant differences of motivational level between voluntary and compulsary substance abuser. There is a relationship between the level of motivation with coping mechanisms (p-value 0.001). Coping mechanisms used by the subject is emotionfocused coping with the highest score is at moderate level. Conclusion.There is no difference of motivational level among substance abusers who have undergone a rehabilitation program based on the willingness.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Ni`Ma Hayati
Abstrak :
Fungsi keluarga merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pemulihan pecandu NAPZA. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pemenuhan fungsi keluarga terhadap anggota keluarga yang menjalani proses rehabilitasi NAPZA di RSKO. Desain penelitian ini adalah deskriptif dari 25 pasien yang menjalani rehabilitasi rawat inap di RSKO dengan teknik total sampling. Hasil penelitian mengidentifikasi pemenuhan fungsi keluarga; 72 % pada fungsi afektif, 64% pada fungsi ekonomi, 60% pada fungsi pemeliharaan kesehatan, 64% pada fungsi reproduksi, dan 48% pada fungsi sosialisasi. Secara umum, 60% responden terpenuhi fungsi keluarganya. Tenaga kesehatan, khususnya perawat, di unit rehabilitasi RSKO diharapkan dapat mengoptimalkan program-program yang mendukung interaksi antara pasien dengan keluarganya agar fungsi keluarga tetap terpenuhi selama proses rehabilitasi. ...... Functioning of family is the one important thing in the recovery process of drug addicts. This study aims to identify the description of the functioning of the family against family members undergoing drug rehabilitation in RSKO. This study design is descriptive of the 25 patients undergoing inpatient rehabilitation in RSKO with total sampling technique. Results of the study identify the functioning of the family; 72% on affective function, 64% in the functioning of the economy, 60% on health care function, 64% of the reproductive function, and 48% in the socialization function. In general, 60% of respondents met the family function. Health workers, particularly nurses, in rehabilitation unit of RSKO is expected to optimize the programs that support the interaction between patients with their families in order to keep the family functioning during the rehabilitation process.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Mega Arista
Abstrak :
ABSTRAK
Mantan pecandu narkoba seringkali kesulitan menemukan pekerjaan. Penolakan untuk mempekerjakan mantan pecandu narkoba terjadi karena munculnya anggapan atau prasangka buruk yang sudah lama tertanam di masyarakat. Mantan pecandu narkoba menerima dua sumber stigma yaitu, stigma umum (public stigma) dan stigma diri (self stigma). Skripsi ini bertujuan untuk melihat perjalanan mantan pecandu narkoba menjadi konselor adiksi. Peneliti menggunakan metode etnografi dengan wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Skripsi ini menggambarkan bentuk perlawanan mereka terhadap stigma yang terdiri dari dua tahapan yaitu pembuktian pada diri sendiri dan juga lingkungan sekitar mereka. Kedua tahapan tersebut merupakan bagian dari perjalanan mereka melawan stigma buruk mantan pecandu narkoba yang ternyata dapat bekerja sebagai konselor adiksi. Mantan pecandu narkoba yang sudah dikatakan pulih dan produktif dapat menjadi seorang konselor adiksi melalui pelatihan dan sertifikasi. Mantan pecandu narkoba memilih bekerja sebagai konselor adiksi karena minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan rasa tanggung jawab mereka terhadap lingkunganya.
ABSTRACT
Former drug addicts often have difficulty finding work. The refusal to employ former drug addicts is due to the emergence of bad prejudices that have long been embedded in society. Former drug addicts receive two sources of stigma, public stigma and self-stigma. This thesis aims to see the journey of former drug addicts into addiction counselors. The researcher used ethnographic methods with in-depth interviews and participant observation. This thesis describes the form of their resistance to stigma consisting of two stages, that is proof of oneself and also the environment around them. Both of these stages are part of their journey against the bad stigma of former drug addicts who turned out to work as addiction counselors. Former drug addicts who are said to be recovering and productive can become addiction counselors through training and certification. Working as an addiction counselor was chosen because of the lack of jobs availability to former drug addicts and a sense of responsibility towards the environment.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lambertus Somar
Jakarta: Grasindo, 2001
362.293 LAM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lambertus Somar
Jakarta: Grasindo, 2001
362.293 LAM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Irawan
Abstrak :
Penelitian ini membahas Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi (UPT T&R) yang dikelola oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Berawal dari BNN yang merupakan lembaga represif terhadap kejahatan drugs, kini juga menjalankan fungsi korektif dalam bentuk rehabilitasi drugs. Penelitian ini mencoba menggambarkan bagaimana program terapi dan rehabilitasi bagi pecandu dan penyalah guna drugs dilihat melalui sudut pandang kriminologis. Penelitian ini melihat dari pemahaman rehabilitasi, konsep The Making of The Blind Men, serta model peradilan pidana terhadap mereka yang masuk rehabilitasi melalui sistem peradilan pidana. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana rehabilitasi drugs sangat diperlukan dan munculnya konteks mantan pecandu. ......This study discusses the Technical Implementation Unit Therapy and Rehabilitation (UPT T & R) managed by the National Narcotics Agency (BNN). Starting from BNN, which is repressive agency against drugs crime, is now also running a corrective function in the form of drugs rehabilitation. This study tries to describe how the therapy and rehabilitation programs for addicts and abusers drugs in perspectif of criminology. The research looked at the understanding of rehabilitation, the concept of The Making of The Blind Men and the criminal justice model to those who enter rehabilitation through the criminal justice system. The results of this study can give you an idea how the drugs rehabilitation is required and the context of the emergence of an ex-addict.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiati
Abstrak :
Berbagai upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA di Indonesia yang berbasis pada Program Pencegahan dari Sekolah (School Prevention Program) sudah dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Kegiatan tersebut terutama dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan tatap muka dan melalui media cetak, namun belum diperoleh informasi sejauh mana penyuluhan itu berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh penerapan materi penyuluhan kesehatan tentang NAPZA dengan mengeluarkan metode ceramah plus dan metode hanya dengan pemberian buku penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Desain penelitian adalah quasi experimental design before and after with control dengan intervensi penyuluhan. Populasi siswa-siswi SMU Negeri di Wilayah Jakam Pusat dengan rentang usia 14-17 tahun. Sampel diambil dengan metode gugus bertahap dan acak sederhana dengan besar sampel minimal dihitung menggunakan rumus estimasi proporsi presisi mutlak. Besar sampel yang dianalisis 372 siswa. Pengumpulan data dengan cara survei dan data diolah dengan menggunakan EPI INFO 6.0 sorta SPSS 7.5. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis varians (Anova) dengan uji Scheffe. Selama empat minggu, 372 siswa Sekolah Menengah Umum Negeri yang ada di Wilayah Jakarta Pusat diberikan penyuluhan dengan menggunakan dua metode penyuluhan, yaitu penyuluhan melalui metode ceramah plus (124 siswa), dan penyuluhan melalui media cetak, yaitu hanya diberikan buku penyuluhan (124 siswa). Selain itu dibandingkan juga dengan kelompok yang tidak diberikan perlakuan apa-apa sebagai kelompok kontrol (124 siswa). Sebelum dan sesudah diberikan perlakuan kepada ketiga kelompok tersebut dilakukan test. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan tentang NAPZA pada kelompok dengan ceramah plus sebesar 21,53%, kelompok yang diberikan buku penyuluhan, sebesar 13,53% dan kelompok yang tidak diberikan perlakuan (kelompok kontrol) sebesar 6,3S%. Melalui analisis varians (Anova) menunjukkan F prob. 0.00U. Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan peningkatan pengetahuan antara siswa pada kelompok yang diberikan ceramah plus dengan siswa kelompok hanya dengan pemberian buku penyuluhan dan siswa kelompok kontrol. Hasil uji Schejé pada =0.05 diperlihatkan bahwa secara bermakna ada perbedaan peningkatan pengetahuan tentang NAPZA antara kelompok yang diberikan ceramah plus dengan kelompok yang hanya diberikan buku penyuluhan; antara kelompok yang diberikan ceramah plus dengan kelompok yang tidak diberikan penyuluhan; dan antara kelompok yang hanya diberikan buku penyuluhan dengan kelompok yang tidak diberikan penyuluhan. Peningkatan sikap responden terhadap NAPZA, pencegahan penyalahgunaan NAPZA untuk kelompok yang diberikan penyuluhan dengan ceramah plus sebesar 4.14%, Kelompok yang diberikan buku penyuluhan sebesar 2,17%, sedangkan kelompok kontrol peningkatannya sebesar 1.07%. Melalui analisis menunjukan F prob 0.000. Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan peningkatan sikap positif antara kelompok yang diberikan ceramah plus dengan kelompok yang hanya diberikan buku penyuluhan, serta kelompok kontrol. Hasil uji Scheffe pada =0.05, diperlihatkan secara bermakna ada perbedaan peningkatan sikap positif antara kelompok yang diberikan ceramah plus dengan kelompok yang hanya diberikan buku penyuluhan, antara kelompok yang diberikan ceramah plus dengan kelompok yang tidak diberikan penyuluhan, sedangkan antara kelompok yang hanya diberikan buku penyuluhan dengan kelompok yang tidak diberikan penyuluhan tidak ada perbedaan peningkatan sikap positif yang bermakna. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyuluhan NAPZA berhasil meningkatkan pengetahuan siswa tentang NAPZA dan sikap siswa terhadap NAPZA, penyalahguna NAPZA dan pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Metode ceramah plus lebih efektif dibandingkan dengan hanya pemberi buku penyuluhan tentang NAPZA. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk melakukan penelitian serupa dan tidak hanya dilakukan pada SMU Negeri saja, tetapi juga SMU Swasta, dan membandingkannya dengan Sekolah Menengah Kejuruan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Fenomena pengunaan dan penyalahgunaan zat di Indonesia telah berlangsung sejak awal tahun 70-an, yang mendorong didirikannya rumah sakit yang khusus menangani masalah Keseriusan masalah ini tampak dari semakin meningkatnya jurnlah individu yang menyalahgunakan dan rnengalami ketergantungan zat dari tahun ke tahun. Penyalahgunaan dan ketergannmgan zat sendiri menimbulkan banyak masalah, baik pacla individu yang bersangkulan maupun lingkungan sosialnya. Masalah yang umumnya terjadi adalah masalah kriminalitas serta perilaku pemakaian nt yang beresiko tinggi untuk terkena penyakit menular. Diagnosis yang tepat terhadap individu yang mengalami gangguan yang berhubungan dengan zat ini terkadang sulit ditegakkan karena zat yang dikonsumsi dapat menycbabkan sindrom neuropsikiatrik yang sulit dibedakan dengan ganguan psikiartrik umum tanpa panyebab yang ielas. Dengan melihar tingginya faktor resiko dari penggunaan dan penyajahgunaan zat serta tidak mudahnya penentuan diagnosis yang tepat pada penyalahgunaan zat ini,perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat bemianfaali, khususnya dalam institusi kesehatan. Insnitusi kesehatan inilah yang umumnya meniadi ternpat pcrtama yang dipilih okh individu yang mengalami gangguan yang berhubungan dengan zat untuk mencari pertolongan. Dalam usahanya untuk mendapatkan pernahaman mengcnai masalah yang dialami oleh pcnyalah guna zat, para praktisi berusaha mendapatkan data melalui beberapa cara, salah sal-unya adalah teknik wawancara (interview). Institusi kesehatan yang ada saat ini mcnuntut pelayanan keschatan dengan waklu dan biaya rninirnum namun mempcroleh inforrnasi maksimum, dan ini bisa diperoleh melalui teknik Wawancara terstruktur. Penelitian ini berupaya untuk mclakukan konstruksi panduan wawancara terstruktur untuk individu dengan gangguan yang bethubungan dengan ant. Panduan Wawancara terstuktur ini pada dasarnya merupakan alat yang bcrisi sejumlah pertanyaan atau item yang harus dircspon oleh individu yang menjadi subyck penelitian. Dengan panduan wawancara terstuktur ini, diharapkan pewawancara mendapatkan garnbaran yang komprehensif mengenai ganguan yang dialami oleh individu dalam waktu yang relatif singkat. Pendckatan ini bersumber dari konsep bahwa ganguan psikiatrik menampakkan diri mclalui suatu set karakeristik berupa tingkah laku; penyebab yang clapat cliprediksi rcspon terhadap perlakuan terrentu; dan seringkali adanya pemunculan yang sama dalam suatu keluarga (DSM-IV, 1994 dalarn Onhrner & Othmer, 1994). Melalui pcndekatan ini, individu yang mengalarni gangguan yang bcrhubungan dcngan zat dimotjvasi untuk mendeskripsikan masalah yang dialami dcngan deul. Mercka diminta untuk menerjcmahkan persepsi tcrhadap keluhan, disfungsi serra tingkah laku mereka ke dalam nga: dan simtom untuk diagnosis deskriptif yang akan dilzlasilikasikan ke dalam kategori cliagnostik yang telah disusun sebelumnya.. Selanjumya, individu juga dievaluasi riwayat psikoscsialnya., termasuk penyesuaian diri serta kemampuarmya dalam mcnghadapi masalah. Hasil akhir dari penclitian ini adalah scbuah instrumen “Panduan wawancara Terstrukrur untuk individu dengan gangguan yang Berhubungan dengan Zat’, senza sebuah manual instrumcn yang dibuat untuk membeuri petunjuk pengisian instrumen ini. Berdasarkan analisis hasil pemcriksaan terhadap 6 subyek di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Fatmawati Jakarta, jug-a dipcroleh hasil bahwa instrunen mcerniliki derajat persctujuan antar mfer yang tinggi dalam mcncgakkan diagnosis untuk gangguan yang berhubungan dengan zat. Penelitian lanjutan perlu dilakukan unluk mendapatkan hasil konstruksi instrumen yang lebih baik, dengan mengambil jumlah subyek yang lebih banyak agar bisa dilakukan teknik uji reliabilitas yang lebih baik. Rekonstruksi terhadap bagian diagnosis aksis I sub bagian penyalahgunaan zat.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>