Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arnawilis
Abstrak :
Biaya belanja obat pada tahun 2000 di Rumah Sakit "IBNU S1NA" Pekanbaru sebesar Rp 2.784.442.315,00 atau 31,29% dari seluruh biaya operasional rumah sakit (Rp 8.894.418.879,00). Meskipun biaya yang dikeluarkan untuk pembelanjaan obat tersebut sudah cukup besar tetapi masih ditemukan masalah berupa belanja obat ke apotek luar sebesar Rp 325.687.400,00 atau 11,69%, dari biaya belanja obat. .Obat yang dibeli secara kontrak menumpuk sebesar Rp 249.059.000,00 atau 49,18% dari nilai obat yang dibeli secara kontrak yaitu sebesar Rp 600.000.000,00. Sejumlah obat deadstock sebesar Rp. 22.603.827,00 atau 0,8% dari biaya belanja obat. Penulis berasumsi masalah tersebut terjadi karena belum memadainya perencanaan obat di Rumah Sakit "IBNU S1NA" Pekanbaru. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mendapatkan gambaran perencanaan obat di Rumah Sakit "IBNU SINA" Pekanbaru pada Januari 2000 sampai dengan Desember 2000. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam yang mencakup informasi dari informan yang terkait, observasi dengan menelusuri data yang terdokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan dari awal Mei sampai akhir Juni 2001. Hasil wawancara mendalam dari observasi yang dilakukan terhadap variabel-variabel terkait dengan perencanaan obat di Rumah Sakit "IBNU SINA" Pekanbaru tahun 2000, didapatkan hal-hal yang sudah dipertimbangkan, yaitu pemakaian obat periode sebelumnya, stok akhir, masa tenggang (lead time), kapasitas gudang, stok pengaman, usulan dokter, usulan kepala kamar operasi, dan anggaran. Dengan catatan belum adanya data yang mendukung perhitungan terhadap hal-hal yang dipertimbangkan tersebut. Didapatkan juga hal-hal yang seharusnya sudah dipertimbangkan, tetapi pada kenyataannya belum dipertimbangkan, yaitu usulan komite medik, usulan panitia farmasi dan terapi, usulan kepala IGD, usulan kepala ruangan perhitungan analisis ABC pemakaian, perhitungan analisis ABC investasi, perhitungan indeks kritis ABC, perhitungan Economic Order Quantity (EOQ), pertimbangan Length of Slay, pola penyakit, formularium, dan standar terapi. Hasil penelitian menggambarkan bahwa perencanaan obat di Rumah Sakit "IBNU SINA" Pekanbaru tahun 2000 belum efektif, mengingat hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan obat belum sepenuhnya dipertimbangkan, dan pihak-pihak yang seharusnya terlibat belum dilibatkan. Agar perencanaan obat lebih efektif dan efisien, maka penulis menyarankan kepada pihak manajemen dalam membuat perencanaan kebutuhan obat sebaiknya mempertimbangkan hal-hal yang semestinya dipertimbangkan dengan melibatkan pihak-pihak terkait. Selain itu, perlu dibuat prosedur tetap dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan perencanaan obat.
The Process of Planning for Medical Supplies at IBNU SINA Moslem Hospital, Yarsi Riau - Pekanbaru, 2000.The medicine expenditure in the year 2000 at IBNU SINA Hospital, Pekanbaru was Rp 2,784,442,315.00 or 31.29% from the whole operational costs (Rp 8,894,418,879.00). Although the medicine expenditure is quite large, there still are prescriptions filled to other pharmacies amounting to Rp 325,687,4000.00 or 11.69% from the total medicine expenditure. Unused medication bought through contracts reached Rp 249,059,000.00 or 49.18% from the Rp 600,000,000.00 spent on medicine. The amount of dead stock medicine was Rp 22,603,827.00 or 0.8% from the total medicine expenditure. The author assumes that inadequate medical planning at IBNU SINA Hospital, Pekanbaru, caused it. Based on those facts, the author aims to achieve an illustration of the medical planning at IBNU SINA Hospital, Pekanbaru in January 2000 to December 2000. This study was a case study that applies a qualitative approach. The data obtained through in-depth interviews that comprised of the information from related informants, observation by tracing documenting data, and Discussion Group Focus (FGD). This study began in early May to the end of June 2001. The in-depth interviews, Discussion Group Focus, and observations on related variables against medical planning at IBNU SINA Hospital, Pekanbaru, in the year 2000, these aspects were already being considered: the use of medical supplies during the previous period, final stocks, lead time, warehouse capacity, safety stock, doctor recommendations, recommendations from the head of the surgery room, and budget. However, there is no data that supports the calculations on the aspects above. There were also several items that should be considered, but were not, such as the recommendations from the medical committee, pharmacy and therapy committee, the head of the IGD, the head of the room, calculations analysis of the ABC use, calculations analysis of the ABC investing, calculations on the ABC critical index, the Economic Order Quantity (ECQ), the Length of stay, disease pattern, Hospital drug standard, and therapy standard. The study indicated that the medical supplies planning at IBNU SINA Hospital, Pekanbaru, in the year 2000, was ineffective, since the aspects that should be considered had not been considered, and the parties that should be involved were not involved. To make the planning more effective and efficient, the author suggests the management to take into consideration the aspects above and involve the related parties. In addition to that, create a standard procedure and policies that is related to the planning.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustofa
Abstrak :
Toko obat berijin sebagai bagian dari sistem distribusi obat dalam upaya pemerataan ketersediaan obat sehingga obat mudah diperoleh pada saat yang diperlukan dan terjangkau oleh masyarakat sesuai dengan salah satu kebijakan nasional dibidang obat. Kepatuhan pemilik toko obat berijin dalam menyalurkan obat-obatan berguna dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat, tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pemilik toko obat dalam melaksanakan ketentuan pokok operasional toko obat berijin yaitu Keputusan Menteri Kesehatan nomor 167 tahun 1972. Penelitian dilakukan dengan rancangan cross-sectional , pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan, penentuan patuh dan tidak patuh berdasarkan ditemukan atau tidaknya obat keras, obat palsu atau diduga palsu di toko obat yang dijadikan sampel. Responden adalah 70 pemilik toko obat berijin yang tersebar di sembilan Kabupaten/Kota dalam provinsi Jambi dan faktor-faktor yang dilihat hubungannya dengan kepatuhan adalah faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, penerapan sangsi, supervisi, tingkat kehadiran asisten apoteker penaggung jawab serta faktor lingkungan. Hasil penelitian menunjukan 44 responden (62,8%) patuh, sedangkan sisanya 26 responden (37,8%) kurang patuh. Dart sembilan faktor yang diteliti ternyata empat diantaranya mempunyai hubungan dengan kepatuhan pemilik toko obat berijin yaitu faktor motivasi, supervisi, kehadiran asisten apoteker dan lingkungan. Pemilik toko obat berijin yang memiliki motivasi tinggi 5,6 kali lebih patuh dari yang memiliki motivasi rendah; yang menyatakan supervisi bermanfaat 3,4 kali lebih patuh dari yang menyatakan supervisi kurang bermanfaat; toko obat yang sering dikunjungi oleh asisten apoteker penangung jawab, lebih patuh 7,6 kali dari yang jarang dikunjungi oleh asisten apotekernya dan pemilik toko obat yang berada dalam lingkungan kondusif 23 kali lebih patuh dari pemilik toko obat yang berada dalam lingkungan kurang kondisif. Faktor lingkungan diketahui merupakan faktor paling dominan yang mempengaruhi kepatuhan pemilik toko obat berijin. Untuk menekan persentase pelanggaran di toko obat diharapkan Balai POM di Jambi lebih menekankan pada perbaikan lingkungan berupa penyebaran informasi kepada masyarakat tentang efek samping obat dan cara pemakaian obat yang benar serta rasional; Pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) mampu memberikan arahan baik kepada asisten penanggung jawab maupun kepada pemilik toko obat tentang tugas dan tanggung jawab selaku pengelola toko obat berijin sebelum ijin dikeluarkan dan kepada Badan POM diharapkan dapat menambah frekuensi supervisilpengawasan di lapangan secara lebih proporsional sesuai dengan luas wilayah kerja dan jumlah sarana yang harus diawasi oleh Balai POM.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T4606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyanto Utomo
Abstrak :
Obat merupakan salah satu sumber daya penting yang diperlukan dalam upaya pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas. Pengadaan obat oleh pemerintah jumlahnya terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah perencanaan, pengelolaan obat yang baik dan yang lebih penting adalah penggunaannya harus rasional. Penggunaan obat yang tidak rasional akan berdampak buruk pada sisi ekononni (pemborosan sumber daya), pada sisi medik (efek samping, resistensi dan penyakit iatrogenik), dan pada sisi psikososial di masyarakat yaitu ketergantungan masyarakat pada obat tertentu (injeksi). Berbagai upaya untuk mengurangi penggunaan obat tidak rasional telah dilakukan oleh pemerintah melalui Proyek Kesehatan IV yang disponsori oleh Bank Dunia di 5 Provinsi termasuk Provinsi Kalimantan Barat yang dimulai pada tahun anggaran 1995/1996 sampai dengan tahun anggaran 1999/2000, diantaranya adalah Pelatihan Penggunaan Obat Rasional pada dokter dan paramedis di Puskesmas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan obat tidak rasional di Puskesmas se Kabupaten Sambas Kalimantan Barat tahun 1999 menggunakan 3 indikator peresepan obat yaitu; 1)% peresepan antibiotik, 2)% peresepan injeksi dan 3)polifarmasi. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional juga dilihat. Total sampel dalam penelitian ini adalah 423 resep yang berasal dari semua Puskesmas di Kabupaten Sambas yang berjumlah 29 buah yang diambil dengan menggunakan stratified proportional random sampling method dari resep yang ditulis oleh 30 tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan pengobatan. Penefitian ini menggunakan disain penelitian potong lintang dan dilaksanakan selama 1 bulan (Desember 1999), Sebagai variabel terikat adalah penggunaan obat tidak rasional dengan 3 indikator peresepan tersebut di atas; sebagai variabel babas adalah Karakteristik individu tenaga kesehatan (jenis tenaga, masa kerja, penetapan diagnosis, -sikap terhadap Pedoman Pengobatan, sikap terhadap penggunaan obat rasional dan sikap terhadap manajemen obat), dan Karakteristik lingkungan (Karakteristik pasien/pengantarnya meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat pengetahuan pada antibiotik dan injeksi, serta tingkat motivasi untuk suntik), tingkat kecukupan obat, manajemen obat dan jumlah kunjungan poliklinik Puskesmas per hari. Hasil penelitian menunjukkan proporsi penggunaan obat tidak rasional adalah 46,6%. Pelayanan pengobatan 65,7% dilakukan oleh perawat/bidan. Dari analisis bivariat diketahui beberapa variabel yang secara bermakna (p<0,05) berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional di Puskesmas yaitu; 1)jenis tenaga kesehatan (p-0,000), 2)masa kerja (p-0,000), 3)sikap terhadap Pedoman Pengobatan (p =0,007), 4)sikap terhadap penggunaan obat rasional (p=0,001), 5)umur c 44 tahun (p-0,401), 6)motivasi untuk suntik (p-O,021), 7)tingkat kecukupan obat (p=0,007) dan 8)jumlah kunjungan poliklinik per hall (p=0,023), Pada analisis multivariat dihasilkan 5 variabel dominan dan 3 variabel interaksi yang bermakna (Likelihood Ratio Test p-X2=0,0000 di-8) secara bersama-sama berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional yaitu; 1)jenis tenaga kesehatan (perawat/bidan), 2)jumlah kunjungan poliklinik per hail (sedikit), 3)Tingkat kecukupan obat (cukup), 4)umur (5 44 tahun), 5)sikap terhadap Pedomam Pengobatan (negatif), .6)interaksi jenis tenaga kesehatan (perawat/bidan)*jumlah kunjungan poliklinik per hari (sedikit), 7)interaksi jumlah kunjungan poliklinik per hari (sedikit)*tingkat kecukupan obat (cukup) dan 8)interaksi-interaksi jumlah kunjungan poliklinik per hari (sedikit)*umur (S 44 tahun). Rekomendasi dari penelitian ini adalah legislasi tenaga paramedis dalam melakukan upaya pengobatan dasar di Puskesmas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan paramedis di bidang upaya pengobatan melalui pelatihan yang terprogram dan berkesinambungan, penyusunan Pedoman Pengobatan yang bersifat lokal yang melibatkan seluruh dokter Puskesmas dengan melakukan penyesuaian (adjusting) Pedoman Pengobatan dari Depatemen Kesehatan, meningkatkan peran dokter dalam supervisi dan sebagai pelatih di bidang upaya pengobatan terhadap paramedis, pendidikan kesehatan masyarakat untuk mengurangi penggunaan injeksi dan memperbaiki perencanaan kebutuhan obat dengan menggunakan metode epidemiologi di samping metode konsumsi yang selama ini dipakai dengan peningkatan kemampuan perencana di Kabupaten melalui pelatihan di bidang perencanaan, penelitian lanjutan dengan melihat indikator penggunaan obat tidak rasional lain yang belum diteliti, dan yang lebih penting adalah komitmen yang tinggi dari Kepala Dinas Kesehatan Dati II Sambas untuk meningkatkan penggunaan obat rasional dengan cara memperbaiki pola peresepan obat di Puskesmas.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Johnson
Abstrak :
Sistem distribusi obat adalah suatu sistem yang diterapkan oleh farmasi rumah sakit X sejak dari Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan dan Pengaturan Obat dan Alat Kesehatan. Ada dua macam sistem yang dijalankan di rumah sakit X yaitu sistem distribusi Tradisional dan sistem distribusi Dosis Unit. Sejak tahun 1986 bulan Agustus pada ruang rawat nginap kelas III (Ruang Melati) telah dijalankan sistem distribusi Dosis Unit sebagai pilot proyek (uji coba). Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri dikatakan bahwa sistem ini menguntungkan bagi rumah sakit dan pasien. Keuntungan yang diperoleh adalah dari ketepatan waktu pembelian obat, biaya pembelian maupun keamanan didalam pemakaian obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sistem distribusi obat mempengaruhi lamanya penderita dirawat di rumah sakit. Selain faktor distribusi juga ingin diketahui apakah faktor-faktor lain seperti dokter, alamat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya juga mempengaruhi LHR di rumah sakit X ini. Dengan diketahuinya pengaruh sistem distribusi obat dan faktor-faktor lain terhadap LHR yang merupakan salah satu tolak ukur performance rumah sakit, ini dapat sebagai dasar untuk menerapkan sistem ini di rumah sakit secara menyeluruh. Pengaruh sistem dan faktor-faktor lain ini terhadap LHR juga dapat sebagai dasar pemikiran kepada pimpinan rumah sakit untuk menentukan garis-garis kebijakan selanjutnya. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan meneliti data sekunder tahun 1987. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh sistem distribusi, dokter yang merawat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya terhadap LHR. LHR penderita yang dirawat oleh dokter organik, yang diagnosanya infeksi akut, yang distribusi obatnya dosis unit dan pembayar biayanya pribadi adalah lebih pendek. Dengan bantuan analisis statistik yaitu: Uji T dan Uji Regresi Ganda membuktikan adanya hubungan antara sistem distribusi, dokter, diagnose, pembayar biaya dengan LHR. Penelitian ini menyimpulkan bahwa apabila kita ingin mengembangkan sistem distribusi dosis unit di rumah sakit dengan dasar pengaruh terhadap LHR adalah tidak relevan. Sedangkan untuk faktor-faktor dokter organik, diagnosa infeksi akut, pembayar biaya pribadi dan distribusi dosis unit LHRnya lebih pendek. Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sistem distribusi obat di rumah sakit yang menyangkut faktor biaya dan manajemen.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T6719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Amalia
Abstrak :
Solid lipid nanoparticle (SLN) merupakan suatu sistem pembawa koloid yang menggunakan lipid padat sebagai bahan pembentuk matriks. Penelitian ini dilakukan untuk preparasi sediaan SLN gliklazid menggunakan metode high shear homogenization dan pengeringan beku. Formula SLN gliklazid terdiri atas: asam stearat sebagai bahan pembentuk matriks, Tween 80 dan PEG 400 sebagai surfaktan, etanol sebagai ko-solvent dan laktosa sebagai cryoprotectant. Karakterisasi sediaan SLN dilakukan sebelum dan setelah pengeringan beku yang meliputi: analisis ukuran partikel dan potensial zeta, analisis morfologi, efisiensi penjerapan, dan dilanjutkan dengan evaluasi pelepasan dan permeabilitas gliklazid secara in-vitro. Hasil menunjukkan gliklazid dapat diformulasikan kedalam bentuk sediaan SLN dengan bentuk partikel yang tidak sferis dan rata-rata ukuran partikel SLN sebesar 878,0 ± 246,3 nm dan 745,8 ± 204,0 nm. Nilai potensial zeta dari SLN adalah –3,96 ± 0,45 mV dan –5,32 ± 2,13 mV dengan efisiensi penjerapan 84,055 ± 3,876% dan 75,29 ± 0,79%. Evaluasi pelepasan obat pada sediaan secara in-vitro menunjukkan pada menit ke-25 gliklazid telah terdisolusi sebanyak 99,739 ± 0,310% dan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dengan gliklazid murni. Evaluasi permeabilitas sediaan secara in-vitro menunjukkan laju permeasi SLN gliklazid lebih tinggi dibandingkan gliklazid murni dan menunjukkan perbedaan yang signifikan (p < 0,05). ...... Solid lipid nanoparticle (SLN) have been proposed as colloidal carriers which used solid lipid as matrix material. In this study, gliclazide-loaded solid lipid nanoparticle has prepared with high shear homogenization and freeze drying method using stearic acid as lipid material, tween 80 and PEG 400 as surfactant, ethanol as'co-solvent and lactose as cryoprotectant. Characterization performed on SLN dosage from before and after freeze drying, which includes the analysis of particle size and zeta potential, morphology analysis, entrapment efficiency, followed by evaluate in vitro release study and in vitro permeation study of gliclazide. Results indicate gliclazide can be formulated in SLN dosage form using high shear homogenization and freeze dry method. The morphology studies revealed that the prepared SLN were irregular in shape with mean particle size of 878.0 ± 246.3 and 745.8 ± 204.0. Zeta potensial value of gliclazide-loaded SLN were found – 3.96 ± 0.45 mV and – 5.32 ± 2.13 mV with entrapment efficiency 84.055 % ± 3.876 and 75.29 ± 0.79%. The evaluation of the in vitro of Gliclazideloaded SLN release study showed after 25 minutes of study, 99.739 ± 0.310% gliclaizde was dissolved and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide. The in vitro permeation of gliclazide was improved when formulated as SLN and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kwok, Kevin
Abstrak :
Pirfenidon yang dihantarkan secara peroral mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga memerlukan dosis tinggi dan berpotensi menyebabkan efek samping sistemik. Oleh karena itu, pengembangan rute alternatif bagi pirfenidon perlu dilakukan. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa sistem penghantaran intrapulmonal berbasis solid lipid nanoparticles (SLN) dapat terdeposit dengan baik pada area alveolus paru-paru. Namun, karakteristik SLN dapat dipengaruhi oleh rasio lipid terhadap obat, jenis dan konsentrasi polimer. Oleh karena itu, optimisasi dengan metode permukaan respon perlu dilakukan untuk memperoleh formula SLN pirfenidon (P-SLN) yang optimal untuk penghantaran intrapulmonal. Lima belas formula disusun berdasarkan desain Box Behnken dengan tiga faktor yaitu, rasio lipid terhadap obat, jenis polimer dan konsentrasi polimer, serta tiga respon, meliputi ukuran partikel, PDI dan efisiensi penjerapan. Formula P-SLN optimal dikarakterisasi meliputi morfologi, kadar lembab, performa aerodinamik, studi disolusi dan stabilitas. Hasil optimisasi menunjukkan bahwa P-SLN optimal tersusun dari rasio lipid terhadap obat 6:1 dan 0,5% Plasdone K-29/32 (FO1). P-SLN FO1 memiliki bentuk sferis dengan ukuran partikel 212,67 nm, PDI 0,39, efisiensi penjerapan 95,02%, dan kadar lembab 1,59%. FO1 memiliki mass median aerodynamic diameter berkisar antara 0,54–12,12 μm. Selain itu, FO1 melepaskan pirfenidon sebanyak 89,61% dan 69,28% dalam medium pH 4,5 dan pH 7,4 selama 45 menit. Sebagai kesimpulan, FO1 terbukti memiliki karakteristik yang sesuai untuk menghantarkan pirfenidon melalui rute intrapulmonal. ......Orally administration of pirfenidone undergoes first-pass metabolism, hence requires high dose level and leads to systemic side effects. Therefore, it is necessary to develop an alternative route of administration for pirfenidone. Previous research reported that the solid lipid nanoparticle-based (SLN) intrapulmonary drug delivery system (IPDDS) was deposit well in the alveolar region of the lungs. However, the characteristics of SLN could be influenced by lipid-to-drug ratio, polymer type and concentration. Therefore, optimization using response surface methodology was carried out to obtain the optimized pirfenidon-loaded SLN (P-SLN) formula for IPDDS. Box-Behnken design was applied to create 15 formulas comprising three factors, including lipid-to-drug ratio, type and concentration of polymer and three responses, including particle size, PDI and entrapment efficiency. The optimized P-SLN formula was characterized, including morphology, moisture content, aerodynamic performance, dissolution and stability studies. The optimization results yielded an optimized P-SLN comprised a lipid-to-drug ratio of 6:1 and 0.5% Plasdone K-29/32 (FO1). The P-SLN FO1 had a spherical shape with a particle size of 212.67 nm, PDI of 0.39, entrapment efficiency of 95.02%, and moisture content of 1.59%. FO1 had a mass median aerodynamic diameter ranging from 0.54–12.12 μm. In addition, FO1 release 89.61% and 69.28% pirfenidone for 45 minutes in buffer medium pH 4.5 and pH 7.4. In conclusion, FO1 was proven to have an appropriate IPDDS characteristics for delivering pirfenidone.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duwi Basuki
Abstrak :
Angka kematian dan kecacatan semakin meningkat akibat kesalahan dalam pemberian obat, dapat dicegah dengan supervisi secara optimal. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan persepsi perawat pelaksana tentang supervisi pimpinan ruang dengan pelaksanaan SOP pemberian obat. Desain penelitian menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel penelitian 73 perawat pelaksana dan 12 pimpinan ruang. Hasil observasi pelaksanaan kegiatan supervisi pimpinan ruang (58,33%) tidak baik dan pelaksanaan sop pemberian obat (39,7%) tidak baik. Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan bermakna supervisi pimpinan ruang terhadap pelaksanaan SOP pemberian obat ( p= 0,566). Upaya untuk meningkatkan pelaksanaan SOP pemberian obat dengan meningkatkan supervisi pimpinan ruang secara terencana dan terjadwal, penambahan fasilitas alat dan pendidikan non formal melalui pelatihan berkesinambungan.
Mortality and disability is increasing due to errors in drug administration can prevent with optimum supervision. The purpose of this study was to relationship between nurses staff? perceptions toward head nurses? supervision and the implementation of standard operating procedure for drug administration. This was a cross sectional study involving 73 nurse staff and 12 head nurses. It was observed that lack of an appropriate supervision led not good (58,33%) and to the implementation of drug delivery was also not good (39,7%). It was found that there was no significant effect of head nurses? supervision and the implementation of standard operating procedures for drug administration (p = 0.566). Efforts to improve the implementation of standard operating procedures for drug administration could be done by a planned and scheduled head nurse?s supervision as well, to facilitates for drug administration and non formal education through continuous training.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T30588
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arlina Prima Putri
Abstrak :
Alginat adalah salah satu polisakarida alami yang dapat ditemukan pada sejumlah aplikasi biomedis. Hal ini didukung oleh sifatnya, yaitu biokompatibel, rendah kadar toksisitas, kelimpahan ketersediaannya, dan kemudahan proses gelasinya. Untuk meningkatkan sifat biodegradasi dan kemampuan interaksinya dengan sel tubuh, maka diperlukan modifikasi lanjut untuk senyawa alginat. Pada penelitian ini ditelaah metoda konjugasi alginat dengan reaksi oksidasi periodat dan reduksi aminasi. Penelitian diawali dengan pemetaan potensi protein dari sejumlah koleksi alga Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan konjugasi alginat dengan benzilamina dan ?-lisin. Kondisi reaksi optimal konjugasi dipelajari dengan menelaah pengaruh rasio substrat dengan oksidator dan reduktor. Alginat yang dikonjugasikan dengan benzilamina, mampu bertindak sebagai surfaktan karena membentuk misel pada pH asam, sedangkan dari senyawa alginat terkonjugasi ?-lisin, diperoleh produk berupa hidrogel dengan metoda pembentukan ikatan silang basa Schiff menggunakan gelatin. Hidrogel ini memiliki keunggulan karena ikatan yang terbentuk berupa pseudokovalen, menghasilkan hidrogel sifat self-healing. Dengan menggunakan kondisi konjugasi optimal, maka metoda modifikasi selanjutnya digunakan untuk membentuk alginat terkonjugasi lektin wheat germ aggulitinin (WGA). Mikropartikel dari alginat terkonjugasi WGA disintesis dengan metoda emulsifikasi dan ikatan silang ionik. Mikropartikel kemudian dimuat dengan kurkumin, pola pelepasan, hemakompatabilitas dan sitotoksisitinya diamati. Hasil penelitian menunjukkan enkapsulasi kurkumin dengan mikropartikel menghasilkan model pelepasan yang diperpanjang, dan pada konsentrasi rendah mikropartikel menunjukkan sifat hemakompatibel. ......Alginates are one of the natural polysaccharides that are found in numerous applications in biomedical science and engineering. This is due to the favorable properties of alginates, including biocompatibility, low toxicity, abundant availability, and ease of gelation. Chemical functionalization is one way to generate alginate derivatives with low molecular weight and high cell interactions. In this research conjugation method via periodate oxidation and reductive amination was studied. The research began with algae protein’s potential mapping from a few of Indonesian algae collection. The second part of the research was to conjugate the alginate with benzylamine and ?-lysine. We studied the effect of substrates against oxidation and reduction agents towards reaction yields. The benzylamine conjugated alginate was producing micelle on acidic pH, makes it suitable to acts as surfactant. From the ?-lysine conjugated alginate, we produced hydrogel by using gelatin to form Schiff base crosslinking. This hydrogel was linked by pseudocovalent linker which generates its self-healing properties. With conjugation optimum condition, alginate was conjugated with WGA lectin. Microparticles from alginate conjugated WGA were prepared through emulsification and ionic crosslinking. The microparticle was loaded with curcumin. The released pattern, hemacompatability and cytotoxicity of microparticle were investigated. The results show that encapsulation of curcumin with microparticle was released in prolonged manner and at low concentration, microparticle was hemocompatible.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Ramadhan Afif
Abstrak :
Obat ini sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat membantu mengurangi rasa sakit dan menyembuhkan penyakit. Namun konsumsi obat harus mengikuti peraturan yang ada. Pelepasan obat dapat dimanipulasi melalui model obat Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model yang valid obat terdiri dari parasetamol dan kitosan matriks. Sebuah model yang valid dapat dicapai jika hasil dari percobaan dan simulasi menunjukkan nilai perbedaan sedikit Juga konsentrasi profil parasetamol dalam bentuk padat cair dan parasetamol dalam air akan mengamati dan menganalisa secara benar Hasil dari penelitian ini adalah profil pelepasan parasetamol selama 25 menit. Dan itu menunjukkan pelepasan persen parasetamol selama 25 menit Matriks membutuhkan sekitar 7 jam untuk melepaskan parasetamol dalam matriks dengan parameter adalah koefisien pembubaran obat adalah 1x10 9 ml2 mol2 h dan koefisien difusi paraetamol dalam cairan adalah 5 x 10 8 m2 s Dari percobaan parasetamol loading 2,66%, 5,65% and 7,45%.. The pelepasan obat akan terjadi dalam larutan penyangga yaitu air dengan pH 7, 4. Diasumsikan bahwa parasetamol hanya dilepaskan ke air chitosan diasumsikan tidak melepaskan ke air sehingga air harus memiliki pH 7,4 Setelah 25 menit dari rilis persen sampel adalah 14 6 untuk sampel B adalah 13,6 % dan untuk sampel C adalah 21,7%. ......Drug is very important for human being. It can help reduce pain and cure diseases. However consumption of drug must follow its existing regulations. The release of a drug can be manipulated through a model of the drug. The main objective of this research is to obtain a valid model of a drug consist of paracetamol and chitosan matrix. A valid model can be achieve if the result from experiment and simulation show a slightly difference values. Also, the profile concentration of paracetamol in solid, paracetamol in liquid and water will be observe and analyze correctly. The result of the research is profile release of paracetamol for 25 minutes. And it shows the percent release of paracetamol for 25 minutes. The matrix needs approximately 7 hours to release paracetamol inside the matrix, with parameters are: the coefficient of drug dissolution is 1x10-9 ml2/mol2 h and diffusion coefficient of paraetamol in liquid is 5 x 10-8 m2/s. From the experiment, paracetamol loading are 2,66%, 5,65% and 7,45%. The drug release will occurred in buffer solution, which is water with pH 7,4. It was assumed that only paracetamol is released to the water, chitosan is assumed not release to the water, therefore the water must have pH 7,4. After 25 minutes percent release of sample A is 14,6 %, for sample B is 13,6 % and for sample C is 21,7 %.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Sediaan mengapung dirancang untuk meningkatkan bioavailabilitas obat melalui perpanjangan waktu tinggal sediaan di lambung (dekat dengan loka absorpsi) dan memperpanjang pelepasan obat dengan mengendalikan laju pelepasannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh formula tablet mengapung dengan menggunakan kombinasi pragelatinisasi pati singkong propionat (PPSP) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) sebagai matriks. Penelitian ini menerapkan granulasi basah sebagai metode pembuatan tablet dengan teofilin sebagai model obat. Semua formula, yang dibuat dengan memvariasikan komposisi polimer penyusun matriks, menunjukkan periode mengapung diatas 8 jam pada asam klorida 0,1N 370C. Uji keterapungan, daya mengembang, dan kinetika pelepasan obat merupakan parameter penting tablet mengapung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula dengan matriks PPSP:HPMC=1:1 merupakan formula terbaik yang paling mendekati formula pembanding dengan matriks HPMC 100% dengan kinetika pelepasan mengikuti persamaan Higuchi dan mekanisme difusi non-Fickian.
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>