Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reno Amrih Rahadjeng
Abstrak :
Perceraian perkawinan dalam agama Katolik tidak dimungkinkan bagi perkawinan ratum et Consummatum. Ini dikuatkan dengan sabda Allah daiam Matius 19:6 " Apa yang telah Kusatukan tak dapat diceraikan manusia" dan Kanon 1056 dikatakan bahwa sifat hakiki perkawinan adalah monogami dan tak terceraikan, serta sakral. Ini hanya dapat dimungkinkan pada perkawinan Matrimoium non Consummatum, Matrimonium Inter partem baptiza tam et non bapti zatam/ privilegium petrinum dan Matrimonium inter non baptizatos/Privilegium Paulinum. Urutan proseduralnya adalah melalui pastor paroki kemudian Tribunal melalui persetujuan Uskup dikirim ke Roma untuk disetujui Paus. Pandangan Gereja bagi perceraian yang dikukuhkan oleh Pengadilan Negeri sesuai dengan Kanon 1141 "Tidak ada kekuatan manusiawi yang dapat memutuskan ikatan perkawinan kategori ratum et Consummabum" sehingga perceraian ini tidak efektif, karena perkawinan itu dianggap tetap berlangsung hingga salah satu pasangannya meninggal. Sehingga keberadaan lembaga pisah dan ranjang dapat dijadikan alternatif untuk menghindari perceraian. Untuk itu lembaga pisah meja dan ranjang dipandang perlu dihidupkan kembali. Dengan menggunakan metode studi dokumen dan wawancara, tulisan ini dibuat dan bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi orang yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai putusnya perkawinan karena perceraian bagi umat Katolik di Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan John Harris
Abstrak :
Manusia memiliki hasrat untuk melakukan berbagai kebutuhan. Keinginan keinginan itu kemudian bertambah besar sehingga sampai pada keinginan untuk memiliki pasangan hidup yang serasa, membentuk keluarga yang bahagia, dan memiliki anak. Atas dasar itu, manusia membentuk Institusi perkawinan. Negara mengatur ini semua dalam UU no. 1/1974 tentang perkawinan. Ternyata setelah mereka menikah dan dikaruniai dua anak, terjadi percekcokan yang hebat dan terus menerus terjadi. Akhirnya mereka bercerai dipengadilan negeri. UU No.1/1974 dan PP No. 9/1975 mengatur juga mengenai perceraian. Umat Katolik yang ingin bercerai saja dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri. Hukum Kanonik tidak mengenal perceraian. Dalam Kanon 1056 dikatakan bahwa sifat hakiki perkawinan adalah monogam dan tidak terceraikan, dan sakral. Bagaimana jika yang ingin bercerai adalah pasangan suami istri yang beragama Katolik? Dapatkah mereka bercerai? Mereka dapat bercerai karena UU No .1/1 974 tidak melarang pasangan manapun untuk bercerai. Jika salah satu dari pasangan suami-istri Katolik menggugat pasangannya dengan alasan perceraian terdapat dalam PP No. 9/1975 maka pengadilan negeri dapat memutuskan perkawinan mereka. Metodologi penelitian yang dipakai adalah metode studi dokumen dan wawancara.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library