Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sherly Hinelo
Abstrak :
Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan utama kerena sebagian besar wilayah Indonesia masih merupakan daerah endemis. Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan, namun di beberapa daerah prevalensi malaria masih sangat tinggi. Papua merupakan salah satu wilayah dengan angka kasus tertinggi. Selama ini penanggulangan malaria dilakukan secara terpusat tanpa basis data yang mendukung, sehingga perencanaan program belum memberikan gambaran masalah lokal daerah untuk tindakan intervensi yang efektif. Penanganan terhadap malaria hendaknya bersifat spasial, oleh karena itu diperlukan evaluari terhadap komponen yang memerlukan perubahan dan perbaikan. Evaluasi program yang dilakukan selama ini dengan menilai pencapaian target terhadap indikator yang telah ditentukan tanpa melihat faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap penularan malaria. Oleh karena itu dalam penelitian dengan menggunakan analisis spasial, akan dilihat faktor lingkungan khususnya ketinggian tempat dan jumlah hari hujan, terhadap kasus malaria baik klinis maupun positif. Penelitian ini merupakan jenis studi riset operasional, dengan melalukan pengumpulan data sekunder di Subdit P2 malaria Depkes. hasil keluaran penelitian ini adalah model evaluasi program penanggulangan malaria. Tahapan penelitian dilakukan melalui pemilihan model, mekanisme proses sampai pada tahap analsis, yang akan menghasilkan model evaluasi program penanggulangan malaria di Papua. Hasil penelitian berupa hasil analisis spasial beberapa variabel, berupa peta tematik angka malaria klinis per kabupaten, ketinggian tempat, jumlah hari hujan dan perta klasifikasi kabupaten berdasarkan AMI, ketinggian tempat dan jumlah hari hujan serta informasi wilayah kabupaten yang prioritas untuk dilakukan intervensi dan tidak. Terjadi kecenderungan bahwa ketinggian tempat mempengaruhi peningkatan angka malaria klinis. Semakin tinggi tempat, angka malaria klinis cenderung semakin kecil. Berdasarkan jumlah hari hujan, tidak ditemukan pola yang menetap, namun ada kecenderungan jumlah hari hujan sedang dan rendah memungkinkan angka kasus klinis cenderung tinggi. Model evaluasi yang dikembangkan masih sangan sederhana karena keterbatasan data. Model ini sangat tergantung pada kelengkapan data, sehingga apabila ingin mengembangkan model ini lebih lanjut diperlukan basis data yang lengkap.
Malaria disease is still a significant health problem because most of Indonesia regions are still endemic areas. Malaria eradication efforts have been conducted, but malaria prevalence is still very high at some areas. Papua is one of the regions with the highest case number. Malaria eradication has been conducted centrally without data base supporting, so that program planning does not give yet the illustration of local problem for the effective intervention action. Handling of malaria should have a spatial character, therefore it is important to evaluate component which needs an amendment and modification. Program evaluations that have been conducted before by evaluating a purpose attainment of determined indicator without looking the other factors that is possible to affect a malaria infection. Therefore, this research used a spatial analysis. It found an environmental factor, especially height of place and day number of rain toward malaria case both of clinic and positive. This research is an operational study, collected a secondary data at Sub-Directorate of malaria eradication and prevention in Health Ministry. Output result of this research is model evaluation program of malaria eradication. Research steps were conducted by model election, process mechanism and analysis phase that result an evaluation model of malaria eradication program in Papua. Research result is a spatial analysis result of some variables, such as thematic map of clinic malaria number each sub-province, height of place, day number of rain and classification map of sub-province based on Annual Malaria Incident, height of place and day number of rain, and also regional information of sub-province which has a priority to be intervened or not. It happen a tendency that height of place related to increase clinic number of malaria. The highest place will make a clinic number of malaria is smaller. According to day number of rain, there was not found a remain design, but the tendency of day number of rain was sufficient and lower, so it was possible a clinic case number highly, Developed evaluation model was still very simple because of data limitation. This model was very depend on data equipment, so if wishing to develop this model, it was important a completed data base.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat promosi kesehatan departemen kesehatan RI, 2007
362.1 IND j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyah
Abstrak :
ABSTRAK
Analisis Implementasi Kegiatan Pos Pembinaan Terpadu PenyakitTidak Menular Posbindu PTM di Kota Bogor Tahun 2018Pembimbing : Dr. Pujiyanto, SKM, M.KesPosbindu PTM merupakan salah satu upaya untuk mencegah dan mengendalikanpenyakit tidak menular melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam deteksi dinifaktor risiko penyakit tidak menular. Cakupan kunjungan masyarakat ke Posbindu PTMdi Kota Bogor pada tahun 2017 hanya 12,96 belum mencapai target yang diharapkanyaitu 30 . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kegiatanPosbindu PTM di Kota Bogor. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam,Focus Group Discussion FGD , telaah dokumen dan observasi. Informan penelitianterdiri dari 11 informan wawancara mendalam dan 24 informan FGD. Observasidilakukan di 2 Posbindu PTM di Puskesmas Mekarwangi dan Puskesmas Cipaku. Hasilpenelitian berdasarkan aspek standar dan tujuan kebijakan sudah cukup mendukungnamun untuk sasaran peserta Posbindu PTM belum semua informan mengetahui, aspeksumber daya manusia tenaga dan kompetensi kader masih kurang, anggaran berasal daridana APBD dan BOK, sarana prasana sudah cukup memadai namun untuk media promosipreventif masih kurang, aspek komunikasi antar pelaksana kegiatan sudah terjalin namunbelum efektif terutama pada penyebaran informasi mengenai sasaran dan jadwal kegiatan,aspek karakteristik badan pelaksana untuk hubungan dan proses koordinasi sudah terjalinnamun belum optimal terutama kordinasi tugas antar kader, aspek sikap pelaksanapetugas sudah cukup baik namun sikap dan motivasi kader masih kurang belum semuanyaterlibat aktif pada kegiatan, aspek dukungan lingkungan sosial belum optimal hadirnyatokoh masyarakat pada saat pelaksanaan kegiatan, dukungan dana sudah cukupmendukung dari bantuan masyarakat, dan dukungan politik dari pemerintah daerah sudahcukup baik dengan dikeluarkannya SK Walikota. Rekomendasi perlu adanya refreshingkader dengan melakukan studi banding ke Posbindu terbaik, pelatihan secara berkala danperekrutan kader baru, pemberian reward atau pemilihan kader teladan dan PosbinduPTM terbaik, peningkatan kerja sama lintas sektor lembaga pendidikan, pemerintah danswasta.Kata kunci: Implementasi Kebijakan Kesehatan, Posbindu PTM, Penyakit Tidak Menular.
ABSTRACT
Analysis of The Implementation of Non CommunicableDisease Integrated Service Post NCDISP Activities in BogorCity 2018Counsellor Dr. Pujiyanto, SKM, M.KesNon Communicable Disease Integrated Service Post NCDISP is one of the efforts toprevent and control non communicable diseases by using, will also change the language.The coverage of the community to NCDISP in 2017 only 12.96 has not reached theexpected target of 30 . This study aims to find out how the implementation of NCDISPactivities in the city of Bogor. The method used is in depth interviews, Focus GroupDiscussion FGD , study documents and observations. The research informants consistedof 11 informant interviews and 24 FGD informants. Observations were conducted at 2NCDISP at Mekarwangi Health Center and Cipaku Health Center. The results of researchbased on the aspects of standards and objectives that exist but still for the targetparticipants NCDISP not all information, resources and energy resources cadres are stilllacking, funds come from APBD and BOK funds, facilities are quite adequate yet forpreventive media campaign less, communication aspect between executor of activity hasnot been established but not yet effective especially at disseminating information abouttarget and schedule of activity, executor body aspect for relationship and process whichhave been intertwined but not optimal especially for duties among cadres, and others.good but the attitude and motivation of the cadres are still less actively involved activelyin the activities, the social environment is not optimally the presence of communityfigures at the time of implementation of activities, The amount of funds is enough supportfrom the public assistance, and funds from the local government is quite good with theissuance of SK Mayor. Suggestions need to be refreshed by doing cadres by conductingcomparative studies to the best NCDISP, online training and recruitment of new cadres,reward prizes or selecting best cadres and NCDISP, enhancing education, governmentand private sector cooperation.Key words Health Policy Implementation, Non Communicable Disease IntegratedService Post, Non Communicable Diseases
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Norsari
Abstrak :
Diare merupakan penyebab utama kematian pada bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%) di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan cara ibu dalam menangani diare pada balita di Kelurahan Urug, Kecamatan Sukajaya, Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 110 ibu yang memiliki bayi dan balita yang pernah atau sedang mengalami diare yang dipilih secara cluster sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket. Data dianalisa menggunakan uji statistik Chi-Square. Hasil pengolahan data menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara pengatahuan dan cara ibu dalam menangani diare pada balita (p value = 0,001). Ibu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi, memiliki perilaku yang baik dalam menangani diare pada balita. Penelitian ini merekomendasikan program peningkatan pengetahuan ibu dalam penanganan diare pada balita, sehingga ibu mampu menangani diare dengan cepat dan tepat. ...... Diarrhea is a major cause of death among infants (31.4%) and young children (25.2%) in Indonesia. The purpose of this study was to determine the relationship between mother’s knowledge and their behavior in caring for children experiencing diarrhea in Urug, Sukajaya, Bogor. This research’s design was correlation analytic with cross sectional approach. The data was collected from 110 mothers of infants and toddlers who had or was experiencing diarrhea with cluster sampling technique. Data collection were conducted by distributing questionnaires. The data was analyzed with Chi-Square statistical test. The result showed that there was significant relationship between mother's knowledge with their behavior in caring for children experiencing diarrhea (p-value= 0.001). Mothers with good knowledge have good behavior dealing with diarrhea of their children. This research recommendates programs to improve mother’s knowledge about diarrhea, so they will have capablity to treat diarrhea quickly and precisely.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Aprillia Sriduma
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung biaya rata-rata 10 diagnosa penyakit terbanyak dan termahal peserta Program Pelayanan Kesehatan Karawang Sehat di Kabupaten Karawang periode Januari-Desember 2018. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari data klaim Program Pelayanan Kesehatan Karawang Sehat. Analisis yang dilakukan adalah analisis Univariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki mendapatkan pelayanan rawat inap terbanyak yaitu 50,4% dari seluruh klaim. Rata-rata umur peserta yang mendapatkan pelayanan rawat inap adalah 33,41 tahun dan rata-rata lama hari rawat adalah 4,86 hari. Typhoid Fever merupakan penyakit rawat inap terbanyak, penyakit rawat inap termahal yaitu Hydrocephalus, unspecified dengan biaya Rp213.576.000,00. Biaya rata-rata perawatan paling besar peserta Program Pelayanan Kesehatan Karawang Sehat periode Januari - Desember 2018 pada 10 penyakit rawat inap terbanyak adalah penyakit Tuberculosis of lung, confirmed by unspecified means yaitu sebesar Rp5.393.807,55 dan pada 10 penyakit rawat inap termahal adalah Presence of cerebrospinal fluid drainage device yaitu sebesar Rp34.804.500,00. Saran untuk Program Pelayanan Kesehatan Karawang Sehat adalah melakukan kegiatan promotif dan preventif pada penyakit-penyakit rawat inap yang terbanyak terjadi pada peserta Program Pelayanan Kesehatan Karawang Sehat. Melakukan pemeriksaan berulang terhadap klaim 10 diagnosa penyakit rawat inap termahal dengan jumlah kasus yang besar untuk menghindari terjadinya pembengkakan biaya dan fraud. Melakukan kerjasama dengan Dinas Sosial dan Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil untuk mengatasi data kependudukan penduduk miskin Kabupaten Karawang, sehingga dapat diintegrasikan ke dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional. ......This study aims to calculate top 10 diagnosis of disease and top 10 expensive disease inpatient care among participants of the Healthy Karawang Health Service Program in Karawang Regency, January-December 2018. This research is a quantitative descriptive study using a cross sectional design. The data used in this study are secondary data obtained from the claims data of the Karawang Sehat Health Service Program. The analysis carried out was Univariate analysis. The results of this study indicate that the male participants received the most inpatient services, namely 50.4% of all claims. The average age of participants who received inpatient services was 33.41 years and the average length of stay was 4.86 days. Typhoid Fever is the most hospitalized disease, the most expensive inpatient disease, Hydrocephalus, unspecified at a cost of Rp213.576.000,00. The highest average cost of care for participants in the Healthy Karawang Health Service Program for the period of January - December 2018 in the 10 most inpatient diseases was Tuberculosis of Lung, confirmed by unspecified means which was Rp5.393.807,55 and in the 10 most expensive inpatient diseases Presence of cerebrospinal fluid drainage device is Rp34.804.500,00. Suggestions for the Karawang Sehat Health Service Program are to carry out promotive and preventive activities in hospitalized diseases, which mostly occur in the participants of the Healthy Karawang Health Service Program. Conduct repeated checks on claims of 10 most expensive inpatient diagnoses with a large number of cases to avoid the occurrence of cost overruns and fraud. Collaborating with the Social Service and Population and Civil Registry Service to address the population data of the poor population of Karawang Regency, so that it can be integrated into the National Health Insurance scheme.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huber, Diane L.
St. Louis: Elsevier Saunders, 2005
616 HUB d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Leutholtz, Brian C.
London: CRC Press Taylor &Francis Group, 2011
616 LEU e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Putu Ananti Pratiwi
Abstrak :
Prolanis sebagai salah satu strategi promotif dan preventif yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan untuk menurunkan atau mencegah komplikasi penyakit kronis yang diderita oleh peserta sekaligus sebagai kendali biaya pelayanan kesehatan. Pada tahun 2017, KBK mulai diterapkan sehingga seluruh FKTP yang bekerjasama wajib melaksanakan Prolanis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam mengenai pelaksanaan Prolanis di FKTP wilayah kerja BPJS Kesehatan KCU Kota Bogor dalam melaksanakan kegiatan Prolanis pada tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada masalah dalam kecukupan sumber daya manusia, sumber daya keuangan, fasilitas, dan peraturan. Empat dari lima kegiatan Prolanis sudah dilaksanakan secara rutin di FKTP wilayah kerja BPJS Kesehatan Kota Bogor. Peneliti menyarankan agar adanya pembagian tugas yang jelas, distribusi buku pemantauan kesehatan, dan pembuatan petunjuk teknis kegiatan Prolanis yang lebih rinci.
Prolanis as one of the promotive and preventive strategies undertaken by BPJS Kesehatan to reduce or prevent complications of chronic disease suffered by the participants as well as control of health care costs. In 2017, KBK is being implemented so that all FKTP must carry out Prolanis. The purpose of this research is to obtain in depth information about the implementation of Prolanis at First Level Health Facility In Working Area of BPJS Kesehatan, Branch Office, Bogor, 2017. This study used qualitative methods with data collection through in depth interviews, observation and document review. The results show that there are problems in the adequacy of human resources, financial resources, facilities, and regulations. The researcher suggests in order do exist clear division of tasks, distribution of health monitoring books, and more detailed technical guidance on Prolanis activities.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flora Aninditya
Abstrak :
Meskipun secara umum kesehatan penduduk dianggap berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi, bukti empiris menunjukkan temuan yang beragam. Penelitian ini menggunakan data Burden of Disease (BOD) dari Institute of Health Metric Evaluation (IHME) untuk pengukuran kesehatan penduduk dan data ekonomi terkait dari 87 negara dari tahun 1990-2018. Dengan menggunakan regresi panel dengan ambang batas (threshold), studi ini bertujuan untuk mengurai dampak kesehatan pada pertumbuhan ekonomi. Penggunaan pendekatan ini diharapkan dapat berkontribusi untuk menjelaskan variabilitas dampak kesehatan pada pertumbuhan. Rasio ketergantungan penduduk lansia terbukti menjadi variabel ambang batas yang baik, yang dapat mengelompokkan negara menjadi empat kategori: negara-negara yang lebih tua dan berpenghasilan tinggi, negara-negara yang lebih muda dan berpenghasilan rendah, dan negara-negara berkembang dan berpenghasilan menengah. Ketika struktur umur penduduk dipertimbangkan, dampak beban penyakit ditemukan berbeda menurut struktur umur. Pada tahap awal penuaan penduduk, beban penyakit menular terhadap pertumbuhan ekonomi didapati negatif dan lebih tinggi. Pada tahap lanjut penuaan penduduk, pertumbuhan ekonomi didapati negatif namun lebih rendah. Studi ini menghasilkan beberapa implikasi kebijakan. Pertama, populasi yang menua terpapar penyakit tidak menular (PTM) karena perilaku tidak sehat di masa lalu atau karena masalah degeneratif, dan juga penyakit menular (PM) karena kekebalan tubuh menurun. Hal ini menekankan perlunya penguatan program untuk meringankan PTM dan vaksinasi lansia untuk mengatasi PM. Kedua, sangat penting untuk berfokus pada program untuk mengekang tren peningkatan PTM sejak awal siklus hidup. Ketiga, di antara semua negara dari kelompok tiga dan empat, program untuk meningkatkan lebih banyak akses ke perawatan kesehatan dan program pencegahan sangat penting. Keempat, untuk meminimalkan beban penyakit, penting untuk memiliki evaluasi penuh atas keuntungan ekonomi dari intervensi kesehatan, serta perkiraan pengembalian investasi untuk berbagai alternatif kebijakan. Kelima, sangat penting untuk mempromosikan kebijakan pasar tenaga kerja yang memastikan orang-orang dengan keterbatasan fisik atau disabilitas tetap dapat memiliki pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. ......Although it is commonly agreed that health has positive impact on economic growth, the empirical evidence shows mixture findings. This study uses data of Burden of Disease (BOD) from Institute of Health Metric Evaluation (IHME) for health capital measurement and economic data for 87 countries from 1990-2018. Using panel threshold regression, we aim to detangle the impact of health on economic growth as the use of this approach may contribute to explaining the variability of the health impact on growth. The findings show that old dependency ratio is a good measure of threshold variable, separating the country groups into four. We found that the impact of burden of diseases is negative for all groups: the older and high income countries, the younger and low income countries, and the growing and middle income countries. When the population age structure is being considered, the impact of burden of diseases is found to be different by age structure. In the early stages of population aging, the burden of communicable diseases increases. The negative correlation between the burden of communicable diseases and economic growth is somehow weakened, which means that in the later stage of the aging population, the economic growth decreases compared to the previous ones. This study addresses several policy implications. First, the ageing population is exposed to noncommunicable diseases (NCD) due to unhealthy behavior in the past or due to degenerative issues, and also to communicable (CD) as the body immune decreases. This emphasizes the need to strengthen programs to ease the NCD and vaccination of older people to tackle the CD. Second, it is imperative to devote programs to curb the rising trend of NCD since early life. Third, among all countries from group three and four, programs to increase more access to health care and preventive programs are essential. Fourth, to minimize the burden of diseases, it is important to have a full evaluation of the economic advantages of health interventions, as well as predicted returns on investment for various policy alternatives. Fifth, it is crucial to promote labor market policies make sure people with physical limitations or disabilities can find paid employment.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Riyanti Yasir
Abstrak :
Dalam dunia epidemiologi, dibutuhkan suatu pemetaan untuk menggambarkan distribusi penyakit pada populasi, yang disebut dengan disease risk map. Mapping tersebut dibuat berdasarkan nilai SMR (Standardized Morbidity or Mortality Ratio) yang diperoleh dari informasi mengenai banyaknya penderita suatu penyakit di daerah tertentu. Semakin kecil skala disease risk map tersebut, maka semakin tepat sasaran untuk melakukan pencegahan terhadap suatu penyakit. Namun, masalah yang sering dijumpai adalah data banyaknya penderita penyakit hanya tersedia pada lingkup area yang besar. Sedangkan data mengenai penyebab terjangkitnya penyakit tersebut, tersedia dalam skala area yang lebih kecil. Ketidakseimbangan nilai-nilai variabel inilah yang disebut sebagai spatial misalignment. Sehingga digunakan pemodelan Bayesian berhierarki yang memanfaatkan fungsi likelihood dari variabel respon yang tersedia pada skala area lebih besar dan nilai-nilai kovariat yang tersedia pada area yang lebih kecil. Kemudian, dari distribusi posterior yang diperoleh, digunakan metode Markov Chain Monte Carlo (MCMC) untuk mencari nilai taksiran parameter. Berdasarkan persamaan linier dari log SMR pada model, diperoleh nilai estimasi SMR untuk skala area lebih kecil. Pemodelan Bayesian berhierarki ini diterapkan untuk membuat disease risk map skala area puskesmas Kota Depok pada kasus kelahiran bayi mati.
In epidemiology, mapping is needed to describe the distribution of disease in an area or among population, which is called disease risk map. The construction of disease risk map is based on the value of SMR (Standardized Morbidity or Mortality Ratio), that is obtained from the information about the number diagnosed of a disease in an area. If the scale of disease risk map is smaller, the prevention of the disease is more effective. However, the data about the number of cases of a disease is available from a larger scale area. On the other hand, data about the causes or factors of that disease is available at the smaller scale area. Such unbalance sources of those variables is called spatial misalignment. So that, it is needed to apply Bayesian hierarchical modeling that uses the likelihood of response variable which is available at the larger scale area and the value of covariates which is available at the smaller scale area. Then, by using the Markov Chain Monte Carlo (MCMC) method which build samples from the posterior distribution, the value of estimated parameters are obtained. Furthermore, based on the linear model for SMR, the estimated SMRs for the smaller scale area are obtained. To give an illustration, Bayesian hierarchical modeling is applied to construct the disease risk map at clinic scale area for stillbirths cases in Depok.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54803
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>