Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marcel Agusta Farras
Abstrak :
Diare merupakan penyebab kematian terbesar ke-5 (lima) pada kelompok umur 0-5 tahun di Asia Tenggara (WHO, 2016). Di Indonesia sendiri, diare merupakan penyebab kematian terbesar ke-8 dengan 68.636 kematian di tahun 2017 (OurWorldinData, 2019) dengan prevalensi sebesar 14% (SDKI, 2017). DKI Jakarta, kota dengan kelengkapan infrastruktur dibandingkan kota lain di Indonesia memiliki prevalensi diare sebesar 12,7%, bahkan lebih tinggi dibandingkan Papua (9,7%) dan Papua Barat (11,2%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare pada baduta di DKI Jakarta. Penelitian menggunakan data SDKI 2017 dengan desain studi cross-sectional dengan sampel sebesar 300 responden untuk anak berumur 0-2 tahun. Hasil uji bivariat menunjukkan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare adalah pada anak berumur 1 tahun dengan p-value sebesar 0,02 (OR 2,505; CI 95% 1,156-5,428). Kesimpulan penelitian ini adalah prevalensi diare pada baduta sebesar 16,7% dengan faktor yang berhubungan adalah anak pada umur 1 tahun. ......Diarrhea is the 5th (fifth) leading cause of death in the 0-5 year age group in Southeast Asia (WHO, 2016). In Indonesia, diarrhea is the 8th (eight) leading cause of death with 68,636 deaths in 2017 (OurWorldinData, 2019) with 14% of prevalence (IDHS, 2017). DKI Jakarta, capital city with complete infrastructures compared to other cities in Indonesia, has a diarrhea prevalence of 12.7%, higher than Papua (9,7%) and West Papua (11,2%). The purpose of this study was to determine the risk factors associated with the incidence of diarrhea in two-year old baby in DKI Jakarta. This research using 2017 IDHS data with cross-sectional as study design with 300 respondents for 0-2 years old baby. The results of the bivariate test showed that the factors associated with the incidence of diarrhea were children aged 1 year with p-value of 0,02 (OR 2,505; CI 95% 1,156-5,428). The conclusion of this study is the prevalence of diarrhea in two-years old baby was 16.7% with the factor related to diarrhea is children at the age of 1 year.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth
Abstrak :
Diarrhea can be caused by following things that are eatingmeal without washing hands clean, drinking unboiled water, eatingmeal that perched by flies, open defecation free, dirty house environment, and mothers milk additional food that is gives to early. This study is concerning the relation of total sanitation condition to incidence of diarrhea at society in three subdistrict with scope of Bandung Metropolitan Area Kabupaten Sumedang in 2011. The secondary data was taken from Environmental Health Risk Assessment Kabupaten Sumedang that is conducted in October-November 2011 through questioner, interviews, and observation by surveyor team. This study use cross sectional study design with univariat and bivariat analysis. High diarrhea incidence (58,1%), open defecation free condition (87,6%), unsafe drinking water and food disposal condition (59,6%), society that is not receiving garbage disposal (78,8%), and contaminated household wastewater disposal condition (80,3%) in Kabupaten Sumedang with scope of Bandung Metropolitan Developmental District Area in 2011. Society total sanitation condition that relate to incidence of diarrhea are drinking water and food disposal condition and garbage disposal condition in Kabupaten Sumedang with scope of Bandung Metropolitan Developmental District Area in 2011.
Diare dapat disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut yaitu makan tanpa mencuci tangan yang bersih, minum air mentah, makan makanan yang dihinggapi lalat, buang air besar di sembarang tempat, lingkungan rumah yang kumuh dan kotor, dan pemberian makanan tambahan ASI terlalu dini. Penelitian ini mengenai hubungan kondisi sanitasi total terhadap kejadian diare pada masyarakat di tiga kecamatan yang merupakan wilayah cakupan Metropolitan Bandung Area Kabupaten Sumedang tahun 2011. Data sekunder diambil dari Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan kabupaten Sumedang yang dilaksanakan bulan Oktober-November 2011 melalui kuisioner, wawancara, dan observasi oleh tim survei. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Kejadian diare tinggi (58,1%), kondisi buang air besar (BAB) tidak aman (87,6%), kondisi pengelolaan air minum dan makanan tidak aman (59,6%), masyarakat yang tidak menerima pengelolaan sampah (78,8%), serta kondisi pengelolaan limbah cair rumah tangga tercemar (80,3%) di Kabupaten Sumedang dengan cakupan wilayah pengembangan Metropolitan Bandung Area tahun 2011. Kondisi sanitasi total masyarakat yang memiliki hubungan terhadap kejadian diare adalah kondisi pengelolaan air minum dan makanan serta kondisi pengelolaan sampah di Kabupaten Sumedang dengan cakupan wilayah pengembangan Metropolitan Bandung Area tahun 2011.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luky Lukmanulhakim
Abstrak :
Penyakit diare adalah penyakit menular yang banyak menjadi masalah di Indonesia baik diperkotaan maupun di pedesaan, di samping bersifat endemis penyakit diare masih sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Di Kabupaten Ciamis KLB diare yang paling sering terjadi dibanding KLB Iainnya. Tercatat 27 Puskesmas dari 56 Puskesmas yang ada di Kabupaten Ciamis pernah mengalarni KLB diare, tahun 1997 rangking I, tahun 1998 rangking I menurut urutan 10 penyakit terbesar. Berdasarkan laporan pasien rawat jalan Puskesmas seluruh Kabupaten Ciamis, diare, tahun 1997 menduduki rangking I, tahun 1998 menduduki rangking II. Puskesmas merupakan ujung tombak pelaksanaan manajemen dari petunjuk pelaksanaan diare yang ada apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, manajemen diare di Puskesmas dilihat dari kepala Puskesmas yang merupakan manajer di Puskesmas, dan pemegang program P2 diare dan surveilans epidemiologi sebagai pelaksanan manajer diare dilapangan (desa). Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan metode kualitatif di wilayah Puskesmas daerah endemis diare di Kabupaten Ciamis diambil dari rangking tertinggi KLB diare dan kasus diarenya, diambil 1 Puskesmas yang paling tinggi kasus KLB dan penderita diare dalam I kecamatan, sehingga pemilihan 4 Puskesmas itu jugs mewakili 4 kecamatan daerah endemis diare di Kabupaten Ciamis. Pengumpulan data dengan menggunakan instrumen teknik wawancara mendalam (Indepth Interview), kelompok diskusi terarah (Focus Group Discussion} dan kajian dokumen baik di Puskesmas maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten. Hasil penelitian menunjukan adanya kelemahan-kelemahan dalam mengantisifasi kemungkinan adanya KLB diare dengan tidak didapatkan data yang akurat dari daerah mengenai kasus-kasus diare dan belum adanya kerjasarna yang baik antara lintas program dan lintas sektoral, hal ini karena melihat kasus diare sekarang-sekarang ini tidak sampai meningkat seperti sewaktu ada KLB dulu, padahal penyakit diare sulit diprediksi. Saran untuk memperbaikinya agar Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) hams selalu ditingkatkan dengan tetap menjalankan manajemen laporan diare dengan baik walaupun KLB diare tidak ditemukan.
Diarrhea is a contagious disease which is problematical in Indonesia, both in the urban areas and the rural ones, besides being endemic diarrhea still frequently happens as an epidemic happening (KLB = Kejadian Luar Biasa). In Ciamis regency KLB Diarrhea happens most frequently compared with other KLBs. There are 27 Public Health Centre (Puskesmas) out of 56 existing in the regency has ever had KLB diarrhea, in 1997 was ranking 1, in 1998 ranking 1 according to the biggest ten diseases. Based on the report of out patients of the Public Health Centre throughout Ciamis regency in 1997 diarrhea placed the firs rank while in 1998 was in second place. Puskesmas (Public Health Centre) is a determinant in carrying out the management from the existing diarrhea implementation direction to find out whether its accomplishment has been in line with the expected result, diarrhea management in Puskesmas viewed by the head of Puskesmas as the manager in Puskesmas and the holder of diarrhea P2 Program and Epidemiology Surveillance as the implementing manager of the field (Village). This research is an analytical description by using qualitative method in the Puskesmas region of diarrhea endemic area in Ciamis regency taken from the highest ranking KLB - diarrhea and its diarrhea case, taken one Puskesmas with the highest KLB case and diarrhea patient in one sub district (Kecamatan), so that the choosing of 4 Puskesmas also represent 4 sub districts of diarrhea endemic areas in Ciamis regency. Data were collected by using In-depth Interview, Focus Group Discussion and Document Assessment both in Puskesmas and in the regency health service. The result of the study reveals that there are weaknesses in anticipating the possibility of KLB diarrhea due to the absence of accurate data from the areas concerning diarrhea cases and good cooperation between inter-program and intersectoral, this is because recently the diarrhea has not increased as when the KLB existed formerly, as a matter of fact diarrhea is hard to predict. The writer recommends that the Early Warning System (SKD = Sistem Kewaspadaan Dini) always be increased by constantly carrying out diarrhea report management although KLB is not found.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T4033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Dely Farhani
Abstrak :
ABSTRAK
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk yang paling banyak di Indonesia. Banyaknya jumlah penduduk di Jawa Barat menimbulkan banyaknya pula permasalahan salah satunya adalah diare. Pada tahun 2016, insiden diare di Jawa Barat sebesar 1.261.159 kasus, tertinggi di Indonesia. Spasial atau pemetaan dianggap perlu untuk memudahkan dalam mengetahui wilayah persebaran faktor risiko dan karakteristik wilayah terhadap kejadian diare, namun belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sebaran dan menganalisis korelasi antara kejadian diare dan faktor risikonya di Jawa Barat Tahun 2010-2016. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi, sehingga menggunakan total populasi sebagai unit analisisnya yaitu 27 kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2010-2016. Hasil penelitian menunjukkan proporsi diare paling tinggi 761/10.000 penduduk dengan PHBS rendah ada di Kota Sukabumi tahun 2010. Cakupan akses air minum terlindung Kabupaten Karawang selalu rendah. Sedangkan cakupan akses jamban sehat berfluktuasi. Jumlah penduduk miskin cenderung mengalami penurunan, namun kepadatan penduduk semakin tinggi. Kejadian diare lebih banyak terjadi pada dataran rendah Kab. Karawang dibandingkan dataran sedang dan dataran tinggi Kab. Purwakarta dan Kab. Bandung Barat . Berdasarkan hasil pemetaan, daerah yang kerawanan diarenya tinggi ada di Kota Cimahi dan Kota Tasikmalaya. Kemudian, untuk analisis korelasi menunjukkan hanya cakupan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS yang berkorelasi dengan kejadian diare p-value = 0,001 dan r = - 0,246 . Perlunya menyusun prioritas upaya pengendalian diare sesuai dengan karakteristik wilayah tiap kabupaten/kota dan khususnya di daerah-daerah dengan tingkat kerawanan diare yang tinggi seperti Kota Cimahi dan Kota Tasikmalaya.
ABSTRACT
West Java is the most populous province in Indonesia. The number of residents in West Java in effect is one of them is diarrhea. By 2016, the incidence of diarrhea in West Java is 1,261,159 cases, the highest in Indonesia. Spatial or mapping needs to be done to determine the areas and factors associated with the occurrence of diarrhea, but not yet done. The purpose of this study is the distribution and analysis between the incidence of diarrhea and risk factors in West Java Year 2010 2016. This study uses the design of ecological studies, using the total population as an analysis unit that is 27 districts cities in West Java 2010 2016. The results showed the highest proportion of diarrhea 761 10,000 population with low sanitation and hygiene behavior in Sukabumi City in 2010. The coverage of protected drinking water access Kabupaten Karawang is always low. While the view of access to healthy latrines fluctuate. The number of poor people usually goes down, but the higher the population density. The incidence of diarrhea is more prevalent in lowland Karawang district than the medium and highland plains Purwakarta and West Bandung districts . Based on the mapping results, the diarrhea area is high in Cimahi and Kota Tasikmalaya. Then, for free analysis, only PHBS points were correlated with the incidence of diarrhea p value 0.001 and r 0.266 . The need to prioritize the handling of diarrhea in accordance with typical areas and areas with high diarrhea levels such as Cimahi City and Tasikmalaya City..
2018
T49858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadifa Zikrina
Abstrak :
Penyakit diare di Kota Tegal, berdasarkan profil kesehatan Kota Tegal tahun 2016 setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku higiene masyarakat yang buruk salah satunya yaitu perilaku buang air besar sembarangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku buang air besar sembarangan dengan kejadian diare di Kota Tegal. Faktor lainnya yang diduga terkait dengan kejadian diare pada rumah tangga antara lain karakteristik yang meliputi usia, tingkat Pendidikan, tingkat ekonomi, dan sanitasi lingkungan yang meliputi kepemilikan jamban, ketersediaan sumber air, jarak Penampung akhir tinja ke sumber air, serta keberadaan vektor lalat. Uji statistik yang digunakan adalah Uji chi-square dan regresi logistik. Sebanyak 5,85% rumah tangga ditemukan masih berperilaku buang air besar sembarangan, dan 36,6% rumah tangga mengalami diare. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku buang air besar sembarangan dengan kejadian diare (p value=0,044). Selain itu, pada penelitian ini ditemukan faktor yang paling dominan yang dapat menyebabkan diare adalah usia, kepemilikan jamban, dan jarak penampung akhir tinja ke sumber air. ......Based on the Health Profile of Tegal City in 2016, diarrhea disease in Tegal, tends to increase every year. This is caused by the condition of environmental sanitation and poor hygiene behavior, one of which is the behaviour of open defecation. This study aims to determine the relationship between open defecation behaviour and the incidence of diarrhea in Tegal. Other factors that are thought to be related to the incidence of diarrhea in households include characteristics such as age, education level, economic level, and environmental sanitation which include latrine ownership, availability of water sources, distance of septic tank to the water sources, and the presence of fly as vector. The statistical test used was the chi-square test and logistic regression. As many as 5.85% of households were found to have open defecation, and 36.6% of households had diarrhea. The results showed that there was a significant relationship between open defecation behavior and the incidence of diarrhea (p value = 0.044). In this study, it was found that the most dominant factors that can cause diarrhea are age, ownership of a latrine, and the distance of septic tank to the water source.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonitatur Rifdah Tristiyana
Abstrak :
Diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan dua penyakit utama yang dapat disebabkan oleh lingkungan yang kurang bersih serta infeksi bakteri. Senyawa turunan kumarin, pada umumnya digunakan sebagai agen antibakteri, terutama yang berhubungan dengan diare dan infeksi saluran pernapasan akut. Infeksi ini mendorong para peneliti untuk menemukan agen antibakteri berbasis kumarin sebagai antibakteri yang paling umum digunakan dalam obat terapeutik di seluruh dunia. Dalam penelitian ini, berbagai metilen aktif digunakan untuk sintesis kumarin tersubstitusi-3 melalui reaksi kondensasi Knoevenagel dengan metode MAOS. Telah berhasil disintesis dua senyawa turunan kumarin, 3-asetilkumarin (1) dan etil 3-kumarin karboksilat (2). Senyawa 1 berhasil disintesis dengan mereaksikan salisilaldehida dan etil asetoasetat (EAA) dengan katalis dietilamina dengan optimasi rasio mol reaktan, waktu reaksi, persentase katalis, dan pelarut. Kondisi optimum dalam sintesis senyawa 1 diperoleh pada perbandingan mol 1,2:1 (salisilaldehida:EAA), katalis 30% mol, kondisi bebas pelarut, dan waktu iradiasi 60 detik (43,65 ± 0,50%). Senyawa 2 (16,33% yield) berhasil disintesis dalam kondisi optimum senyawa 1 dengan mengganti metilen aktif menjadi dietil malonat dan modifikasi waktu iradiasi, 900 detik. Kedua senyawa telah diidentifikasi KLT serta dikarakterisasi strukturnya menggunakan instrumen FTIR, UV-Vis, dan NMR (1D dan 2D). Namun, 3-siano kumarin (3) tidak berhasil disintesis menggunakan metilen aktif etil sianoasetat dan malononitril dalam kondisi optimum senyawa 1. Hal ini memperkuat bahwa etil asetoasetat merupakan metilen aktif yang paling aktif dibandingkan metilen aktif lainnya. Ulasan potensi aktivitas antibakteri dari senyawa 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa ketiga senyawa turunan kumarin tersebut memiliki potensi aktivitas antibakteri terhadap bakteri S.aureus dan E. coli.
Diarrhea and Acute Respiratory Infection (ARI) are the two main diseases that can be caused by unclean environments and bacterial infections. Coumarin-derived compounds are generally used as antibacterial agents, especially those associated with diarrhea and acute respiratory infections. This infection drived researchers to find coumarin-based antibacterial agents as the most commonly used therapeutic drugs worldwide. In this research, various active methylene is used for the synthesis of 3-substituted coumarin through the Knoevenagel condensation reaction with the MAOS method. Two coumarin-derived derivatives have been synthesized, 3-acetylcumarin (1) and ethyl 3-coumarin carboxylate (2). Compound 1 was successfully synthesized by reacting salicylaldehyde and ethyl acetoacetate (EAA) with diethylamine catalyst by optimizing the mole ratio of reactants, reaction time, percentage of catalyst, and solvents. Optimum conditions in compound 1 synthesis were obtained at 1.2:1 mole ratio (salicylaldehyde: EAA), 30% mol catalyst, solvent free condition, and irradiation time of 60 (43.65 A± 0.50%). Compound 2 (16.33% yield) was successfully synthesized under optimum conditions of compound 1 by replacing active methylene to diethyl malonate and modification at 900 seconds irradiation time. The two compounds were identified by TLC and their structure was characterized using FTIR, UV-Vis, and NMR instruments (1D and 2D). However, 3-cyano coumarin (3) was unsuccessfully synthesized using methylene active ethyl cyanoacetate and malononitrile under optimum conditions of compound 1. This reinforces that ethyl acetoacetate is the most active active methylene compared to other active methylene. A review of the potential antibacterial activity of compounds 1, 2, and 3 shows that the three coumarin-derived compounds have the potential for antibacterial activity against S.aureus and E. coli.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esy Maryanti
Abstrak :
Mikrosporidia merupakan emerging parasite pada manusia yang dapat menyebabkan kelainan intestinal, muskular, okular dan sistemik. lnfeksi mikrosporidia terutama terjadi pada penderita HIV/AIDS, dan yang sering dilaporkan yaitu mikrosporidiosis intestinal dengan gejala diare kronis dan wasting syndrome yang akan memperberat keadaan penderita AIDS. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data-data mikrosporidia dan infeksi yang ditimbulkannya, sedangkan kasus HIV/AIDS makin bertambah secara cepat dan merupakan suatu ancaman global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi mikrosporidia pada penderita AIDS dengan diare kronis di Jakarta dan korelasi jumlah CD4 dengan densitas mikrosporidia. Sebanyak 126 sampel tinja penderita AIDS dengan diare kronis yang dirujuk ke Laboratorium Parasitologi FKUI dari berbagai Rumah Sakit di Jakarta dipcriksa dengan teknik pewamaan kromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop dan dihitung dcnsitas spora mikrosporidia. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi mikrosporidiosis intestinal sebesar 7,l% dengan pewarnaan kromotrop standar dan 6,3% dengan quick-hot gram kromotrop serta tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua teknik tersebut (p=l,00). Tcrdapat korelasi yang negatif antara densitas mikrosporidia dengan jumlah CD4 (p=0,00;r=-0,979). Dari penelitian ini dapat disimpulkan prevalensi mikrosporidia pada pendedta AIDS dengan diare kronis cukup rendah. Teknik pewamaan kromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop dapat digunakan untuk mendeteksi mikrosporidia pada tinja. Pada penderita AIDS denganjumlah CD4 yang rendah didapatkan densitas miknosporidia yang tinggi. ......Microsporidia is an emerging parasite in human which infect gastrointestinal tract, muscular, ocular and systemic. Microsporidia infection is primarily a disease of HIV/AIDS patients. Intestinal microsporidia is most common infection and associated with chronic diarrhea and wasting syndrome which worsened patient condition. Until now, there is no available data on this parasite in Indonesia. The objective of this study was to determine the prevalence of intestinal microsporidia among the AIDS patient with chronic diarrhoea in Jakarta and to determine the correlation between microsporidia?s density and CD4 count. A number of 126 stools from AIDS patients with chronic diarrhea referred to Parasitology Laboratory FKUI were examined by standard chromotnope staining and quick-hot gram chromotrope. The result showed the prevalence of intestinal microsporidia is 7.1% by standard chromotrope staining and 6.3% by quick-hot gram chromotrope. There is no significant difference between positive cases microsporidia (p=l.00). A negative correlation between the density of microsporidia and CD4 cell counts (p=0.00; r=-0.979) was observed. In conclusion prevalence of rnicrosporidia among AIDS patients with chronic diarrhoea is low. Standard chromotrope staining and quick-hot gram chromotrope can be used to detect microsporidia. The density of microsporidia was higher in patient with low CD4 cell counts.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32315
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Rachma Sari
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi clinical pathway pada kasus diare akut dengan proses audit. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan menggunaan konsep operational research dengan metode telaah dokumen, telaah data dan wawancara mendalam. Hasil penelitian didapatkan topik audit adalah implementasi clinical pathway diare akut dengan tujuan menilai kelengkapan pengisian clinical pathway, kepatuhan DPJP, PPJP, Gizi dan Farmasi serta menilai kesesuaian lama hari rawat dengan clinical pathway. Standar penilaian yang digunakan adalah standar nasional yaitu KARS. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kelengkapan pengisian clinical pathway 25 , tidak ditemukan variasi pada pemeriksaan laboratorium, asuhan nutrisi dan asuhan keperawatan, namun pada tata lakasana diare akut masih ditemukan variasi pada obat tambahan sebesar 41 , dan lama hari rawat sudah sesuai yaitu 3,3 hari. Beberapa hal yang perlu rumah sakit lakukan adalah mengembangkan kebijakan terkait clinical pathway, memperbaiki formulir clinical pathway dan sistem sosialisasi, membuat petunjuk teknis clinical pathway, sistem monitoring dan evaluasi, serta menurukan standar lama hari rawat dan diskusi terkait variasi terapi.
ABSTRACT
This study aims to determine the implementation of clinical pathway of acute diarrhea with the audit process. This type of research is quantitative and qualitative by using operational research concept with document review method, data analysis and in depth interview. The result of the research shows that the audit topic is the implementation of clinical pathway of acute diarrhea with the aim to assessing completeness of clinical pathway, compliance of primary responsible physician, primary responsible nurse, nutrition and pharmacy and assessing the length of stay with clinical pathway. Assessment standard used is the national standard that is KARS. The result of measurement showed that completeness of filling clinical pathway 25 , no variation on laboratory examination, nutrition and nursing care, but still found variation on additional drug 41 , and length of stay was 3.3 day. Some things that hospital need to do is developed policies related to clinical pathway, improve clinical pathway forms and socialization systems, make clinical pathway technical guidance, monitoring and evaluation systems, and reduce standards length of stay and discussion of variations in therapy.
2017
S68246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti A.P. Kono
Abstrak :
Penyelengaraan program kesehatan memerlukan pengembangan sistem pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dan masyarakat termasuk swasta yang mampu menghasilkan tersedianya tlana yang memadai. Pembiayaan dari sektor sektor swasta utamanya pembelanjaan masyarakat merupakan porsi terbesar dari pembiayaan kesetiata. Kontribusi sektor swasta dan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan adalafi sekitar 65% dan sisanya seoesar 35% dari sektor publik, Dari kontribusi sektor swasta dan masyarakat yang sekitar 65% itu, pada anak di indonesia. Demikian pula di RSUD. Tarakan dan Budhi Asih, kasus diare/GE pada tahun 2006 berada pada posisi pertama dan kedua dari tiga penyakit terbanyak kedua RSUD tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, dengan populasi pasien yang memiliki diagnosis diare dengan dan tanpa diagnosis penyerta dan diagnosis penyulit yang terjadi pada bulan januari 2007 sampai juni 2007. Sedangkan sampelnya adalah pada kelompok umur anak-anak. Data didapat dari catatan medik pasien di bagian rekam medik RSU. Budhi Asih dan RSUD. Tarakan, sedangkan data untuk mencari unit cost pelayanan diare didapat dari bagian keuangan serta unit-unit terkait dikedua RSUD tersebut. Dari Pene1itian ini didapatkan adanya perbedaan aalam biaya di re pada clinica pathway yang pra standard dan standard. Dimana pada diagnose diare tanpa penyerta penyulit mengalami penurunan pada clinical pathway yang sudah ditandar"sasi. Sedangkan pada Diagnosa diare dengan penyerta, penyulit terjadi kenaikan biaya pada clinical patHway yang sudah di sta darisasi. Sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat bervariasinya biaya dari penyakit diare sebelum menggunakan clinical pathway dan terlihat penggunaan clinical pathway yang sudah distandadsasi dapat menjadi acuan sehingga terjadi keteraturan dalam penatalaksanaan peny:akit. Namun dari segi biaya, dihasilkan suatu continous improvement dalam segi pelayanan maupun segi biayanya. Dan juga datam perhitungan cost of treatment harus mempertimbangkan variabel harga-harga yang dapat berubah tergantung kondisi perekonomian. ...... Health program development needs support from government as well as society which includes budget from private sector. The cost from private sector is the main contributor to our health expenses. The contributions around 65 percent and the rest 35 percent comes from public sector. From that 65 percentage mostly still using mean of payment by paying for each service (fee for service), and only 14 percent of that society is covered By health insurance. The method is quantitative, descriptive, using all patient with indication diarrhea with or without difficulties and complication from January 2007 to June 2007. The sample is children. The data is taken from medical record department and for the unit cost on diarrhea treatment is gathered from finance department and other related department at Budhi Asih and Tarakan Hospital. The research found differences between cost of treatment inter-hospital, intra-hospital and between cost of treatment standard and pre standard based on clinical pathway standard an pre standard. In diarrhea with no complication there's a decrease in standardize clinical Path way's cost of treatment compare to pre-standard cost of treatment. In diarrhea with difficulties a d diarrhea with difficulties complications there's an i crease in standardize clinical pathway's cost of treatment compare to pre standard cost of treatment. Based on the result, it reveals there's a variation between cost of treatment pre-standard clinical pathway witn cost of treatment standard clinical pathway and also a variation in treatment in both kind of clinical pathway. Prom the result also found that clinical pathwa standarJ:J could be used as p ttem in terms of treatment resulting in maxima quality of care. Although in standard clinical pathway there's an increase in cost of treatment. But the point o clinical pathway is not only about the cost but mainly about patient focus.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20969
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arbianingsih
Abstrak :
Diare merupakan penyebab kematian terbanyak kedua pada balita di Negara berkembang. Penyebab diare adalah buruknya perilaku hidup sehat masyarakat. Diperlukan inovasi untuk meningkatkan perilaku sehat khususnya anak prasekolah. Penanaman konsep perilaku yang baik pada periode ini akan menghasilkan perilaku yang baik di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh game edukasi yang efektif meningkatkan perilaku sehat cegah diare pada anak usia prasekolah. Penelitian ini menggunakan desain penelitian dan pengembangan yang melibatkan 120 anak prasekolah yang kemudian dibagi secara acak random allocation menjadi 60 anak pada kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan permainan selama 25 menit, dua kali seminggu, selama lima minggu berturut-turut. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan lembar observasi pada minggu pertama, ke-6, ke-8 dan ke-10. Data dianalisis dengan uji General linier model repeated measured. Hasil penelitian menemukan bahwa aplikasi permainan berbasis android cegah diare Arbicare efektif dalam meningkatkan pengetahuan p.
Diarrhea is the second cause of death in children under five in developing countries. The causes of diarrhea are the lack of people healthy behavior. Innovation is needed to improve healthy behavior especially in preschoolers. Good concept during this period will form a good behavior in the future. This study aimed to obtain educational game that effectively increases healthy behavior to prevent diarrhea in children of preschool age. This study used research and development design involving 120 preschool children who were divided randomly to 60 children in the intervention and control groups. The intervention group received the educational game for 25 minutes, twice a week, for five consecutive weeks. Data were collected with questionnaires and observation sheet in the first, sixth, eight and tenth week. Data were analyzed by general linear model of repeated measured. Research showed that android based game application of diarrhea prevention Arbicare were effective to improve knowledge p.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D1701
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>